Matahari pagi menyapa para penduduk kota Cirebon yang sudah memulai menjalani aktivitas seperti biasanya, terutama di daerah perumahan yang tidak terlalu padat. Seorang gadis berseragam putih biru baru saja keluar dari dalam rumah lalu mengambil sepatu dari atas rak kemudian meletakkannya ke lantai, gadis itu kemudian duduk di lantai teras dan segera memakai kaos kaki serta sepatu hitam yang rusak dengan beberapa lubang keci di sekitar sepatunya. Setelah sepatu itu terpasang sempurna di kedua kakinya dia lantas berdiri dan membalikkan badanya ke belakang seraya berkata.
“Ibu…Zahra berangkat, Assalammualaikum!” Seru Zahra pamit, akan tetapi dari dalam rumah terdengar suara derap kaki seolah melangkah terburu-buru dan keluar seorang anak laki-laki yang memakai seragam merah putih,”Mbak Zahra tungguin dong!”
Zahra yang melihat adiknya dengan tatapan malas yang punya kebiasaan buruk jika soa berangkat sekolah,”Lagian sih kalau pakai seragam tuh jangan lama-lama, Mbak bisa terlambat buat hari pertama masuk SMA!” Omel Zahra. Fani; nama anak laki-laki itu langsung cemberut mendengar omelan Sang Kakak perempuannya.”Iya…iya, besok Fani nggak akan ngulangi lagi!” Balas Fani.
Zahra memutar matanya malas seolah enggan memegang janji Fani kepadanya, paling bocah ini bakal ngulangi lagi, pikir Zahra. Tidak ingin terlambat akibat berdebat gadis berhijab putih dengan bros berlambang hati di tengah hijab yang pakainya segera mengajak adiknya untuk berangkat ke sekolah, tidak lupa mereka pamit kepada Ibu mereka.
Untungnya sekolah mereka searah walau beda belokkan, selain itu jarak sekolah mereka dengan rumah lumayan jauh sehingga mereka harus melewati jalan pemukiman dan gang-gang sempit guna mempersingkat waktu. Saat tiba di depan belokan kiri yang mengarah ke sekolah dasar negeri Cirebon—tempat Fani belajar mereka berdua segera berpisah, Zahra meneruskan langkahnya menuju ke sekolahnya yang berada di ujung jalan dekat jalan besar. Setelah belok kanan ia langsung disambut dengan suasana ramai para siswa baru yang masuk melewati gerbang sekolah memakai seragam putih biru sementara di plang nama samping gerbang sekolah bertulis dengan huruf besar SMA MUHAMMADIYAH 1 CIREBON. Entah kenapa Zahra merasa cemas serta khawatir ketika teringat dengan masa orentasi siswa ( MOS ) di SMP, bayangan mata penuh intimindasi dan cemooh seolah kembali menghampirinya. Berusaha menghilangkan pikiran itu Zahra menepuk-nepuk pipinya dan dengan mantap gadis itu masuk melewati gerbang tersebut , akan tetapi baru saja ia menyakinkan dirinya gadis itu tidak sengaja bertemu dengan Aura dan Jasmine yang sedang berdiri di depan mading sekolah di lorong kelas. Sontak Zahra bergegas putar balik agar tidak bertemu mereka, sayangnya dua gadis itu sudah menyadari kehadiran Zahra disana karena tas yang sudah mereka kenal. Aura dan Jasmine bergegas menghampiri dan mencegat Zahra sambil tersenyum senang.
“Wah…wah lihat siapa ini, Zahra rupanya!” Cicit Jasmine.
“Sepertinya hari ini dan seterusnya akan sangat menyenangkan, terlebih kita satu sekolah lagi. Kuharap kita bisa satu kelompok dan satu kelas, benarkan Jasmine!” Timpal Aura tersenyum sangat manis.
Tangan Zahra terkepal erat seolah merutuki nasibnya yang sial sementara dirinya hanya mematung di tempatnya dengan tubuh sedikit gemetar karena kalimat yang mereka lontarkan barusan, terdengar ramah tetapi sebenarnya penuh intimindasi. Melihat tubuh Zahra yang gemetar membuat Aura dan Jasmine melihat senang sekaligus puas, lantas Aura mengajak Zahra untuk ikut bersama mereka berdua. Zahra tentu saja menolaknya, akan tetapi Jasmine justru membisik ke telinga Zahra.
“Sebaiknya kamu turuti kemauan kami jika kamu tidak ingin kembali merasakan penderitaan seperti dulu!” Ancam Jasmine.
****
Di dalam kamar Zahra langsung menghempaskan tubuhnya yang masih memakai seragam setelah sampai dirumah. Wajahnya yang frustasi serta tertekan akibat ulah Aura dan Jasmine yang tidak mau membiarkan dia pergi dari mereka, untungnya Zahra mendapat kelompok yang berbeda dengan Aura dan Jasmine sehingga dirinya dapat meloloskan diri—kali ini. Merasa lelah sekaligus gerah gadis itu segera bangkit dari tidurnya lalu menghampiri lemari pakaiannya untuk mengambil baju dan keluar. Di ruang tengah Ibu dan Fani sedang asyik menonton televisi dan tidak menyadari saat Zahra melewati belakang mereka yang duduk di sofa, barulah mereka berdua berpaling setelah mendengar suara pintu dari arah ujung dapur dan di susul suara air kran dari dalam kamar mandi. Beberapa menit kemudian Zahra keluar dari dalam kamar mandi lalu memasukkan baju dalaman ke dalam keranjang baju kotor dan kembali ke kamar membawa seragam sekolahnya yang akan ia pakai lagi besok.
“Zahra tadi bagaimana sekolahnya?” Tanya Ibu saat kembali menoleh, melihat putri sulungnya yang berjalan menuju kamarnya.
