Setelah berpisah dengan Rayla Zahra mengambil langkah menelusuri jalan trotoar menuju arah pertigaan dimana rute rumahnya berada, jalan yang hanya memiliki lebar 3 meter kini ramai dengan anak-anak yang sedang main kejar-kejaran serta dua atau lima sepeda motor yang melewati jalan itu, 30 menit kemudian Zahra tiba di rumah dan langsung melepas sepatu yang melekat di kedua kakinya kemudian meletakkannya di rak sepatu sebelum akhirnya melenggang masuk sambil mengucap salam. ibu yang tadi sedang membersihkan dapur langsung keluar dan melihat Zahra yang hendak menuju kamarnya di lantai dua.
“Lho jam segini baru pulang? Ada apa di sekolah?” Tanya Ibu heran.
Melihat kehadiran wanita itu Zahra segera menghampiri Ibu lalu mencium tangannya,”Nggak ada apa-apa, Bu. Maaf tadi Zahra keliling sebentar di area ekstrakulikuler olahraga di samping sekolah bersama Rayla! Tapi habis ini Zahra mau keluar lagi?” Jawab Zahra.
“Ekstrakulikuler?” Beo Ibu,”Bukankah kamu berjanji untuk tidak ikut kegiatan itu lagi?” Tanyanya muram.
Memasang senyum menyakinkan Zahra menjawab,”Kali ini Zahra ikut ekstrakulikuler panahan, Bu. Zahra minta doa restunya ya,Bu!”
Ibu hanya mengangguk saja lalu memandang lamat putri sulungnya itu dengan tatapan penasaran namun juga cemas, wanita itu masih ingat selepas Zahra lulus dari SMP gadis itu berkata kalau di SMA nanti tidak akan ikut kegiatan ekstrakulikuler apapun dengan memasang raut wajah suram.
“Kenapa kau tidak ikut?” Tanya Ibu waktu itu.
Sambil senyum memaksa Zahra menjawab,”Nggak apa-apa, Zahra sudah puas dengan kegiatan itu dan ingin fokus belajar buat bisa masuk ke universitas bergengsi?” Jawab Zahra.
Kini, setelah putrinya sudah menghilang dari ujung atas anak tangga dengan padangan penuh harap Ibu langsung kembali ke dapur guna melanjutkan pekerjaannya membersihkan dapur. Beberapa menit kemudian Zahra sudah selesai mandi dan ganti baju lalu kembai turun menemui Ibu untuk pamit.
“Ibu Zahra berangkat, Assalammualaikum!”
“Waalaikumsalam, iya hati-hati. Kalau bertemu Fani tolong ajak pulang dia!” Ucap Ibu memberi pesan.
“Iya!” Balas Zahra sebelum akhirnya pergi, baru saja Zahra hendak buka pagar pintu itu tiba-tiba di dorong kemudian muncul Fani dalam kondisi baju robek dan wajahnya yang memar di banyak tempat serta raut marah yang tampak jelas dengan pandangannya sedikit menunduk. Melihat kondisi adiknya itu sontak Zahra langsung menghampiri lalu menangkup kedua pipi Fani.
“Astagfirullahalladzhim, Fani kamu kenapa? Kok wajah dan bajumu bisa seperti ini? Apa yang terjadi?” Tanya Zahra sembari memeriksa wajah dan tubuh Fani yang langsung menemukan ada luka lain di bagian sikut juga lutut,”Ayo masuk!” Ajaknya.
Fani hanya diam dan menurut mengikuti Kakaknya masuk ke dalam rumah, saat di dalam Ibu yang baru saja istirahat dan tampak heran setelah melihat Zahra kembali mendadak terkejut saat melihat kondisi fisik Fani yang berjalan di samping Zahra.
“Fani, apa yang terjadi? Kenapa wajahmu bisa seperti ini?” Tanya Ibu langsung menghampiri dan berjongkok lalu memeriksa wajah Fani seperti yang di lakukan Zahra sebelumnya kemudian beralih ke arah Zahra seolah minta jawaban dari putrinya, sadar dengan tatapan Ibunya Zahra mengendikan bahu menandakan ia juga tidak tahu. Bersamaan itu Fani menjawab,”Aku tadi berantem sama temanku gara-gara dia ngejek aku tidak punya Ayah?” Jawab Fani, muncul bulir-bulir kecil di ujung matanya.
