Loading...
Logo TinLit
Read Story - Romance is the Hook
MENU
About Us  

Almira

Gencatan senjata telah disepakati.

Setelah keluar dari ruang rapat hari itu, aku sudah dibanjiri pertanyaan dari Andin. Luna dan Nisa terlihat tenang tapi aku tahu telinga mereka gatal ingin mendengar apa yang terjadi di dalam Ruang Doyle dengan Reynaldo. 

“Lo diapain aja, Mi? Diganggu? Dimarah? Perlu gue labrak ngga si Reynaldo itu?”

“Tenang, Din. Aku baik-baik saja, kok. Cuma diskusi untuk menyamakan pendapat,” jelasku berusaha menenangkan Andin yang sudah mengepalkan tangannya ke arah ruangan Reynaldo berada. “Dia itu senior kamu, Din. Jangan gegabah sampai niat mukulin gitu.”

Toh Reynaldo sudah mengetahui kesalahan yang ia lakukan padaku dan aku percaya ia tidak akan berani melakukan hal menyebalkan lagi di sekitarku. Ditambah lagi, aku tidak bisa menolak permintaan damai dari Reynaldo yang memandangku dengan penuh harap, seperti anak kucing menggemaskan saat menginginkan makanan. 

Wait, did I just called him cute? 

Nisa berkata pelan, membuyarkan bayangan raut wajah menggemaskan pria itu. “Lo yakin lo baik-baik saja?” 

Meski Nisa tidak terlalu banyak berbicara, ia memang yang paling peka dari kami berempat. Tidak terhitung berapa kali ia menahan Andin untuk berbicara frontal ke orang yang membuatnya kesal. Begitu juga pada Luna. Jadi saat ia juga melakukan hal yang sama kepadaku, rasanya aku bisa menangis bahagia. Aku merasa aku benar-benar diterima dalam lingkar pertemanan mereka. Tanpa ada perlakuan spesial yang membuatku risih.

I’m okay, guys. Lebih baik waktu istirahat kita pakai buat antri. Aku dengar hari ini ada macarons.” Kepala Andin langsung terangkat mendengar kalimat terakhirku. Lantas ia berdiri dan menarik lenganku. “Kenapa nggak bilang dari tadi? Ayo cepat turun, keburu macarons gue habis!”

Andin yang sudah jauh berlari sampai di depan lift. Aku dan yang lain mengikuti di belakangnya.

Kak Felice tidak terlihat di dalam ruangan, jadi aku memutuskan untuk memberitahunya tentang genjatan senjata antara aku dan Reynaldo lewat chat messenger. Tentu aku tidak akan menjelaskan detail kalau kesepakatan ini hanya berlaku sampai proyek buku selesai. Setelah itu aku akan menentukan apakah rencana balas dendam harus dilanjutkan atau tidak berdasarkan perilaku Reynaldo. Gunung Api Kecil Garcia akan dinonaktifkan sementara.

“Ami, awas!” 

Peringatan Andin terlambat menghentikan langkahku. Saat aku kembali ke kenyataan, aku sudah menemukan wajahku menabrak sesuatu yang keras. Menahan sakit di hidungku, aku melihat ke depan. Jangan bilang yang aku tabrak ini tembok. “Lo nggak apa?”

Aku terkesiap memandang sosok di depanku lagi. Kebetulan macam apa lagi ini. “Kak Dan!”

Sosok tinggi Daniel membuatku mematung. Ia membalik badannya dan memastikan keadaanku sekali lagi. “Oh! Saya tidak apa, kak. Maaf saya sedang melamun sampai menabrak punggung kakak.”

Ia tersenyum. Wanita biasa pasti sudah salah tingkah melihat lesung pipi yang membuatnya terlihat semakin menawan. Yah, mungkin sekarang aku akan menganga seperti Andin di belakangku atau wanita lain di seluruh area ruang makan ini. 

“Almira.” Suara berat terdengar dari balik Daniel. 

Aku penasaran kenapa ia selalu muncul di sekitarku. Not that I complain. 

Aku melongok ke samping dan melihat sosoknya yang sudah berdiri memandang ke arah kami dengan sorot mata dingin. Apakah dia baru saja berganti kepribadian? Padahal belum sampai satu jam lalu aku melihat tatapan matanya yang ramah. “Hai, Kak.”

Ujung bibirnya membentuk seringai. Ia mengangguk pelan lalu menarik Daniel menjauh dariku. Aku memandangnya heran. Apa dia takut aku merebut Daniel? Wait, that sounds really weird.

“Silahkan, kalian bisa mengantri duluan.” 

Antara tawaran Reynaldo yang tiba-tiba dan suaranya yang terdengar lebih halus. Keduanya membuatku memandangnya curiga. “Oh, tapi kakak berdua yang sampai duluan.”

