Read More >>"> Fallin; At The Same Time (PERAYAAN) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Fallin; At The Same Time
MENU
About Us  

Sinar matahari yang menyinari wajahnya membangunkan Valerie. Hari sudah menjelang siang. Gadis itu terbangun dengan perasaan bahagia. Dia bisa tertidur lelap setelah membaca ulang pesan manis yang dikirimkan Gavin.

            Tentu saja bukan hanya karena itu. Dia merasa sangat lelah karena baru sampai di rumah saat matahari sudah terbit. Walau sudah siang, kebiasaan Valerie untuk mengawali hari selalu sama. Dia meneguk segelas air dan merenggangkan badannya, lalu membasuh wajahnya dengan air untuk menyegarkan diri.

            Karena sudah merasa lapar, Valerie langsung menuju ke ruang makan tanpa mandi terlebih dahulu. Di perjalanannya ke ruang makan, dia melihat sesosok lelaki tak asing yang sedang duduk di ruang tamu bersama kedua kakaknya.

            Laki-laki itu adalah Gavin. Dia terlihat tegang di hadapan kakak-kakak Valerie yang sedang menatapnya dengan tajam. Valerie pun ikutan gugup melihat pemandangan di hadapannya. Padahal beberapa hari lalu mereka sudah mengatakan bahwa mereka tidak marah, tetapi kenapa situasi sekarang malah seperti ini?

            “Duduk,” Ucap Sky dengan datar. Valerie pun mengikuti perkataan kakaknya dengan gugup. Dia menelan ludahnya sendiri. Suasana di sekitarnya saat ini sangatlah tegang dan suram. Rasanya Valerie ingin kabur saja.

            Untuk beberapa saat, mereka semua hanya diam. Valerie dan Gavin duduk bersebelahan dengan Sky dan Max di hadapan mereka. Valerie terus memandang ke sembarang arah, tak berani membalas tatapan mata kakak-kakaknya.

            Tiba-tiba Sky dan Max tertawa sambil menatap satu sama lain. Valerie dan Gavin pun merasa bingung. Bukannya merasa semakin tenang, mereka malah merasa semakin tegang. Tawa yang muncul tiba-tiba itu sangatlah menakutkan.

            “Kalian kenapa tegang banget sih?”

            “Ga dimarahin kok engga, santai aja,” Valerie melirik Gavin sebentar sebelum menatap kembali kedua kakak yang sedang duduk di hadapannya itu.

            “Terus ini kenapa?” Max pun menjawab.

            “Tadi dia dateng bawa kue. Katanya buat kamu. Kakak langsung tau dong kalau ini pacar kamu, makanya mau kakak ajak kenalan. Pada banget sih ini kamunya juga lagi turun.”

            “Sky, kakak pertama Valerie,” Sky mengulurkan tangannya, menawarkan jabatan tangan pada Gavin. Gavin pun dengan ragu-ragu menerima jabatan tangan itu. Dan saat diterima, Sky langsung menggenggam kuat tangan Gavin.

            “K-kenalin kak, saya Gavin, p-pacar Valerie.”

            “Udah berapa lama pacaran sama, Val?” Sky melontarkan pertanyaan tanpa melepaskan genggamannya pada tangan Gavin. Wajahnya terlihat tenang dan ramah, tetapi bagi Gavin yang bisa merasakan betapa kuatnya genggaman pada tangannya itu, tidak merasa begitu.

            “Baru sebulan, kak.” Takut suasana akan semakin memburuk, Valerie melepaskan genggaman tangan mereka. Dia mengeluarkan kekehan gugup.

            “I-itu Gavin belum kenalan sama kak Max.”

            “Oh iya! Salam kenal ya! Max, kakak keduanya Valerie,” Berbeda dengan Sky, Max menjabat tangan Gavin dengan paksa.

            “Salam kenal juga kak. Saya Gavin, pacar Valerie.”

            Valerie hanya bisa menghelat napas. Kejadian ini sudah terbayang dalam pikirannya sebelumnya. Sebelum suasana  jadi semakin menegangkan, mama Valerie datang dan mengajak mereka semua ke ruang makan.

