Hari berlalu dengan cepat dan terus berganti, namun tidak dengan kehidupan Yara yang masih sama seperti hari-hari sebelumnya, sebagai anak sekolah biasa dengan rutinitas yang biasa, tidak tertarik dengan banyaknya organisasi di sekolahnya. Jadi ia sehari-hari hanya membuat sebuah desain digital, entah itu banner ataupun template-template yang nantinya akan dijual di sosial media, tapi mungkin mulai sekarang akan ada perubahan sedikit dihidupnya dan keluar dari zona nyamannya karena tetangga barunya itu ataupun hal itu tidak merubah kehidupan Yara yang hidup dengan hobinya itu, entahlah hanya takdir yang memutuskan.
“ Yara berangkat sekolah dulu ya ma.” Dengan mengeluarkan vesmet kesayangannya dari garasi.
“ Iya hati-hati.”
Di saat bersamaan Al juga akan berangkat dengan mengendarai mogenya dan sudah berada di depan rumahnya, karena posisi rumah Yara lebih dekat dengan gang perumahannya otomatis jika Al ingin pergi keluar pasti akan melewati rumah Yara. Yara yang melihat Al keluar dari rumahnya merasa canggung karena merasa bingung dia harus menyapa atau tidak, sehingga saat Al akan melintas di depan rumahnya dengan motornya ia pura-pura untuk membenahi tali sepatunya yang baik-baik saja hanya untuk menghindari bertatap muka dengan tetangganya itu.
“Canggung banget, apa aku sok akrab aja ya, kan kita tetanggaan,” Gumam Yara sendirian, “Ah yasudahlah, mending berangkat sekolah udah mau telat juga.”
Sesampainya ia di sekolah, setelah belajar beberapa jam di pagi hari, tibalah saat istirahat bagi siswa siswi.
“Aduhhh capek banget.” Winda yang selalu mengeluh di saat jam pelajaran berakhir.
“Yar, sekarang kan ada pemilihan OSIS, lo ikut deh Yar”, Bujuk Hasya pada Yara karena setiap kelas wajib untuk mengirimkan kandidat calon OSIS minimal tiga anak.
“Eh iya Yar, kelas kita baru dua anak yang daftar di gue, kalo nanti ga ada yang mau bakal diundi.” Winda menambahkan sekaligus ia adalah ketua kelas sehingga tahu jumlah siswa yang mendaftar dalam kelasnya.
“Aku kan nggak pengalaman, kamu aja deh Sya, pas SMP kan pernah jadi OSIS.”
“Jangan Yar, soalnya kalo my baby Angga nggak ikut gue juga engga deh, hehe.” Hasya meringis dan kedua temannya menatapnya sinis.
“Lo kan pinter ngedit Yar, nanti lo masuk di bagian dekdok aja.” Winda yang tak gentar membujuk Yara karena hari ini nama-nama untuk kandidat OSIS harus disetorkan segera.
“Yaudah deh, iya-iya demi kelas kita”. Yara menyerah dan memutuskan untuk menuruti kemauan kedua temannya.
Sementara itu di kelas sebelah, Ari juga membujuk agar si Al mendaftar sebagai OSIS karena suruhan Zaviya. Parasnya yang tampan dan akademiknya yang bagus membuatnya sangat sempurna untuk bergabung dalam organisasi tersebut.
“Ayolah Al lo daftar aja, kasihan ayang Zaviya ga punya temen di kelas kita, lo itu adalah kriteria idaman untuk jadi OSIS, udah ganteng, pinter, behhhh, kalo gue jadi lo mah sikat aja.” Ari yang sekuat tenaga untuk membujuk Al untuk menjadi OSIS.
“Kenapa ngga lo aja ? lo kan juga ganteng, pinter, jago nglawak pula, pasti berguna itu nanti biar waktu rapat nggak serius-serius amat.” Al menolak ajakan si Ari dan memintanya untuk mendaftar sendiri.
“LO NGELEDEK APA GIMANA NIH.” Ari yang menjawab dengan ngegas spontan membuat Angga tertawa,
“Kadang lo suka bener banget Al kalo ngomong.”
“Udah deh Ngga, gue udah berbaik hati nih enggak nyaranin lo untuk daftar OSIS, sebagai teman yang baik gue paham banget pasti lo bakal sibuk pacaran sama kegiatan di luar kota, gini ya rasanya air susu dibalas air kencing.” Angga tertawa, ia memang seorang atlet jadi ia lebih banyak menghabiskan waktu di luar sekolah dan Al hanya mengeluarkan sedikit senyumannya, sementara Ari ngedumel sendiri dan masih tetap berusaha sekuat tenaga untuk membujuk Al. Karena jika ia berhasil untuk membujuk Al, Zaviya akan memberikan contekan matematika di ujian yang akan mendatang. Tidak mungkin bagi Ari untuk menolak tawaran yang sangat bagus dan jarang itu.