No problem. Kita bisa mengantri di belakang kalian, kan?” sahut Daniel lagi dengan suara tercekat karena lengan Daniel masih menahan lehernya. Mereka terlihat akrab. 

Terlalu akrab.

Aku melirik ke arah ketiga temanku di belakang. Mereka mengangguk bersamaan. “Baik, kalau begitu. Terima kasih, kak.”

Luna buru-buru mengambil antrian paling depan diikuti Nisa. Andin melirikku untuk mengambil tempat ketiga sementara ia di belakangku. Apa dia tertarik dengan salah satu dari dua pria di belakang kami? 

Yah, kalau pun ada aku juga tidak perlu peduli. Aku menggeleng pelan, mengambil barisan di depan Andin dan beralih mengamati deretan boks menu makan siang hari ini. Satu hal yang lebih membuatku tertarik saat ini adalah makanan.

Hari ini makan siang hari ini disponsori Restoran Eropa baru milik Gautama Food. Beruntung juga bekerja di perusahaan dengan variasi lini bisnis seperti Gautama Group. Sepanjang mata memandang, aku melihat berbagai olahan pasta dan roti.

Langkahku berhenti cukup lama di depan menu steak dan pasta. Rasanya daging juicy tebal steak dihidangkan bersama mashed potato dan sayuran sangat menggiurkan, tetapi aku sedang tidak ingin makan kentang. Pandanganku beralih ke koki di balik meja yang baru saja selesai memasak pasta dan memasukkannya ke dalam boks. Ada variasi dengan krim, saus tomat, dan bawang putih. Setelah menimbang ukuran porsi yang disediakan, aku pun meraih boks berisi spagheti aglio olio dan potongan udang gemuk.

Aku baru saja lanjut melangkah ke bagian minuman saat Reynaldo mengikutiku. “Kalian biasanya turun untuk makan siang selalu di jam segini?” 

Aku tertegun lalu sedikit melongok ke belakang. Terlihat Andin masih terdiam berdiri memilih makanan, sementara Daniel di belakangnya menunggu dengan tenang. Aku tidak bisa melihat jelas ekspresi wajah mereka berdua, tapi sepertinya mereka terlihat akrab.

Pandanganku kembali beralih ke arah Reynaldo yang sedang menunggu kopi panas dari mesin kopi. Mungkin dia kemari karena menyadari kedekatan Andin dan Daniel. “Tidak tentu, kak. Tergantung apakah kami masih ada pekerjaan atau tidak. Atau apakah perut teman saya yang di belakang itu sudah berbunyi atau belum.” 

Ia mengangguk lalu mengambil gelas kertas yang sudah penuh dengan kopi hitam. Karena tidak ada lanjutan pembicaraan, aku bersenandung dan berjalan lebih cepat meninggalkan pria itu sampai ke bagian makanan penutup. 

Kurasa rumor yang aku dengar saat datang ke kantor tadi benar, di depan mataku sudah tersusun barisan macarons aneka warna. Aku segera membaca papan nama untuk tiap rasa macarons dan berhenti di depan rasa kesukaanku, Almond dan Pistachio. 

“Jadi, Almira…” tegur Reynaldo lagi. Aku menengok ke arahnya yang sudah berdiri lagi di sampingku. “Tentang proyek buku kita, lo sudah berhasil set up waktu rapat dengan penulis?”

“Oh. Sudah, Kak. Saya akan segera mengirimkan detail rapat koordinasi pertama ke email.” Aku menjawab sambil tetap asyik memasukkan dua buah macarons lagi di piringku. “Mau saya bocorin sekarang kapan rapatnya?”

“Boleh?” 

Aku berputar hingga ujung kaki Reynaldo bertemu denganku. Sejak kapan dia berdiri sedekat ini? 

“Em…” Kukira tinggiku dan pria ini tidak terlalu jauh, tetapi aku harus lebih mendongakkan kepala agar bisa menatap langsung mata Reynaldo. Warna hitam pucat di balik kacamata seharusnya terlihat tidak bernyawa, tetapi sekarang aku melihat kilauan cerah di matanya. 

“Warna mata lo unik juga.” 

Apa aku mengatakan pikiranku keras-keras? “Ya?” 

“Iris mata lo. Warnanya coklat tapi lebih light.” 

Refleks, aku menyentuh kulit di bawah mataku dengan perasaan masih bercampur aduk. Terkejut dan berdebar. “Oh iya… Iya, ya. Warna mata saya, ya. Saya sering mendengarnya.”

Ia bergumam. Lalu memicingkan matanya seperti ingin melihat iris mataku lebih detail. Aroma musk yang lembut dengan sedikit aroma kayu pepohonan semakin menyelimuti area di sekitarku saat ia bergerak semakin dekat dengan wajahku. Tanpa sadar aku sudah berjalan mundur selangkah demi selangkah. Orang ini kenapa sih?

