Read More >>"> Untuk Takdir dan Kehidupan Yang Seolah Mengancam (Chapter 1) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Untuk Takdir dan Kehidupan Yang Seolah Mengancam
MENU
About Us  

"Jangan berharap banyak pada dunia, dunia tidak akan mendengarkanmu. Memang kalau kau pintar, lalu apa? Kau bisa makan karena kau pintar? Keluargamu enggak butuh peringkat. Butuh nasi, jadi selesaikan sekolah dengan cepat lalu cari kerja. Cari duit. Kalau bisa cari duit sambil sekolah bagus, pintar itu pilihan, makan itu wajib. Coba pikir pakai otak yang kau bilang pintar itu." 

 

Aku berdiri diam, wajah kutundukkan dengan genggaman pada buku bersampul biru yang menggambarkan hasil belajar selama bertahun-tahun di sekolah. Ingin aku jawab rasanya, ingin kutegakkan kepala rasanya lalu aku bilang dengan lantang, manusia itu harus pandai dan beriman. Tapi bisa apa? Toh pada kenyataannya memang aku butuh nasi, kami butuh uang yang selalu jadi bahan utama keributan. Kata orang kaya uang bukan segalanya, iya, kata mereka. Bodoh sekali aku bisa percaya pada hal seperti itu, tolol, dungu, menjijikkan. Untuk apa nilai bagus kalau siangnya tidak bisa makan? Untuk apa peringkat satu atau dua atau tiga kalau besoknya tidak bisa sekolah karena tidak ada ongkos? 

 

Bisa jalan kaki. 

 

Batin kecilku berbisik, mencela dan mencoba bersikap apatis. Aku mencibir diri sendiri, ya jalan kaki, lalu menahan lapar di sepanjang jam selama pelajaran berlangsung karena tidak bisa makan. Belum lagi harus masuk ruang guru karena terlambat bayar iuran. 

 

"Ya sudah, berhenti saja. Nanti bisa cari kerja, enggak usah sekolah lagi." Aku mendongak pelan dan menatap Ibu yang masih sibuk dengan ocehannya. Kedua tangannya tampak memisahkan lauk pauk, dari sini aku bisa lihat dua potong tahu sambal dan semangkuk sayur yang tidak akan aku sentuh. Ibu yang mendengar ucapanku mendelik. 

 

"Sudah gila anak ini rupanya, enak benar ngomongnya. Enam tahun, ditambah tiga tahun, hitung berapa duit yang dibayar? Sekolah setiap hari dari Senin sampai Minggu, belum ada tetek-bengek yang lain, kerja kelompok dan keterampilan. Lalu kau mau berhenti sekarang? Mau kerja apa? Coba Ibu tanya, mau kerja apa? Mau jadi penjaga toko yang dikecilkan orang-orang? Ibu sekolahin kamu biar kamu dapat kerja yang lumayan, gajinya lumayan juga, biar Ibu enggak makan hati terus sama Bapakmu. Balik-balik bawa duit sepuluh ribu, besoknya lima belas ribu, memangnya hutang sama warung enggak usah dibayar?" 

 

Hendak aku jawab lagi, tapi kalau kami ribut aku bisa apa? Dari seluruh yang ada di sini, aku yang paling tidak punya hak. Ayah, Ibu, Kakak, semua punya hak yang sama karena ada kontribusi. Aku belum. 

Aku mendengus samar, bunyi berisik dari perut belum juga reda, aku cuma makan gorengan di sekolah tadi, wajar saja kalau sekarang rasanya lapar tidak tertahan. Ibu masih mengoceh, masih mendumel betapa menyesalnya beliau bertemu dengan Ayah. Perlahan, aku melangkah menuju meja makan yang bagian kakinya sudah hampir patah itu. 