“Tolonglah Al, mau ya, plisssss banget ini mah, lo gamau lihat gue bahagia.”
“Enggak.” Al kemudian pergi keluar untuk ke kamar mandi meninggalkan Ari yang sedang alau dan Angga yang menenangkan sahabatnya itu.
“TEGA BENER LOO.” Ari yang merasa patah hati.
“Gimana Al mau nggak?” Zaviya yang kemudian menghampiri mereka berdua.
“Bentar deh Za, gue juga udah berusaha mati-matian ini, tapi dia cuek banget dah.” Keluh Ari pada Zaviya yang menanyakan hasil dari kerjanya.
“Lo kenapa nggak ngomong sendiri aja sih Za, mungkin dia mau kalo lo yang ngajak langsung.” Tanya Angga penasaran dan sedikit memberikan saran.
Zaviya diam sejenak memikirkan perkataan Angga, tiba-tiba si Ari menyela pembicaan mereka berdua, “Et et et, tunggu dulu Za, biar gue aja yang ngomong sama Al, udah percaya aja sama gue.”
“Oke.” Zaviya pergi dari sana dengan menganggukkan kepalanya pertanda ia setuju dengan Ari.
“Aneh banget lo, kenapa mesti repot-repot, pasti ada sesuatu nih.” Angga menaruh curiga pada sahabatnya itu, karena tidak biasanya dia mau bersusah payah seperti ini.
“Udah deh, ini bisnis gue.” Ternyata Ari mencegah Zaviya untuk bicara langsung karena takut bahwa perjanjiannya di awal akan dibatalkan.
Setelah beberapa lama Al kembali ke kelas dan tidak sengaja mendengar percakapan bahwa Yara akan ikut daftar OSIS, kemudian melanjutkan perjalannya untuk kembali ke kelas.
“Eh udah selesai lo Al, gimana apa ada perubahan pikiran?” tanya Ari dengan penuh semangat.
“Udah deh, lo nggak usah maksa gitu sama Al.” Sahut Angga dan kemudian Ari membuka suara yang membuat keduanya tercengang.
“Oke, gue mau daftar.” Jawab Al dengan wajah datarnya.
“Hah? demi apa?” Ari yang merasa terharu dan tidak percaya.
“Demi Alek” Jawab Al sekali lagi,
“Bisa nglawak juga lo Al.”
“Udah-udah ini adalah kabar bahagia, tengkyu sobat saya bangga punya sahabat seperti kamu.” Ari memeluk Al dan membuat Al terkejut sedangkan Angga yang tertawa cekikikan, Al yang risih segera melepaskannya.
“Dih najis” Al membersihkan bajunya dari noda-noda Ari, Ari kemudian pergi keluar kelas dengan tujuan mencari Zaviya.
“Yang sabar aja ya lo, 2 tahun ke depan lo bakal ngadepin situasi ini setiap hari.” Angga yang menepuk pundak Al, “ Btw lo mau keluar nggak, gue mau nyusulin Ari, takut terjadi sesuau yang tidak diinginkan”
“Enggak deh,” jawab Al singkat.
Angga melenggang pergi menyusul Ari yang juga sedang mencari Zaviya untuk memberikan kabar baik. Setelah sekian lama, akhirnya Ari menemukan Zaviya di perpustakaan,
“Za, psssttt pssttt.” panggil Ari dengan sandi morse, Zaviya yang akhirnya tersadar melihat Ari yang bergelantungan di jendela akhirnya keluar dan menghampirinya. Di sana tentu saja Ari tidak sendirian, Angga juga berada di sana karena ia juga merasa kepo.
“Za, gue punya kabar baik, si Al mau gabung OSIS.” Dengan nada angkuhnya itu Ari merasa sangat berjasa,
“Oh, oke kerja bagus.” Zaviya hanya mengatakan beberapa kata dan akan segera kembali ke dalam perpustakaan.
“Perjanjian kita gimana Za ?”
“Aman.” jawab Zaviya dengan membelakangi mereka berdua dan tampak adanya senyum diwajahnya.
“YESSSSS”. Ari yang tampak bahagia membuat rasa penasaran Angga semakin tak terbendung,
“Lo kenapa sih? Ada perjanjian apa lo sama Zaviya? ”
“Nih gue bisikin ya, gue bakal dapat contekan dari siswa berprestasi itu, HAHAHAHA” tawa Ari seketika mengagetkan Angga karena sangat tiba-tiba.
"Hoki juga lo, lo nggak akan lupa kan sama gue?" Angga menggandeng tangan Ari yang sedang berbahagia itu.
"Dih, tadi lo aja nggak mau bantuin gue, sorry ya, gue nggak segampang itu, bye." Ia melepaskan tangan Angga dari dirinya dan pergi meninggalkan Angga, tentu saja Angga langsung mengejarnya dan terlihat kembali menggandeng Ari untuk membujuknya.