Ibu maupun Zahra terkejut setelah mendengar jawaban itu kemudian memandang Fani dengan sedih, lantas di peluknya bocah berusia 10 tahun itu lalu mengelus pelan punggung Fani membuat anak itu membalas pelukan Ibu kemudian menangis.
“Ssh…Ibu paham perasaanmu, namun alangkah baiknya kalau kamu tidak berantem dengan temanmu. Sabar ya, nak! Ibu tahu kau kuat!” Hibur Ibu. Sementara Zahra yang menyaksikan adiknya di peluk lantas mengelus rambut lebat milik Fani dengan lembut; memberi kekuatan untuk adiknya.
“Ibu aku pergi dulu, Assalammualaikum!” Pamit Zahra.
“Waalaikumsalam, iya hati-hati!” Balas Ibu yang kemudian membawa Fani ke sofa lalu mengambil kotak P3K untuk mengobati luka di wajah, lengan dan lutut. Setelah mengambil sepeda Zahra langsung meluncur menuju rumah Mbak Nita, meski sudah mandi tetap saja keringat segera muncul akibat hawa hangat sore ini. Setelah mengayuh menelusuri jalan gang sebagai jalan pintas akhirnya ia tiba di daerah komplek perumahan dan segera mengarahkan sepedanya ke rumah Mbak Nita yang jaraknya sudah dekat, setelah memarkirkan sepedanya di depan Zahra memencet bel rumah tersebut sekali. Tidak selang lama pintu rumah di buka oleh Mbak Nita dan melihat kedatangan Zahra yang kini berdiri di depan pagar rumahnya.
“Sebentar, Zahra!” wanita itu buru-buru memakai sandal lalu segera membuka pagar tersebut agar Zahra dapat masuk.
“Assalammualaikum!” Ucap Zahra sopan seraya menuntun masuk sepedanya yang sempat ia ambil tadi.
“Waalaikumsalam, silakan masuk Zahra!” Balas Mbak Nita. Setelah memarkirkan sepeda di halaman gadis itu mengekor di belakang Mbak Nita masuk ke dalam menuju ruang konseling. “Silakan duduk, kau boleh duduk di kursi yang kau suka!” Ujar Mbak Nita saat mereka sudah berada di dalam ruangan yang hanya memiliki luar 5x10 meter. Sejenak Zahra menatap beberapa kursi yang berbeda di ruangan itu sampai pandangannya tertuju pada kursi sofa yang berada di dekat rak buku, merasa tertarik gadis itu nunjuk kursi itu,”Mbak ini kursi sofa ya?” Tanya Zahra. Mbak Nita mengangguk, wanita itu mendekati kursi sofa itu lalu melebarkannya sehingga tampak seperti kasur,”Jika mau kau boleh tiduran di kursi ini!” Timpal Mbak Nita. Mata Zahra terbinar, tanpa pikir panjang Zahra langsung duduk kemudian merebahkan tubuhnya di sana sementara Mbak Nita duduk di kursi lain di samping Zahra.
“Bagaimana kabarmu hari ini, Zahra?” Tanya Mbak Nita. Masih dalam posisi tiduran serta merasakan empuk dan lemutnya kursi sofa tersebut setelah itu Zahra menjawab,”Alhamdulilah kabarku baik, Mbak? Cuma aku sedikit khawatir dengan pilihan yang terpaksa saya ambil?” Jawabnya getir.
“Kenapa kau bisa khawatir atas pilihanmu?” Tanya Mbak Nita.
“Begini Mbak, aku terpaksa memilih kegiatan ekstrakulikuler yang tidak pernah aku pikirkan selama ini selain itu aku hanya menjadikan tempat itu sebagai pelarian dari pembullyan Aura dan Jasmine. Akan tetapi aku semakin khawatir kalau mereka berdua akan terus mengikuti dan mengangguku di tempat baruku?” Jawab Zahra, raut wajahnya tampak frustasi.”Jujur aku benar-benar merasa tertekan!” Sambung.
