Loading...
Logo TinLit
Read Story - Romance is the Hook
MENU
About Us  

Reynaldo

Stabilitas dan keteraturan. 

Dua kata yang kugunakan untuk mendeskripsikan hidup ideal. Setidaknya hidupku berjalan sesuai yang aku inginkan sampai seseorang datang mengganggu. Sosok wanita bermata bulat di ruang rapat tadi teringat kembali. Gaun merahnya yang mencolok, bulu matanya yang lentik, dan lipstik merah menyala di bibirnya saat ia menggigit churros. Bahkan dari warna yang ia kenakan seharusnya sudah mengirimkan sinyal bahaya. 

Namun aku tidak bisa mengalihkan mataku menjauh. She’s a real trouble.

Aku menarik semua dokumen di atas meja kerjaku dalam satu tumpukan. Merapikan barang di sekitarku selalu dapat membuat pikiranku tenang. Tepukan di bahuku membuatku tersadar dari kegiatan menyusun ulang dokumen hitam dan putih dalam satu baris teratur. 

“Lo lagi stress, Rey?”

Aku mendongak melihat Daniel dan langsung mengalihkan perhatian ke gelas kertas di tangannya. Dari aroma pahit pekat ini, aku yakin ia membeli Americano dengan empat shots tambahan seperti biasa. Padahal dokter keluarga sudah menyuruhnya untuk mengurangi dosis kafein demi kesehatan lambungnya. Aku hanya menghela napas malas dan kembali berkutat dengan folder dokumen di mejaku. 

“Woy! Rey, something’s wrong?

Nothing.” 

“Tapi lo lagi melakukan ritual lo setiap ada pekerjaan yang salah.”

Aku mendengus dan kembali menyusun dokumen di hadapanku sesuai tinggi dan ukurannya. Berharap Daniel segera pergi meninggalkan aku berpikir sendiri. Sayang sekali sahabat yang merangkap sepupuku ini hanya hebat dalam akuntansi bukannya perasaan manusia. Alasan utama mengapa ia betah mendekam di divisi keuangan Gautama Books daripada menjadi direktur utama perusahaan Gautama Group. Dan satu-satunya alasan mengapa aku dan dia bisa berteman akrab.

“Gue nggak bakal pergi sampai lo cerita.”

And as stubborn as ever. “Tidak ada masalah apa pun. Mungkin gue lagi suntuk pekerjaan.”

“Ha! Seorang Reynaldo bisa lelah gara-gara kerja? Reynaldo workaholic yang kukenal? Sepertinya dunia akan kiamat sebentar lagi.” 

Well, I’m a human. Memang gue nggak bisa lelah?”

Ia mengedikkan bahu lalu menghempaskan tubuhnya ke kursi di sampingku. “Oke, bilang saja seperti itu.”

I’m telling the truth.

Sure are.” Alisku terangkat mendengar nada mengejek darinya. Namun terlalu lelah untuk melanjutkan argumen lagi dengannya. 

“Daripada mengganggu gue, mending waktu istirahat lo pakai buat mengingat kembali kata dokter keluarga lo. You know, something about caffeine.”

“Ya, ya, ya…” Ia mengibaskan tangannya. Sifatnya yang tidak pernah mau mengikuti perintah memang menyebalkan. Tapi setidaknya aku sudah mengingatkannya sekali, jadi ia tidak bisa protes kalau penyakit asam lambungnya bertambah parah. 

Ia meneguk habis Americano di gelasnya. Aku memandangnya heran saat melihatnya menoleh ke kanan kiri seperti sedang mencari sesuatu. 

“Anak baru di tim lo masih istirahat?” 

Atau seseorang. Aku mengedikkan bahu acuh lalu kembali berkutat dengan tumpukan kertas di hadapanku.

“Gue rasa anak baru angkatan sekarang baik-baik, ya. Terutama anak baru di lantai lo.”

“Dan, alasan lo menyimpulkan seperti itu adalah?”

“Katanya hari ini ada yang bagi-bagi makanan? Baik banget kan. Anak baru di finance pada kaku semua. Gue berasa lagi ngobrol sama lo dulu.”

“Memang kenapa kalau kaku? Lebih baik begitu biar pekerjaan lo cepat kelar, kan. Lagian cuma bagi-bagi makanan doang, tinggal keluarin uang buat beli.”

“Biar pun beli tapi masih ada niat baiknya, kan.”

“Di balik niat baik itu pasti ada yang ekspektasi atau keinginan tersembunyi,” sanggahku malas.

