Dengan langkah yang terburu-buru, Rara masuk ke dalam kamarnya. Rara mati-matian menahan malu karena berpakaian yang terlihat pendek. Sebenarnya itu adalah pakaiannya sehari-hari.
Jika Ia tahu kalau akan ada Rekal yang datang ke rumahnya, mana mungkin Ia mengenakan pakaian yang terlihat minim.
"Mau taro di mana muka gue?" Gumamnya yang sangat-sangat menahan malu.
Sedangkan di dapur ada Rekal yang terlihat santai berbincang-bincang dengan Bunda Rara.
"Iya, maklumin Rara ya! Dia udah di sakiti berkali-kali sama lelaki" Ucap Bunda.
Rekal mengangguk, "Bunda tau semuanya?" Tanya Rekal memastikan.
"Oh tentu. Dia selalu curhat soal laki-laki yang jadi pacarnya, atau mantannya ke Bunda. Jujur, Bunda sedih karena lelaki yang terakhir kali menyakitinya ternyata sangat-sangat penipu."
Rekal langsung mengerutkan dahinya tak mengerti.
"Penipu gimana maksudnya, Bun?" Tanya Rekal.
Dengan menghela nafasnya berat, Bunda pun menjelaskan.
"Sebenarnya, Rara sudah 4 kali berpacaran dengan seorang lelaki. Dan lelaki yang terakhir kali pernah menjadi pujaan hatinya ternyata sudah memiliki seorang istri." Jelas Bundanya.
Rekal terkejut tak percaya. Bagaimana mungkin?
"Masa Reja udah punya istri?" Gumam Rekal yang ternyata masih terdengar oleh Bunda.
"Bukan Reja. Tapi, Rizki" Ucap Bundanya. "Reja juga termasuk ke dalam mantan Rara yang pernah menyakiti Rara." lanjutnya.
Bunda menatap kosong ke arah depan, "Dari sekian mantan Rara, Bunda paling benci sama Reja dan Rizki"
"K-Kalau boleh tau kenapa bunda?" Tanya Rekal dengan hati-hati.
"Reja sempat mencium Rara dan setelah itu mereka putus karena keputusan Rara. Dan tiga hari setelah mereka putus, Rara melihat Reja berpelukan dengan temannya sendiri yang bernama Jaesya."
"Jujur, Bunda juga sakit hati banget saat dengar cerita itu dari Rara. Dan di kelas 3 SMP, Ia tidak sengaja dekat dengan seorang lelaki anak SMA. Rara tidak tahu menahu asal-usul lelaki tersebut, tapi katanya Rara sudah mulai jatuh cinta kepada lelaki itu yang bernama Rizki."
Lama Bunda terdiam, sehingga Rekal pun bertanya, "Terus kelanjutannya apa lagi, Bunda?"
"Ternyata lelaki itu adalah orang yang membuat Rara kembali mati rasa. Setelah setengah tahun mereka berpacaran,Rara akhirnya mengetahui kalau ternyata Rizki sudah menikah karena di jodohkan oleh orang tuanya." Ucap Bunda sambil menahan air mata.
"Dan alasan Rizki di jodohkan pun karena menghamili perempuan lain. Makanya Rara memilih untuk putus dan tidak lagi memiliki hubungan dengan Rizki."
"Bunda hanya bisa mengambil pelajarannya aja, begitu juga dengan Rara." Lesuh Bunda. "Bunda cuman berharap Rara bisa kembali mengenal cinta yang sebenarnya, tapi bunda juga takut kalau Rara membuka hatinya lagi. Takut kejadian yang menyakitkan terulang lagi"
Rekal setia mendengarkan bunda bercerita. Sampai mereka berdua tidak sadar kalau sedari tadi ada Rara yang ternyata mendengarkan pembicaraan mereka.
"Gak seharusnya bunda kasih tau semuanya ke Rekal" Ucap Rara yang tiba-tiba muncul.
Bunda dan Rekal menoleh kaget, "Rara?" Ucap mereka bersamaan.
Rara menghela nafasnya kasar, "Aku gak mau di kasihani sama Rekal, Bunda"
Sepertinya Rara mulai kesal. Terlihat dari matanya yang ingin marah tetapi tidak mungkin Ia marah ke Bundanya sendiri.
