Malam telah tiba bersamaan dengan angin yang berhembus pelan masuk ke dalam jendela kamar Zahra yang sengaja di buka lebar oleh pemilik kamar tersebut, namun hembusan itu tidak di gubris oleh gadis itu yang tengah sibuk mencoret di secarik kertas. Usai salat isya Zahra segera membuat rencana di kertas itu dan setelah itu meletakkan pensil di permukaan meja belajarnya setelah itu ia meraih ponselnya yang tergeletak di meja itu lalu kembali mencari lowongan kerja juga resep makanan yang di rasa sanggup beli bahan dan membuatnya di rumah, namun sayangnya hanya menemukan tiga resep saja dan tidak menemukan hasil yang memuaskan dalam mencari lowongan kerja. selang beberapa saat Zahra teringat sesuatu kemudian segera membuka aplikasi populer Instagram untuk mencoba mencari lowongan disana, baru saja ia membuka aplikasi itu sebuah pesan dari grup ekstra panahan di telegram muncul di atas layar ponselnya walau hanya sekilas, seketika Zahra langsung teringat kemarin Mas Rayan sempat minta nomornya juga nomor yang lain untuk di masukkan ke dalam grup agar mendapat informasi. Penasaran ia keluar dari instagram dan segera menekan aplikasi telegram dan melihat satu pesan dari Mas Rayan—yang bertanya memastikan semua sudah masuk grup dan setelah itu segera di balas oleh yang lain, Zahra hanya menyimak. Dengan iseng ia mengintip jumla grup itu dan menScroll ke bawah melihat nomor teman-teman juga kakak kelas hingga jarinya berhenti saat melihat nama Mas Indra di sana lengkap dengan nomor ponselnya, seketika kedua pipinya kembali bersemu merah tipis serta perasaan gugup menelusup masuk ke dalam hatinya. Tidak mau berpikir tidak perlu gadis itu segera menutup aplikasi itu dan membuka kembali aplikasi instagram.
Di tempat lain Mas Indra yang tengah bersantai di kursi balkon kamarnya sambil membaca novel serta menyumbatkan kedua telinganya dengan Headsead yang terhubung ke ponselnya yang tergeletak di atas meja bundar kecil di samping kursinya, pemuda itu berpaling dari bukunya saat lagu yang di dengarnya sudah selesai kemudian meraih benda persegi panjang itu lalu menekan lagu selanjutnya dan tidak sengaja melihat ada pesan dari grup di telegram. Iris mata cokelatnya membaca pesan dari adik kelasnya lalu menScrollnya ke bawah setelah itu menekan tombol foto profil setelah itu dengan iseng kembali Scroll ke bawah melihat nomor peserta dalam grup kemudian berhenti ketika iris matanya melihat nama Zahra yang tertera di samping nomor, perlahan namun samar bibir Mas Indra melengkung sedikit keatas di wajah tampannya, teringat wajah Zahra saat pertama kali bertemu juga teringat raut senang dari gadis itu.
“Akan kupastikan arti dari perasaan ini!” Gumamnya sembari meletakan ponsel itu dan membiarkan lagu selanjutnya mengalun melalui headseadnya kemudian memejamkan kedua matanya sesaat sebelum akhirnya melihat langit malam yang di hiasi taburan bintang di atas sana walau sedikit.
****
“Ibu!” Panggil Zahra keesokan paginya, saat ini di ruang makan yang menyatu dengan dapur bersama Ibu dan Fani. wanita setengah baya itu mendongak menatap putri sulungnya dengan tatapan tanda tanya.”Ada apa, Zahra?” Tanya Ibu.
Zahra tidak menjawab, ia sedikit ragu untuk menceritakan apa yang ada dalam hatinya kepada Ibu, akan tetapi ia malah teringat dengan pesan Mbak Nita waktu itu untuk bicara kepada Ibu. Ia menarik napas sesaat kemudian bertanya,”Ibu, Zahra boleh nggak ambil kerja sampingan?” Ibu tersentak kaget mendengar pertanyaan dari putrinya dan Fani sudah ke buru menyela pembicaraan dengan raut wajah penasaran.
