Sepanjang perjalanan Zahra terlihat murung memikirkan lomba yang Pak Rayan sampaikan, sayangnya bersamaan itu suara hinaan Jasmine dan Aura terus menerus bersuara dalam kepalanya. Terus melangkah menuju ke rumah hingga tidak menyadari seseorang mengikutinya dari belakang dengan pandangan penuh nafsu, selang beberapa saat barulah Zahra mulai menyadari sesuatu di belakangnya kemudian berpaling ke belakang namun berhasil di buat terkejut oleh bocah laki-laki yang dengan seenaknya menerjang dan memeluk tubuh langsing Zahra.
“Astagfirullahaladzhim, Fani…” Seru Zahra kaget juga kesal melihat tingkah adiknya itu, sementara sang pelaku hanya tersenyum tidak merasa berdosa dan kemudian berkata,”Heheh…maaf, habis seru sih kalau lihat Mbak kaget!” Civit Fani.
Zahra menggeleng kepalanya sembari menghela napas,”Ayo kita pul—“
“Maaf, permisi.” Zahra dan Fani kompak menoleh ke sumber suara dan mendapati seorang pria setengah baya yang berjalan menghampiri mereka dengan langkah ragu sambil menjinjing tas berukuran besar berwarna merah maron.
“Ya bisa kami bantu?” Tanya Zahra ramah. Pria itu cepat-cepat mengeluarkan sebuah kertas yang sengaja di lipat dan membukanya kemudian memberikannya kepada Zahra seraya bertanya.
“Mbak tahu alamat rumah kontrakan ini nggak?” Tanyannya menggunakan aksen bahasa orang Jakarta. “Oh tanya jalan ya,”Batin Zahra tanpa pikir panjang menerima kertas itu lalu melihat tulisan alamat yang tertera disana kemudian menatap wajah pria itu yang tampak letih. Merasa iba namun penasaran gadis itu bertanya.
“Dari Jakarta ya?”
Pria itu mengangguk mengiyakan,”Baru pindah hari ini, tapi uang saya tingga sedikit kalau buat bayar ongkos naik kendaraan!” Sahutnya merasa tidak enak.
“Baiklah saya antar, kebetulan saya tahu jalan dari alamat ini!” Ucap Zahra, gadis itu lantas berpaling ke arah Fani,”Fani, kamu pulang dulu dan bilang ke Ibu kalau Mbak akan pulang terlambat karena nganterin pedatang baru!” Sambungnya.
“Fani ikut ya, Mbak!” Kata Fani. akan tetapi Zahra menolaknya dan menyruh bocah laki-laki itu untuk pulang terlebih dahulu karena masih memakai seragam pramuka, bocah itu langsung cemberut dan berniat untuk kembali merengek, akan tetapi Zahra sudah keburu menolaknya lalu mengajak pria itu untuk pergi. Dengan perasaan kesal Fani langsung pulang ke rumah, alamat yang pria itu tuju tidak terlalu jauh dari rumahnya, hanya perlu melewati dua blok. Sepanjang perjalanan pria itu banyak bertanya tentang kehidupan di kota ini juga tentang para tetangga, tanpa curiga sedikitpun Zahra menjawab setahunya kepada pria itu kemudian diam sembari menatap lurus, begitu juga dengan pria tersebut. Akan tetapi mata pria itu menatap punggung Zahra yang terhalang tas kemudian turun ke bawah pinggang, tanpa sepengetahuan Zahra pria itu menoleh ke sekitarnya yang sepi kemudian mempercepat langkah menyusul langkah kaki Zahra yang jalan di depannya sedangkan tangan besarnya itu sedikit terangkat mendekati pantat Zahra dan berniat meremasnya.
DRAP…DRAP…DRAP…GREP
Tiba-tiba sebuah tangan besar memeluk dan menyeret tubuh Zahra menjauh dari pria itu kemudian menyembuyikan gadis itu di balik punggung yang lebar dan tegap. Pria itu sangat terkejut melihat dua pemuda itu, begitu juga dengan Zahra hingga matanya langsung tertuju pada Mas Indra yang kini berdiri memunggungi dirinya. Tidak mengerti apa yang sedang terjadi gadis itu berniat untuk mengintip tetapi di halangani oleh Mas Indra dengan lengan besarnya dengan pandangannya menatap sangat tajam ke arah pria tersebut tanpa sepentahuan Zahra. Sementara pria itu di hadang oleh Mas Gentar.
“Terima kasih ya, Mas, sudah jaga adik kelas kami!” Ujar Mas Gentar yang langsung meraih pria itu dan berjabat tangan.”Mas ini hendak kemana? Mau kami antar!” Sambungnya menawarkan. Merasa gagal pria itu tidak menjawab malah buru-buru berbalik dan pergi menjauh dari mereka, merasa penasaran Zahra menurun lengan Mas Indra lalu menatap heran melihat pria yang ia tolong malah pergi.
“Lho…kok orang itu pergi? Katanya mau di antar ke rumah kontrakan?” Tanya Zahra polos, dengan maksus bertanya kepada Mas Indra dan Mas Gentar. Sayangnya mereka tidak menyahutinya, bahkan Mas Indra malah menyuruh Mas Gentar untuk mengejar pria tadi. Dengan tatapan dingin juga malas Mas Gentar membuang napas kasar.
