Read More >>"> Violet, Gadis yang Ingin Mati (15.Terkucilkan) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Violet, Gadis yang Ingin Mati
MENU 0
About Us  

Pada hari berikutnya, Violet menemukan kursinya basah oleh cat minyak berwarna merah yang masih menetes-netes ke lantai. Casey duduk di meja lain, menyilangkan kaki dan tampak menikmati setiap detik. Dia menyunggingkan senyum pada Violet, disambung cekikikan gadis-gadis lain. Tidak ada yang bersuara atau berusaha membantu Violet saat cewek itu meraih berlembar-lembar tisu dari dalam tas dan berusaha membersihkan bangkunya sebelum guru jam pelajaran pertama tiba.

Tidak berhenti di situ. Saat jam pelajaran kedua dimulai, seorang mahasiswa dari jurusan pendidikan hadir dan menggantikan guru biologi. Lelaki berbadan kurus dengan kemeja hijau dan rompi rajut biru itu mulai menyebut nama-nama penghuni kelas dan entah bagaimana, nama Violet terlewat. Suara tawa yang pelan terdengar dari barisan Casey. Lagi-lagi, tidak ada yang bersuara.

Violet hanya bisa menunduk sepanjang pelajaran dan merasa tidak bersemangat seperti biasa. Dia menulis dengan pelan dan berusaha agar tidak menarik perhatian guru. Pada pelajaran lain, saat guru bahasa Inggris tidak melihat, beberapa cewek sepertinya memotong kecil-kecil penghapus karet dan melemparkannya ke arah Violet. Ketika guru itu mengelilingi meja murid-murid, tak ayal dia menegur Violet karena mejanya kelihatan kotor.

Lima menit sebelum jam pelajaran terakhir  berdering, pesan beruntun masuk ke ponsel Violet. Berbagai macam gambar menjijikkan dengan tulisan kasar memenuhi layar. Tanpa diketahuinya, Violet ternyata dimasukkan ke sebuah grup.

 Violet keluar dari grup karena tak tahan membaca pesan-pesan yang menyerangnya, tapi kemudian dia menerima pesan pribadi, setidaknya sepuluh pesan dengan kata-kata sama kasarnya. Beberapa bahkan melecehkan. Gadis itu melihat ke sekeliling dan Casey tampak memegang ponsel pipih yang dibalut warna merah muda. Jari-jari Casey mengetik cepat dan pesan-pesan itu terus masuk ke ponsel Violet sampai akhirnya dia tak tahan lagi dan mematikan gawainya lalu menghambur keluar ruangan.

Violet hampir menabrak orang-orang  yang berkerumun di koridor dan gadis itu tidak peduli. Dia berlari menuju kamar mandi dan segera masuk ke salah satu bilik lalu menguncinya. Napasnya tersengal dan rasa mual kembali menghampirinya. Violet menutup kloset dan duduk di sana sambil menyandarkan kepala di tembok. Kedamaian itu tidak berlangsung lama karena setelah beberapa saat, terdengar suara langkah-langkah kaki.

Tubuh Violet menegang dan baru akan membuka pintu bilik ketika badannya basah oleh guyuran air dingin. Bukan sekadar air tapi cairan kotor dengan aroma pembersih lantai samar-samar. Air keruh itu menetes-netes dari rambut dan siku Violet yang tertegun sambil berdiri.

“Air kotor cocok untuk cewek murahan. Ini balasan karena sudah pamer kemesraan di depanku tempo hari. Oh, kalau kamu pikir Dave benar-benar menyukaimu, salah besar. Cowok itu yang menyuruhku datang karena ingin memperlihatkan sesuatu yang menarik. Kamu akan tahu nanti. Ayo teman-teman, hari ini sampai di sini saja.”

Violet tahu kalau itu suara Casey. Pintu terbanting keras sebelum sunyi menyergap. Riuh rendah di luar lama-lama semakin berkurang sementara badan Violet terasa menggigil kedinginan. Kulitnya terasa basah dan mengeluarkan aroma tidak sedap. Namun, gadis itu tidak berani keluar sampai dia benar-benar yakin kalau tidak ada siapa pun lagi di dalam atau di luar kamar mandi perempuan.

Pintu berderit saat Violet akhirnya keluar. Gadis itu melihat ke cermin dan sebuah bayangan dengan rambut menutupi wajah, kaus dan kemeja flanel yang berubah warna juga air menetes di bahu, balas memandangnya. Violet memeras ujung bajunya dan air keruh itu memancar di lantai. Violet membilas wajah di wastafel dan berusaha mengeringkan rambut dengan tisu toilet yang segera hancur saat menyentuh kepalanya. Cewek itu kemudian menuju kelas dan menemukan kalau tasnya sudah sobek di beberapa bagian sementara buku dan bolpoinnya ada di lantai. Sepertinya ada yang sengaja merusak ranselnya menggunakan gunting.