Ia mendengus mendengarnya. “Lo terlalu overthinking.”

No.” Aku akhirnya menatapnya serius setelah mendorong bridge kacamataku ke atas. “It’s called prevention. Pencegahan biar gue nggak dirugikan lagi kemudian hari.” 

Helaan napas panjang keluar dari mulut Daniel. Biasanya akan diikuti dengan kata-kata bijaknya tentang kehidupan yang sudah beribu kali aku dengar. Tapi tidak pernah aku terapkan.

“Tidak semua orang yang berniat baik ke lo seperti itu, Rey. Ada banyak yang sebenarnya berniat tulus saat berbuat baik. Not everyone acts like our family, lo tahu kan?” 

Lebih baik tidak memikirkan keluarga angkatku, bisa-bisa suasana hatiku bertambah buruk. Aku pun hanya diam tidak menggubris perkataan Daniel. Ia juga sepertinya menyadari ketidaknyamananku dan berakhir menyandarkan punggungnya di kursi. Sementara aku lanjut merapikan dokumen dengan tenang.

Namun ketenangan itu tidak berakhir lama saat Daniel beranjak dari kursinya dan terlihat melambaikan tangan bersemangat ke arah pintu lift. Aku mengikuti arah pandangannya dan kembali melihat sinyal bahaya. Almira.

“Hai, girls. Baru selesai makan siang?” Nada bicara playful Daniel membuatku kesal. Bukannya biasanya ia bersikap formal di depan rekan kerjanya, apalagi anak baru.  

“Hi, Kak Dan.” Empat sosok wanita yang berjalan mendekati kami menjawab serempak.

Kak Dan? Sejak kapan Daniel memiliki nama panggilan. Aku semakin tidak nyaman lagi ketika mendengarnya keluar dari mulut wanita berbahaya berbaju serba merah ini. 

“Almira, I just want to say that I enjoy your churros. Enak banget, Makasih ya.”

Churros? Camilan manis yang dia bawa tadi pagi bukannya sudah habis dilahap temannya? Aku memicingkan mata ke arah Daniel. Tapi raut wajahnya serius. Jadi masalahnya bukan pada keisengan Daniel. Aku pun berganti menatap Almira. Aku sudah punya firasat ia sengaja membuatku kesal dan terbukti saat aku melihat senyum lebarnya ke arahku. 

Wanita ini berbahaya. Bagaimana ia dengan mudahnya membuatku terpancing untuk melakukan hal yang sama sungguh berbahaya. A She-devil! Pengganggu yang harus aku jauhi sebelum mempora-porandakan kehidupan teratur yang sudah aku bangun. 

Sesaat kemudian ia mengalihkan pandangannya dan mengutas senyum pada Daniel. “No problem, kak! Nanti kalau saya masak lagi, saya bakal siapin khusus porsi untuk Kak Dan.”

Salah satu temannya dengan warna pakaian nyentrik merangkul bahu Almira. “Masakan Ami top banget lho, kak. Gue aja langsung ketagihan sejak awal coba.” 

Daniel melirik ke arahku singkat, lalu mengalihkan pandangannya lagi ke arah Almira dan temannya. “Oh ya? Kalau begitu, mulai besok saya bisa menanti menu makanan ala Almira, ya.”

Warna merah muncul di kedua belah pipinya saat ia tersenyum malu mendengar perkataan Daniel. Lalu kenapa juga nada bicara Daniel terdengar seakan berniat merayu Almira? 

“Tentu, kak. Nanti kita antar ekslusif ke kantor tim finance.” Mereka sudah sampai tahap perkenalan sejauh apa sih?

Daniel tersenyum mengangguk lalu melambaikan tangannya lagi saat mereka berjalan ke barisan meja di seberangku. Ia kemudian menepuk bahuku dan segera pamit kembali ke kantornya. Perkataan terakhirnya terngiang di kepalaku sampai aku tiba di unit apartemenku. 

“Muka lo udah kayak mau makan gue, Rey. Oh! For your information, gue berencana mendekati salah satu dari mereka. I’ll let you know who later!” Sial. Kenapa tidak langsung memberitahu semuanya tadi, Daniel? 

Aku hanya bisa pasrah saat membayangkan siapa wanita yang disukai Daniel bahkan sampai di kantor. Pikiranku mulai terganggu dan ditambah lagi dengan gangguan dari wanita bernama Almira beberapa hari kebelakang. Harus aku akui tekad wanita ini untuk membuatku kesal patut aku apresiasi. 

