— — —


Violin, gadis anti-sosial...Read More >>"> Coneflower (z w e i :: new class) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Coneflower
MENU
About Us  

Bersosialisasi bagaimana? Aku bahkan tidak bisa bicara sepatah kata pun."

 

———

 

 

Seorang guru dengan kacamata yang menghiasi wajahnya, masuk ke kelas dengan langkah guntai. Setelahnya, dia menaruh bukunya di meja guru. Matanya menelisik ke arah murid satu-satu. 

 

"Selamat pagi semuanya." Ujarnya. 

 

"Selamat pagi, Bu." Jawab anak-anak serentak. 

 

"Perkenalkan aku akan menjadi wali kelas kalian selama setahun ke depan. Aku Fatma Daniela Eri, kalian bisa memanggilku Bu Fatma. Aku mengajar mapel geografi." Guru tersebut—Bu Fatma—memperkenalkan diri. 

 

"Setelah ini, aku akan mengabsen satu-satu. Karena ini hari pertama pembelajaran, dan juga kelas baru. Aku yakin ada beberapa dari kalian belum saling mengenal. Jadi, Ibu ingin saat mengabsen, kalian bisa maju satu-satu." 

 

Seluruh siswa-siswi hanya diam mendengarkan. 

 

"Toh sepertinya hari ini masih bebas, pembelajaran belum intensif. Kalian bisa memperbanyak waktu jika ingin berkenalan di depan, ataupun bercerita. Ibu akan memberi banyak waktu." 

 

Awalnya kelas yang tegang mulai santai setelah Bu Fatma bicara seperti itu. Padahal saat Bu Fatma masuk aura dari guru killer mengalir padanya. Namun, nyatanya Bu Fatma adalah guru yang lemah lembut pada anak didiknya. Beberapa anak mulai saling bicara kembali membicarakan Bu Fatma. 

 

"Baiklah, akan Ibu mulai dari absen satu. Ananta Thalia Freya, silahkan maju." 

 

Seorang gadis berdiri dari tempat duduknya. Selanjutnya, dia berjalan maju ke depan kelas. Rambutnya yang panjang serta tergerai menatap ke arah anak-anak kelas dengan tatapan lembut. Kemudian, terbit lekukan senyum dari bibir kecilnya. 

 

"Hai semuanya, namaku Ananta Thalia Freya. Kalian bisa memanggilku Freya! Aku berasal dari SMPN 1. Kurasa karena banyak yang berada di lulusan sana melanjutkan kemari. Mungkin kebanyakan dari kalian sudah mengenalku. Senang bertemu kalian semua!" Ujarnya sembari tersenyum manis. Beberapa siswa siswi terpana sejenak karena gadis yang berada di depan sekarang terlihat sangat manis. 

 

Bu Fatma tersenyum ramah, "Mungkin ada yang bisa kamu ceritakan pada teman-teman barumu. Entah perasaanmu masuk ke dalam SMA ini, atau apapun." 

 

Freya mengangguk lucu, "Perasaanku masuk di SMA ini sangat senang! Terlebih SMA ini juga merupakan sekolah favorit di Kota kita, dan mencetak banyak kelulusan yang hebat. Aku sangat bangga bisa masuk ke dalamnya!" 

 

"Beri tepuk tangan untuk Freya!" Ujar Bu Fatma lalu bertepuk tangan sembari diikuti oleh anak-anak di kelas. 

 

Freya tersenyum senang. Lalu, berpamitan dan kembali ke bangkunya. Setelahnya, Bu Fatma memanggil satu persatu anak untuk memperkenalkan diri sembari bercerita juga. Violin yang berada di tempatnya, menatap ke arah depan kelas dengan tatapan tidak tertarik. Dia memilih untuk memalingkan kepalanya ke arah jendela di sampingnya. 

 

"Kau bosan kah, Violin?" 

 

Sekarang dia berada di dalam imajinasinya sendiri. Di depannya, sudah ada Mytha yang duduk di bangku depannya lalu menghadap ke belakang. Gadis itu tengah makan kotak bekal yang entah datang darimana. Violin hanya menatapnya dengan kosong. Sekarang, kelas yang dia tempati seketika sepi tanpa penghuninya. Violin ingin ketenangan hingga dia menghilangkan anak-anak kelas di dalam khayalannya sendiri. 

