Read More >>"> The Maze Of Madness (10. The Important Minutes ) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Maze Of Madness
MENU
About Us  

Mereka kembali melewati salah satu lorong yang gelap, berbelok menuju balkon dalam ruang yang melingkar.

Lukisan klasik dengan warna-warna monokrom menghiasi kubah kecil di langit-langit. Senter Nora menyorot ke sepenjuru ruangan yang rupanya dipenuhi oleh rak-rak, dan buku-buku. Karpet usang yang entah aslinya berwarna apa terhampar di lantai bawah. Ada lagi furnitur yang tertutup kain putih, tergeletak bisu.

Kieran menarik Nora untuk melewati tangga kecil yang mengarahkan mereka ke lantai bawah. Mendadak ada lebih banyak rak dan buku di sekitar mereka.

“Ruang baca.” Kieran berucap samar.

Nora berdehem mengiyakan, mulai menyalakan senternya lagi. Ia melepas pegangan Kieran, untuk mendekati rak-rak dan meneliti judul bukunya satu persatu. Semuanya buku-buku lama, kebanyakan novel klasik, buku filsafat, buku bisnis, dan judul-judul acak seperti ‘Pecahan Kapal Bajak Laut’ atau ‘Keajaiban yang Bisa Kau Buat di Rumah’.

“Selalu ada yang bisa didapat di ruang baca.”

Kieran bergumam. “Jangan jauh-jauh, Nora.” 

Nora tak menjawab. Ia sibuk meneliti buku-buku, menemukan hampir seluruhnya tampak normal. Bahkan hingga ia selesai memutari pojok-pojok ruangan, Nora tak menemukan sesuatu yang tampak mencurigakan. Ia hanya menemukan satu buku bersampul biru cerah di rak paling pojok. Nama Rhodes tertulis samar di ujungnya, bersandingan dengan nama lain berawalan P yang sudah tak bisa terbaca.

Mata Nora memicing, mencoba mengeluarkan buku itu dari tempatnya. Namun lantai di bawahnya tiba-tiba terasa tidak stabil. Kayu itu kehilangan penyangganya dan membuat Nora terperosok ke dalamnya.

Lengan Nora tergores potongan kayu yang tajam. Ia bahkan terlambat berteriak.

Tubuhnya dibawa turun melalui seluncuran besi yang kasar dan berkarat, juga berkelok-kelok dan memiliki tikungan yang mengagetkan. Nora tak tahu akan berakhir dimana dirinya. Ia harus memeluk tubuhnya sendiri dan menyembunyikan kulitnya di balik jubah untuk menghindari luka tambahan. Teriakannya beradu dengan suara gesekan kain jubahnya dan lempengan besi. 

Begitu seluncuran itu berakhir, tubuh Nora bergulingan di tanah berpasir. Ia berhenti dalam posisi terlentang, menatap langit-langit yang remang. Dadanya naik turun tanpa terkendali. Langit-langit di atasnya seperti dibuat dari tumpukan papan-papan kayu yang disusun renggang dan dilapisi jaring-jaring berlapis. Di balik jaring-jaring itu adalah sebuah lubang yang gelap, tak tahu ada apa di dalamnya.

Lalu ia tiba-tiba mencium aroma laut. Teriakan Kieran juga disergap indra pendengarannya. Ini efek adrenalin atau Kieran memang mengikutinya ke bawah sini?

Pertanyaan itu terjawab dengan tubuh Kieran yang berguling-guling brutal melaju ke arahnya. Nora buru-buru bangkit, berlari ke pinggir ruangan, dan membiarkan Kieran mendarat lebih jauh dari tempatnya semula. Pria itu terbatuk-batuk, mungkin tak sengaja menjilat pasir. Nora memandangi bolak-balik seluncuran tadi dan Kieran yang masih sibuk menyelamatkan tenggorokannya.

"Kau berteriak seperti nenek-nenek." Nora berkomentar.

"Dan kau masih main seluncuran seperti anak balita."

Kieran bangkit berdiri, menepuk-nepuk hampir seluruh bagian tubuhnya yang tertutup pasir dan debu. Nora cukup mengibaskan jubah dan menepuk beberapa bagian pakaiannya.