Aku ambil piring, lauk yang sudah dipisahkan dan segelas air lalu lari meninggalkan Ibu dan makiannya. Padahal kalau diingat-ingat, kami dulu tidak begini susah, saat kecil aku bisa beli macam mainan yang orang-orang belum punya. Aku juga bisa beli dua sampai tiga potong baju baru untuk hari raya. Dunia selalu berputar katanya, kadang di atas kadang di bawah, tapi ada saja yang sudah di atas malah ke atas lagi, dan tidak sedikit yang ada di bawah malah terjerembap. Tidak punya uang lalu dapat musibah, tidak punya rumah lalu hujan deras. Apa orang-orang kaya itu juga pernah ada di bawah? Salah satu temanku anak orang kaya, Ayahnya bekerja di perusahaan besar, gajinya banyak, Ibunya cantik dan temanku selalu beli jajanan yang aku ingin saat di sekolah. Tiga tahun masa sekolah menengah bersamanya, tidak pernah aku lihat dia masuk ruang guru karena terlambat bayar iuran. 

Mungkin tiga tahun bukan waktu yang tepat untuk berputar roda, masih butuh waktu yang lebih panjang lagi. 

 

Sekarang aku duduk di bangku sekolah menengah atas, kelas satu, sebentar lagi naik kelas. Rasanya roda kehidupanku sudah berputar bahkan sebelum sampai atas. Seperti jam dinding yang habis baterai. Pukul dua siang, nasiku belum habis dan aku merasa mual. Entah karena lauk yang sama dalam tiga hari atau karena ocehan Ibu yang tidak berhenti juga. 

 

°°° 

 

"Kala, aku juara tiga." 

 

Aku menatap ke arah laki-laki yang baru saja lulus dan sudah bekerja di depanku. Rambutnya hitam, matanya juga hitam, kulitnya sawo matang, tipikal laki-laki kurang menarik dalam penampilan. Kakak laki-lakiku orang yang giat dan tidak sering keluar rumah, teman-temannya juga sedikit kalau dibandingkan aku. Aku punya lebih banyak teman, tapi mereka semua teman palsu. Teman-teman yang akan tertawa saat bersamamu, lalu menertawakanmu saat kau hilang. 

 

"Selamat ya. Pintar adikku satu ini, haha. Nanti gajian, mau kado apa? Jangan yang mahal tapi." Kala tersenyum, senyum tulus menyembuhkan. Namanya Kala, Kala artinya Kalajengking, sesuai dengan bintang lahirnya kalau di majalah: Scorpio. Kala terpaut usia tiga tahun dariku, dia lulus tahun kemarin dan gorden dibaliknya berwarna perak. Dia dapat kerja dengan mulus, gajinya juga lumayan kata Ibu, Kala sering membelikan kami makanan kalau gajian tiba. Kala juga yang membayar iuran sekolahku, Kala memberikan banyak kontribusi di keluarga, jadi dia punya hak, kalau aku bagi-bagi, sekarang Kala ada di peringkat emas. 

 

"Kala, aku mau buat jaket, biar sama dengan teman-teman yang lain." 

 

"Mahal enggak?" 

 

"Delapan puluh lima ribu katanya. Mahal dikit. Boleh enggak?" 

 

"Iya, boleh. Nanti kalau gajian Kala kasih duit ke Karka buat jaket. Jangan bilang ke Ibu, nanti Ibu ngomel." Kala tersenyum sembari mengacak rambut panjangku singkat. Aku menahan diri, menahan rasa ingin melompat-lompat dan berteriak seperti orang gila. Perasaanku girang bukan main, seperti ada yang akan meledak dalam hati. Setengah tahun belakangan, aku cuma bisa melihati teman-teman sekelas memakai jaket kembaran, bercerita sambil tertawa tentang proses pembuatan jaketnya. Di dalam kelas, selain aku ada dua lagi yang tidak buat, jadi, kami lebih sering berkumpul bertiga untuk bahas film yang ditonton semalam. 

 

"Kala! Ayo makan dulu, ini sudah Ibu panaskan makannya." 

 

Ibu berteriak dari belakang, aku dan Kala menoleh ke arah sumber suara. Kala menatapku singkat, ia letakkan sepatu kerjanya di atas rak. "Iya Bu." 

Tadinya aku mau menunggu Kala pulang untuk makan, tapi tidak jadi. Ibu bilang, Kala pulangnya malam, aku makan lebih dulu saja. Padahal aku tahu, biar Ibu bisa kasih Kala lauk yang beda, aku tidak iri, aku tahu karena Kala bekerja lebih keras untuk kami. Kala ada di peringkat emas, aku masih di bawah perunggu, masih jauh. Mana bisa kami disamakan. Aku tahu. Nanti kalau aku buka gordenku, aku juga pasti ada di peringkat emas seperti Kala.