 

"Sepertinya." Jawab Violin. 

 

Mytha memasukkan makanan ke dalam mulutnya. Lalu, dia mengunyah makanannya cukup lama, kemudian menelannya. 

 

"Bukannya kau bilang ingin berteman dan akrab dengan siapapun? Kau harus memulai itu dengan akrab satu kelasmu sendiri. Apa kau ingat siapa saja yang yang sudah maju ke depan?" 

 

Violin menopangkan tangannya di dagu. Dia menatap ke arah Mytha dengan tatapan cukup kosong. "Aku ingat mulai dari Freya, Zaki, Faisal, Dehya, kemudian sekarang Rara tengah mengenalkan dirinya." 

 

Mytha tersenyum kecil. "Kau seorang pengamat yang handal, bahkan saat kau bosan pun kau masih mengamati sekitar Violin. Seolah kau tidak peduli dengan keadaan sekitar padahal kau mempedulikannya." 

 

Mata Violin menatap datar ke arah Mytha. Kemudian, dia menghembuskan nafasnya lelah. "Aku muak dengan setiap hal yang ada di kehidupanku." 

 

Mytha tersenyum kecil sembari menyendok makanan di dalam bekalnya. "Kau harus menerima apapun yang ada di kehidupanmu, Violin." Setelahnya, dia memasukkan makanan ke dalam mulutnya. 

 

Violin tertawa remeh, "Kenapa harus? Hidupku saja menyedihkan di SMP untuk apa aku berharap lagi? Entah kenapa aku pesimistis dengan semua plan-plan yang kutulis. Bahkan berharap social anxiety-ku menghilang? Sepertinya aku hanya bisa bermimpi." 

 

Mytha menyelesaikan aktifitas makannya. Kemudian, dia menutup bekal makanan miliknya hingga berbunyi. Tatapannya cukup tajam mengarah pada Violin. 

 

"Kau tidak boleh selalu pesimistis seperti itu, Violin." 

 

"Maaf, sudah melekat, Tha." 

 

"Kalau begitu hilangkan! Atau tahan! Pokok jangan mengungkapkan perasaan itu saat kau merasakannya." Mytha berteriak dengan nada cukup meninggi di depan Violin. 

 

Violin menghembuskan nafasnya sembari menunduk. "Aku akan berusaha." 

 

Mytha agak merasa bersalah karena meneriaki Violin barusan. Kemudian, dia segera mengganti wajahnya dengan wajah cerah khas miliknya. 

 

"Jika itu pilihanmu, aku akan selalu mendukungmu! Setiap hal yang akan kau usahakan, aku mendukungmu setiap saat! Kau memilikiku di sisiku, mengerti? Jangan terus merasa sendirian." Ujar Mytha. 

 

"Sepertinya orang akan berpikir aku benar-benar gila karena membuatmu hidup di dalam pikiranku, Mytha." Jawab Violin. 

 

"Tidak usah dipikirkan! Apapun yang orang lain katakan tentangmu, sama sekali tidak usah dipikirkan. Mereka memiliki hidupnya sendiri, dan kau juga seperti itu. Lebih baik kita mengurus hidup kita sendiri, Violin." 

 

Tatapan Violin berubah agak sendu setelah mendengar kata-kata Mytha barusan. Matanya yang awalnya tajam mulai melembut, bahkan berkaca-kaca. Violin menundukkan kepalanya lalu meremat tangannya sendiri yang berada di atas meja. 

 

Mytha mengambil tangan Violin. Lalu, dia membuka telapak tangan Violin begitu juga tangannya. Setelahnya, kedua tangan mereka bersatu. Violin mendongak lalu menatap Mytha dengan wajah seolah akan menangis. 

 

Mytha tersenyum kecil. "Aku akan selalu ada di sampingmu. Selamanya, Violin Cheryl." 