“Biasa saja?” Jawab Zahra tidak antusias dan melenggang masuk ke dalam kamarnya.
Masih fokus menatap layar televisi Fani bertanya, “Mbak Zahra kenapa sih? Kok wajahnya kayak gitu?”
“Mungkin Mbakmu sedang lelah, sudah biarkan saja!” Timpal Ibu berbohong. Dari raut wajah Zahra tadi membuat wanita itu segera mengetahui jika ada sesuatu yang membuat Zahra menjadi seperti itu. Sementara itu didalam kamar setelah mencentelkan seragamnya di gantungan baju dibelakang pintu ia mengambil jaket tipis berbulu berwarna putih tulang serta memakai jilbab senada, gadis itu berniat pergi untuk menemui seseorang. Setelah semua sudah siap Zahra kembali keluar dan menemui Ibu yang masih setia disana.
“Ibu, Zahra pamit pergi dulu, ada urusan!” Ucap Zahra pamit seraya mencium tangan Ibu.
“Kemana Mbak? Ikut dong!” Sahut Fani tiba-tiba.
Dengan tatapan dingin Zahra menggelang kepala,” Ini urusan orang gede, kamu main saja dengan teman-temanmu!” Seru Zahra seraya berlalu begitu saja sambil mengucap salam. Fani yang mendengarnya seketika bergerutu tidak jelas. Setelah mengeluarkan sepeda dari dalam garasi gadis itu bergegas pergi menuju tempat yang ingin ia kunjungi, setelah memakan waktu 1 jam gadis itu akhirnya sampai disebuah rumah bercat putih dengan gaya adat jawa namun terlihat minimalis sehingga siapapun yang datang ke tempat itu akan betah berlama-lama, setelah memarkirkan sepedanya di halaman depan Zahra langsung berjalan masuk lalu mengetuk pintu kayu tersebut kemudian mengucap salam. setelah menunggu beberapa saat pintu itu dibuka dan muncul seorang wanita muda berwajah manis serta memakai jilbab Plasmanah juga memakai pakaian santai namun tetap terlihat sopan.
“Wa’alaikumsalam..wah Zahra, ayo silakan masuk!” Ajak Mbak Nansha ramah seraya membuka pintu itu lebar-lebar.
“Terima kasih!” gadis itu melenggang masuk dengan canggung kemudian duduk di sofa empuk ruang tamu yang sama minimalisnya dengan di depan dan terasa sejuk karena ruangan yang tertata rapi.
“Sudah lama kamu tidak ke sini, bagaimana kabarmu Zahra?” Tanya Mbak Nansha.
Dengan sedikit senyum Zahra menjawab,”Alhammdulilah baik Mbak! Maaf datang ke sini tanpa mengirim pesan terlebih dahulu!”
“Oh tidak apa-apa, justru kebetulan hari ini Mbak sedang senggang. Jadi ada keperluan apa kamu kemari?” Tanya Mbak Nansha.
Sebelum menjawab Zahra mengubah posisi duduknya agar sedikit lebih nyaman lalu dia menjawab, “Begini Mbak hari ini saya baru saja masuk ke SMA dan sedang melaksanakan MOS, akan tetapi saya…”
****
Keesokan paginya sebelum berangkat Zahra memeriksa barang-barangnya sejenak, setelah yakin tidak ada barang yang tertinggal gadis itu segera berjalan keluar menuju ruang akan dan bergabung bersama Ibu dan Fani yang sudah lebih dulu sampai. Setelah selesai sarapan Ibu mengantar mereka berdua ke teras rumah.
“Jangan lupa jaga sikap kalian di sekolah, belajar yang baik disana!” Tutur Ibu memberi nasihat. Secara bergantian Zahra dan Fani menyalimi tangan Ibu lalu menjawab,”Iya Bu, kami pamit berangkat. Assalammualaikum!”
“Waalaikumsalam!”
Setelah Zahra dan Fani tidak terlihat lagi Ibu segera bersiap-siap untuk bekerja di tempat usahanya sebagai penjahit sekaligus butik baju muslimah. Setelah berpisah dengan Fani dia segera mempercepat langkahnya menuju sekolah yang sedikit lagi sampai, setelah melewati gerbang dan melewati lapangan bendera menuju kelas, saat ini kelas Zahra berada di lantai dasar sebagai tempat kelompok yang telah dibagikan kemarin. Sesampainya disana gadis itu langsung di sambut oleh suasana hening didalam kelas, lantas Zahra menghampiri meja di urutan paling depan yang dekat dengan meja guru kemudian meletakkan tasnya disana dan duduk di kursi tersebut. Gadis itu menghela napas lega untuk beberapa saat, perlahan-lahan suasana didalam kelas yang semula sepi kini mulai ramai berdatangan termasuk Rayla; teman baru Zahra setelah kemarin berkenalan. Gadis itu memiliki postur tubuh sedikit kurus dan pendek namun memilik wajah manis ditambah dengan raut wajahnya yang tampak polos, Rayla segera menghampiri Zahra kemudian duduk di samping Zahra—tidak lupa dia mengucap salam.
“Assalammualaikum, hai Zahra!”
“Wa’alaikumsalam, hai juga Rayla!” Balas Zahra melempar senyum tipis kepada Rayla.
Rayla lantas membalas senyum tersebut seraya melepas tali tasnya yang masih menempel di kedua bahunya. Selang beberapa detik bel masuk berbunyi membuat semua siswa bergegas masuk ke dalam kelas dan duduk dibangku masing-masing hingga dua remaja; laki-laki dan perempuan masuk ke dalam kelas seraya mengucap salam, dari jas yang mereka pakai tentu mereka adalah panitia MOS dari OSIS dan kemudian acara pun di mulai.