Hay... nama aku Elisa Yasmin, tapi kalian cukup panggil aku Lisa or Elisa or whatever, yang penting jangan yang jelek-jelek aja ya, Hihi apaan sih aku.
Elisa saat ini sedang menempuh pendidikan S1 Ekonomi di salah satu perguruan tinggi di Bandung. Dia merupakan anak terakhir dari tiga bersaudara dalam keluarganya. Tetapi walaupun dia anak terakhir dia bukan tipe anak yang manja trust me.
Dia cukup mandiri dalam mengurus dirinya dan kehidupannya sendiri, mungkin karena sudah terbiasa jauh dari orang tua dan keluarganya sejak kecil juga, jadi bagi Elisa sudah terbiasa. Seperti saat ini dia tinggal di Bandung sendiri karena semua keluarganya berada di Surabaya.
Bukan hal mudah bagi seorang Elisa untuk meyakinkan orang tuanya supaya bisa di perbolehkan menempuh pendidikan di Bandung awalnya. Tetapi karena tekat dan ambisinya yang kuat akhirnya orang tua Elisa pun dengan sedikit terpaksa mengijinkan anak bungsu mereka untuk hidup mandiri di kota orang.
Awalnya kehidupan Elisa biasa saja, sama seperti mahasiswa lainnya hingga akhirnya sebuah cerita tidak terduga dapat merubah kehidupannya 180 derajat.
Di awali dengan kisah asmaranya yang harus berakhir disaat dia baru saja memasuki semester 2 dimasa kuliahnya. Vigo namanya, cowok yang sudah sekitar satu tahun lebih menemani Elisa dalam suka maupun duka.
"Kak aku rasa kita harus bicara serius deh”
Elisa mengawali pembicaraan mereka disaat mereka sudah cukup lama berada di kafe favorit mereka ini dan sedari tadi Elisa juga sudah jengah melihat Vigo yang hanya sibuk dengan ponselnya saja. Padahal dia sendiri yang meminta bertemu untuk quality time mumpung sama sama libur. Tapi nyatanya mereka hanya saling diam menikmati makanan mereka sejak tadi.
“Mau bicarain apa sih sayang, kita lagi nggak ada masalah kan?” jawab Vigo masih dengan pandangannya yang tertuju pada ponselnya.
“Bisa nggak sih kalau ngomong itu natap mata orang yang lagi diajak ngomong. Emang lebih penting yang ada di ponsel Kak Vigo ya dari pada aku” Ucap Elisa yang sudah mulai tersulut emosi. “Aku rasa hubungan kita udah nggak bisa di pertahanin lagi deh Kak, kita udah beda. Bukan cuman aku aja yang kata kak Vigo berubah tapi kak Vigo juga" Lanjut Elisa disaat Vigo sudah meletakkan ponselnya dan saat ini sedang menatap Elisa.
"Kenapa? Apa karena aku sibuk sama ponsel aku tadi? Ayolah kita udah dewasa Sa, masa hanya karena masalah sepele kayak gitu aja kamu marah sampai segitunya, nggak baik tau sayang. Yaudah aku janji nggak akan ulangin lagi kejadian kayak barusan, aku minta maaf ya" Ujar Vigo setelah mendengar perkataan pacarnya itu.
"Ya itu salah satunya. Tapi selain itu aku juga ngerasa kalau hubungan kita udah nggak kaya dulu aja, perasaan aku udah nggak kayak dulu lagi kak maaf, kamu juga makin kesini makin suka protek aku seakan kamu nggak percaya sama aku tau nggak? aku rasa keputusan aku kali ini udah tepat buat kita, aku nggak mau nyakitin kamu lebih banyak lagi dan aku juga nggak mau sakit lebih jauh lagi. Sorry, aku mau kita udahan kak"
"Tapi aku masih sayang sama kamu Sa, atau jangan-jangan kamu udah ada cowok lain di kampus baru kamu itu? Sampai kamu buat sikap aku kekamu jadi alasan lain supaya kita bisa putus, iya kan?!" Bentak Vigo di akhir kalimatnya yang langsung membuat beberapa orang disekitar mereka juga melihat ke arah mereka.
