Read More >>"> Violet, Gadis yang Ingin Mati (11.Pesta) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Violet, Gadis yang Ingin Mati
MENU
About Us  

Violet sedang mematut diri di cermin saat mendengar suara mobil halaman. Cewek itu beranjak ke jendela dan mengintip. Tampak ayahnya yang baru memanaskan mesin mobil, keluar dalam setelan jas rapi dan kelihatan siap untuk pergi. Violet menduga kalau ayahnya bakal bertemu dengan Magda. Dan Rosie sudah bilang kalau dia sudah coba untuk memengaruhi lelaki itu untuk memutuskan Magda, tapi tidak digubris.

“Aku nggak percaya dengan Magda. Dia pasti punya motif lain mendekati Dad.”

Perkataan Rosie terlintas di benak Violet dan dia setuju. Kesan wanita itu sudah tidak bagus dari awal. Violet merasa harus menyelidiki, tapi bingung mulai dari mana. Dia belum memutuskan akan mencari tahu dengan cara apa. Lagi pula, saat ini dia tidak bisa memikirkannya karena ada hal lain yang harus dilakukan. Pergi ke pesta di rumah Dave.

Viole mengenakan sweater merah muda pucat dan denim hitam. Dia merasa agak aneh kalau datang ke acara itu dengan gaun, takut memberi kesan berlebihan dan membuat Dave salah paham. Violet masih merasa agak kesal dengan kejadian tempo hari dan memutuskan untuk menjelaskan kenapa dia menolak Dave saat itu.

Setelah mengelupas lapisan lip tint warna peach, menyemprot parfum Miu Miu beraroma vanila dan mawar kesukaannya, Violet menyambar mantel lalu turun ke lantai bawah. Ketika menuju ke pintu depan, mobil ayahnya meraung dan keluar dari halaman rumah. Violet menghela napas. Ayahnya bahkan tidak berkata apa-apa ketika dia minta izin untuk pergi dan cuma mengangguk sebagai tanda setuju.

Rosie keluar dari dapur dan berdiri di samping Violet yang sedang memakai sepatu. Gadis itu memegang mangkuk kaca berisi berondong jagung dan kelihatan nyaman dalam balutan kaus wol gombrong juga celana panjang.

“Aku mengundang teman-temanku untuk nonton dan menginap. Nggak masalah, kan?”

Violet mengangguk sembari menarik ritsleting sepatu bot kemudian bangkit sambil memakai beanie di kepala. Udara di luar terasa lebih dingin dan Violet tidak ingin membeku di dalam perjalanan menuju rumah Dave.

“Sampai nanti.” Violet melambai kemudian menutup pintu rumah.

 

Violet berdiri di depan rumah Dave setelah membayar ongkos taksi. Gadis itu menelan ludah,  ragu apakah harus masuk atau tidak. Beberapa mobil berjajar di halaman dan dia bisa melihat lampu rumah menyala terang. Setelah menarik napas panjang, Violet berjalan ke jalur masuk yang diapit rumput berselimut salju. Dia bisa mendengar suara dentuman musik yang lumayan keras dan tepat pada saat itu, pintu dibuka. Wajah Dave tampak senang saat melihat Violet di teras rumah.

“Aku sudah menunggumu sejak tadi. Ayo, masuklah,” uja cowok itu sambil membuka pintu bercat putih itu lebar-lebar. Violet cuma mengangguk dan tersenyum lalu melepas mantel. Dave dengan sigap membantunya lalu menggantung mantel di pengait.

Violet bisa merasakan kalau orang-orang memandangnya. Gadis itu mengenali banyak orang dan tahu kenapa mereka menatap dengan aneh. Selama ini, Violet selalu menghindar dari acara yang ramai. Ketika Judy mengundangnya ke pesta akhir pekan musim gugur lalu, dia juga menolak. Begitu juga deretan pesta lainnya. Mungkin gara-gara itu, murid-murid berpikir kalau dia antisosial yang enggan bergaul.

Saat melintasi ruang tengah yang besar, Violet bisa melihat Casey ada di sana. Cewek itu kelihatan glamor dengan rok mini berbahan kulit warna perak dan kamisol warna merah muda berenda. Sejenak, perasaan Violet kembali tidak nyaman terlebih saat Casey berpaling dan menyadari keberadaannya.