Bel pertanda masuk pun sudah berbunyi, pertanda siswa siswi harus segera masuk ke kelas untuk melanjutkan pembelajaran.
Hari berlalu dengan cepat, pukul menunjukkan 14.00 WIB. Semua siswa beranjak dari kelas mereka dan ada beberapa siswa yang belum pulang untuk melanjutkan tugas harus mereka selesaikan, seperti Winda yang harus mengumpulkan nama-nama calon OSIS.
“Duluan aja, gue masih ada urusan.” Winda menyuruh Yara dan Hasya untuk pulang duluan.
“Yar, gue pergi duluan ya, biasalah.” Hasya juga berpamitan pada Yara.
Yara bisa pulang dengan tenang karena yang merasa tidak ada kesibukan sama sekali, tiba-tiba ia dikejutkan dengan seseorang yang memanggil namanya. Dia celingak celinguk mencari sumber suara dan suara tersebut kini berada di belakangnya.
“Nyari gue? ” Seketika Yara menoleh ke belakang dan ternyata Al sudah berdiri di belakangnya dan membuatnya kaget,
“Eh ada apa? kamu tadi yang manggil aku kan?”
“Ngga papa, mau mastiin nama lo aja.” sambil berjalan menuju parkiran.
“Ohh,” Yara yang bingung di hanya bisa menjawab seadanya dan mengikuti Al dari belakang karena dia juga mau ke parkiran.
Dari jauh ternyata Zaviya melihat kejadian tersebut dengan wajah sinisnya dan langsung pergi begitu saja.
Yara mengeluarkan motornya dan bergegas untuk pulang tanpa menyadari ada sesuatu yang janggal dari motornya. Ketika di jalan menurun, ia baru menyadari bahwa remnya blong. Yara bersusah payah untuk tidak jatuh, namun tidak disangka ada batu didepannya,
“BRAKKKK.” Yara terjatuh tanpa sepengetahuan orang, namun tanpa basa basi ia segera berdiri karena akan merasa malu jika ada orang yang melihatnya untung saja jaraknya sudah dekat dengan rumahnya, sehingga ia tidak perlu menuntunnya terlalu jauh. Yara pulang dengan luka di lutut dan sikunya sembari menuntun motornya yang sangat memprihatinkan. Sesampainya di rumah, ia langsung menceritakan kejadian yang dialaminya kepada mamanya, mamanya langsung mengambilkan obat untuk lukanya.
“Besok gimana ma berangkat sekolahnya ? motorku rusak banget ini, lututnya juga masih sakit, anter ya ma.”
“Iya udah, gampang itumah, udah sekarang istirahat aja, gausah mikirin besok.”
Keesokan harinya Yara sudah siap untuk berangkat di depan gerbangnya untuk menunggu mamanya, “ AYO MAA, NANTI TELAT.” Teriak Yara dari gerbang depan, tak berselang lama Al akan berangkat sekolah juga, sekarang Yara tidak secanggung kemarin, namun tiba-tiba saja Al berhenti di depan Yara,
“Ayo cepetan naik, nanti telat.” Al berhenti dan seolah-olah akan memberi tumpangan pada Yara yang langsung memasang tampang wajah bingung dan saat itu Mama Yara datang dari dalam dengan busana rumahan biasa, “Mama kok belum siap-siap ?”
“Udah, kamu berangkat sama Al aja ya, mama udah kasih tahu kemarin.” Ucapan itu membuat Yara syok, bisa-bisanya dia harus berangkat dengan Al. “ Udah gausah kebanyakan melongo, kasihan kan Al lama nungguin”.
Akhirnya mau tidak mau Yara harus berangkat dengan Al, di perjalanan mereka hanya saling diam dan Al mengucapkan sebuah kalimat yang membuat Yara penasaran.
“Yar, Lo udah gede masih jatuh aja,” Kalimat Al memecah kesunyian diantara mereka berdua.
“Itu kan nggak sengaja, lagian siapa juga yang mau jatuh.” Yara memasang wajah cemberutnya yang terlihat dari spion Al.
“Kebiasaan.” Jawab Al singkat dan Yara hanya bisa mengerutkan dahi dengan wajah bingungnya.
Mereka berdua telah sampai di sekolah, saat sampai Zaviya melihat mereka berdua berangkat bersama dan akhirnya ia menghampiri Yara,
“Yar, tumben berangkat sama Al, kalian jadian ?” Zaviya tidak bisa menahan rasa penasarannya itu,
“Eh, enggak kok, kita tetanggaan dan kebetulan motor aku rusak.”
“Oh” Zaviya langsung pergi dan tidak mengucapkan sepatah kata pun kepada Yara, tampaknya Zaviya juga menaruh hati pada Al karena kepribadiannya yang disiplin, pintar, dan tampan. Hal tersebut membuat Zaviya merasa Al adalah sosok sempurna yang bisa dijadikan pasangan.