"Bunda tau privasi kan?" Tanya Rara. "Aku gak mau kalau masa lalu aku di ketahui orang lain, apalagi Rekal. Menyedihkan banget, Bunda"
Bunda pun berdiri, "Bunda minta maaf, cuman Bunda gak mau kamu terus-terusan terpuruk sama masa lalu, Ra"
"Aku gak terpuruk sama masa lalu, Bunda" Elak Rara. "Aku udah mulai berusaha untuk melupakannya"
"Tidak kembali ke masa lalu dan tidak bersama dengan orang baru" Lanjutnya.
Rekal merasa tidak enak berada di tengah-tengah mereka berdua yang tampaknya sudah mulai berdebat.
"Bunda juga takut kamu patah hati lagi. Tapi Bunda gak mau kamu mati rasa, Nak" Ucap Bundanya dengan penuh kasih sayang.
Rar membuang mukanya ke samping karena tak kuasa untuk menahan tangis.
"T-tapi jangan cerita masa lalu aku ke Dia juga, Bunda" lirihnya. "Mungkin aja Rekal di belakang malah ngetawain aku dan menceritakan masa lalu aku ke teman-temannya buat jadi bahan ledekan"
Rekal yang merasa dirinya ter sebut pun langsung angkat suara.
"Ekal gak mungkin sejahat itu, Ra" Ucapnya membela diri. "Ekal juga punya hati, dan hati Ekal buat Ara. Gak ada gunanya juga masa lalu orang lain yang kelam malah di jadiin bahan ledekan" jelasnya.
Rara menatap Rekal dengan malas, "Pandai merangkai kata-kata, itu lah seorang pria" ledeknya.
"Pandai menyalahkan seorang pria, itu lah wanita mati rasa pada umumnya." Balas Rekal.
Rara tersenyum remeh, Ia merasa tersindir dengan kata-kata Rekal.
"Kalau begitu jangan mau sama wanita yang udah mati rasa ini" Ucapnya merendah.
Rekal tersenyum dengan tulus.
"Wanita yang mati rasa itu karena dia punya trauma, bukan?" Tanya Rekal.
Rara hanya diam tak menanggapi.
"Jadi, untuk menyembuhkan trauma tersebut harus ada lelaki tulus yang bisa mencintainya kembali dan membuat wanita itu percaya lagi akan cinta" jelas Rekal.
"Dan lelaki itu adalah Rekal Dirmagja yang benar-benar tulus mencintai Rara Gleriska" lanjutnya.
Rara dan Bunda hanya bisa terdiam mendengar penuturan yang baru saja di sampaikan oleh Rekal.
Dan demi mencairkan suasana, Bunda pun kembali mengajak mereka untuk sarapan.
"Udah, Ayo sarapan aja!" ajak Bunda.
Rara pun mengangguk dan mendekat ke arah meja makan.
~~~
Sarapan pun sudah selesai. Walaupun memang saat sarapan tidak ada yang memulai pembicaraan.
"Alhamdulillah.. enak banget Bunda. Terima kasih ya Bunda" Ucap Rekal. "Dan makasih ya Rara" lanjutnya.
Rara yang merasa dirinya disebut pun hanya bisa mengangguk.
Rara pun teringat sesuatu.
"Oh iya, Aku belum nyiram tanaman" Ucap Rara dan langsung pergi meninggalkan meja makan.
Rekal menatap bingung Rara yang langsung pergi begitu saja.
"Rara mau nyiram tanaman?" gumam Rekal yang bisa di dengar oleh Bunda.
Bunda terkekeh pelan.
"Rara selalu nyiram tanaman kalau libur. Kalau Dia sekolah, baru Bunda yang siram" ucap Bunda.
Rekal pun mengangguk.
"Kalau Rekal bantu siram tanamannya boleh gak, Bun?" Tanya Rekal.
"Itu sih terserah Rara. Coba aja tanya Dia"
Rekal pun mengangguk senang dan langsung pergi keluar untuk membantu Rara menyiram tanamannya.
~~~
"Ra" Panggil Rekal.
Rara menoleh sekilas, "Kenapa?"
"Ekal boleh bantu siram tanamannya juga?" Tanya Rekal.
"Gak usah. Nanti ngerepotin"
Rekal terkekeh sambil mendekat ke arah Rara.