Gadis itu memungut alat tulis dan bukunya, menjejalkan benda-benda itu di bagian tengah ransel yang tidak berlubang lalu menyeret kaki keluar dari kelas. Dia memakai tudung jaket dan berusaha tidak mengacuhkan tatapan murid-murid yang masih ada di halaman sekolah. Violet berjalan melewati halte bus dan saat sampai di salah satu tikungan, menyetop taksi yang lewat.

 

Meski tidak ingin, pada akhirnya kejadian-kejadian yang dialami Violet berpengaruh pada konsentrasinya. Gadis itu mulai sulit fokus dan akhirnya, nilai-nilai pelajaran mulai turun. Violet yang keletihan membersihkan diri saat tiba di rumah, merasa tidak sanggup membuka mata untuk membaca buku-buku dan mengerjakan tugas-tugas. Dan akhirnya, kabar soal turunnya nilai itu sampai ke Mr. Moon.

“Bisa jelaskan mengapa kamu bisa mendapat nilai C dan D belakangan ini?” Mr. Moon terdengar sangat marah ketika berhadapan Violet di meja makan. Pria itu menerima telepon dari pihak sekolah kemudian menemukan berbagai kertas hasil tes dengan skor jauh dari memuaskan di atas meja belajar putrinya.

“Aku ….” Violet mendesah sambil memainkan jari-jarinya. Dia menimang-nimang, apakah harus mengatakan hal yang sebenarnya atau tetap diam.

“Apa, sih, yang merasuki kepalamu?” suara Mr. Moon semakin tinggi. “Tugasmu hanya belajar yang baik dan itu saja nggak bisa kamu lakukan? Apa kamu tahu betapa malunya aku saat ditelepon oleh wali kelasmu tadi?”

“Dad, aku sedang letih.”

“Itu bukan alasan yang bagus, Vi!” bentak Mr. Moon dan itu membuat Violet tersentak. “Aku benar-benar kecewa padamu. Setelah apa yang terjadi di rumah ini, aku berharap kalau kamu bisa dewasa. Kamu anak tertua yang seharusnya bisa memberi contoh pada Rosie, bukan bertingkah seperti bayi yang merengek!”

Violet ingin menutup kedua telinganya karena merasa tidak tahan. Apa pun yang terjadi di sekolah atau kehidupannya, ayahnya jelas-jelas hanya peduli soal nilai dan nama baik.

“Jangan meniru ibumu yang pergi dari rumah secara tidak terhormat dan meninggalkan kalian di sini dengan alasan dibuat-buat. Ibu kalian tidak bisa dijadikan panutan. Jangan membuat aku kecewa pada kalian seperti aku kecewa padanya. Kamu dengar, Vi?”

“HENTIKAN!”

Mr. Moon mundur dengan kaget saat tiba-tiba Violet berdiri di tempatnya dan kelihatan marah.

“Kalau Dad kecewa padaku, nggak apa-apa. Tapi, jangan bawa-bawa Mom dalam masalah ini. Lagi pula, kalau Dad nggak suka dengan kehadiranku, Dad bisa menendangku keluar!”

“Apa-apaan cara bicara itu? Beraninya kamu menggunakan nada seperti itu pada ayahmu?” suara Mr. Moon terdengar murka. “Aku tidak pernah mengajarimu menjadi anak yang tak tahu sopan santun begini.”

“Kalau begitu, Dad buang saja aku dan cari anak laki-laki seperti yang Dad inginkan!”

Mulanya, Violet tidak sadar kalau Rosie juga menguping pembicaraan mereka sampai terdengar jerit kaget gadis itu. Kemudian, pipi Violet terasa perih setelah tangan ayahnya mendarat dengan suara nyaring. Mr. Moon terperangah, seolah kaget dengan perbuatannya sendiri.

“DAD!” Rosie memekik sambil menghambur ke ruang makan. “Apa yang baru saja Dad lakukan?”

Mr. Moon menurunkan tangannya, tampak terpukul lalu membalikkan badan. Lelaki itu tidak berkata apa-apa dan hanya berjalan menuju ruang kerja.

“Aduh, Vi. Merah banget. Jangan dipegang, aku ambilkan sesuatu untuk mengompresnya.”

Violet tertegun di kursi dan merasakan nyeri yang menjalar, tidak hanya di pipi tapi juga hatinya. Rosie kembali ke meja makan dengan sekantong es batu kemudian perlahan menempelkannya di pipi Violet. Muka gadis itu seolah ikut sakit saat melihat Violet meringis.

Kakak beradik itu tetap di ruang makan beberapa saat sebelum akhirnya Violet menurunkan kantong es dan meletakkannya di atas meja. Gadis itu bangkit dari kursi dan naik ke kamar dalam diam sementara Rosie menyusulnya. Rosie kaget saat mendapati kamar Violet berantakan dengan baju kotor dan juga benda-benda lain yang saling tumpang tindih di sana sini.