Selama dua hari ini aku harus menahan segala keantikan Almira. Dari menyapa semua orang yang berpapasan dengannya kecuali aku, mengambil semua jatah camilan manis di ruang makan tepat saat aku baru saja mengantri, dan yang terbaru ia selalu saja pergi setiap aku masuk ke pantry. Masalahnya ia menyapa karyawan lain di belakangku. Membuatku harus berdiri canggung mematung di depan pintu setelah ia berjalan menjauh.

“Lo ada masalah sama anak bimbingan gue?”

Aku baru saja sampai di mejaku dan tidak ingin terlibat dalam drama panjang dengan Felice. “Tidak ada.”

“Lalu kenapa dia berubah waspada tiap lo datang mendekat ke meja editor? Rasanya gue seperti melihat singa betina yang lagi menunggu waktu menyerang mangsanya.”

Aku menatap lama Felice. Mungkin wanita itu menyimpan dendam kesumat padaku. Tapi aku tidak mungkin menjawab seperti itu, jadi aku membalikkan pertanyaan Felice. “Ya, lo kenapa ngga tanya langsung ke orangnya?”

“Sudah…” jawabnya panjang dan terdengar kesal. “Nah, anaknya juga tidak mau buka mulut. Bilang tidak apa-apa, tapi gue merasa dia jadi kaku banget di dekat lo. Kalau kita lagi ngga kerja dalam tim sih gue biarin, tapi faktanya sebaliknya, kan.”

Your point is?

“Gue kira lo harus coba mengobrol berdua dengan dia. Gue bisa atur 1 on 1 session gitu, biar kalian bisa cari permasalahan kalian apa. Ketegangan antara lo dan dia bisa berpengaruh buat tim proyek kita. Lo tahu kita perlu koordinasi rutin, jadi jangan sampai atmosfer tiap kali rapat berubah menjadi canggung dan diskusi tim jadi ngga asyik gara-gara kalian.”

“Kalau dia memang ingin ‘masalah’ ini …” Aku membuat tanda petik di udara. “Kenapa harus lo yang meminta gue buat berbaikan dan bukan orangnya langsung?”

Felice menepuk dahinya dan menggeram kesal. “Kali ini saja, nggak usah banyak tanya dan lakukan saja demi kedamaian tim kita. Oke?”

Aku menghela napas. Inilah mengapa aku tidak suka berurusan dengan wanita, terutama yang manja dan pendendam seperti Almira. Dengan terpaksa aku mengangguk. Biar pun aku bersikap kaku di depan mereka, setidaknya aku masih punya empati untuk menyelamatkan suasana tim.

Sepertinya aku meremehkan kemampuan Felice untuk bekerja cepat. Belum sampai satu jam setelah ia memintaku bertemu dengan Almira, ia sudah menggiringku ke Ruang Doyle dan mengirimkan sinyal untuk tidak melebarkan masalah lagi lewat lirikan matanya sebelum keluar ruangan. Dengan langkah pasrah aku duduk di kursi yang paling dekat dengan pintu keluar. Langkah pencegahan untuk kabur jika terjadi ledakan amarah di ruangan ini beberapa menit kedepan.

Rasanya aku memiliki kutukan yang berhubungan dengan wanita. Entah mengapa setiap wanita yang aku pernah kenal selalu saja membuatku sakit kepala. Jangan tanya lagi seperti apa wanita di keluargaku yang selalu menyelipkan sindiran di tiap perkataannya untukku atau bagaimana mereka menusukku dari belakang dengan rumor licik mereka. 

Aku sudah terbiasa, aku bisa menahan semuanya dan tetap menjaga ekspresiku. Tapi kenapa wanita itu selalu membuatku melakukan sesuatu yang bodoh? Bahkan aku masih merasa heran dengan keinginanku untuk mengejeknya saat tidak mendapatkan cinnamon rolls atau saat ia pura-pura tidak kedinginan. 

Tunggu dulu. Jangan-jangan yang aku lakukan saat itu sudah memancing Almira melakukan hal yang sama! Hanya karena itu? Apakah pikirannya sesempit itu?

Suara derit pintu kaca menarikku kembali dari lamunan. Dan dia berdiri di sana. Dengan blus merah berenda di leher dan celana kain krem, ia terlihat seperti bunga mawar. Saat aku perhatikan lagi, postur wanita itu lebih tinggi dari wanita kebanyakan. Bahkan Felice harus berjinjit saat ingin membisikkan sesuatu pada wanita itu. Belum lagi matanya yang memancarkan kelembutan tetapi bisa berubah setajam duri saat diganggu. Cantik. 

Tapi berbahaya.