"Kenapa baunya amis sekali?"

Nora menggeleng, menatap sekitar yang hanya ditutupi tembok batu yang gelap. Tapi mereka mendengar suara gemuruh di kejauhan, seperti ombak. Nora memutuskan menelusuri tembok-temboknya dengan tangan, mengikuti kemanapun tembok ini berbelok.

Suara yang meyakinkan dari ujung tikungan membuat Nora bergegas berlari keluar. Sepatu botnya menapak pada batu-batuan yang seolah menyembul dari pasir. Cahaya senternya bergoyang kesana-kemari, kadang memantul pada permukaan air yang menggenangi bebatuan. Ia melompati semuanya, membuat Kieran meneriakinya untuk berhati-hati. Dari sinilah ia menemukan aroma lautan dan suara ombak yang aneh. Mereka baru saja jatuh ke dalam gua pinggir pantai yang langsung berbatasan dengan laut lepas.

Angin kencang tiba-tiba menerpa Nora hingga rambutnya beterbangan. Ombak yang didengarnya bergulung-gulung di kejauhan. Pasir putih terhampar sunyi, tak ada orang lain selain ia dan Kieran di sini.

"Aku sempat lupa rumah Oberon Priam ada di Lotshire. Ini jelas-jelas dibangun di tebing batunya yang terkenal itu."

Nora menoleh pada Kieran, merasakan rambutnya beterbangan hingga menutupi wajah. Ia berlarian kembali ke dalam gua, ke tempat mereka pertama kali tiba.

"Kenapa Oberon membangun seluncuran itu untuk turun kemari?" Kieran bertanya heran, mengikuti Nora.

"Pasti ada hal lain di gua ini." Nora bergumam, suaranya bergema di tembok-tembok gua. "Mungkin sesuatu yang bisa kita manfaatkan untuk mencari tahu. Kau pernah kesini sebelumnya, Kieran?"

"Tidak."

Nora mengangguk-angguk.

Ia mengarahkan senternya ke berbagai sudut gua begitu sampai. Tak ada yang ia temukan di dalam sana kecuali tanah berpasir dan tembok batu karang yang licin. Juga tikungan lain ke tempat yang lebih gelap. Nora berjalan ke sana tanpa pikir panjang.

Ada ruangan rahasia, tentu saja. Nora menemukan obor, Kieran dengan peka menyalakannya. Lagi-lagi ia membawa penyulut api yang tak Nora duga akan Kieran bawa.

"Ini salah satu perlengkapan darurat yang kita perlu untuk bawa, oke?"

Nora mengangkat bahu, mematikan senter dan menelusuri isi ruangan. Ada dua rak yang dipenuhi oleh buku—lagi-lagi. Oberon suka sekali dengan buku sepertinya.  Meja kerja yang kosong di pojok, sofa yang sudah hilang bahan lunaknya, dan kerangka tulang manusia utuh.

Nora memekik, Kieran langsung memasang tubuh di depan gadis itu dan menyuruhnya mundur.

Kerangka itu duduk di sudut lain ruangan, salah satu kaki menekuk sementara kaki lainnya terentang lurus. Tangannya bertempat di bagian perut dan samping tubuh.

Nora menahan nafas saat ia mulai bicara.

"Siapa dia?"

"Aku sering diberitahu jika kau menemukan sebuah kerangka manusia utuh di sebuah bangunan terbengkalai, kau lebih baik tak menyentuhnya."

Nora tetap merangsek maju. Namun Kieran sigap memegang bahu dan pinggangnya.

"Hei, kau pikir aku bercanda?" Laki-laki itu berseru tak percaya.

Nora menimbang-nimbang. "Memang apa yang bisa kau dapatkan dari menyentuh mereka? Penyakit menular mematikan? Sedikit jejak sihir gelap? Atau apa?"

"Bisa jadi semuanya." Mata Kieran bergerak-gerak tak yakin. "Bisa jadi sebuah kilasan memori kisah hidupnya, hanya terbaca oleh mereka yang bisa membacanya."

"Apa Moralki bisa membacanya?"