            Karena baru sampai di rumah ketika sudah menjelang pagi, mereka belum menyantap makanan hari ini. Waktu pun sudah menjelang siang, saatnya bagi mereka untuk makan. Mama Valerie juga mengundang Gavin untuk makan bersama mereka. Walau merasa sungkan, Gavin menerimanya.

            Mereka semua pun duduk bersama di meja makan. Papa dan mama Valerie berada di masing-masing ujung meja makan, sementara Valerie dan Gavin duduk bersebelahan di sisi kanan meja. Sky dan Max ada di seberang mereka.

            “Itu kuenya kamu bikin sendiri, Gav?” Mama Valerie bertanya pada Gavin. Dilihat dari tampilan kuenya yang tak begitu rapih, mama Valerie yakin laki-laki itu membuat kuenya sendiri. Gavin memang diketahui bisa memasak dengan baik. Dia juga sudah beberapa kali memasak untuk Valerie.

            “Iya, tante. Sebenernya ini bukan bidangnya aku, cuman karena Val sukanya yang manis-manis, aku coba bikinin. Tampilan luarnya memang ga begitu bagus, tapi seharusnya rasanya oke sih.

            “Oh gitu ya. Kalau gitu ini perdananya kamu bikin kue?”

            “Iya, tante. Ini hasil aku ngulang berkali-kali sih. Percobaan sebelumnya banyak yang bantet.”

            “Effort banget ya kamu. Tante potong ya ini kuenya, biar sekeluarga bisa cobain.”

            “Aku juga mau potong!”

            Dengan bantuan mamanya, Valerie memotong kue yang dibuat Gavin dan membagikannya ke seluruh anggota keluarga. Papa dan kakak-kakaknya memang bukan penggemar makanan manis, tetapi karena penasaran, mereka juga ikut mencobanya.

            Dalam sekali gigitan, mereka bisa merasakan kelembutan kue itu. Rasanya juga tak begitu manis hingga bisa dinikmati dalam jumlah banyak. Bahkan papa dan kakak-kakak Valerie juga menyukainya. Dalam sekejap, seluruh keluarga memuji Gavin dan kue buatannya.

            “Ini benaran kamu yang bikin? Enak banget lho. Kayak beli di toko kue.”

            “Iya. Rasanya tuh pas, ga gitu manis, jadi ga eneg makannya.”

            Ujung bibir Gavin tertarik tinggi. Dia bangga pada dirinya sendiri setelah mendengarkan berbagai pujian yang dilontarkan keluarga Valerie. Bahkan Sky yang awalnya tampak tak suka padanya, kini memujinya. Gavin harap kesannya di mata keluarga Valerie akan semakin baik.

            Melihat suasana hati keluarga Valerie yang begitu baik, Gavin memanfaatkan kesempatan ini untuk meminta izin pada mereka. Dia sudah berencana untuk mengajak Valerie berkencan di salah satu tempat wisata terkenal di kota mereka.

            “Om, tante, kak, saya mau minta izin. Kalau boleh hari ini saya mau ngajak Valerie ke taman kupu-kupu.”

            “Taman kupu-kupu yang lagi viral itu ya?”

            “Iya, om. Kata temen-temen saya yang udah pernah ke sana, tempatnya bagus banget. Kebetulan kan Val suka banget sama bunga, jadi saya pikir dia bakal suka rayain ulang tahun di sana.”

            “Ya sudah kalau begitu. Tapi pulangnya jangan malem-malem ya, jam 8 Valerie udah harus ada di rumah.”

            “Siap, om.”

            Valerie melirik kakak-kakaknya. Mereka hanya mengangguk, memberikan izin bagi Valerie untuk pergi bersama Gavin. Mereka bisa mengerti jika adiknya itu ingin merayakan ulang tahun bersama sang kekasih.

            Valerie bergegas bersiap-siap. Dia tak mau Gavin menunggunya terlalu lama. Tak seperti biasanya, Valerie mengenakan pakaian gelap, ingin menyesuaikan diri dengan gaya berpenampilan Gavin. Kini mereka tampak serasi dalam setelan serba hitam.