“Kerja sampingan? Ibu, kerja sampingan itu apa?” Tanya Fani. ibu yang hendak menjawab pertanyaan Fani kembali di sela oleh Zahra setelah itu menjawab,”Kerja sampingan itu pekerjaan yang bisa di lakukan setelah pulang sekolah untuk mengisi waktu luang dengan mencari uang di tempat kerja orang lain?” Jawab Zahra.”Tapi kamu masih anak-anak buat paham apa yang Mbak ucapkan tadi!” Sambungnya sambil meledek. Ekspersi Fani berubah menjadi cemberut setelah mendengar ledekan dari Kakaknya dan berniat membalas namun Ibu sudah keburu melerai kemudian bertanya kepada Zahra,”Ada apa denganmu, Zahra? Apa kau butuh sesuatu sampai ingin mengambil kerja sampingan, selain itu Ibu khawatir kau bisa jatuh sakit karena kelelahan!”
“Bukannya aku yang harus bilang itu kepada Ibu setelah kejadian semalam? Aku sengaja mengambilnya karena ingin mengurangi beban Ibu, kalau saja Ayah tidak meninggalkan utangnya hasil foya-foya dan main pelacur kepada kita mungkin Ibu nggak akan kelelahan dan Fani nggak bakal di bully karena tidak memiliki Ayah!” Cerocos Zahra sedikit geram saat mengingat kembali sosok Ayahnya itu. Mendengar keluh kesah Zahra wanita itu hanya tersenyum sendu kemudian kembali berkata.
“Zahra, apa kau dendam dengan Ayahmu? Ibu tahu apa yang kamu rasakan, tetapi tidak baik menyimpan dendam pada Ayahmu. Biarkan Ayahmu melakukan sesukanya, tapi yang perlu Zahra lakukan adalah fokus dengan sekolahmu juga masa depanmu. Kalau masalah uang Ibu akan usahakan, memang Zahra butuh uang sekarang?” Tanya Ibu.
Gadis itu langsung menggeleng pelan, tidak berkomentar apapun setelah itu menyelesaikan sarapannya. Selesai sarapan Zahra dan Fani lantas pamit dan pergi ke sekolah, melangkahkan kakinya sembari membuang napas panjang ia lantas kembali berpikir untuk membuat rencana cadanga sementara Fani yang juga membuang napas bosan selama perjalanan yang terasa biasa saja sampai matanya tidak sengaja melihat seekor anjing jenis buldog yang bergonggong di teras rumah dalam kondisi terikat rantai di pilar rumah serta pintu pagar yang terbuka lebar, terlintas pikiran jahil Fani memeletkan lidahnya ke arah anjing tersebut kemudian memamerkan pantatnya yang memakai celana pramuka. Melihat bocah itu meledeknya hewan itu terus bergonggong sambil menarik rantai yang mengikatnya dengan kuat ketika melihat Fani dan Zahra jalan melewati depan rumah majikannya hingga tidak terlihat, akan tetapi karena kuatnya kekuatan anjing tersebut rantai itu langsung putus kemudian berlari mengejar Fani dengan marah. Bocah itu yang kebetulan noleh ke belakang saat mendengar suara gonggongan terkejut melihat anjing yang di ledeknya kini mengejar ke arahnya, sontak bocah itu reflek lari ketakutan seraya berseru.
“LARII…”Seru Fani yang tanpa sadar meninggalkan Sang kakak yang masih sibuk dengan pikirannya sendiri, Zahra yang baru sadar dari lamunannya menatap bingung melihat adiknya tiba-tiba lari seperti orang ketakutan seperti di kejar sesuatu sesuatu yang kemudian menoleh ke belakang. Seekor anjing dengan mengonggong marah berlari mengejar, terkejut sekaligus sadar apa yang sudah terjadi gadis itu langsung mengambil langkah seribu menyusul Fani yang sudah terlanjur lari jauh.
“FANII…TUNGGU!” Jerit Zahra.
Beruntung Zahra berhasil menyelamatkan diri dan bergegas masuk melewati gerbang sekolah kemudian berhenti sejenak guna mengambil napas dalam-dalam lalu menoleh ke belakang untuk memastikan hewan itu tidak mengejarnya, mengabaikan tatapan tanda tanya dari beberapa siswa juga seorang satpam di tempat itu.
“Mbak, kenapa? Kok kayak ketakutan gitu?” Tanya Pak Satpam saat menghampiri gadis itu. Usai mengatur napas Zahra menjawab,”Habis di kejar tuan guguk, Pak?” Jawabnya seraya menyeka keringat yang turun di dahinya. Pria berkumis putih itu beroh saja setelah itu menyuruh gadis itu untuk masuk sebelum bel.