Violet cepat-cepat mengikuti Dave yang menyusuri koridor. Gadis itu bisa mengendus wangi kayu cendana dan merasakan hangat dari pemanas ruangan yang dinyalakan di dalam rumah. Cewek itu mengusap rambut, merasa gugup saat melihat kalau rumah itu kelihatan lebih mewah di dalam daripada di luar. Dinding-dindingnya didominasi warna putih dengan lampu-lampu bertudung ungu pucat terpaku di dinding. Beberapa vas kristal dengan bunga mawar segar bertengger di atas kabinet saat Dave membuka pintu dobel berkenop perak.

“Di luar terlalu ramai jadi kita mengungsi saja di sini. Aku ingin ngobrol banyak denganmu,” kata Dave ketika mereka masuk ke ruangan yang tampak seperti kamar kerja.

Perapian di ruangan itu sudah dinyalakan dan derak-derak kayu yang bersentuhan dengan api menimbulkan suara yang memecah keheningan. Cahaya bersinar temaram dari kandelar yang tergantung di langit-langit dan itu membuat Violet merasa lebih gugup. Saat Dave duduk dengannya di sofa, cewek itu bergeser menjauh.

“Kamu masih marah soal yang minggu lalu, ya?” tanya Dave dengan muka muram, tampak sadar kalau Violet sedang menghindar.

Bagaimana aku bisa menjelaskan kalau aku merasa malu? Bryan nggak pernah bersikap agresif seperti ini.

“Soal itu, aku benar-benar minta maaf. Aku benar-benar nggak bisa mengontrol diri karena kamu sangat manis,” lanjut Dave sambil mengembuskan napas. “Aku memang cowok kurang ajar, ya?”

“Nggak, nggak begitu,” sergah Violet segera. Dia merasa tidak nyaman karena sikapnya sudah membuat Dave merasa seperti lelaki rendahan. “Aku cuma … gugup. Habis, aku masih nggak percaya kalau kamu suka padaku. Cuma itu saja, kok.”

“Benarkah?” wajah Dave cerah lagi. “Kalau sedang begini, kamu terlihat berbeda, nggak kayak waktu di sekolah. Menghindar dari orang-orang dan terkesan galak.”

Violet meringis. “Bukan berita baru. Sejak menghajar Casey, imejku jadi semakin jelek. Makanya aku nggak habis pikir kamu mau mendekat. Memangnya kamu nggak khawatir kalau namamu jadi ikut jelek?”

Dave menggeleng. “Kamu juga sudah tahu gosip tentangku yang suka gonta ganti cewek, kan? Padahal beberapa karena aku memang nggak cocok dengan mereka. Kadang-kadang kami juga punya masalah yang orang lain nggak tahu.”

Violet tertegun dan membatin, persis seperti yang kurasakan.

“Ngomong-ngomong,” Violet bersandar pada leher sofa setelah merasa lebih nyaman dan menoleh ke arah Dave. Mata dengan iris berwarna gelap itu balas menatapnya dan membuat perut Violet seolah sedang diterjang kupu-kupu terbang. Dave terlihat begitu tampan dengan baju kasual yang dikenakannya. Lampu yang redup juga tidak bisa menyembunyikan pesonanya.

“Hm?” Dave bertanya karena tiba-tiba Violet berhenti bicara.

“Ah, itu … aku lihat ada Casey Stone. Kamu mengundangnya?”

Dave mengubah posisi duduk sampai menghadap Violet dan mendekat. “Kamu terganggu? Aku sengaja mengundangnya agar dia bisa melihat kalau hubungan kami benar-benar sudah berakhir dan sekarang aku ada di pihakmu. Jadi, sebaiknya dia nggak macam-macam.” Dave tersenyum.

Sejenak, Violet merasa terharu. Sudah berapa lama sejak ada orang yang berkata seperti itu? Ayahnya hanya bisa menyalahkan dirinya ketika sesuatu berjalan tidak baik di rumah sementara ibunya juga sulit dihubungi. Kedua orangtuanya mengeluh tentang kehidupan di depan putri-putri mereka tanpa berpikir kalau anak-anak juga bisa mengalami depresi yang sama. Violet cuma remaja tapi dia merasa seolah semua beban dunia dijatuhkan ke atas pundaknya.