Paham perasaan yang Zahra rasakan dengan tenang Mbak Nita berkata,”Oh begitu ya, Mbak paham apa yang kamu rasakan. Zahra, coba kau bayangkan kalau Aura dan Jasmine tidak mengikuti dan menganggumu besok. apa yang kamu rasakan?” Tanya Mbak Nita. Zahra tidak menjawab, namun dengan patuh ia memejamkan kedua matanya sembari menarik napas dalam-dalam membayangkan jika Aura dan Jasmine tidak menganggunya lagi, serta kegiatan panahan yang belum pernah terpikirkan sebelumnya. Perlahan-lahan kedamaian dalam hatinya mulai timbul dan setelah itu ia menjawab,”Aku merasa senang dan ringan menjalani hari-hariku di sekolah tanpa di bully, juga aku bisa bersikap lebih berani lagi saat berhadapan dengan mereka?” Jawab Zahra, membuka kembali kedua matanya. Mbak Nita tersenyum,"Mbak senang mendengarnya, dengan ini kamu berhasil menemukan solusi dalam permasalahanmu serta keberanian dengan perundungan yang mereka lakukan kepadamu!” Ucap Mbak Nita. Merasa sudah lebih baik lantas Zahra mengucap terima kasih serta pamit kepada wanita itu untuk pulang.
****
Hari ini kegiatan ekstrakulikuler sudah tiba, akan tetapi perasaan khawatir itu muncul setelah Bu Rina; guru geografi keluar kelas di ikuti oleh teman-teman . setelah memasukkan buku terakhir ke dalam tas Zahra mengajak Rayla untuk pergi ke area ekstrakulikuler, baru saja Zahra keluar Aura dan Jasmine sudah muncul di depan kelas membuat tubuh Zahra kembali menegang bersamaan dengan perasaan was-was. Tidak, ia sudah bertekad untuk berani melawan mereka.
“Zahra ayo!” Ajak Aura, tidak lupa senyum manis yang terpampang jelas di wajah cantiknya.
Belum juga Zahra membuka mulutnya, tiba-tiba Rayla muncul lalu menyela jawaban,”Maaf, tapi Zahra ikut denganku pergi ke area ekstrakulikuler olahraga!” Balas Rayla dengan tatapan dingin ke arah Aura dan Jasmine. Zahra langsung menoleh ke arah Rayla sementara Aura dan Jasmine melotot bersamaan setelah itu berpaling cepat ke arah Zahra seolah benar-benar ingin membunuh gadis itu, namun belum sampai Jasmine bersuara Zahra sudah ke buru mengaak Rayla untuk pergi jauh membuat Aura menggeram kelas sedangkan Jasmine berdecih.
“Apa yang sebenarnya terjadi? Seharusnya dia menurut perkataan kita. Apa jangan-jangan Zahra memilih ekstrakulikuler yang berbeda dengan kita?” Tanya Aura penasaran serta merasa tidak terima apa yang ia lihat barusan. Jasmine menggeleng kepala, menolak,”Itu tidak mungkin, jelas-jelas aku ingat sudah menulis bagian tari di formulir Zahra dan kita juga lihat dengan jelas Zahra mengumpulkan formulir itu ke meja guru!”
“Pasti dia mencoba menghindari kita!” kata Aura yakin.
“Bisa jadi, tetapi sebelum itu kita harus pergi ke ruang tari sebelum terlambat. Soal Zahra kita urus nanti dan buat dia menyesal!” Ajak Jasmine seraya jalan lebih dulu di susul oleh Aura, sementara itu Zahra langsung berpisah dengan dengan Rayla kemudian mengarahkan kakinya menuju rumah ekstrakulikuler Panahan namun tidak sengaja berpapasan dengan Ahmad dan Intan; salah satu temannya di kelas.
“Lho kalian juga ikut ekstrakulikuler ini?” Tanya Zahra saat menghampiri mereka berdua.
“Iya? Kau juga, Zahra!” Kata Ahmad balik bertanya. Zahra mengangguk setelah itu jalan bersama-sama, setibanya di rumah ekstrakulikuler Panahan jantung Zahra sedikit berdebar saat melihat beberapa siswa kelas 10 yang hadir di ruang depan dan sibuk melihat bingkai foto yang terpasang disana yang tidak lupa dengan obrolan pendapat soal foto it; Ahmad dan Intan ikut melihat sedangkan Zahra memilih untuk diam-diam menghitung jumlah mereka termasuk dirinya. Hanya ada 15 orang, pikir Zahra sebelum akhirnya ia menyadari kedatangan tiga orang yang masuk ke ruangan itu.