            Setelah berpamitan, Gavin dan Valerie langsung menuju taman kupu-kupu. Mereka benar-benar tidak mau membuang waktu kebersamaan mereka. Jalanan pinggir kota yang sepi dan dikelilingi pepohonan itu terasa begitu damai dan segar.

            Gavin selalu memiliki mimpi untuk tinggal di rumah sederhana di pinggiran kota. Suasana damai pinggiran kota membuatnya ingin menghabiskan hidup di sana. Apalagi jika bersama dengan orang yang dia cintai. Membayangkannya saja sudah berhasil mencintakan kegembiraan dan ketenangan di hatinya.

            Selama perjalanan, Valerie beberapa kali memeluk Gavin dari belakang. Laki-laki itu pun menunjukkan senyuman dibalik helmnya. Valerie sudah tak malu-malu lagi bersikap seperti seorang kekasih dengannya. Padahal belum lama ini, Valerie bahkan masih canggung menyebutnya dengan sebutan “sayang”.

            Jalan yang mereka tempuh tak begitu mulus dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mereka sampai di sana. Gavin sempat khawatir Valerie akan merasa kesulitan. Bagaimana pun juga, berbeda dengannya, Valerie belum pernah menempuh jarak sejauh itu dengan motor.

            Untungnya mereka bisa sampai di sana dengan selamat. Yang dikatakan teman-teman Gavin itu benar, tempat itu sangatlah indah. Dipenuhi berbagai bunga dan kupu-kupu yang beragam. Valerie langsung mengeluarkan ponselnya, mengabadikan pemandangan indah yang ada di hadapannya.

            Gavin juga sibuk mengabadikan momen. Tetapi bukan pemandangan penuh bunga itu yang memenuhi ponselnya, melainkan foto-foto Valerie. Baginya, pemandangan Valerie yang tersenyum bahagia itu jauh lebih indah dari pada apa pun di dunia ini.

            “Ih! Ada ayunan!” Valerie berlari menuju ayunan yang ada di pinggiran kolam itu. Gavin tertawa melihat tingkah Valerie yang seperti anak kecil itu. Dia pun menghampiri kekasihnya, mendorong ayunan gadis itu dari depan. Mereka membicarakan banyak hal sambil tertawa ria.

            “Katanya beberapa hari lalu, Elaine sama pacarnya dipanggil ke ruang BK,” Ucap Valerie. Dia mendapatkan informasi itu dari Asther yang terus mengabarinya berbagai hal saat dia masih ada di luar kota.

            “Lho? Kenapa?”

            “Denger-denger sih mereka ketahuan rangkulan di perpus.”

            “Gitu ya. Harusnya kalau bukan ciuman atau lebih, gapapa ga sih?”

            “Nah iya kan? Aku juga mikir gitu.”

            “Iya. Asal ga tiap hari juga sih. Di saat tertentu aja.”

            “Contohnya?”

            “Sekarang…. Aku pengen meluk kamu sekarang…. Boleh ga?” Valerie terdiam sejenak setelah mendengar pertanyaan Gavin. Tidak lama kemudian dia membuka lebar tangannya, memberi izin pada Gavin untuk memeluknya. Laki-laki itu pun langsung masuk kedekapannya.

            Mereka memeluk satu sama lain dengan erat. Kedua tangan Valerie terlingkar di pinggang Gavin, sementara laki-laki itu melingkarkan tangannya di pundak dan kepala Valerie. Tangan Gavin mengelus pucuk kepala Valerie dengan penuh kasih, membuat gadis itu merasa semakin nyaman.

            Karena perbedaan tinggi mereka, Valerie menenggelamkan wajahnya di dada Gavin. Dia bisa mendengar detak jantung laki-laki itu berdetak dengan cepat. Pelukan hangat mereka itu berlangsung lama, sulit bagi mereka untuk melepaskan satu sama lain.

            Ketika mereka akhirnya berhasil melepaskan pelukan itu, Gavin mengecup dahi Valerie. Wajah gadis itu punmemerah. Dia tau perbuatan itu tak pantas dilakukan, tetapi dia sangat menikmatinya. Baik Gavin ma pun Valerie tahu ini tak akan menjadi satu-satunya pelukan mereka selama berpacaran, akan tetapi mereka bertekad untuk tak sering melakukannya.