Violet naik ke ranjang dan tidur dalam posisi menghadap ke jendela. Rosie masih bungkam  dan saat menyelimuti kakaknya, Violet memejamkan mata sambil berkata, “Aku ingin mati.”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
SI IKAN PAUS YANG MENYIMPAN SAMPAH DALAM PERUTNYA (Sudah Terbit / Open PO)
4625      1690     8     
Inspirational
(Keluarga/romansa) Ibuk menyuruhku selalu mengalah demi si Bungsu, menentang usaha makananku, sampai memaksaku melepas kisah percintaan pertamaku demi Kak Mala. Lama-lama, aku menjelma menjadi ikan paus yang meraup semua sampah uneg-uneg tanpa bisa aku keluarkan dengan bebas. Aku khawatir, semua sampah itu bakal meledak, bak perut ikan paus mati yang pecah di tengah laut. Apa aku ma...
ALTHEA
87      70     0     
Romance
Ini adalah kisah seorang perempuan riang yang memiliki perasaan lebih ke manusia es batu, manusia cuek yang telah menyukai seorang perempuan lain di sekolahnya. Walaupun ia tahu bahwa laki laki itu bukan menyukai dirinya, tetap saja ia tak akan kunjung lelah untuk mendapatkan perhatian dan hati laki laki itu. Akankah ia berhasil mendapatkan yang dia mau? "Dasar jamet, bales chat nya si...
Tulus Paling Serius
2174      876     0     
Romance
Kisah ini tentang seorang pria bernama Arsya yang dengan tulus menunggu cintanya terbalaskan. Kisah tentang Arsya yang ingin menghabiskan waktu dengan hanya satu orang wanita, walau wanita itu terus berpaling dan membencinya. Lantas akankah lamanya penantian Arsya berbuah manis atau kah penantiannya hanya akan menjadi waktu yang banyak terbuang dan sia-sia?
Premium
SHADOW
4842      1588     0     
Fantasy
Setelah ditinggalkan kekasihnya, Rena sempat mencoba bunuh diri, tapi aksinya tersebut langsung digagalkan oleh Stevan. Seorang bayangan yang merupakan makhluk misterius. Ia punya misi penting untuk membahagiakan Rena. Satu-satunya misi supaya ia tidak ikut lenyap menjadi debu.
Acropolis Athens
4476      1835     5     
Romance
Adelar Devano Harchie Kepribadian berubah setelah Ia mengetahui alasan mendiang Ibunya meninggal. Menjadi Prefeksionis untuk mengendalikan traumanya. Disisi lain, Aram Mahasiswi pindahan dari Melbourne yang lamban laun terkoneksi dengan Adelar. Banyak alasan untuk tidak bersama Aram, namun Adelar terus mencoba hingga keduanya dihadapkan dengan kenyataan yang ada.
The Maiden from Doomsday
10320      2268     600     
Fantasy
Hal yang seorang buruh kasar mendapati pesawat kertas yang terus mengikutinya. Setiap kali ia mengambil pesawat kertas itu isinya selalu sama. Sebuah tulisan entah dari siapa yang berisi kata-kata rindu padanya. Ia yakin itu hanya keisengan orang. Sampai ia menemukan tulisan tetangganya yang persis dengan yang ada di surat. Tetangganya, Milly, malah menyalahkan dirinya yang mengirimi surat cin...
Pria Malam
928      583     0     
Mystery
Semenjak aku memiliki sebuah café. Ada seorang Pria yang menarik perhatianku. Ia selalu pergi pada pukul 07.50 malam. Tepat sepuluh menit sebelum café tutup. Ia menghabiskan kopinya dalam tiga kali tegak. Melemparkan pertanyaan ringan padaku lalu pergi menghilang ditelan malam. Tapi sehari, dua hari, oh tidak nyaris seminggi pria yang selalu datang itu tidak terlihat. Tiba-tiba ia muncul dan be...
Niscala
321      209     14     
Short Story
Namanya Hasita. Bayi yang mirna lahirkan Bulan Mei lalu. Hasita artinya tertawa, Mirna ingin ia tumbuh menjadi anak yang bahagia meskipun tidak memiliki orang tua yang lengkap. Terima kasih, bu! Sudah memberi kekuatan mirna untuk menjadi seorang ibu. Dan maaf, karena belum bisa menjadi siswa dan anak kebanggaan ibu.
Le Papillon
2427      1047     0     
Romance
Victoria Rawles atau biasa di panggil Tory tidak sabar untuk memulai kehidupan perkuliahannya di Franco University, London. Sejak kecil ia bermimpi untuk bisa belajar seni lukis disana. Menjalani hari-hari di kampus ternyata tidak mudah. Apalagi saat saingan Tory adalah putra-putri dari seorang seniman yang sangat terkenal dan kaya raya. Sampai akhirnya Tory bertemu dengan Juno, senior yang terli...
Romance is the Hook
3584      1343     1     
Romance
Tidak ada hal lain yang ia butuhkan dalam hidupnya selain kebebasan dan balas dendam. Almira Garcia Pradnyani memulai pekerjaannya sebagai editor di Gautama Books dengan satu tujuan besar untuk membuktikan kemampuannya sendiri pada keluarga ibunya. Namun jalan menuju keberhasilan tidaklah mudah. Berawal dari satu kotak cinnamon rolls dan keisengan Reynaldo Pramana membuat Almira menambah satu ...