"Tidak tahu. Tapi dia tak di sini."

"Kukira dia selalu mengawasi kita? Mengawasi dirimu?"

"Moralki itu entitas yang cukup—" bibir Kieran sedikit terbuka, ia mencoba mencari kata yang tepat. "Pemilih. Kadang. Atau ia hanya memiliki beberapa tempat dan kondisi pantangan yang tak bisa ia lalui atau hadapi."

"Kau sudah lima tahun bersamanya. Kupikir kalian sudah saling memahami satu sama lain."

"Aku dan Moralki tidak memiliki hubungan seperti itu, oke?"

Nora mengangguk-angguk. "Oke, baiklah. Sekarang kita harus apa?"

"Kembali ke atas?"

"Bagaimana caranya?" Nora mendongak, dengan mata menyipit sebal. Sejenak ia sedikit jengah ketika tahu Kieran jauh lebih tinggi darinya. "Moralki tidak membawa kita kemari tanpa alasan, oke? Dan menurutku, hal-hal aneh yang kita temukan di tempat ini, harus diperiksa."

Kieran mendengus pelan. Diam-diam berpikir dan tanpa sadar mengendurkan pegangannya. Nora tak membuang satu kesempatan pun. Ia segera berlari ke kerangka itu, menyentuhnya dengan firasat ia akan menemukan suatu kilasan memori meski ia tak yakin ia memiliki kemampuan untuk itu.

Tapi ia memilikinya. Jiwanya seperti diseret dan dipindahkan ke tempat lain setelah itu.


***


Nora berada di tempat yang sama.

Di dalam gua pinggir pantai yang disulap menjadi ruang kerja, di tempat yang ia temukan bersama Kieran. Tapi tak ada Kieran di sini. Tempat ini juga berubah jadi jauh lebih bersih, lebih muda, dan lebih baru. Rak-rak dan meja kerja masih ada di tempatnya. Dan kerangka manusia yang mereka temukan—

Nora memekik. Ia tersaruk mundur ke belakang, menutup mulut tidak percaya.

Pasalnya kerangka manusia itu berubah menjadi manusia utuh. Yang masih bernafas, masih membuka mata, masih terkekeh ketika melihat Nora. Nora mengobservasinya dengan cepat. Ia adalah seorang pria, dengan garis hidung yang tinggi dan cambang tipis yang menghias rahang. Rambutnya hitam panjang, namun kusut dan lepek. Bekas luka terentang dari dahi tengah ke telinga kanannya. Ia memakai kemeja hitam yang sebenarnya dimasukkan ke dalam celana katun berwarna hijau gelap. Harusnya, karena kemeja itu kini berantakan dan basah. Luka besar di dada hampir tak bisa Nora lihat karena warna kemejanya dan kondisi ruangan yang nyaris gelap gulita.

"Akhirnya ada yang menemukanku," ucapnya parau.

Nora menahan diri untuk tak memekik. Ia memperbaiki posisi jongkoknya yang aneh karena habis terperanjat, memandangi pria itu dari atas sampai bawah. "Kau bisa melihatku?"

"Aku memang ada untuk dilihat, Nona Kecil."

"Apa ini sihir?"

Pria itu terkekeh, tapi justru darah yang keluar dari mulutnya. Nora hampir tersedak saat ia mencoba bertanya lagi, "apa yang terjadi padamu?"

"Anak muda jaman sekarang memang... luar biasa." Ia justru berkomentar demikian. "Aku sekarat. Mati setidaknya lima belas menit lagi. Sebelum itu aku harus menyampaikan informasi ini pada siapapun yang menyentuh jasadku—atau setidaknya tulang-belulangku."

Nora menahan nafas. Ia mencoba membiasakan diri dengan duduk lebih rileks di lantai. "Baiklah, apa yang— ingin kami para anak-anak setelahmu tahu?"

"Bahwa Alhok tak bisa dikalahkan." Ia meludahkan darah ke tembok. "Bahwa baru satu jam lalu, aku mencoba mengalahkannya, dan sekarang aku sekarat."

