“Jadi begitu ceritanya!” Seru Pak Ryon paham setelah cerita dari Zahra. Gadis itu mengangguk lesu, berusaha untuk bernapas lewat lubang hidung satunya juga mulutnya sementara lubang satunya sudah di sumbat dengan kain kapas kasar mencegah darahnya keluar. Saat ini mereka bertiga sedang berada di dalam UKS—berempat, ada Bu Ina; petugas UKS, Mas Indra yang sejak tadi menyimak cerita tersebut hanya diam tidak komentar apapun.
“Apa Ibumu tahu kalau selama ini kamu selalu di bully oleh mereka?” Tanya Pak Ryon lagi. Zahra menggeleng kepala,”Saya tidak mau menambah beban pikirannya, selain itu Aura dan Jasmine sangat pandai memutar balik fakta juga pintar dalam menghasut orang. Dan sepertinya mereka sudah sengaja membuat cerita bohong tentang saya kepada Nisa?” Jawab Zahra sendu.
Pak Ryon dan Mas Indra tidak berkomentar apapun, bahkan pemuda itu beranjak berdiri setelah itu pamit untuk kembali ke kelas. Sepeninggal Mas Indra Pak Ryon memberi pesan arahan kepada Zahra sebelum akhirnya menyusul Mas Indra, bersamaan dari sepeninggal Pak Ryon tiba-tiba ponselnya bergetar dari dalam saku roknya. Di ambilnya ponsel itu dari dalam saku kemudian melihat satu pesan dari Rayla di layar benda pipih tersebut, gadis itu segera membalas pesan itu lalu mengirimnya kembali. Selang beberapa menit Rayla segera muncul dari balik tirai putih dan kaget melihat temannya sedang duduk di tepi tempat tidur dengan kondisi lubang hidung di sumbat kapas.
“Ya Allah kamu kenapa? Kok bisa gini?” Tanya Rayla,” Kamu nggak apa-apa!”
“Nggak apa-apa!” Balas Zahra pendek. Dengan ragu Zahra berniat melepas kapas yang menyumbat di hidungnya, namun sudah keburu kena omelan oleh Rayla sebab takut darahnya keluar lagi.
“Apakah kamu bisa menceritakan apa yang sebenarnya terjadi sampai kamu bisa seperti ini?” Tanya Rayla lagi, kali ini dia tampak serius.
Zahra terdiam sesaat setelah itu menjawab,” Kuceritakan secara singkat saja! Aku di pukul oleh Aura dan Jasmine karena mereka tidak terima aku masuk ekstra yang berbeda dengan mereka, selain itu aku menyindiri mereka sebab mau di palak oleh mereka sebelum akhirnya di selamatkan oleh Mas Indra dan Pak Ryon?” Jawab Zahra. Rayla yang baru saja mendengar cerita tersebut tercengang juga heran setelah mengetahui Pak Ryon juga hadir, namun gadis itu segera memahami situasinya serta raut wajahnya yang mendadak dingin seolah wajahnya mengatakan “Kutandai mereka”.
“Ayo kembali ke kelas, habis ini bel pelajaran terakhir!” Ajak Zahra seraya turun dari atas tempat tidur pasien kemudian langsung melepas kapas di hidungnya setelah merasa darahnya sudah tidak keluar lagi kemudian berjalan keluar lebih dulu, Rayla yang melihatnya kaget dan hendak protes apa yang temannya nekat namun dia urungkan setelah melihat Zahra sudah mulai baik-baik saja setelah itu pamit kepada Bu Inda, tidak lupa ucapan terima kasih kepada wanita setengah baya dengan postur tubuh sedikit gembuk.