“Halo…kok kalian nggak masuk ke dalam dan memperkenalkan diri disana!” Sapa Mas Juna; pemuda yang berdiri paling depan serta senyum ceria di wajahnya. Sonta para siswa baru langsung menoleh ke arah Mas Juna—para gadis seketika saling bisik juga memasang senyum semanis mungkin saat melihat paras dua pemuda yang sangat tampan, berbeda dengan Zahra yang langsung mengenali dua orang itu; Mbak Fara dan…pemuda yang ia temui di awal serta di kantin yang tidak tahu siapa namanya dan sekilas dia menatap ke arahnya membuat Zahra sedikit gugup.
“Ayo masuk, kita akan lakukan sesi pengenalan anggota sebelum latihan!” Ajak Mas Juna ramah dan setelah itu masuk lebih dulu. Mbak Fara sempat melambaikan tangan ke arah Zahra sembari lempar senyum dan Zahra segera membalasnya dengan sama, akan tetapi senyumnya langsung kaku ketika melihat pemuda itu melewat di hadapannya dan sadar dia meliriknya sekilas lalu berjalan menyusul Mas Juna dan Mbak Fara di belakang. Para siswa baru langsung mengikuti kakak kelas mereka menuju belakang rumah yang hanya perlu melewati lorong yang terdapat tiga ruangan dan di sambut dengan lapangan luas serta papan target di sana membuat Zahra terpaku melihatnya.
Luas lapangan itu setengah ukuran dari lapangan sepak bola—dalam pandangan Zahra, selain itu terdapat 10 papan target yang berdiri di lapangan dengan jarak yang berbeda. Saat Mas Juna menyuruh adik kelasnya untuk duduk santai di lantai barulah dia membuka suara,”Baik, Assalammualaikum. Wr.wb semuanya!” Salam Mas Juna.
“Waalaikumsalam. Wr.wb!” Balas semua siswa serempak.
“Langsung saja ya, Mas ucapkan terima kasih banyak untuk adik-adik semua yang sudah memilih ekstarkulikuler panahan ini! Sebelumnya perkenalkan, nama saya Arjuna Firdaus dari kelas 11 IPA 1 dan gadis yang di belakang Mas bernama Fara Nur Sabililah, dia dari kelas 11 IPS 1. Dan yang terakhir namanya Muhammad Indra dari kelas 11 IPA 1, sekelas denganku!” Ucap Mas Juna memperkenakan diri dan juga dua temannya,”Sekarang, giliran kalian untuk memperkenalkan diri. Di mulai dari…”Mas Juna tidak melanjutkan kalimatnya saat pandangannya menyapu wajah adik kelasnya yang memadang dirinya hingga pandangannya jatuh ke arah Zahra,”Mbak yang di sana…silakan kau memperkenalkan diri!” sambung Mas Juna seraya nunjuk ke arah Zahra.
Zahra sontak terkejut serta reflek nunjuk pada dirinya sendiri, dengan gugup ia berdiri setelah itu berkata,”Um..perkenalkan namaku Zahra Nur Ramadhanwati dari kelas 10 IPS 3 itu saja, terima kasih!” Zahra langsung duduk setelah memperkenakan diri, tanpa sadar mata Zahra menatap mata Mas Indra kemudian beralih ke arah Ahmad yang berdiri di sebelahnya dengan inisiatif berdiri dan memperkenalkan diri setelah itu Intan sampai siswa terakhir memperkenalkan diri. Usai perkenalanan Mas Juna memberi intruksi kepada Mbak Fara untuk memberi penjelasan singkat tentang sejarah panahan dan sejarah ekstrakulikuler di sekolah ini, suara lembut dan sopan santun langsung keluar dari mulut Mbak Fara saat menjelaskan seperti yang Mas Juna suruh membuat para siswa laki-laki terpesona mendengarnya sementara diantara gadis yang tampak tidak suka dengan Mbak Fara diam-daiam berbisik untuk mencibir. Setelah bagian Mbak Fara selesai gadis berusia 17 tahun itu langsung menoleh ke arah Mas Indra seolah memberi isyarat kepadanya, pemuda berpostur tinggi tersebut sadar lalu mengangguk kemudian memberitahu peraturan selama latihan di sini. Semula para cewek yang terpesona mendengar suara Bass yang macho seketika sirna saat mengetahui sesuatu yang di luar dugaan.