“Benar-benar menyebalkan dan sangat merepotkan! Kuladenin kali ini!” Tukas Mas Gentar sebelum akhirnya pergi menyusul pria tersebut meninggalkan mereka berdua. Merasa sudah aman Zahra langsung berjalan dan berdiri di depan Mas Indra kemudian bertanya,
“Mas, Tadi itu ada apa?” Tanyanya penasaran. Bukannya menjawab Mas Indra malah balik bertanya,”Pria tadi minta tolong apa kepadamu?” Tanya Mas Indra penuh introgasi. Mendengar pertanyaan yang terdengar seperti mengintrogasinya membuat Zahra merasa tidak nyaman namun gadis itu lantas menjawab,”Orang itu tadi minta tolong kepadaku untuk mengantarnya ke alamat rumah kontrakan! Katanya dia pedatang baru dari Jakarta dan saat ini dia sedang dalam kekurangan uang buat ongkos naik kendaraan?” Jelas Zahra yang kemudian menyerahkan kertas milik pria tadi yang tidak sengaja masih dia bawa lalu memberikannya kepada Mas Indra, pemuda itu tidak berkomentar dan menerima kertas itu. Ekspresi wajahnya seketika berubah dingin kemudian meremas kertas itu menjadi bola dan melemparnya ke tempat sampah tapi tidak berhasil masuk.
“Tidak ada rumah yang di kontrakkan di sekitar rumahku dan rumah Gentar! Jangan pergi sendirian saat bersama orang tidak di kenal!” Ucap Mas Indra sembari memberi nasihat.
Zahra melongo. Namun tiga detik kemudian gadis itu langsunt tersadar apa yang sudah terjadi menimpahnya, ia langsung beristigfar dan tubuhnya seketika merinding. Selang beberapa saat ponsel Mas Indra bergetar dari saku celana HW-nya lalu segera di rogoh dan membaca pesan dari Mas Gentar, sambil menarik napas sesat Mas Indra memasukkan kembali ponsel itu ke dalam saku celananya lalu menatap Zahra yang membalas tatap dengannya lalu kembali berkata.
“Sebaiknya kamu cepat pulang agar keadian tadi tidak terulang kembali!” Ucap Mas Indra. Zahra tidak menjawab, dengan nurut gadis itu mengangguk setelah itu ia mengucap salam dan pergi. Sepeninggal Zahra Mas Indra menoleh kepalanya sedikit ke belakang dengan sudut matanya yang tertuju sesuatu di sana setelah itu berpaling dan pergi.
****
Usai melaksanakan salat magrib Zahra langsung meraih ponselnya yang tengah diChange di atas nakas samping tempat tidurnya, di cabutnya kabel yang terpasang di ponselnya lalu membawanya duduk di tepi tempat tidur dan segera membuka aplikasi pesan telegram kemudian menulis pesan kepada Mbak Nita.
Zahrastrong
“Assalammualaikum!”
Setelah menulis gadis itu langsung mengirim pesan tersebut setelah itu beranjak pindah ke kursi meja belajar dan meletakan benda pipih itu di atas meja belajar lalu meraih tasnya, mengaduk isinya dan mengeluarkan kertas berisi tulisan karya ilmiahnya yang belum selesai.
TRING..TRING…
Baru saja hendak menulis ia meletakkan kembali bolpointnya lalu meraih kembali ponselnya dan membuka pesan dari Mbak Nita.
konselorMbakNita
“Waalaikumsalam, halo Zahra. Ada yang bisa Mbak bantu?”
Gadis itu lantas menulis lagi.
zahraStrong
“Begini Mbak, aku mau sedikit curhat! Tadi di sekolah ada kabar kalau bulan depan ada lomba panahan, akan tetapi aku merasa tertekan usai mendengar ucapan menyakitkan dari Aura dan Jasmine sehingga membuatku merasa tidak percaya diri untuk ikut lomba itu. Apa yang harus saya lakukan?” di kirim kembali pesan balasan tersebut. Di rumah Mbak Nita, wanita itu yang saat ini tengah bersantai di beranda halaman belakang rumah langsung membuka dan membaca pesan dari Zahra yang tampaknya tengah mengalami kesulitan dalam karir, lantas wanita itu segera memberikan metode bimbingan dan konseling karir kepada Zahra lewat pesan yang selama ini sudah di pelajarinya sejak di bangku kuliah dulu juga memberi kata-kata motivasi.
konselorMbakNita
“Zahra, sejatinya kamu itu berhak mengikuti apa yang kau yakini! Kamu juga berhak mengendalikan dan menentukan keinginanmu sendiri, maka dari itu yakinkan dirimu bahwa kamu bisa dan mengabaikan apa yang temanmu ucapkan!”
Wanita itu lantas mengirim pesan itu kepada Zahra, selang beberapa detik Zahra menerima dan membuka pesan tersebut. Senyum lega serta senang langsung terbit di wajahnya, beban dan suasaan hatinya terasa seperti terangkat di dalam hatinya. Gadis itu kemudian kembali menerima pesan singkat sebagai ucapan terima kasih setelah itu kembali mengerjakan naskah karya ilmiahnya dan mulai bergadang untuk mengirim naskah tersebut ke juri lomba.