****
Bel pulang berbunyi yang langsung di sambut cerita oleh seluruh penghuni sekolah, setelah guru ke luar kelas beberapa siswa yang tidk memiliki jadwal kegiatan ekstra dengan semangat meninggalkan sekolah sementara menyisahkan siswa yang masih ada jadwal siang ini, setelah semua perlengkapan sudah masuk ke dalam tas Zahra langsung mengendong tas itu kemudian keluar bersama Shanti, Yanti, Ahmad dan Rayla juga Intan menuju A.E.O. namun sepanjang perjalanan mereka tidak sengaja berpapasan dengan Pak Ryon yang tengah menjinjing dua kantung plastik trasnparan menggunakan tangan kanannya yang jarinya buntung setengah berisi mie ayam sedang plastik satunya berisi cimol dan sepuluh tusuk telur gulung, melihat kehadiran pria itu dengan sopan juga ketar-ketir mereka langsung menyapa Pak Ryon lalu mempercepat langkah menuju gerbang sekolah. Namun tanpa di sadari; khususnya Rayla Pak Ryon diam-diam menyungging senyum tipis ketika melihat gadis itu melewatinya, sementara itu ketika tiba di gerbang A.E.O mereka tidak sengaja bertemu Mas Gentar yang baru saja tiba disana. Melihat kakak kelasnya itu Rayla langsung pamit duluan kepada mereka lalu bergegas menghampiri pemuda itu, Zahra yang melihatnya mulai menaruh curiga kalau Rayla ada rasa dengan Mas Gentar. Hening beberapa saat Intan akhrinya bersuara dengan bertanya kepada Zahra.
“Zahra, belakangan ini kamu akrab dengan kakak kelas ya, terutama Mas Indra?” Tanyanya penasaran. Shanti, Yanti dan Ahmad sontak menoleh ke arah Intan lalu berpaling ke arah Zahra seolah menunggu jawaban dari gadis itu sementara yang di tanya terkesiap setelah itu menjawab.
“Bukan apa-apa, aku hanya terlalu antusias karena sempat mengira latihan panahan sama kayak olahraga lainnya yang menelan banyak tenaga?”Jawab Zahra sedikit berbohong,”Oh iya apa kalian ada rencana unutk beli busur baru?” Sambungnya balik bertanya.
Ahmad dan Intan menggeleng kepala patah-patah sedangkan Yanti mendengus mendengar pertanyaan yang Zahra lontarkan,”Buat apa? Kitakan bisa makai busur yang sudah di sediakan, lagipula busur kayak milik Mas Indra dan Mas Juna harganya pasti sangat mahal, belum lagi perlengkapannya!” Celetuk Yanti,”Iyakan, Shanti?”
Shanti mengangguk sependapat dengan saudari kembarnya, secara bersamaan suara serak namun riang berhasil membuat lima remaja itu kompak menoleh ke belakang dan melihat kehadiran kakak kelasnya itu; tiro senior, Intan, Shanti dan Yanti berseru girang menyambut mereka sekaligus menyapa sedangkan Ahmad dan Zahra hanya sekedar menyapa kemudian pergi bersama-sama menuju rumah ekstra panahan. Setibanya di sana mereka melihat Pak Rayan sedang berdiri di pinggir lapangan sambil merentangkan Stringbow serta menjepit anak panah di selan dua jarinya yang terpasang, menggunakan sarung tangan pria itu langsung melepaskan anak panahnya begitu saja. Suara anak panah segera terdengar bertanda berhasil mengenai papan target, pria itu menurunkan busurnya lalu menoleh saat mendengar suara salam dari siswa didiknya yang jalan mendekatinya setelah itu mencium punggung tangan pria itu.
“Waalaikumsalam, kemana yang lainnya?”Tanya Pak Rayan.
“Masih di kelas kayaknya, Pak?” Jawab Mas Juna.
Pak Rayan hanya beroh panjang kemudian pergi menghampiri papan target guna mengambil kembali anak panah miliknya, sambil menunggu yang lain Mas Juna sebagai seorang ketua memutuskan untuk mengajak adik kelasnya itu untuk mengambil busur serta peralatannya di gudang dan bersiap untuk latihan. Sementara di tempat lain sebuah café dengan gaya minimalis namun sangat elegan tampak dua gadis remaja duduk saling berhadapan dengan makanan dan minuman yang sudah di hidangkan di atas meja, akan tetapi mereka sibuk dengan ponsel masing-masing.
“Bagaimana? Sudah kamu daftarkan?” Tanya Jasmine.