“Oke, gue tinggal lo berdua di sini. Gue harap setelah keluar dari sini kalian bisa menemukan titik terang,” perintah Felice di depan pintu. 

“Almira, gue tinggal dulu, ya.” Wanita di sampingku sekarang hanya bisa mengangguk lemah. Felice kemudian mengalihkan pandangannya ke arahku. “Rey, don’t scare her!

I won’t!” Protesku ketus. Dia tidak tahu kalau ada kemungkinan yang akan terjadi adalah sebaliknya. Tapi Felice buru-buru melengos keluar. Sedetik setelah pintu benar-benar tertutup, suhu ruang rapat berubah menjadi lebih dingin dari sebelumnya.

Oke, mari kita selesaikan pertemuan aneh ini dengan cepat. “Jadi, lo ada masalah apa?”

Ia mendongakkan kepalanya cepat ke arahku. “Saya pikir anda yang memiliki masalah dengan saya.”

Anda? Sekilas aku melihat kilatan tajam di matanya rasanya bisa langsung membelahku saat lengah. “Tidak. Gue sama sekali tidak ada masalah dengan lo.” Kecuali keanehan perilakunya baru-baru ini. Tapi aku tidak akan mengungkit itu dan memancing amarahnya.

Ia mengangguk. “Oke. Kalau tidak ada masalah, berarti saya hanya perlu bersikap tenang di sekitar anda saat rapat.”

Aku memandangnya bingung. “Bersikap tenang? Memang sebelumnya lo tidak tenang di sekitar gue?”

“Bisa dibilang sedikit terganggu.” Tajam sekali perkataannya itu. “Karena anda juga terlihat terganggu saat melihat saya. Jadi saya hanya melakukan hal yang sama.”

“Gue tidak terganggu. Berarti lo ada masalah dengan raut wajah gue?”

“Tidak. Bagaimana raut wajah anda atau apa pun itu adalah urusan anda.”

As usual, women and their inconsistency. Aku mencoba sabar. 

“Jadi lo bermasalah dengan wajah gue?”

“Saya hanya memperlakukan setiap orang sesuai dengan cara mereka memperlakukan saya.”

Aku tertegun. Sekarang aku 100% yakin wanita ini terganggu karena aku mengusiknya Hari Senin lalu. “Baik. Kedepannya gue akan coba untuk tidak menunjukkan raut wajah terganggu lagi, atau apa pun itu yang lo maksud.” 

“Anda yakin anda tahu cara untuk tidak terlihat terganggu setiap melihat saya?”

Tanpa sadar aku sudah memainkan gagang kacamataku bersamaan dengan mengelus pelipis kananku. Pikiranku bekerja lebih keras dari biasanya. Cara membuat raut wajah tidak terlihat terganggu? “Mungkin gue bisa coba ekspresi netral.” Ia memicing mendengar jawabanku. “You know, seperti yang gue biasa perlihatkan ke semua orang.”

Detik selanjutnya aku dikejutkan dengan suara tawa dari wanita ini. “Oke. Anda bisa coba seperti itu. Saya akan menantikannya.”

Satu detik lalu ia terlihat seakan ingin menusukku, lalu kemudian tersenyum lebar. She’s interesting. “Jadi, kita sudah sepakat?”

Ia menahan gelak tawa gelinya dan mengangguk. “All good. Terima kasih atas pengertiannya.”

Sepertinya dia tidak seburuk yang aku pikirkan. Kecuali cara bicara formalnya yang lama-lama menggangguku. “Lo bisa panggil gue Reynaldo seperti yang lain. Jangan terlalu formal, lah.”

Ia terlihat berpikir sejenak. “Kita lihat saja nanti.” 