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
in Silence
421      293     1     
Romance
Mika memang bukanlah murid SMA biasa pada umumnya. Dulu dia termasuk dalam jajaran murid terpopuler di sekolahnya dan mempunyai geng yang cukup dipandang. Tapi, sekarang keadaan berputar balik, dia menjadi acuh tak acuh. Dirinya pun dijauhi oleh teman seangkatannya karena dia dicap sebagai 'anak aneh'. Satu per satu teman dekatnya menarik diri menjauh. Hingga suatu hari, ada harapan dimana dia bi...
Bersua di Ayat 30 An-Nur
812      384     3     
Romance
Perjalanan hidup seorang wanita muslimah yang penuh liku-liku tantangan hidup yang tidak tahu kapan berakhir. Beberapa kali keimanannya di uji ketaqwaannya berdiri diantara kedengkian. Angin panas yang memaksa membuka kain cadarnya. Bagaimana jika seorang muslimah seperti Hawna yang sangat menjaga kehormatanya bertemu dengan pria seperti David yang notabenenya nakal, pemabuk, pezina, dan jauh...
Under The Darkness
22      20     1     
Fantasy
Zivera Camellia Sapphire, mendapat sebuah pesan dari nenek moyangnya melalui sebuah mimpi. Mimpi tersebut menjelaskan sebuah kawasan gelap penuh api dan bercak darah, dan suara menjerit yang menggema di mana-mana. Mimpi tersebut selalu menggenangi pikirannya. Kadangkala, saat ia berada di tempat kuno maupun hutan, pasti selalu terlintas sebuah rekaman tentang dirinya dan seorang pria yang bah...
Tumpuan Tanpa Tepi
8457      2821     0     
Romance
Ergantha bercita-cita menjadi wanita 'nakal'. Mencicipi segala bentuk jenis alkohol, menghabiskan malam bersama pria asing, serta akan mengobral kehormatannya untuk setiap laki-laki yang datang. Sialnya, seorang lelaki dewasa bermodal tampan, mengusik cita-cita Ergantha, memberikan harapan dan menarik ulur jiwa pubertas anak remaja yang sedang berapi-api. Ia diminta berperilaku layaknya s...
I'il Find You, LOVE
5717      1585     16     
Romance
Seharusnya tidak ada cinta dalam sebuah persahabatan. Dia hanya akan menjadi orang ketiga dan mengubah segalanya menjadi tidak sama.
Loading 98%
610      369     4     
Romance
Dibawah Langit Senja
1419      853     6     
Romance
Senja memang seenaknya pergi meninggalkan langit. Tapi kadang senja lupa, bahwa masih ada malam dengan bintang dan bulannya yang bisa memberi ketenangan dan keindahan pada langit. Begitu pula kau, yang seenaknya pergi seolah bisa merubah segalanya, padahal masih ada orang lain yang bisa melakukannya lebih darimu. Hari ini, kisahku akan dimulai.
Rumah Jingga.
2092      803     4     
Horror
"KAMU tidAK seharusnya baca ceritA iNi, aku pasti meneMani di sAmpingmu saaT membaca, karena inI kisahku!" -Jingga-
Kalopsia
524      419     2     
Romance
Based of true story Kim Taehyung x Sandra Sandra seharusnya memberikan sayang dan cinta jauh lebih banyak untuk dirinya sendiri dari pada memberikannya pada orang lain. Karna itu adalah bentuk pertahanan diri Agar tidak takut merasa kehilangan, agar tidak tenggelam dalam harapan,  agar bisa merelakan dia bahagia dengan orang lain yang ternyata bukan kita.  Dan Sandra ternyata lupa karna meng...
Sugar On Top
233      174     5     
Romance
Hazel Elodie adalah gadis manis berambut pirang dengan hati yang keras seperti baja. Bertahun-tahun setelah ia dan kakaknya, Sabina, 'dibuang' ke London, Hazel kembali ke kota kelahirannya dengan tekad untuk merebut kembali apa yang menjadi haknya—warisan keluarga yang dirampas secara licik. Namun, kepulangannya tak semudah yang ia bayangkan. Tanpa Sabina, si perisai emosinya, Hazel harus be...