Violet merasa sangat emosional sampai tidak sadar kalau wajah Dave semakin mendekat dan tepat ketika bibir mereka akan bersentuhan, gadis itu menempelkan tangan di mulut Dave. Cowok itu tampak kecewa dan mundur. Dave tampak frustrasi ketika menyibak rambut.

“Maaf,” ujar Violet dengan nada menyesal. “Perasaanku sedang kacau saat ini. Aku … nggak bisa. Lagi pula, aku belum siap.”

“Kukira kamu sudah pernah pacaran sebelumnya?” Dave terdengar bingung. “Kalian nggak pernah ….”

Violet menggeleng dan muka Dave kelihatan terkejut. “Makanya kubilang, aku gugup banget.” Violet terkekeh dengan nada canggung.

Kemudian hening menyelimuti ruangan. Violet tidak bergerak di tempatnya sementara Dave tidak bisa ditebak karena dia tiba-tiba juga diam. Namun, kemudian cowok itu bangkit, tersenyum dan berjalan ke pintu.

“Aku ambilkan minuman dulu, ya,” katanya lalu keluar dari kamar kerja.

Violet mengusap wajah dengan kedua tangan dan mengembuskan napas panjang. Dia berharap Dave tidak akan membencinya karena jujur saja, dia merasa mulai tertarik pada cowok itu. Hanya, Violet benar-benar merasa belum siap untuk memulai hubungan yang intens. Ada terlalu banyak hal yang mengganggunya.

Violet sedang menegakkan punggung ketika ponsel di saku denimnya bergetar. Muncul nama Asami di atas deretan angka yang didapatnya setelah mereka bertukar nomor kemarin.

“Hai, Asami.”

[Ke rumahku sekarang, yuk. Aku bosan sendirian. Dad dan Mom sedang nonton teater di Pleasance dan aku ditinggal. Kita bisa nonton film tentang samurai yang waktu itu aku ceritakan. Aku bakal siapkan banyak camilan dan suruh sopir menjemput jadi kirimkan alamat rumahmu, ya.]

“Oh, kedengarannya seru tapi maaf, aku lagi nggak di rumah.”

[Wah, sayang banget. Memangnya kamu lagi di mana?]

“Di rumah Dave. Aku nggak cerita, ya, kalau dia mengundangku ke pestanya malam ini?”

Tidak ada suara apa-apa di ujung telepon. Violet mengernyitkan kening. Apa dia baru saja mengatakan hal yang salah?

[Kenapa kamu ada di sana? Kukira kalian nggak akrab?]

“Kami cuma bicara,” Violet menggigit bibir, merasa bersalah karena tidak jujur sepenuhnya.

Tidak lama, Dave muncul dengan gelas kaca di tangan. “Aku bawa minumannya. Maaf agak lama,” kata cowok itu sambil tersenyum.

[Wah, kamu benar-benar sedang bersamanya?] Asami terdengar kaget.

“Iya, maaf, ya. Nanti aku telepon lagi.”

Dave duduk setelah meletakkan gelas-gelas di meja berlapis kaca dengan pelapis indah bernuansa biru gelap.

“Siapa?”

“Ah, temanku,” Violet merasa agak lega karena sepertinya Dave tidak marah.

Cowok itu mengangsurkan gelas yang kemudian diambil Violet. Warna minumannya gelap, seperti cola dengan es batu. Violet merasa haus dan langsung menenggak minuman itu. Alisnya saling bertaut karena samar-samar dia bisa merasakan soda tapi juga rasa pahit meski menyegarkan.

Dave minum minumannya dengan santai lalu baru akan bicara ketika seorang cowok berambut pirang keriting muncul di ambang pintu.

“Kami mencarimu ke mana-mana. Bisa ke sini sebentar?”

“Oke,” sahut Dave lalu berpaling ke arah Violet. “Maaf, ya. Aku ke sana dulu. Nggak apa-apa?”

Violet tersenyum. “Nggak masalah. Pergilah.”

Gadis itu mengisap lagi minuman yang dia belum tahu namanya karena merasa haus. Ruangan ini terasa lebih hangat sampai dia ingin melepas sweater dan hanya mengenakan kaus oblong saja. Violet terus-terusan minum karena merasa kalau minuman itu menyegarkan sampai dia sadar kalau kepalanya terasa agak melayang. Pusing.