"Nggak bakal ngerepotin, kan Ekal yang minta"
Tak dapat di pungkiri kalau Rara memang butuh bantuan.
"Ya udah, nih" Ucap Rara sambil menyodorkan selang panjang itu kepada Rekal.
Rekal pun mengambilnya.
"Lo siram tanaman yang ini. Dan gue yang itu." Ucap Rara sambil menunjuk.
Rekal pun tersenyum dan mengangguk. Dan matanya tak sengaja melihat kalung yang pernah Ia berikan kepada Rara waktu itu di lehernya.
"Akhirnya..
Rara langsung berhenti saat mendengar Rekal mengucapkan sesuatu.
"Kenapa?" Tanya Rara.
Rekal menoleh, "Akhirnya kalung yang Ekal kasih di pakai juga sama Ara"
Rara langsung gugup di buatnya. Ia gelagapan sendiri karena ketahuan memakai kalung tersebut.
"Y-ya kan sayang kalau gak di pake" ucap Rara memberi alasan.
"Sama hadiahnya sayang, kalau sama yang ngasih hadiahnya sayang gak?" tanya Rekal.
"Gak"
Dan alhasil itu membuat Rekal menghela nafasnya kasar.
"Bukan enggak, tapi belum" Ucapnya sambil nyengir.
"Terserah"
Saat Rara ingin pergi ke tanaman yang di sebelah sana, tiba-tiba saja Rekal menghentikan Rara.
"Kenapa, sih?" tanya Rars yang terlanjur kesal
"Ekal punya sesuatu lagi buat Ara"
Rara pun menunggu apa yang akan di keluarkan oleh Rekal dari dalam sakunya.
Ternyata oh ternyata...
"Kalung lagi?" Tanya Rara yang terkejut.
Rekal hanya terkekeh pelan.
"Ini kalung yang harus Ara pakai, tapi kalau kalung yang berinisial 'R' itu di jadiin gelang aja"
"Emang bisa?"
"Apa sih yang gak bisa kalau di coba?" ucap Rekal sambil terkekeh.
Rara masih menatap kalung tersebut dengan kagum. Kalung ini berbentuk kupu-kupu berwana ungu. Dan Rara penyuka warna ungu.
"Gak bohong, ini bener-bener bagus banget kalungnya" batin Rara.
Lamunan Rara pun di buyarkan oleh Rekal.
"Ara pakai kalungnya, ya!" Pinta Rekal.
"Eh iya, matiin dulu keran airnya" Ucap Rara sambil berlari kecil untuk mematikan kerannya.
Rekal terkekeh pelan saat melihat Rara yang berlari kecil. Menurutnya, Rara sangat cantik sekali dan juga lucu.
"Ini! coba pakai" ucap Rekal sambil memberikan kalung tersebut.
Rara pun memakai kalung tersebut di lehernya. Tapi, itu semua dengan bantuan Rekal juga karena Rara tidak bisa memasangnya.
"Coba hadap sini!" Pinta Rekal yang berada di belakang Rara.
Rara pun membalikkan badannya.
Satu kata yang keluar dari mulut Rekal. "Cantik"
"Iya, kalungnya cantik banget" puji Rara sambil melihat kalungnya.
"Bukan kalungnya aja, tapi orang yang pakainya juga cantik.
Rara terkejut mendengarnya, "Maksud lo kasih hadiah ini ke gue buat apa?" tanya Rara yang penasaran.
"Ara tau filosofi kupu-kupu?" Tanya Rekal dan hanya mendapat gelengan kepala dari Rara.
"Kupu-kupu itu melambangkan perasaan yang indah, dan bentuk indahnya ini mengajarkan kalau cinta memang terlihat indah. Paham?"
Rara hanya terdiam.
Rekal pun menghela nafasnya, "Kupu-kupu juga melambangkan bahwa perjuangan yang panjang akan mencapai bentuk yang indah"
"Sama kayak Ekal yang berjuang dapatkan hati Ara agar kita bisa bersama layaknya pasangan pada umumnya" lanjut Rekal.
ANEH
Entah kenapa, setelah sekian lama Rara mati rasa. Baru hari ini Rara merasakan lagi ada kupu-kupu yang terbang di perutnya.