Nora memucat mendengarnya. Nafasnya seakan habis di hembusan yang ia keluarkan beberapa saat lalu. Ia mengulum bibirnya. "Apa dia benar-benar tak bisa dikalahkan—"

"Ia tak bisa dikalahkan. Setidaknya olehku, oleh sembarang orang sepertiku. Putriku telah mewarisi sekian kekuatanku dan aku bahkan tak tahu apakah ajaran yang sudah kuberikan ia hargai atau tidak. Barangkali tidak. Barangkali ia melupakannya seperti ia melupakanku di manor gelap ini."

Entah kenapa Nora ingin menangis. Tangannya mulai gemetaran.

"Bisakah kau mengajariku juga? Apa yang diajarkan pada putrimu, bisakah kau mengajarinya padaku?"

Pria itu dengan susah payah mengangkat tangan, lalu mengibaskannya. "Aku mati lima belas menit lagi. Kau butuh tiga belas tahun latihan untuk menguasainya. Hal itu tidak mungkin."

"A-Aku pembelajar yang cepat. Aku bisa belajar sendiri setelahnya setelah kau memberi contoh—atau suatu prosedur, cara, tahap-tahap—apapun itu. Aku pasti bisa mencari sumber lain atau guru lain, atau mencoba mencari tahu dengan caraku sendiri. Itu juga—itu juga bisa kulakukan."

Pria itu mengibaskan tangannya lagi. "Tidak ada gunanya optimis."

"Lalu apa kau mau membuang-buang energi terakhirmu sebagai seorang Penyihir untuk mengirim pesan pesimisme seperti ini?!" Nora tanpa sadar menaikkan suaranya. Pria itu mulai menatapnya lebih intens. "Selalu ada cara untuk melakukan apapun. Tidak mungkin masalah ini berakhir begitu saja. Tidak mungkin kita kalah semudah ini."

Pria itu diam menatap Nora yang mengerjap, merasa bersalah. Ia duduk lagi dengan kaki bersila dan dua tangan menumpu kepala.

"Temanku dirasuki oleh Alhok. Dia dikurung, ada yang menjaganya. Tapi pasti ada orang yang mencarinya dan dia bisa mengacau kapan saja. Dia bisa mati." Nora menggeleng pelan. Matanya terpejam oleh rasa putus asa. "Aku tidak bisa kehilangan siapapun lagi."

"Kau tahu, Nak." Pria itu mencoba menekuk satu kakinya, lalu menghela nafas panjang seolah paru-parunya hanya berfungsi separuh. Mungkin saat ini, paru-parunya memang hanya berfungsi separuh. "Kau mengingatkanku akan seseorang."

Nora mendongak, mengusap air mata yang menetes tanpa sadar.

"Kuberitahu apa yang bisa kau lakukan untuk setidaknya membawa temanmu itu lepas dari Alhok. Seseorang pernah melakukannya dan dia hampir mati, tapi dia berhasil." Pria itu mengulurkan satu tangannya. "Pegang lagi lenganku ketika aku sudah selesai berbicara. Sesegera mungkin. Karena aku tidak akan menerima pertanyaan atau protesan apapun."

Nora buru-buru mengangguk, dan pria itu mencoba mengawali dengan deheman pelan.

"Ayo selesaikan ini. Lima belas menitku hampir habis."