Tubuh Violet ambruk ke sofa dan gadis itu meluruskan kaki-kakinya, tidur dalam posisi telentang. Dia memejamkan mata karena tiba-tiba merasa mengantuk. Entah sudah berapa lama dia tertidur karena saat tersadar, Dave tengah berlutut di sisinya, membelai-belai lengan. Gadis itu sontak bangkit karena kaget dan Violet berjengit karena rasa sakit menghantam kepalanya.

“Aku merasa pusing,” kata Violet. “Apa yang kamu beri padaku tadi?”

“Ini cuma cola. Minumlah lagi, mungkin gula darahmu sedang turun. Mau kuambilkan yang lain?”

Violet menggeleng lalu minum dari gelas yang disodorkan Dave. Minuman yang sama dan kali ini Violet tidak meneguk banyak-banyak. Dia segera menyodorkan gelas itu lagi ke cowok di sebelahnya dan berusaha duduk dengan benar.

“Aku mau pulang saja,” kata Violet sambil mencoba bangkit tapi dia segera jatuh kembali di sofa.

“Di sini saja,” suara Dave terdengar lirih dan tahu-tahu cowok itu sudah merangkul Violet. Dave menyurukkan kepalanya di leher Violet yang wajahnya sudah memerah.

“Dave, jangan ….”

“Santai saja,” kata Dave dan mulai memainkan rambut Violet.

Saat tangan cowok itu mulai menjelajah di bahu Violet, gadis itu tersentak dan mendorong Dave sekuat tenaga. Sadar kalau pemuda itu sedang berusaha menyentuhnya.

“Hentikan,” geram Violet sambil bangkit berdiri dan berusaha tetap tegak. “Kenapa kamu memaksa? Aku, kan, sudah bilang kalau belum siap? Kamu, kan, bukan … hei, hentikan!”

Bukannya menyahut, Dave malah menarik lengan Violet dan merebahkan cewek itu di permadani. Cewek itu meringis karena merasakan sakit pada bagian punggung dan memalingkan wajah ketika napas Dave yang berbau alkohol menerpa wajahnya.

“Kamu nggak perlu sok jual mahal. Aku tahu bagaimana kamu waktu di SMP. Katanya kamu pernah berkencan dengan orang yang usianya jauh lebih tua. Siapa yang tahu apa yang sudah kalian lakukan berdua?” Mata Dave terlihat nyalang dan tangannya mencengkeram lengan Violet.

“Tadinya aku nggak mau memaksa, tapi kamu benar-benar membuatku kesal. Berani-beraninya cewek yang nggak cantik menolakku seperti ini. Nggak ada dalam kamusku, tahu?”

“Stop! STOP!” Violet mulai menjerit dan berontak saat Dave menindih tubuhnya. Air mata mulai mengalir di pipi gadis itu. Dia merasa terhina, dilecehkan. Inikah alasan Dave mengundangnya kemari? Membuatnya mabuk agar cowok itu bisa melakukan hal yang dia inginkan?

Suara dentuman bass membahana dan meredam jeritan Violet. Gadis itu nyaris putus asa karena tidak ada yang mendengarnya ketika pintu tiba-tiba terbuka. Baik dirinya dan Dave, memincingkan mata dan berusaha melihat siapa yang menerobos masuk.

“Sial,” geram Dave. “Harusnya tadi aku kunci. Hei, bro, tinggalkan kami berdua. Oh. kenapa ….”

Dave tidak menyelesaikan kalimatnya dan Violet terkesiap saat cowok itu tiba-tiba terhuyung mundur. Dave jatuh setelah rahangnya terkena tinju. Bibirnya tampak robek dan meneteskan darah. Violet bangkit dan sadar siapa yang tiba di ruangan itu.