            Setelah menghabiskan waktu yang cukup lama di ayunan, mereka memutuskan untuk pindah ke daerah lain. Ada beberapa rumah pohon di tempat itu. Valerie sempat ragu untuk naik ke sana. Sejujurnya dia tak begitu suka dengan ketinggian.

            Menyadari itu, Gavin menggenggam tangan Valerie dengan erat, meyakinkan gadis itu kalau dia akan melindunginya. Valerie pun jadi lebih percaya diri untuk menghadapi rasa takutnya. Dia berhasil naik ke rumah pohon itu berkat Gavin yang terus berada di sisinya.

            “Pemandangannya bagus banget!” Valerie berseru kegirangan. Seluruh bagian taman itu bisa terlihat dari atas sana. Benar-benar pemandangan yang menakjubkan. Angin yang berhembus kencang menyisir rambut mereka ke belakang. Terasa begitu dingin tetapi juga menenangkan.

            Saat Valerie masih sibuk memandangi keindahan taman, Gavin melepas jaketnya dan meletakannya di pundak Valerie. Gadis itu pun langsung memandangnya dengan wajah penuh tanya. Gavin membalas pandangan itu sambil menggoyangkan alisnya, mencoba untuk menggoda Valerie.

            “Baper ya dikasih jaket?” Senyuman jahil terpampang jelas di wajah Gavin. Dia suka sekali membuat Valerie salah tingkah.

            “Ih geer banget! Aku heran aja kenapa kamu tiba-tiba ngasih jaket, padahal kan aku pake jaket sendiri.”

            “Jaket kecil, tipis gitu. Awas entar masuk angin. Mending kamu pake jaket aku deh. Jaket kamu kasihan ke aku,” Valerie melepaskan jaketnya, memberikannya kepada Gavin. Dia mengenakan jaket Gavin yang tentu saja kebesaran untuknya. Bagian lengannya saja menggantung, melebihi panjang tangannya.

            “Lucu banget sih kek anak kecil. Jaketnya kegedean banget,” Gavin tertawa terbahak-bahak. Gadisnya itu terlihat seperti anak kecil yang meminjam baju orang tuanya yang kebesaran.

            “Siapa yang kek anak kecil sih? Engga ah!” Valerie tak terima dengan pernyataan Gavin. Baginya, Gavin terlihat lebih lucu dengan balutan jaket kekecilan berwarna merah muda miliknya itu.

            “Kamu kek anak kecil tau! Hahaha manis banget sih cewekku ini. Digodain dikit ngambek, sampe manyun gitu bibirnya,”

            Gavin mencubit pelan pipi Valerie, merasa gemas dengan dirinya yang memanyunkan bibir. Gadis itu tampaknya benar-benar tak suka dipandang sebagai anak kecil. Tetapi mau bagaimana lagi, dirinya terlihat sangat menggemaskan di mata Gavin.

            “Iya deh, iya. Kamu ga keliatan kek anak kecil kok. Tapi serius deh yang, kamu cocok banget tau pake jaket kek gini.”

            “Keliatan kece ya?”

            “Haha iya. Keknya aku harus beliin kamu jaket ini deh, biar kita kembaran. Cewekku ini cantik banget sih, pake apa aja cocok,” Valerie tersenyum. Dia suka ketika Gavin memujinya. Sebelum Valerie bisa menjawab ucapan Gavin, ponsel laki-laki itu berdering, menunjukkan panggilan telepon dari mamanya.

            “Halo ma?”

            “Kamu di mana, Gav?”

            “Aku lagi di taman kupu-kupu, ma.”

            “Kok tumben kamu ke tempat gituan. Kamu di sana sama siapa?”

            “Sama Valerie, ma, pacarku,” Valerie sedikit terkejut mendengar perkataan Gavin.

            “Oalah sama Valerie. Mama pikir sama siapa. Kapan-kapan Valerienya diajak ke rumah geh, kenalin ke mama.”

            “Iya, ma. Ya udah ya, aku mau lanjut sama Val.”