****
Ketika bel istirahat kedua berbunyi dan semua siswa berbondong-bondong pergi ke masjid untuk melaksanakan salat dhuhur, disana Zahra mengambil barisan shaf depan bersama Rayla dan Intan juga si kembar—Shanti dan Yanti. Di tengah hiruk-pikuk dalam masjid Zahra kembali melamun, namun ia sesekali melihat ke sekitarnya dan tanpa sadar mencari sosok Mas Indra di antara para jamaah laki-laki di depan sampai ia melihat Mas Indra yang tengah beranjak berdiri di sahaf paling depan kemudian berjalan menghampiri meja mimbar berwarna cokelat tua lalu mengambil sebuah Microvone di balik meja itu dan mulai mengumandangkan azan dhuhur, tubuh Zahra tersentak mendengar suara Mas Indra bersamaan dengan suasana di dalam masjid yang berubah hening. Jantungnya tiba-tiba kembali berdebar kencang serta matanya yang menatap punggung lebar Mas Indra, setelah azan selesai di kumandangkan suasana di tempat itu perlahan kembali riuh dengan obrolan sementara Zahra terkesima mendengarnya cepat-cepat menepuk kedua pipinya dengan telapak tangannya.
“Tidak! Nggak boleh ada cinta-cintaan di masa sekolahku, aku harus fokus buat cari uang!” Batin Zahra mantap serta yakin,
“Eh itu suara Mas Indra ya? Suaranya macho banget?”Tanya Shanti penasaran.
“Iya, macho banget. Memang kenapa? Kamu suka Shan?” Yanti balik bertanya kepada kembarannya. Shanti mengangguk,”Kalau begitu habis ini aku minta nomornya ah, siapa tahu dia masih sendiri!” Ucap Shanti semangat. Zahra yang tidak sengaja mendengar pembicaraan itu mendadak lesu, namun tidak selang lama Iqomah segera berkumandang; mengisaratkan semua jamaah untuk berdiri dan melaksanakan salat dhuhur berjamaah. 30 menit kemudian para siswa di dalam masjid itu segera kembali ke kelas namun ada juga yang masih ingin berada di sana untuk bersantai, setibanya di kelas Zahra langsung duduk di kursinya yang di susul Rayla kemudian memasukkan mukena ke dalam tas lalu merogoh saku rok HW-nya mengambil ponselnya kemudian kembali melanjutkan pencarian.
“Wah kamu punya akun Instagram ya?”Tanya Rayla saat dia tidak sengaja melihat ponsel milik Zahra, dia juga baru saja membuka akun Instagramnya,”Saling follow yuk!”
“Boleh, nama akunmu apa?” Tanya Zahra , gadis itu membuka bagian pencarian lau mulai mengetik saat Rayla menyebutkan nama akun miliknya setela itu menekan ‘Follow’, begitu juga dengan Rayla dan setelah itu sibuk dengan ponsel masing-masing. Dengan serius Zahra mencoba mencari tetapi sayangnya hasilnya tetap sama, tidak hilang akal gadis itu mencari lomba yang mudah ia ikuti dan berhasil menemukan beberapa lomba yang berhasil sipan di salah satu filtur Instagram, usai menyimpan gadis itu menarik lalu membuang napas pelan sembari memasukan kembali ponsel itu ke dalam saku roknya bersamaan saat bel masuk berbunyi. Akan tetapi selama pelajaran berlangsung pikirannya malah tidak fokus menerima materi yang sedang di terangkan oleh Pak Riski; guru sosiologi di depan kelas, dua jam kemudian Pak Riski mengakhiri lalu keluar yang kemudian segera di isi oleh guru lain untuk mengajar pelajaran terakhir.
****
CTAAK…
CLEEP…
Zahra menarik napas dalam-dalam usai menembakkan anak panah terakhirnya ke papan target kemudian jalan mendekati papan itu lalu mencabut satu per satu anak panah dan memasukkannya ke dalam tas, kurang satu panah—yang tidak sengaja membuatnya meleset dari papan target, gadis itu lantas menelusuri di sekitar belakang papan dengan pandangan tajam di bawahnya. Suasana lapangan yang terik membuat dahinya berkeringat juga kulit punggung di balik baju olahraganya meluncur deras, sayangnya Zahra tidak menghiraukannya dan terus mencari.
“Mana ya? Aku yakin tadi arahnya ke sini!” Batinnya bertanya saat matanya terus menelusuri ilalang yang sedikit meninggi mmebuatnya harus fokus mencari, tidak selang lama ia bernapas lega sekaligus senang ketika berhasil menemukan anak panahnya yang sayangnya mendelep ke dalam tanah dan hanya menyisahkan ekornya saja sebagai tanda. Tanpa pikir panjang gadis itu berjongkok kemudian mencabut anak panah itu dari dalam tanah, tidak menyadari kedatangan seekor ular meliuk-liuk di antara rumput ilalang menuju ke arah Zahra. Tetapi sebuah anak panah melesat cepat dan tepat mengenai leher ular itu yang seketika mengeliat melilit anak panah tersebut, Zahra yang baru saja sadar ada anak panah yang menancap tidak jauh darinya seketika terkejut dan bergidik bukan main lalu reflek berdiri dan berjalan menjauh saat melihat ular itu menggeliat kesakitan akibat terkena anak panah.