Tanpa sadar ujung bibirku sudah terangkat saat melihatnya berjalan keluar ruangan setelah melambaikan tangan ke arahku. Wanita ini dengan mudahnya memancing sisi kompetitifku. Saat itu juga, aku menyadari kalau aku sudah terperangkap dalam permainannya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Fallin; At The Same Time
2794      1323     0     
Romance
Diadaptasi dari kisah nyata penulis yang dicampur dengan fantasi romansa yang mendebarkan, kisah cinta tak terduga terjalin antara Gavindra Alexander Maurine dan Valerie Anasthasia Clariene. Gavin adalah sosok lelaki yang populer dan outgoing. Dirinya yang memiliki banyak teman dan hobi menjelah malam, sungguh berbanding terbalik dengan Valerie yang pendiam nan perfeksionis. Perbedaan yang merek...
My World
638      424     1     
Fantasy
Yang Luna ketahui adalah dirinya merupakan manusia biasa, tidak memiliki keistimewaan yang sangat woah. Hidup normal menyelimutinya hingga dirinya berusia 20 tahun. Sepucuk surat tergeletak di meja belajarnya, ia menemukannya setelah menyadari bahwa langit menampilkan matahari dan bulan berdiri berdampingan, pula langit yang setengah siang dan setengah malam. Tentu saja hal ini aneh baginya. I...
Teman Berakhir (Pacar) Musuhan
667      409     0     
Romance
Bencana! Ini benar-benar bencana sebagaimana invasi alien ke bumi. Selvi, ya Selvi, sepupu Meka yang centil dan sok imut itu akan tinggal di rumahnya? OH NO! Nyebelin banget sih! Mendengar berita itu Albi sobat kecil Meka malah senyum-senyum senang. Kacau nih! Pokoknya Selvi tidak boleh tinggal lama di rumahnya. Berbagai upaya buat mengusir Selvi pun dilakukan. Kira-kira sukses nggak ya, usa...
Violet, Gadis yang Ingin Mati
5234      1642     1     
Romance
Violet cuma remaja biasa yang ingin menikmati hidupnya dengan normal. Namun, dunianya mulai runtuh saat orang tuanya bercerai dan orang-orang di sekolah mulai menindasnya. Violet merasa sendirian dan kesepian. Rasanya, dia ingin mati saja.
Memoreset (Sudah Terbit)
3631      1379     2     
Romance
Memoreset adalah sebuah cara agar seluruh ingatan buruk manusia dihilangkan. Melalui Memoreset inilah seorang gadis 15 tahun bernama Nita memberanikan diri untuk kabur dari masa-masa kelamnya, hingga ia tidak sadar melupakan sosok laki-laki bernama Fathir yang menyayanginya. Lalu, setelah sepuluh tahun berlalu dan mereka dipertemukan lagi, apakah yang akan dilakukan keduanya? Akankah Fathir t...
Rembulan
1046      586     2     
Romance
Orang-orang acap kali berkata, "orang yang gagal dalam keluarga, dia akan berhasil dalam percintaan." Hal itu tidak berlaku bagi Luna. Gadis mungil dengan paras seindah peri namun memiliki kehidupan seperti sihir. Luna selalu percaya akan cahaya rembulan yang setiap malam menyinari, tetapi sebenarnya dia ditipu oleh alam semesta. Bagaimana rasanya memiliki keluarga namun tak bisa dianggap ...
The Black Heart
1287      735     0     
Action
Cinta? Omong kosong! Rosita. Hatinya telah menghitam karena tragedi di masa kecil. Rasa empati menguap lalu lenyap ditelan kegelapan. Hobinya menulis. Tapi bukan sekadar menulis. Dia terobsesi dengan true story. Menciptakan karakter dan alur cerita di kehidupan nyata.
Edelweiss: The One That Stays
1881      803     1     
Mystery
Seperti mimpi buruk, Aura mendadak dihadapkan dengan kepala sekolah dan seorang detektif bodoh yang menginterogasinya sebagai saksi akan misteri kematian guru baru di sekolah mereka. Apa pasalnya? Gadis itu terekam berada di tempat kejadian perkara persis ketika guru itu tewas. Penyelidikan dimulai. Sesuai pernyataan Aura yang mengatakan adanya saksi baru, Reza Aldebra, mereka mencari keberada...
1'
3696      1269     5     
Romance
Apa yang kamu tahu tentang jatuh cinta? Setiap kali ada kesempatan, kau akan diam-diam melihatnya. Tertawa cekikikan melihat tingkah konyolnya. Atau bahkan, kau diam-diam mempersiapkan kata-kata indah untuk diungkapkan. Walau, aku yakin kalian pasti malu untuk mengakui. Iya, itu jarak yang dekat. Bisa kau bayangkan, jarak jauh berpuluh-puluh mil dan kau hanya satu kali bertemu. Satu kese...
My Soulmate Coco & Koko
5458      1822     0     
Romance
Menceritakan Isma seorang cewek SMA yang suka dengan hewan lucu yaitu kucing, Di hidupnya, dia benci jika bertemu dengan orang yang bermasalah dengan kucing, hingga suatu saat dia bertemu dengan anak baru di kelasnya yg bernama Koko, seorang cowok yang anti banget sama hewan yang namanya kucing. Akan tetapi mereka diharuskan menjadi satu kelompok saat wali kelas menunjuk mereka untuk menjadi satu...