            Berbeda dengan Valerie, Gavin merupakan anak sulung yang tak begitu dekat dengan keluarganya. Laki-laki itu dibesarkan paman dan bibinya sampai usianya menginjak 5 tahun. Saat itu orang tua Gavin masih sibuk merintis usaha mereka. Mereka tak punya waktu untuk mengurus anak hingga menitipkan Gavin pada sepasang kerabat mereka.

            Karena itu lah Valerie terkejut saat Gavin menyebutkan soal dirinya kepada sang mama. Dia pikir kedua orang tua Gavin tidak mengetahui bahwa putra mereka memiliki seorang kekasih. Nyatanya, tak hanya nama, orang tua Gavin juga sudah mengetahui tampak wajah Valerie dari foto yang diperlihatkan Gavin.

            Jujur saja, Valerie merasa terharu. Seorang anak yang bahkan tidak dekat dengan orang tuanya, justru menceritakan soal kekasihnya kepada mereka. Valerie jadi merasa spesial, spesial di mata Gavin.

            Terkadang, melakukan sesuatu yang ada di luar kebiasaan kita demi orang lain, akan membuat orang lain merasa spesial. Karena sesungguhnya, kasih sayang yang nyata itu ditunjukkan melalui aksi, bukan kata-kata. Mengatakan “aku sayang kamu” itu jauh lebih mudah dari pada bertindak. Sayang, tak banyak orang berhasil memahami itu.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Cinta dibalik Kebohongan
731      497     2     
Short Story
Ketika waktu itu akan datang, saat itu kita akan tau bahwa perpisahan terjadi karena adanya sebuah pertemuan. Masa lalu bagian dari kita ,awal dari sebuah kisah, awal sebuah impian. Kisahku dan dirinya dimulai karena takdir ataukah kebohongan? Semua bermula di hari itu.
Unending Love (End)
14502      1985     9     
Fantasy
Berawal dari hutang-hutang ayahnya, Elena Taylor dipaksa bekerja sebagai wanita penghibur. Disanalah ia bertemua makhluk buas yang seharusnya ada sebagai fantasi semata. Tanpa disangka makhluk buas itu menyelematkan Elena dari tempat terkutuk. Ia hanya melepaskan Elena kemudian ia tangkap kembali agar masuk dalam kehidupan makhluk buas tersebut. Lalu bagaimana kehidupan Elena di dalam dunia tanpa...
Konstelasi
741      369     1     
Fantasy
Aku takut hanya pada dua hal. Kehidupan dan Kematian.
Perihal Waktu
360      245     4     
Short Story
"Semesta tidak pernah salah mengatur sebuah pertemuan antara Kau dan Aku"
Evolution Zhurria
291      180     4     
Romance
A story about the evolution of Zhurria, where lives begin, yet never end.
Furimukeba: Saat Kulihat Kembali
398      268     2     
Short Story
Ketika kenangan pahit membelenggu jiwa dan kebahagianmu. Apa yang akan kamu lakukan? Pergi jauh dan lupakan atau hadapi dan sembuhkan? Lalu, apakah kisah itu akan berakhir dengan cara yang berbeda jika kita mengulangnya?
For One More Day
433      296     0     
Short Story
Tentang pertemuan dua orang yang telah lama berpisah, entah pertemuan itu akan menyembuhkan luka, atau malah memperdalam luka yang telah ada.
RINAI
365      261     0     
Short Story
Tentang Sam dan gadis dengan kilatan mata coklat di halte bus.
the invisible prince
1510      807     7     
Short Story
menjadi manusia memang hal yang paling didambakan bagi setiap makhluk . Itupun yang aku rasakan, sama seperti manusia serigala yang dapat berevolusi menjadi warewolf, vampir yang tiba-tiba bisa hidup dengan manusia, dan baru-baru ini masih hangat dibicarakan adalah manusia harimau .Lalu apa lagi ? adakah makhluk lain selain mereka ? Lantas aku ini disebut apa ?
Yang Terlupa
411      223     4     
Short Story
Saat terbangun dari lelap, yang aku tahu selanjutnya adalah aku telah mati.