“Amber.” 

“Y-ya?”

Ia menegakkan badannya lalu menunjuk ke arah mataku dengan dagunya. “Mata lo, warnanya coklat keemasan mirip batu amber.”

Aku tertegun mendengar perkataannya. 

Okay, then I’m off. Nanti lo kirim email ke gue aja lah, ingat thread anak yang lain.” Ujung bibirnya terangkat lagi. Lebih lebar dari yang pernah aku lihat sebelumnya sampai terlihat lesung pipi tepat di dekat hidungnya. Seperti kucing. “Bye, Almira.”

“Oke, bye.” 

Aku termangu di tempat sampai Andin datang menepuk bahuku. “Hei, lo kenapa lagi?”

Nothing.” Aku mengisyaratkan Andin untuk segera pergi menuju meja tempat dua orang teman kami yang lain duduk. Rasanya jantungku masih terkena efek perubahan sikap Reynaldo tadi. Harusnya aku memang tidak menyetujui genjatan senjata itu.

Dan sekali lagi aku menyesali pilihanku untuk berdamai sementara dengan pria ini. Karena dia malah terus tersenyum setiap kali pandangan kami bertemu. Masalahnya dia melakukan itu selama rapat tim. Aku bahkan sampai khawatir ia mengalami kaku di pipinya sehabis tersenyum lebar selama satu jam rapat. 

“Mi, lo sudah baikan dengan Rey?”

Aku menatap Kak Felice yang sudah berjalan di sampingku. Rapat koordinasi baru saja selesai menentukan topik yang akan didiskusikan dengan penulis dari masing-masing tim. Aku baru saja mencatat rentetan hal yang harus aku koordinasikan dengan Mbak Dewi sebelum rapat besok siang dan sekarang aku harus menghadapi mentorku yang tingkat keingin-tahuannya tinggi ini. 

“Kami memang tidak pernah ada masalah, kak. Sudah saya bilang sebelumnya saya hanya merasa belum kenal dengan Kak Reynaldo jadi terlihat canggung.”

Well, not from my eyes.” Jeli juga mentorku ini. Kukira selama ini aku bisa menyembunyikan senyum licikku tiap berhasil membuat Reynaldo malu di depan publik. Aku tarik ucapanku untuk pergi ke teater temanmu, Abuela. 

“Tapi lo beneran sudah baikan…eh, damai dengan Rey?”

“Sudah, kak.”

“Tapi kenapa si Rey jadi makin aneh? Liat aja tadi waktu rapat malah senyum-senyum sendiri. Gue jadi penasaran lo apain dia sampai bisa jadi seperti itu.”

Aku memandangnya horor. Sekarang bagaimana caraku untuk meyakinkan mentorku ini kalau aku juga tidak mengerti dengan tingkahnya itu? Lagian kenapa si Reynaldo bertingkah aneh, sih! “Kenapa malah saya sih, Kak Felice? Mungkin dia lagi dapat kabar baik jadi bahagia dan waktunya pas aja setelah mengobrol dengan saya.”

“Oh iya. Great point! Gue terlalu kepikiran saja kali, ya?” Akhirnya aku bisa tersenyum lega saat Kak Felice berhenti mengungkit perdamaian antara aku dan Reynaldo.  

“Eh, ngomong-ngomong. Lo siap-siap ke Ruang Dickens deh, kita kan ada janji rapat online dengan Mbak Dewi jam tiga.” 

Aku buru-buru memeriksa jam di ponselku. “God! 10 menit lagi kak?”

Lantas kami berjalan cepat ke arah meja. Setelah mengambil laptop serta alat tulis, kami buru-buru masuk ke ruang rapat ketiga dengan papan nama bertuliskan Charles Dickens tertempel di pintu kaca.

Mari berpikir soal keanehan orang-orang di sekitarku saat istirahat di kamar akhir minggu nanti. Terutama Reynaldo. Waktunya bekerja merealisasikan buku impian penulis!

