Pada hari Sabtu, Violet sengaja tidak turun untuk sarapan. Lagi pula, ayahnya tidak terbiasa makan pagi di rumah. Mr. Moon pergi pada pukul tujuh, entah ke mana dan baru kembali pada malam hari. Biasanya, Violet akan merasa kesepian, tapi kali ini, dia tidak keberatan.
Setelah teguran dari ayahnya semalam, gadis itu merasa tidak bersemangat untuk mengerjakan tugas atau membereskan kamar. Setelah bangun tidur, dia tetap berbaring sambil memandang kamarnya yang bernuansa putih dengan sentuhan biru laut membentuk garis melintang di beberapa bagian.
Tidak banyak yang ada di kamarnya kecuali meja belajar, sebuah radio tua, rak buku yang sekarang agak berantakan dengan majalah tumpang tindih di bagian paling bawah dan peti tua berukuran sedang tempat menyimpan barang-barang lama. Setelah tiga puluh menit yang hening, Violet akhirnya bangkit dan menuju kamar mandi. Dia mengambil botol kecil berisi minyak mandi beraroma mawar dan mengisi bath tub dengan air hangat, kemudian menuang beberapa tetes minyak ke dalamnya.
Violet melepas pakaian dan memandang beberapa memar yang ada di bahu dan leher. Juga luka-luka lain di lengan yang selalu ditutupinya dengan baju lengan panjang. Sebenarnya, jauh di dalam hati Violet berharap ayah atau adiknya sadar soal bekas-bekas luka yang saling menumpuk itu. Namun, hal itu tidak pernah terjadi. Ayahnya terlalu tenggelam dalam bisnis makanan yang tengah digelutinya sementara Rosie juga sibuk dalam dunianya sendiri.
Violet masuk ke bath tub dan berendam di sana sambil memejamkan mata. Ini salah satu caranya untuk menenangkan diri dan biasanya dia betah hingga bermenit-menit. Sabtu pagi yang tenang sangat cocok digunakan untuk relaksasi. Tidak ada rutinitas yang memburunya, tidak ada sekolah. Hanya bersantai sepanjang hari.
Setelah lima belas menit, Violet membilas tubuhnya dan memutuskan untuk keluar rumah. Dia mengenakan sweater rajut dengan kerah tinggi berwarna hitam, mantel warna merah gelap dan rok hitam panjang bergaya Gipsi yang berlapis-lapis dengan model asimetris. Violet mengambil sepatu bot berleher rendah dari rak dan menambah syal rajut warna hitam untuk melindungi leher dari udara dingin.
Saat turun dari tangga, rumah betul-betul sepi. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Mr. Moon atau Rosie. Violet berpaling ke ruang makan dan meja tampak tidak tersentuh. Sepertinya, tidak ada yang betah di rumah setelah kejadian tadi malam dan semua menghibur diri dengan cara masing-masing.
Setelah mengunci pintu rumah, Violet memutuskan pergi ke Lock. Hanya butuh waktu sekitar dua belas menit dengan bus dan dia sudah sampai di salah satu tempat nongkrong favorit remaja London Utara. Banyak toko dan kafe yang mengundang untuk dikunjungi tapi Violet yang belum tahu tujuannya, memutuskan untuk berjalan-jalan sampai kakinya lelah.
Gadis itu melewati segerombolan cowok yang memakai baju serba hitam dengan jaket kulit berpaku. Tampang mereka agak seram dengan tindik di telinga bahkan lidah—salah seorang cowok memamerkan lidah barunya yang dihias dengan aksesori perak berbentuk bulat.
Violet masih terus jalan dan melewati banyak stan makanan yang menjual berbagai macam jenis mulai dari makanan berat sampai kudapan. Banyak juga kafe yang menaruh kursi-kursi di teras sehingga pengunjung bisa menikmati makanan mereka sambil menghirup udara segar. Dia menatap orang-orang yang sedang bersantai dengan kopi dan koran pagi atau sekadar bercakap-cakap dan tertawa bersama.
Violet menyusuri gang dengan dinding-dinding berbatu bata kemerahan dan baru melintas di depan toko suvenir yang menjual kaus-kaus bergambar dengan nuansa London saat menyadari seseorang berjalan di seberang. Cowok yang kemarin ada di klinik. Dia tidak sendiri dan jalan bergerombol bersama beberapa cowok lainnya. Violet mengenal salah satunya—Dave—karena belakangan cowok itu mendekatinya di sekolah. Cewek-cewek bilang, Dave keren dengan kulit bersih, rambut ikal bergaya heavy fringe dan keahliannya bermain gitar. Dia bergabung dengan salah satu band dan kadang tampil di kafe dekat Lock.
Cowok jangkung itu kelihatan tampan dengan kaus berkerah V berlapis vest rajut dan mantel yang kancing-kancingnya sengaja dibuka. Rambut Dave berwarna gelap dan serasi dengan alis hitamnya. Dave kelihatan menonjol di antara cowok-cowok lain dan Violet masih saja heran kenapa cowok menyapa dirinya di depan kelas padahal saat itu ada Casey berdiri tidak jauh darinya.
“Hei, Vi!” senyum Dave melebar saat sadar kalau Violet berjalan ke arahnya.
Sebenarnya Violet sedang tidak ingin bertemu siapa pun tapi dia memaksakan diri untuk tersenyum. Cewek itu berhenti dan merasa risi ketika cowok-cowok itu menaruh perhatian padanya. Dua pemuda di belakang Dave saling tatap dan berbisik. Mungkin mereka tahu kalau tempo hari Violet membuat keributan di koridor.
“Hai, Dave,” Violet berusaha terdengar wajar dan menyapa balik.
Dave memasukkan kedua tangan di jaket dan mencondongkan tubuhnya ke arah Violet sampai gadis itu bisa mencium aroma lembut dari parfum yang dipakai cowok itu. Mendadak, muka Violet terasa panas.
“Kok sendirian? Teman-temanmu mana?”
Violet bisa merasakan kalau Si Cowok Klinik memandangnya. Entah hanya perasaan atau memang pemuda itu bisa membaca pikirannya, Si Cowok Klinik merangkul bahu Dave, seolah ingin segera menyeret temannya dari sana.
“Mau gabung sama kami?” tanya Dave sambil tersenyum tipis.
“Nggak usah, makasih. Aku mau mencari sesuatu.”
“Sesuatu?” Dave menaikkan sudut bibirnya dan tampak menahan tawa.
“Buku. Aku mau cari buku di … sebelah sana.”
Violet bisa melihat kalau Dave nyaris terbahak sementara dia jengah dengan tatapan Si Cowok Klinik yang tampak menyelidik.
“Sampai nanti,” ujar Violet pendek dan bergegas menjauh dari gerombolan itu. Dia bisa mendengar seseorang berujar pelan.
“Itu cewek yang kemarin, kan?”
“Iya, yang bertengkar hebat dengan Casey.”
“Siapa?”
“Aduh, Hanz! Memangnya nggak dengar kejadian kemarin? Dia menantang Casey dan bergulat dengan cewek itu di koridor. Kejadiannya seru banget.”
“Kalian konyol.”
Violet tidak bisa mendengar lebih jauh dan memutuskan untuk berlama-lama di toko buku, hanya agar tidak mendapat kesempatan untuk bertemu dengan cowok-cowok itu lagi.