Loading...
Logo TinLit
Read Story - Tumpuan Tanpa Tepi
MENU
About Us  

FRUTY, smoky, earthy—Aroma yang tak pernah gagal bagi Ergantha. Dari aroma buah, rempah dan tembakau selalu menjadi candu favorit. Rasa asam dan pahit berpadu menjadi satu. Si manis yang memberikan asam dengan pahit diakhir.

Ergantha memandangi botol tumbler, tersenyum bahagia antusias. Ia ingin cepat pulang ke rumah dan meneguk sedikit demi sedikit minuman yang ada di dalam tumbler milik Frans. Tak terbayang, ia akan kembali menyesap pelipur laranya.

"Tumbler gue gugup kalau di pandang senyam-senyum begitu." Frans menggeleng heran.

Pagi tadi Frans sengaja menyisihkan setengah botol pinot-noir untuk Ergantha dan diseludupkan ke dalam tumbler. Ergantha justru menjadi gila begitu tahu isi tumbler tersebut red wine.

"Lo udah lama enggak minum wine?" Tanya Arlin yang tak begitu menyukai minuman alkohol seperti wine, baginya itu terlalu pahit.

"Gue terancam bangkrut, boro-boro bisa beli wine, nongkrong aja susah." Ergantha berdecak kesal.

Semakin lama hukumannya tak juga berkurang, black cardnya kandas, begitu pula dengan mobil. Kini Papa tak mengizinkan Ergantha memiliki kedua benda tersebut. Uang belanja pun dibatasi.

Semua itu jelas usul dari Pati. Cih!

"Jangan sedih gitu dong, kamu mau jajan di Starbucks nanti aku yang bayarin, asal jangan minta dibeliin wine atau wiskhy, haram." Arjun mengerlingkan mata merangkul pundak Ergantha.

"Najis tau Jun, Lo pake aku-kamu!" Ergantha melepas rangkulan Arjun dan menduduki diri di depan Frans yang tengah sibuk bermain game di ponsel.

Mereka kerap kali menghabiskan waktu jam kosong di gudang belakang sekolah. Tempat ini sudah menjadi hak milik mereka-begitu ungkap Frans. Ayahnya sponsor utama, tak heran jika ia leluasa melakukan segala hal.

"Astagaaaa, Rere kepanasan banget, guys!" Rere yang baru saja hadir duduk di sebelah Ergantha mengambil botol tumbler berniat meneguknya. Ergantha dengan cepat mengambil tumbler tersebut dari tangan mungil Rere.

"Ih Thata, pelit banget sih! Rere cuma minta sedikit." Cemberut Rere. Air matanya serasa akan mengalir hanya karena tak diberi minum.

"Itu isinya wine Re, mau Lo?" Frans menjelaskan.

"Astaghfirullah! Re bilangin ke Dyrl ya kalau berani bawa minuman haram ke Sekolah." Rere berdecak pinggang. "Thata enggak boleh begitu, kita mau senakal apapun jangan sampai mencoreng nama baik Sekolah. Sini tumblernya biar Re yang buang isinya."

"Re, jangan gila ya," Ergantha mengeser tumbler tersebut jauh dari jangkauan Rere. "Gue udah setengah mati rindu sama Pinot-noir, jangan bilang-bilang ke Dryl,"

"Udahlah, Re, kasian Ergantha. Dia udah lupa rasanya wine gimana." Arlin membela.

"Pokoknya Re enggak mau tanggung jawab kalau Dryl sampe tahu, jangan bawa-bawa Re. Titik!" Dryl si ketua OSIS pasti marah besar jika tau mereka membawa barang haram ke Sekolah.

Rere mengipaskan tangan, terik matahari sedang tinggi meskipun AC tengah menyala. Membayangkan Dryl mengamuk sama seperti tersengat amukan sinar matahari. Selain itu, ia juga tak ingin nama baik Dryl sebagai siswa teladan menjadi tercemar hanya karena sahabat sepermainannya tak berakhlak.

"Dryl kayaknya juga enggak ikut kumpul sama kita, lagian dia masih rapat, kan?"

"Kalau enggak rapat paling belajar tuh anak. Gabutnya dia kan emang paling enggak kelogika." Kata Arjuna merongoh saku, mengeluarkan sebatang rokok dan korek.

"Arjun! Enggak boleh ngerokok! Ini masih di Sekolah!"

"Re to the Re, gue cuma mau cari duit di saku celana." Lama-lama Arjun juga ikut terbawa gemas dengan tingkah laku Rere. Berisiknya mirip dengan Dryl.