Aura tersenyum senang lalu mengangguk sembari memberikan ponselnya kepada Jasmine, gadis itu menerimanya kemudian ikut tersenyum setelah melihat foto Zahra tanpa jilbab dan memakai pakaian sangat terbuka yang di pajang di aplikasi Facebook juga harga per jamnya. Senang sekaligus tidak sabar mereka berdua langsung meletakan ponsel milik Aura dan juga miliknya di atas meja kemudian segera menyantap hidangan yang sejak tadi membisu di atas meja makan memandang rencana jahat yang mereka lakukan.
****
Usai latihan Pak Rayan segera menyuruh siswa didiknya untuk istirahat sejenak dan berkumpul, raut wajah lelah di sertai keringat tidak menyurutkan mereka; khususnya para cewek untuk mengobrol. Ketika semua sudah berkumpul dan duduk secara lesahan di lantai teras yang sejuk karena berada di dekat pohon besar barulah Pak Rayan bersuara,”Perhatian semuanya bapak punya kabar dari pusat panahan provinsi untuk kalian bahwa bulan depan sekolah kita akan menghadapi dua jenis lomba sekaligus serta di tanggal yang sama. Yang pertama adalah lomba panahan antarsekolah menggunakan busur Horsebow dan yang kedua adalah lomba antarprovinsi menggunakan busur Standarbow dan Recuvebow. Bagi siswa kelas 10 yang baru saja bergabung dalam kegiatan ini jelas cukup mendadak untuk kalian sebagai seorang pemanah pemula, walau ini mendadak kalian masih memiliki banyak waktu, namun kalian harus serius latihan mulai besok. jadi, saya harapkan kalian memanfaatkan sebaik mungkin waktu yang kalian miliki. Dari sini ada yang di tanyakan?” Tanya Pak Rayan.
Hening. Semual Zahra tampak antusias usai mendengar pengumuman itu, akan tetapi mendadak sirna ketika teringat kalimat hinaan yang Jasmine ucapkan di toilet tadi, dengan murung ia melihat teman-temanya di sebelah dan belakangnya guna mengetahui siapa yang akan bertanya, namun sayangnya tidak ada yang bertanya dan malah tukar pandang. Merasa tidak enak melihat Pak Rayan menunggu akhirnya Zahra memutuskan untuk mengangkat tangannya sedikit tinggi dan dengan ragu ia bertanya.
“Pak, untuk yang belum memiliki busur Horsebow solusinya bagaimana? Apa boleh pinjam busur yang ada di sini?” Tanya Zahra. Teman-temannya, tiro senior berpaling ke arahnya sedangkan Pak Rayan yang juga melihat dan mendengar pertanyaan itu lantas menjawab,”Benar, bagi yang ikut tapi belum memiliki atau beli busur Horsebow beserta peralatannya bisa pinjam di sini! Tapi hanya bisa di lakukan sebanyak dua kali, selebihnya kalian harus beli busur untuk partisipasi lomba selanjutnya dan juga mulai besok bapak akan menyeleksi diantara kalian untuk ikut dalam lomba ini mengingat syarat jumlah peserta cukup terbatas dan biaya untuk lomba ini sudah di tanggung oleh pihak sekolah. Jadi, kalian hanya perlu untuk fokus selama latihan sampai hari H tiba. Paham semuanya!”
“Siap paham!” Seru semua siswa secara serempak.
“Baik, itu saja yang bapak sampaikan. Silakan ambil anak panah kalian yang belum kalian ambil dan segera bersiap-siap untuk pulang!” Ujar Pak Rayan menutup pengumumannya. Dengan patuh semua siswa langsung beranjak berdiri dan membentuk dua grup, ada yang kembali ke lapangan untuk mengambil anak panah dan satunya lagi sedang melepas Stringbow dari badan busur, seperti Zahra lakukan bersama Mbak Fara dan Ahmad. Pemuda bertubuh tinggi dan kurus itu mengobrol cukup lama dengan Mbak Fara sementara Zahra yang berada di dekatnya hanya diam mendengarkan. Ketika semua sudah selesai dengan urusannya mereka segera kembali berkumpul, Pak Rayan langsung memimpin doa—hanya sebentar kemudian memberi pesan singkat sebelum pulang setelah itu bubar.