“U…Ular!” Seru Zahra dengan suara yang tertahan.
“Zahra, kau tidak apa-apa?” Zahra berpaling ke sumber suara dan melihat Mas Indra berlari kecil ke arahnya, tatapan matanya yang dingin tersirat kekhawatiran; takut Zahra kenapa-napa. Pemuda itu bergegas mencari kayu atau batu yang dapat dia gunakan untuk membunuh ular tersebut, Zahra tidak menjawab malah terpaku di tempatnya sambil menonton Mas Indra yang tengah membunuh ular tersebut. Setelah berhasil pemuda itu langsung mencabut anak panah miliknya lalu memasukkannya ke dalam tas panah kemudian mengajak Zahra untuk kembali.
“Terima kasih, Mas!” Ucap Zahra akhirnya bersuara, dengan malu-malu melirik ke arah pemuda itu yang sekarang berada di sebelahnya, akan tetapi pemuda itu hanya diam saja membuat Zahra sedikit kikuk kemudian ikut diam. Dan dua remaja itu tidak mengetahui seorang gadis yang merasa sedih sekaligus tidak suka melihat mereka jalan bersama menuju teras halaman belakang sebelum akhirnya segera berkumpul bersama yang lain.
Sementara itu di tempat ekstra tari usai latihan Jasmine langsung mendudukan diri di lantai seraya mengambil lalu meneguk air dari dalam botol setelah itu membuang napas lega sedangkan Aura yang baru saja menyusul lantas mengipas-ngipas wajanya dengan buku tulis guna menyingkirkan hawa panah yang ada di sekitar wajahnya.
“Min, kita harus bagaimana?” Tanya Aura merasa bosan.
“Entahlah, aku masih belum memikirkan rencana selanjutnya! Lebih baik kita bahas nanti malam lewat telegram!” Sahut Jasmine, tatapan matanya mengarah ke lantai selah mencari sesuatu di sana sementara Aura mengobrol dengan lainnya yang kebetulan bergabung bersama mereka.
“Eh Nisa, kamu satu kelas dengan Zahra nggak?” Tanya Aura.
Gadis berkacamata dengan wajah bulat juga memiliki kulit langsat sehingga gadis itu tampak manis itu menjawab,”Iya, aku satu kelas dengannya? Memang kenapa!” Kata Nisa balik bertanya. Aura tampak senang sedangkan Jasmine yang tidak sengaja mendengar pembicaraan itu mulai tertarik.
“Benarkah? kalau begitu kamu tahu nggak dia ikut ekstra apa? Kebetulan kami berdua satu SMP dengannya, tetapi kami tidak tahu sebab semenjak dia punya teman baru dia tidak bilang ikut ekstra apa dan malah membuang kami?” Tanya Jasmine, terlintas ide untuk menghasut.
“Membuang kalian? Kok bisa gitu?”
Dengan raut wajah murung Aura lantas menceritakan semuanya keada Nisa tentang Zahra saat masih di SMP, raut wajah Nisa berubah sesaat sebelum akhirnya dia berkata,”Baiklah, nanti aku coba tanyakan ke dia! Aku akan bantu hubungan kalian seperti dulu dan membuat teman kalian minta maaf!” Ucapnya.
****
Setibanya di kamar Zahra langsung meletakkan tasnya di tempat biasanya, di samping bawah meja belajarnya kemudian menghampiri lemari pakaiannya lalu membukanya. dua buah celengan berbentuk keranjang buah-buahan berbahan plastik yang berada di atas pakaian gantung, gadis itu segera merogoh saku seragamnya mengeluarkan dua lembar lima ribuan kemudian memasukannya ke dalam dua celengan tersebut yang di bawahnya bertulis ‘Busur baru’ dan ‘Masuk Kampus’, sesaat gadis itu meraih salah satu celengan tersebut lalu mengoyangkannya, begitu juga dengan celengan satunya.
“Masih sedikit ya?”Batinnya sedih, sadar ia harus berjuang untuk dapat mengisi dua celengan tersebut. Di ambilnya pakaian dan juga handuk dari dalam lemari setelah itu bergegas keluar menuju kamar mandi untuk membersihan diri.