Rere si polos dan cerewet tak hentinya menasehati Arjun dan Ergantha secara bergantian. Entah mengapa, semakin tahun teman-temannya menjadi tak teratur. Rere mengakui jika mereka suka bersenang-senang, namun sekolah tetaplah sekolah. Mereka harus profesional!

"Gue titip Pinot-noir bentar, jangan sampai direbut Rere," Ergantha berbisik kepada Arlin, sedang Rere dan Arjun masih asik berdebat tak jelas.

Ergantha menitipkan Tumbrl berisi wine karena ia perlu mencari toilet. Tak lama ia kembali, Dryl sudah duduk di kursi yang ia tempati. Ergantha hanya berharap semoga mulut Rere tak sebocor ember.

Rupanya tak ada yang terjadi, sebab mereka semua masih asik dengan kegiatan masing-masing. Frans dan Arjun bermain game, Dryl yang membaca buku antologi, serta Rere dan Arlin yang asik mengibahi berita terkini.

Tak ingin tumblernya tertangkap basah, Ergantha memilih pulang lebih dulu beralasan bahwa Pak Arman datang lebih awal padahal tak ada jemputan sama sekali. Ia pun tak ingin Dryl membuka suara, karena Ergantha tak pandai berbohong.

Berjalan menyusuri lorong Sekolah dengan langkah teramat bahagia. Satu tegukan, dua tegukan, rasa manis, asam dan pahit sudah tergambar dalam ingatan Ergantha. Ia tak sabar mencicipi Pinot-noir dengan segera.

Sebentar lagi dahaganya tersalurkan.

Iya sebentar lagi....

Sebentar lagi....

Sampai dengan tumblernya di curi, diambil paksa dan si pencuri melarikan diri secara terang-terangan. Berjalan santai menggoyangkan tumbler dari belakang. Ergantha menghela nafas, ia kesal setengah mati.

Dryl sialan, Ergantha tertangkap basah!

Ergantha mencoba berlari mengejar tumbler yang tengah dicuri. Dyrl pun tak mau mengalah, ia membawa tumbler tersebut sampai mereka di rooftop Sekolah yang tak berpenghuni.

"Dyrl... Sialan," nafas Ergantha terpongoh, sudah lama ia tak berolahraga. Baru mengejar Dyrl sampai ke Rooftop saja, seperti habis lari maraton.

Dyrl menyunggingkan senyuman sinis, menggoyangkan tumbler tersebut meledek Ergantha.

"Ini apa, Tha?" Tanyanya menantang, ingin melihat apa Ergantha akan berbohong.

"Balikkin Dryl atau kita enggak temenan lagi!" Ancam Ergantha.

"Jawab dulu, baru gue balikkin."

"Pinot-noir, puas?!" Ergantha mendekat mencoba merebut tumbler tersebut dari tangan Dryl. Sialnya, ia kalah cepat. Dryl lebih dulu menaikkan tangan tinggi-tinggi dan membuka tutup botol.

"Dryl!" Bentak Ergantha, tubuh kecilnya tak akan bisa menggapai tumbler tersebut. Ia tak suka dipermainkan seperti ini.

"ADRYL!"

Ergantha mencoba melompat, namun Dryl menaikkan tangannya lebih tinggi-lagi.

"Kalau kita pacaran, Lo bakal nurut apa kata gue?" Pertanyaan Dryl sontak membuat Ergantha mengambil jarak.

Melipat tangan di dada, Ergantha menaikkan dagu. "Lo bisa kasih duit jajan berapa?"

"Uang jajan gue 50 persen."

Ergantha menggeleng, "Gue mau 90 persen." Serunya menawar.

"70 persen!" Tawar Dryl

"90 persen." Ergantha tak mau kalah.

Dryl terdiam seakan menimang keputusan, seraya membuka tutup botol tumbler dan mengendus wangi aroma wine yang sudah tak disentuh lagi. Mengambil langkah ke arah pot bunga ia menyiramkan isi tumbler tersebut.

Ergantha mengumpat di tempat, ribuan caci maki ia lontarkan di kepala kecil. Dryl memang sialan dan tak ada belas kasih.

"Tawaran gue batal, setelah gue pikir-pikir, Lo enggak butuh duit." Mengambil langkah mendekati Ergantha, Dryl mengembalikan tumbler kosong tersebut.

"Sekali lagi ketahuan, gue laporin ke BK." Kata Dryl mengintrupsi berjalan meninggalkan Ergantha yang tengah menahan amarah.

Dryl memang siswa teladan yang sialan!

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags