Loading...
Logo TinLit
Read Story - Depaysement (Sudah Terbit / Open PO)
MENU
About Us  

Dirga adalah yang pertama kali angkat suara setelah keheningan yang panjang. "Jadi, Asa bereinkarnasi atau tidak?" tanyanya. 

 

Diya menggeleng. "Tidak pernah bertemu dengannya lagi semenjak itu," jawabnya. Dirga mengangguk sekali untuk bersimpati. 

 

Bunyi mengejutkan yang diikuti getaran meja memotong percakapan mereka. Aniara telah meletakkan buku di tangannya ke atas meja dengan keras, hanya berhasil menahan diri untuk tidak benar-benar membantingnya. 

 

Sudut mulut Diya berkedut dan tangannya bergerak untuk mengambil buku itu dari Aniara dengan perlahan seperti menghadapi seekor kucing liar yang mencuri kaos kakinya. 

 

Ada bunyi hantaman keras kedua yang kembali membuat meja kopi itu bergetar lebih kuat dari sebelumnya, seruan 'wow, wow, hei' dari Dirga, dan jari-jarinya mendadak terasa nyeri. 

 

Ketika Diya harus mendongak untuk menatapnya, barulah ia sadar bahwa bunyi keras tadi adalah dirinya yang berdiri dan memukul permukaan meja. 

 

"Karena itu kau meninggalkanku? Karena itu kau membakar lukisan-lukisanku? Karena kau egois? Hanya karena itu?" 

 

Suara yang mengutarakan isi pikirannya itu terdengar asing, retak dan tajam seperti pecahan kaca. Ia hampir tak mengenali suaranya sendiri. 

 

Diya tetap menatapnya lekat, tidak terkejut mendengar ledakan amarahnya dan tidak menjawab sama sekali. Ada emosi yang bergejolak di dalam ekspresi wajahnya, tapi Aniara terlalu marah untuk mencari tahu. 

 

Dirga menepuk bahunya dan ketika Aniara lanjut bicara, suaranya tak sekeras tadi. "Kau– kau menghapusku, Diya. Kau melenyapkan semua hal yang pernah kubuat di masa lalu. Kau menghancurkan karya-karyaku. Kau berniat untuk tidak memberitahuku tentang semua ini agar hanya kau yang tahu." Aniara menggigit bagian dalam pipinya. "Kau membunuhku." 

 

Diya akhirnya bereaksi. Ekspresinya seperti hendak menangis, tapi ia menegakkan punggung. "Aku tidak ingin ada yang menyakitimu termasuk ingatan tentang dirimu sendiri," katanya. "Lebih baik aku menyembunyikan semuanya darimu daripada…." 

 

"Jadi, untuk apa aku lahir, kalau begitu?" potong Aniara. 

 

Itu mengejutkan Diya. "Maaf?" 

 

Aniara menarik napas dalam, merasakan udara dingin karena hujan di luar memenuhi paru-parunya, memerangi kemarahannya. "Di dalam bukumu ini, kau selalu bertanya-tanya kenapa aku selalu dilahirkan hanya untuk mati dan akhirnya kau menyerah mencari tahu, meskipun kau benar. Semua hal pasti punya alasan, termasuk ini. Tidak ada yang tahu kenapa kau tidak bisa mati. Aku juga tidak bisa menebak. Tapi aku tahu kenapa aku terus menerus terlahir kembali." 

 

Ia memotong kalimatnya di sana, menunggu Diya untuk bertanya. Karena jika Diya tidak ingin mendengarkan kata-katanya, maka lebih baik ia pulang dan menghindarkan mereka berdua dari penyesalan yang lebih besar. 

 

"Apa?" tanya Diya. 

 

"Untuk menemanimu," jawab Aniara. "Kau tidak bisa mati karena suatu alasan. Aku tidak bisa jadi abadi karena suatu alasan. Solusi yang paling jelas adalah membuat kematianku tidak permanen." 

 

Ia kembali duduk, kedua lengan memeluk dirinya sendiri dan kepala terbenam di antara dua lutut. "Aku terus terlahir kembali untukmu, Diya. Dunia tidak ingin kau sendirian, jadi kelahiranku selalu ditulis ulang. Tapi jika kau menolaknya, jika kau justru membiarkan kita hidup sendiri-sendiri, keadaanku justru akan jadi sia-sia." Ia mengangkat kepala, menatap Diya. "Jika kau tidak membiarkanku mengingat semuanya, aku tidak punya alasan untuk terus kembali." 

 

Selama bermenit-menit, yang mengisi keheningan mendadak di antara mereka adalah bunyi deru angin dan hujan di luar. Dirga duduk setengah-merosot di sofa dengan kedua lengan menyilang di depan dada. Sejak tadi, ia hanya menonton percakapan Diya dan Aniara tanpa mengatakan apa pun. Sekarang, ia menyenggol kaki Aniara dengan lututnya dan menaikkan sebelah alis. 

 

Kau baik-baik saja?

 

Aniara menggeleng, berhenti, lalu mengangkat bahu. Di sisi lain meja, Diya sedang memutar cangkirnya dengan ekspresi bercampur aduk. 

 

"Aku tidak pernah memikirkannya seperti itu," akunya, akhirnya berhenti memutar cangkir. "Mungkin aku terlalu tenggelam dalam kesedihanku sendiri. Aku cuma berasumsi jika kau diberi pilihan untuk ingat atau tidak, kau akan memilih tidak karena … karena itulah yang akan kupilih." 

 

"Masalahnya, kau tidak membiarkanku memilih," sahut Aniara. 

 

"Di sini tidak ada pilihan, Aniara. Itu yang aku– kalau kau ingat satu hal, kau akan mengingat semuanya. Jadi pilihannya hanya ingat atau tidak sama sekali," balas Diya, rahangnya mengeras. 

 

"Bukan berarti kau boleh menentukan untukku," tandas Aniara. "Lagipula, Diya, kau bilang kau sudah menerima nasibmu – nasib kita – tapi apa kau tidak kesepian, hidup sendiri dengan semua ingatan tentang masa lalu? Semuanya? Kau tidak jadi gila saja sudah luar biasa." 

 

"Jadi solusimu apa? Apa solusi yang tidak akan menyakiti kita?" 

 

Suaranya terdengar kosong. Aniara melirik buku yang telah kembali ke pangkuan Diya. Mungkin … Diya belum sepenuhnya sembuh. Belum sepenuhnya bebas dari kekangan duka yang seperti tali gantungan di lehernya. 

 

Jadi, ia mencondongkan diri ke depan, meraih ke seberang meja, dan menggenggam tangan Diya. 

 

Ah. Ia ingat ini. Memori tangan mereka yang bertaut semenjak mereka kecil sampai yang terakhir kali, ketika Diya menggenggam tangannya sebelum mati.

 

"Tidak ada solusi yang tidak menyakitkan di sini," ujarnya. "Ingatkan aku, Diya. Kau harus mengingatkanku. Bagiku akan sakit dan kau juga akan merasa sakit melihatku kesakitan, tapi kalau tidak begitu, tidak ada gunanya kita berdua hidup." 

 

Kedua mata Diya bagai kedalaman sungai yang keruh. Warna mata Aniara persis sama. Maka di sini, tangan mereka bagai jangkar. 

 

"Kau tidak akan membenciku?" tanya Diya, nyaris tak terdengar. 

 

Aniara mendengus. "Aku akan marah padamu. Itu sudah tugasku sebagai saudaramu dan jangan kira aku lupa tentang lukisan-lukisanku yang kau bakar." Ia tersenyum. "Tapi 'benci' itu kata yang kuat. Aku tidak sekuat itu untuk menggunakannya." 

 

Sebuah tangan yang familier mendarat di antara tulang belikatnya dan mendorongnya maju. Aniara tertawa dan menahan tubuhnya dengan satu tangan di atas meja. 

 

"Ayo sana, pelukan," kata Dirga. "Lupakan saja aku ada di sini. Lupakan juga fakta bahwa aku ternyata dilahirkan hanya untuk jadi teman Anya seumur hidup." 

 

Aniara mundur sedikit agar bisa melihat sahabatnya tanpa melepaskan tangan Diya. "Kalau kau keberatan, bilang saja." 

 

"Siapa, aku? Keberatan? Omong kosong. Selama aku masih punya cita-cita dan hobiku sendiri, kenapa keberatan?" Dirga menepuk punggung Aniara sambil tertawa, lalu mendorong Aniara lagi dan meraih bahu Diya untuk menariknya mendekat. 

 

Pelukan itu canggung karena tubuh mereka dipisahkan oleh meja, tapi wajah Diya terletak pas di bahu Aniara dan tak lama, ia merasa bajunya di bagian itu menjadi basah. Setelah tiga menit, bukan hanya Diya seorang yang menangis. 

 

"Hei, Diya, apa kau tahu tentang fakta unik urutan bilangan prima?" tanya Dirga tanpa diminta. 

 

"Aku lulusan Jurusan Perkebunan, Manajemen, dan Sinematografi, mana kutahu," jawab Diya, tertawa di sela isakannya yang sama-sama pelan. 

*

Pada deret awal bilangan prima, ada banyak bilangan yang berdekatan, hanya dipisahkan oleh satu angka genap. Tiga dan lima, lima dan tujuh, dan lain-lain. Namun semakin panjang deret bilangan prima, semakin sedikit pasangan bilangan yang berdekatan. Semakin banyak bilangan yang terpisah jauh, sampai lima, enam angka jauhnya. 

 

Namun ketika kau mengira bahwa jarak itu akan menjadi semakin jauh dan kekosongan di antara setiap bilangan prima akan menjadi tak terhingga, kau akan kembali menemui dua bilangan prima yang berdekatan, hanya terpisah satu angka genap.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Chloe & Chelsea
8629      1860     1     
Mystery
30 cerita pendek berbentuk dribble (50 kata) atau drabble (100 kata) atau trabble (300 kata) dengan urutan acak, menceritakan kisah hidup tokoh Chloe dan tokoh Chelsea beserta orang-orang tercinta di sekitar mereka. Menjadi spin off Duo Future Detective Series karena bersinggungan dengan dwilogi Cherlones Mysteries, dan juga sekaligus sebagai prekuel cerita A Perfect Clues.
CAMERA : Captured in A Photo
1195      583     1     
Mystery
Aria, anak tak bergender yang berstatus 'wanted' di dalam negara. Dianne, wanita penculik yang dikejar-kejar aparat penegak hukum dari luar negara. Dean, pak tua penjaga toko manisan kuno di desa sebelah. Rei, murid biasa yang bersekolah di sudut Kota Tua. Empat insan yang tidak pernah melihat satu sama lainnya ini mendapati benang takdir mereka dikusutkan sang fotografer misteri. ...
Edelweiss: The One That Stays
2337      938     1     
Mystery
Seperti mimpi buruk, Aura mendadak dihadapkan dengan kepala sekolah dan seorang detektif bodoh yang menginterogasinya sebagai saksi akan misteri kematian guru baru di sekolah mereka. Apa pasalnya? Gadis itu terekam berada di tempat kejadian perkara persis ketika guru itu tewas. Penyelidikan dimulai. Sesuai pernyataan Aura yang mengatakan adanya saksi baru, Reza Aldebra, mereka mencari keberada...
Persinggahan Hati
2095      845     1     
Romance
Pesan dibalik artikel Azkia, membuatnya bertanya - tanya. Pasalnya, pesan tersebut dibuat oleh pelaku yang telah merusak mading sekolahnya, sekaligus orang yang akan mengkhitbahnya kelak setelah ia lulus sekolah. Siapakah orang tersebut ? Dan mengakhiri CInta Diamnya pada Rifqi ?
Dramatisasi Kata Kembali
711      371     0     
Short Story
Alvin menemukan dirinya masuk dalam sebuah permainan penuh pertanyaan. Seorang wanita yang tak pernah ia kenal menemuinya di sebuah pagi dingin yang menjemukan. \"Ada dalang di balik permainan ini,\" pikirnya.
Temu Yang Di Tunggu (up)
19572      4077     12     
Romance
Yang satu Meragu dan yang lainnya Membutuhkan Waktu. Seolah belum ada kata Temu dalam kamus kedua insan yang semesta satukan itu. Membangun keluarga sejak dini bukan pilihan mereka, melainkan kewajiban karena rasa takut kepada sang pencipta. Mereka mulai membangun sebuah hubungan, berusaha agar dapat di anggap rumah oleh satu sama lain. Walaupun mereka tahu, jika rumah yang mereka bangun i...
KATAK : The Legend of Frog
432      349     2     
Fantasy
Ini adalah kisahku yang penuh drama dan teka-teki. seorang katak yang berubah menjadi manusia seutuhnya, berpetualang menjelajah dunia untuk mencari sebuah kebenaran tentangku dan menyelamatkan dunia di masa mendatang dengan bermodalkan violin tua.
Hyeong!
194      169     1     
Fan Fiction
Seok Matthew X Sung Han Bin | Bromance/Brothership | Zerobaseone "Hyeong!" "Aku bukan hyeongmu!" "Tapi—" "Seok Matthew, bisakah kau bersikap seolah tak mengenalku di sekolah? Satu lagi, berhentilah terus berada di sekitarku!" ____ Matthew tak mengerti, mengapa Hanbin bersikap seolah tak mengenalnya di sekolah, padahal mereka tinggal satu rumah. Matthew mulai berpikir, apakah H...
The Maze Of Madness
5418      1934     1     
Fantasy
Nora tak banyak tahu tentang sihir. Ia hidup dalam ketenangan dan perjalanan normal sebagai seorang gadis dari keluarga bangsawan di kota kecilnya, hingga pada suatu malam ibunya terbunuh oleh kekuatan sihir, begitupun ayahnya bertahun-tahun kemudian. Dan tetap saja, ia masih tidak tahu banyak tentang sihir. Terlalu banyak yang terjadi dalam hidupnya hingga pada saat semua kejadian itu merubah...
Ludere Pluvia
1257      697     0     
Romance
Salwa Nabila, seorang gadis muslim yang selalu berdoa untuk tidak berjodoh dengan seseorang yang paham agama. Ketakutannya akan dipoligami adalah penyebabnya. Apakah doanya mampu menghancurkan takdir yang sudah lama tertulis di lauhul mahfudz? Apakah Jayden Estu Alexius, seorang pria yang tak mengenal apapun mengenai agamanya adalah jawaban dari doa-doanya? Bagaimanakah perjalanan kisah ...