“Yaah…Mas, masa nggak boleh ambil kegiatan lain? Di dalam formulir pendaftaran tidak tertulis seperti itu?” Tanya Laidia kecewa, kelas 10 IPA 2. Semua siswa kecuali Zahra juga sependapat, namun dengan tenang Mas Indra menjawab,”Memang, ini bertujuan agar kalian lebih konsisten dalam satu kegiatan dan juga dapat belajar bagi waktu antara belajar dan latihan! Dan yang perlu kalian ketahui jika semua kegiatan ekstarkulikuler di sekolah ini memiliki peraturan yang sama dengan ekstrakulikuler ini. Tapi kalian tidak perlu khawatir karena latihan Panahan ini bersifat ringat, kalian hanya perlu menggunakan konsentrasi setiap kali membidik anak panah, dari sini sudah paham?”
Zahra juga lima siswa lainnya menjawab sedangkan sisanya tidak sebab sibuk saling bisik, setelah tidak ada yang perlu di jelaskan Mas Juna lantas mengakhiri sesi pengenalan sore ini dan mempersilakan adik kelasnya untuk pulang serta mengingatkan besok sudah mulai latihan, meski sudah habis waktunya para cewek malah memilih untuk bergerombol di sekitar Mas Juna dan Mas Indar yang melontarkan pertanyaan umum, Zahra yang terlanjur lelah memutuskan untuk keluar lebih dulu dari yang lain hingga gadis itu reflek menoleh saat Mbak Fara menepuk bahunya dan jalan di sebelahnya menuju depan rumah.
“Bagaimana menurutmu?” Tanya Mbak Fara.
“Soal panahan kah!” Zahra balik bertanya. Mbak Fara mengangguk.
Berpikir sejenak setelah itu ia menjawab,”Sepertinya menarik, tapi apa benar latihannya ringan? Terus apa memang tidak bisa untuk pindak ke ekstrakulikuler lain?” Zahra mencoba memastikan.
“Memang tidak bisa, takutnya tidak bisa bagi waktu juga jadi tempat pelampiasan saja. Jadi harus memilih salah satu?” Jawab Mbak Fara.
Zahra tertegun kemudian mendadak muram setelah mendengar kalimat bagian tengah yang Mbak Fara katakan dan sayangnya Mbak Fara tidak menyadari perubahan hati Zahra dan terus berceloteh panjang lebar tentang panahan sepanjang jalan sementara Zahra hanya diam mendengarkan.
“Tapi sejujurnya Mbak senang angkatanmu berminat dengan kegiatan ini sebab di tahu sebelumnya hanya kami bertiga yang ikut ekstrakulikuler itu. Bahkan Mbak Niswa sempat khawatir ekstarkulikuler itu akan di tutup secara permanen karena kekuarangan anggota!” Ujar Mbak Fara sedih. Mendengar Mbak Fara bercerita seperti itu Zahra sedikit termenung sebelum akhirnya suara yang di kenalnya berhasil menarik kepalanya ke belakang dan melihat Rayla berjalan menghampiri; mengejar mereka berdua, suasana tampak hangat saat Rayla bercerita kepada Zahra dan Mbak Fara tentang kegiatan Tapak Sucinya juga bercerita dimana Mas Gentar yang menyerang temannya dengan bar-bar saat memberi contoh kepadanya dan teman-temannya sampai Mas Gentar tidak sengaja menendang area sensitif temannya yang bertugas memegang Handblock dan langsung berlutut. Sontak Zahra dan Mbak Fara terpingkal-pingkal menedngarnya tetapi secara bersamaan juga merasa kasihan terhadap teman Mas Gentar.
“Aduh perutku sakit!”Keluh Zahra sambil memegang perutnya karena terlalu banyak tertawa, baru saja tawa Zahra mulai reda Mbak Fara malah menambahkannya dengan cerita tentang sosok Mas Gentar saat di kelas membuat Zahra dan Rayla kembali tertawa terpingkal-pingkal juga Zahra baru tahu kalau Mas Gentar memiliki sifat gentle walau ia sendiri tidak tahu sosoknya.
“Eh Rayla kenalin aku dengan Mas Gentar dong!” Pinta Zahra iseng. Berusaha meredakan tawa Rayla menjawab,”Boleh…boleh! Terus siapa lagi yang Mbak kenal selain Mas Gentar?” Tanya Rayla penasaran, setidaknya kenal dengan kakak kelasnya selain Mbak Fara, Mas Juna dan Indra. Dengan senang hati Mbak Fara menceritakan semuanya kepada mereka berdua hingga tidak sadar sudah hampir sampai ke gerbang utama, setelah keluar mereka bertiga segera berpisah dan pulang ke rumah sebelum matahari kembali sembunyi.