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Rekal Rara
7780      3073     0     
Romance
"Kita dipertemukan lewat kejadian saat kau jatuh dari motor, dan di pisahkan lewat kejadian itu juga?" -Rara Gleriska. "Kita di pertemukan oleh semesta, Tapi apakah pertemuan itu hanya untuk sementara?" -Rekal Dirmagja. ▪▪▪ Awalnya jatuh dari motor, ehh sekarang malah jatuh cinta. Itulah yang di alami oleh Rekal Dirmagja, seorang lelaki yang jatuh cinta kepada wanita bernama Rar...
Bee And Friends
1967      857     1     
Fantasy
Bee, seorang cewek pendiam, cupu, dan kuper. Di kehidupannya, ia kerap diejek oleh saudara-saudaranya. Walau kerap diejek, tetapi ia memiliki dunianya sendiri. Di dunianya, ia suka sekali menulis. Nyatanya, dikala ia sendiri, ia mempunyai seseorang yang dianggap sebagai "Teman Khayalan". Sesosok karakter ciptaannya yang ditulisnya. Teman Khayalannya itulah ia kerap curhat dan mereka kerap meneman...
DI ANTARA DOEA HATI
751      375     1     
Romance
Setelah peristiwa penembakan yang menewaskan Sang mantan kekasih, membuat Kanaya Larasati diliputi kecemasan. Bayang-bayang masa lalu terus menghantuinya. "Siapapun yang akan menjadi pasanganmu akan berakgir tragis," ucap seorang cenayang. Hal tersebut membuat sahabat kecilnya Reyhan, seorang perwira tinggi Angkatan Darat begitu mengkhawatirkannya. Dia berencana untuk menikahi gadis itu. Disaa...
The pythonissam
329      250     5     
Fantasy
Annie yang harus menerima fakta bahwa dirinya adalah seorang penyihir dan juga harus dengan terpaksa meninggalkan kehidupanannya sebagai seorang manusia.
I love you & I lost you
4108      1842     4     
Romance
Kehidupan Arina berubah 180 derajat bukan hanya karena bisnis ayahnya yang hancur, keluarganya pun ikut hancur. orang tuanya bercerai dan Arina hanya tinggal bersama adiknya di rumah, ayahnya yang harus dirawat karena mengalami depresi berat. Di tengah hancurnya keluarganya, Arina bertemu kembali dengan teman kecilnya, Arkan. Bertemunya kembali mereka membuka sebuah lembaran asmara, namun apa...
The Flower And The Bees
2451      1225     9     
Romance
Cerita ini hanya berkisah soal seorang gadis muda keturunan Wagner yang bersekolah di sekolah milik keluarganya. Lilian Wagner, seorang gadis yang beruntung dapat lahir dan tumbuh besar dilingkungan keluarga yang menduduki puncak hierarki perekonomian negara ini. Lika-liku kehidupannya mulai dari berteman, dipasangkan dengan putra tunggal keluarga Xavian hingga berujung jatuh cinta pada Chiv,...
The Maiden from Doomsday
9709      2056     600     
Fantasy
Hal yang seorang buruh kasar mendapati pesawat kertas yang terus mengikutinya. Setiap kali ia mengambil pesawat kertas itu isinya selalu sama. Sebuah tulisan entah dari siapa yang berisi kata-kata rindu padanya. Ia yakin itu hanya keisengan orang. Sampai ia menemukan tulisan tetangganya yang persis dengan yang ada di surat. Tetangganya, Milly, malah menyalahkan dirinya yang mengirimi surat cin...
L for Libra [ON GOING]
6256      1442     8     
Fantasy
Jika kamu diberi pilihan untuk mengetahui sebuah kenyataan atau tidak. Mana yang kamu pilih? Sayangnya hal ini tidak berlaku pada Claire. Dirinya menghadapi sebuah kenyataan yang mengubah hidupnya. Dan setelahnya, dia menyesal telah mendengar hal itu.
KSATRIA DAN PERI BIRU
118      101     0     
Fantasy
Aku masih berlari. Dan masih akan terus berlari untuk meninggalkan tempat ini. Tempat ini bukan duniaku. Mereka menyebutnya Whiteland. Aku berbeda dengan para siswa. Mereka tak mengenal lelah menghadapi rintangan, selalu patuh pada perintah alam semesta. Tapi tidak denganku. Lalu bagaimana bisa aku menghadapi Rick? Seorang ksatria tangguh yang tidak terkalahkan. Seorang pria yang tiba-tiba ...
Aria's Faraway Neverland
3012      930     4     
Fantasy
"Manusia adalah Tuhan bagi dunia mereka sendiri." Aria adalah gadis penyendiri berumur 7 tahun. Dia selalu percaya bahwa dia telah dikutuk dengan kutukan ketidakbahagiaan, karena dia merasa tidak bahagia sama sekali selama 7 tahun ini. Dia tinggal bersama kedua orangtua tirinya dan kakak kandungnya. Namun, dia hanya menyayangi kakak kandungnya saja. Aria selalu menjaga kakaknya karen...