Muka Dave tampak berang. Cowok itu mengusap darah dengan lengan dan berteriak, “Berengsek. Jangan ikut campur, Hanz!”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Tumpuan Tanpa Tepi
6628      2537     0     
Romance
Ergantha bercita-cita menjadi wanita 'nakal'. Mencicipi segala bentuk jenis alkohol, menghabiskan malam bersama pria asing, serta akan mengobral kehormatannya untuk setiap laki-laki yang datang. Sialnya, seorang lelaki dewasa bermodal tampan, mengusik cita-cita Ergantha, memberikan harapan dan menarik ulur jiwa pubertas anak remaja yang sedang berapi-api. Ia diminta berperilaku layaknya s...
Under The Moonlight
1424      785     2     
Romance
Ini kisah tentang Yul dan Hyori. Dua sahabat yang tak terpisahkan. Dua sahabat yang selalu berbagi mimpi dan tawa. Hingga keduanya tak sadar ‘ada perasaan lain’ yang tumbuh diantara mereka. Hingga keduanya lupa dengan ungkapan ‘there is no real friendship between girl and boy’ Akankah keduanya mampu melewati batas sahabat yang selama ini membelenggu keduanya? Bagaimana bisa aku m...
Aku Menunggu Kamu
102      91     0     
Romance
sebuah kisah cinta yang terpisahkan oleh jarak dan kabar , walaupun tanpa saling kabar, ceweknya selalu mendo'akan cowoknya dimana pun dia berada, dan akhirnya mereka berjumpa dengan terpisah masing-masing
Rumah (Sudah Terbit / Open PO)
2177      982     3     
Inspirational
Ini bukan kisah roman picisan yang berawal dari benci menjadi cinta. Bukan pula kisah geng motor dan antek-anteknya. Ini hanya kisah tentang Surya bersaudara yang tertatih dalam hidupnya. Tentang janji yang diingkari. Penantian yang tak berarti. Persaudaraan yang tak pernah mati. Dan mimpi-mimpi yang dipaksa gugur demi mimpi yang lebih pasti. Ini tentang mereka.
Premium
MARIA
5099      1858     1     
Inspirational
Maria Oktaviana, seorang fangirl akut di dunia per K-Popan. Dia adalah tipe orang yang tidak suka terlalu banyak bicara, jadi dia hanya menghabiskan waktunya sebagian besar di kamar untuk menonton para idolanya. Karena termotivasi dia ingin bercita-cita menjadi seorang idola di Korea Selatan. Hingga suatu ketika, dia bertemu dengan seorang laki-laki bernama Lee Seo Jun atau bisa dipanggil Jun...
EPHEMERAL
92      84     2     
Romance
EPHEMERAL berarti tidak ada yang kekal, walaupun begitu akan tetap kubuktikan bahwa janji kita dan cinta kita akan kekal selamanya walaupun nanti kita dipisahkan oleh takdir. Aku paling benci perpisahan tetapi tanpa perpisahan tidak akan pernah adanya pertemuan. Aku dan kamu selamanya.
The Black Heart
841      440     0     
Action
Cinta? Omong kosong! Rosita. Hatinya telah menghitam karena tragedi di masa kecil. Rasa empati menguap lalu lenyap ditelan kegelapan. Hobinya menulis. Tapi bukan sekadar menulis. Dia terobsesi dengan true story. Menciptakan karakter dan alur cerita di kehidupan nyata.
Of Girls and Glory
2533      1201     1     
Inspirational
Pada tahun keempatnya di Aqiela Ru'ya, untuk pertama kalinya, Annika harus berbeda kamar dengan Kiara, sahabatnya. Awalnya Annika masih percaya bahwa persahabatan mereka akan tetap utuh seperti biasanya. Namun, Kiara sungguh berubah! Mulai dari lebih banyak bermain dengan klub eksklusif sekolah hingga janji-janji yang tidak ditepati. Annika diam-diam menyusun sebuah rencana untuk mempertahank...
Si Neng: Cahaya Gema
96      86     0     
Romance
Neng ialah seorang perempuan sederhana dengan semua hal yang tidak bisa dibanggakan harus bertemu dengan sosok Gema, teman satu kelasnya yang memiliki kehidupan yang sempurna. Mereka bersama walau dengan segala arah yang berbeda, mampu kah Gema menerima Neng dengan segala kemalangannya ? dan mampu kah Neng membuka hatinya untuk dapat percaya bahwa ia pantas bagi sosok Gema ? ini bukan hanya sede...
Tulus Paling Serius
1491      631     0     
Romance
Kisah ini tentang seorang pria bernama Arsya yang dengan tulus menunggu cintanya terbalaskan. Kisah tentang Arsya yang ingin menghabiskan waktu dengan hanya satu orang wanita, walau wanita itu terus berpaling dan membencinya. Lantas akankah lamanya penantian Arsya berbuah manis atau kah penantiannya hanya akan menjadi waktu yang banyak terbuang dan sia-sia?