"Kok kamu jahat banget sih Kak nuduh aku kaya gitu, aku minta putus emang karena aku mau bukan karena apa-apa. Dan soal sikap kak Vigo ke aku emang itu kan kenyataannya, kak Vigo nggak percaya sama aku sampai sampai setiap kegiatan yang aku lakukan kak Vigo harus tahu dan sama siapa aja aku jalan kak Vigo juga harus tahu bahkan beberapa bulan terakhir ini kakak juga suka tanya ke beberapa temen aku kan buat mastiin aku bohong apa enggak sama kakak? Aku diem aja karena aku fikir setelah kakak tahu kalau aku nggak bohong kakak bakalan stop dengan sendirinya tapi ternyata aku salah"
Jawab Elisa yang sudah tidak bisa menahan emosinya lagi mendengar tuduhan Vigo terhadapnya. Selama ini dia berusaha diam disaat beberapa temannya mengadu kepada Elisa jika cowoknya menanyakan tentang beberapa hal yang menyangkut kegiatan dirinya. Mereka juga tidak suka dengan sifat Vigo yang terlalu protek itu. Tidak jarang juga mereka menyuruh Elisa untuk mengakhiri saja hubungannya ini.
Sedangkan Vigo mendengar semua penjelasan Elisa hanya bisa terdiam, dia sangat kaget karena perbuatannya selama ini ternyata sudah diketahui oleh pacarnya.
"Aku mau pulang" Elisa lalu beranjak dari tempat duduknya.
"Tunggu Sa, kita belum selesai" Cegah Vigo dengan menarik pergelangan tangannya
"Apalagi yang harus diselesaiin kak?” Tanya Elisa sambil berusaha melepas cekalan itu “Oiya aku mau bilang makasih karena selama kita bersama kamu udah ngajarin aku banyak hal. Maaf kalau keputusan aku mungkin belum bisa kak Vigo terima, tapi percaya sama aku Kak, kamu itu cowok baik pasti kamu juga akan nemuin cewek yang lebih baik daripada aku. Yang bisa benar-benar menjadi pasangan kamu nantinya. Aku juga mau ngasih tau aja, kalau nanti kamu udah ketemu sama cewek yang kamu suka, kamu harus ngomong apapun yang ada di hati kamu. Kamu punya hak untuk marah kalau memang dia salah. Karna itu akan jadi lebih baik buat komunikasi kalian nantinya. Daripada kamu ngomong sama orang lain tentang kemarahan kamu, lebih baik kamu langsung aja ngomongnya dan yang paling penting kakak harus bisa percaya sama pasangan kakak. Itu yang nggak bisa kak Vigo lakuin dengan hubungan kita salah satunya, dan seperti yang udah kak Vigo tau kan aku bukan cewek yang suka di kekang, tapi kamu mungkin lupa akan hal itu, beberapa bulan ini aku udah berusaha buat menerima proteknya kamu, sampai akhirnya beberapa minggu lalu aku sengaja lakuin kesalahan. Kamu tau itu kan, tapi bukannya negur aku kamu justru diam aja seakan-akan kamu nggak tahu dan salahnya lagi, kamu malah cerita ke temen kamu bukannya langsung ngomong sama aku, padahal kamu bisa buat ngomongin ini sama aku kak. Kamu bisa ngomong kalau aku salah dan bisa selesain masalahnya bukan malah diemin masalah itu seakan-akan masalah itu bisa kelar sendiri. Jadi, aku harap kamu paham kenapa aku ambil keputusan ini, tapi aku yakin suatu saat nanti kamu pasti bisa ngerti. Aku nggak mau nyakitin kak Vigo terlalu jauh, Maaf.
“Aku pulang dulu dan sekali lagi thanks for everything Kak"
Setelah itu Elisa benar-benar meninggalkan Vigo seorang diri di kafe tersebut. Tapi baru tiga langkah Vigo kembali memanggilnya. Elisapun mau tidak mau berhenti dan berbalik menatap Vigo yang masih diam di tempatnya.
“Boleh aku peluk kamu buat yang terakhir?” tanya Vigo setelah berdiri tepat dihadapanku. Aku hanya mengangguk saja menerima permintaannya. Dan kami pun berpelukan cukup lama sampai akhirnya aku melepas pelukan yang sudah tidak akan lagi aku miliki ini. Setelah itu Vigo benar-benar membiarkan aku pergi.