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
GAARA
8813      2634     14     
Romance
"Kalau waktu tidak dapat menyembuhkan luka, maka biarkan aku menjadi mentari yang dapat membuat hidupmu bahagia." Genandra Mahavir Aditama, si kutub Utara yang dipaksa untuk mencintai seorang perempuan bernama Akira Magenta Valencia, dalam kurun waktu lima belas hari saja. Genandra diminta agar bersikap baik dan memperlakukan gadis itu sangat spesial, seolah-olah seperti dia juga mencin...
Kisah Kemarin
7549      1755     2     
Romance
Ini kisah tentang Alfred dan Zoe. Kemarin Alfred baru putus dengan pacarnya, kemarin juga Zoe tidak tertarik dengan yang namanya pacaran. Tidak butuh waktu lama untuk Alfred dan Zoe bersama. Sampai suatu waktu, karena impian, jarak membentang di antara keduanya. Di sana, ada lelaki yang lebih perhatian kepada Zoe. Di sini, ada perempuan yang selalu hadir untuk Alfred. Zoe berpikir, kemarin wak...
Cinta Sebelum Akad Itu Palsu
142      111     1     
Inspirational
Hayy dear...menurut kalian apa sih CINTA itu?? Pasti kalian berfikir bahwasanya cinta itu indah, menyenangkan dan lainnya. Namun, tahukah kalian cinta yang terjadi sebelum adanya kata SAH itu palsu alias bohong. Jangan mudah tergiur dan baper dengan kata cinta khususnya untuk kaum hawa niii. Jangan mudah menjatuhkan perasaan kepada seseorang yang belum tentu menjadi milikmu karena hal itu akan ...
Bittersweet My Betty La Fea
5031      1596     0     
Romance
Erin merupakan anak kelas Bahasa di suatu SMA negeri. Ia sering dirundung teman laki-lakinya karena penampilannya yang cupu mirip tokoh kutu buku, Betty La Fea. Terinspirasi dari buku perlawanan pada penjajah, membuat Erin mulai berani untuk melawan. Padahal, tanpa disadari Erin sendiri juga sering kali merundung orang-orang di sekitarnya karena tak bisa menahan emosi. Di satu sisi, Erin j...
One-Week Lover
1975      983     0     
Romance
Walter Hoffman, mahasiswa yang kebosanan saat liburan kuliahnya, mendapati dirinya mengasuh seorang gadis yang entah dari mana saja muncul dan menduduki dirinya. Yang ia tak tahu, adalah fakta bahwa gadis itu bukan manusia, melainkan iblis yang terlempar dari dunia lain setelah bertarung sengit melawan pahlawan dunia lain. Morrigan, gadis bertinggi badan anak SD dengan gigi taring yang lucu, meng...
The Flower And The Bees
3995      1662     9     
Romance
Cerita ini hanya berkisah soal seorang gadis muda keturunan Wagner yang bersekolah di sekolah milik keluarganya. Lilian Wagner, seorang gadis yang beruntung dapat lahir dan tumbuh besar dilingkungan keluarga yang menduduki puncak hierarki perekonomian negara ini. Lika-liku kehidupannya mulai dari berteman, dipasangkan dengan putra tunggal keluarga Xavian hingga berujung jatuh cinta pada Chiv,...
Memories About Him
4419      1853     0     
Romance
"Dia sudah tidak bersamaku, tapi kenangannya masih tersimpan di dalam memoriku" -Nasyila Azzahra --- "Dia adalah wanita terfavoritku yang pernah singgah di dalam hatiku" -Aldy Rifaldan --- -Hubungannya sudah kandas, tapi kenangannya masih berbekas- --- Nasyila Azzahra atau sebut saja Syila, Wanita cantik pindahan dari Bandung yang memikat banyak hati lelaki yang melihatnya. Salah satunya ad...
Premium
Di Bawah Langit yang Sama dengan Jalan yang Berbeda
22597      1999     10     
Romance
Jika Kinara bisa memilih dia tidak ingin memberikan cinta pertamanya pada Bian Jika Bian bisa menghindar dia tidak ingin berpapasan dengan Kinara Jika yang hanya menjadi jika karena semuanya sudah terlambat bagi keduanya Benang merah yang semula tipis kini semakin terlihat nyata Keduanya tidak bisa abai walau tahu ujung dari segalanya adalah fana Perjalanan keduanya untuk menjadi dewasa ti...
Premium
Take My Heart, Mr. Doctor!
6998      2038     2     
Romance
Devana Putri Aryan, seorang gadis remaja pelajar kelas 3 SMA. Ia suka sekali membaca novel. Terkadang ia berharap kisah cintanya bisa seindah kisah di novel-novel yang ia baca. Takdir hidupnya mempertemukan Deva dengan seorang lelaki yang senantiasa menjaganya dan selalu jadi obat untuk kesakitannya. Seorang dokter muda tampan bernama Aditya Iqbal Maulana. Dokter Iqbal berusaha keras agar s...
Premium
Titik Kembali
6358      2015     16     
Romance
Demi membantu sebuah keluarga menutupi aib mereka, Bella Sita Hanivia merelakan dirinya menjadi pengantin dari seseorang lelaki yang tidak begitu dikenalnya. Sementara itu, Rama Permana mencoba menerima takdirnya menikahi gadis asing itu. Mereka berjanji akan saling berpisah sampai kekasih dari Rama ditemukan. Akankah mereka berpisah tanpa ada rasa? Apakah sebenarnya alasan Bella rela menghabi...