 

 

———

 

 

Violin sadar dari imajinasinya sendiri, dan saat ini dia sudah berada di dunia nyata. Matanya menatap ke depan, seorang gadis tengah bercerita suatu pengalamannya dan itu memakan waktu yang cukup lama dibanding anak-anak lainnya. Wajahnya sudah sangat bosan, ini sudah hampir jam ketiga pembelajaran. Namun, dengan perkenalan yang begitu lama, Violin makin bosan di tempatnya. 

 

"Violin." 

 

Tiba-tiba Sarah memanggilnya. Violin otomatis menoleh, tatapannya seolah bertanya ada apa. 

 

"Itu.. kamu pendiam sekali ternyata. Dari tadi kamu melamun ya?" Tanyanya. 

 

"Ah, itu, benar sih. Maaf kalau membuatmu engga nyaman, Sarah." Jawab Violin. 

 

Sarah tertawa kecil, "Engga. Bukan begitu, aku bukannya engga nyaman atau apa. Aku hanya.. membicarakanmu saja." 

 

Violin menatapnya dengan tatapan agak bingung. Kemudian, dia berusaha memahami kata-kata Sarah dengan pemahamannya sendiri. "Oh, ya.. terserah deh, haha." Jawabnya canggung. 

 

Sarah menghadap ke depan, "Sedari tadi aku berusaha memahami dari setiap cerita yang diceritakan teman kelas baru kita. Kau tahu Aneisha atau panggilannya bernama Isha, aku cukup tertawa karena ceritanya yang lucu." 

 

Violin berusaha mengingat salah satu anak bernama Aneisha. Sekarang dia ingat, Aneisha adalah anak yang maju di posisi nomor tiga. Karena namanya yang berawalan A, dia berada di absen awal. Namun, karena sedari tadi dia hanya sibuk melamun. Violin tidak tahu Aneisha bercerita soal apa hingga membuat Sarah tertawa. 

 

"Memang apa yang diceritakan oleh Isha, hingga kamu terhibur segitunya?" Tanya Violin. 

 

"Dia bercerita dengan bumbu komedi, tetapi memang isi ceritanya lucu sih. Dia bercerita soal pengalamannya pada waktu MPLS. Padahal di dalamnya dia hanya terus dimarahi kakak kelas karena terlambat, tapi entah kenapa dia bisa begitu santai membicarakannya. Terlebih saat dia menirukan gaya kakak kelas yang memarahinya. Seluruh kelas benar-benar tertawa, apa kau melupakannya?" 

 

Violin menggelengkan kepalanya. "Aku melamun. Aku tidak mendengarnya." 

 

Sarah tertawa kecil. "Pantas saja." 

 

"Taraseliya Sarah Naufal." Panggil Bu Fatma. 

 

Sarah beranjak dari tempatnya. "Setelah ini namamu dipanggil, bersiap-siaplah Violin. Setelah absenku itu absenmu." Setelah mengatakan itu, Sarah berjalan ke depan kelas. 

 

Wajah Violin seketika berubah ketakutan. Setelah ini dia akan maju perkenalan seperti anak-anak sebelumnya. Sejujurnya ini hanya perkenalan biasa sembari menceritakan sebuah pengalaman, tetapi mengapa Violin begitu sangat gugup. Dia tidak tahu harus berkata apa di depan nantinya. Bahkan dia juga tidak tahu harus menceritakan apa. Namun, membayangkan dirinya berada di depan, berdiri dengan seluruh mata yang mengarah ke arahnya. 

 

Semua hal itu menakutkan, Violin tidak siap untuk maju ke depan. 

 

Padahal semua anak melakukannya tanpa masalah. Namun, kenapa Violin merasa jika ini adalah sebuah masalah baginya? Violin ketakutan di tempatnya. Sekarang Sarah tengah memperkenalkan dirinya juga asal SMP-nya. Kemudian, dia akan bercerita sesuatu. 

 

Dada Violin bergemuruh hebat. Pikirannya berputar-putar. Semua bahan pikirannya menumpuk menjadi satu. Jantungnya berdegup pelan tetapi terasa besar. Suaranya memekakkan telinga Violin, membuatnya makin ketakutan di tempatnya. 

 

Sepertinya gangguan kecemasannya aktif kembali. 

 

Tiba-tiba Violin merasa ada yang memegang tangannya yang berada di atas meja sekarang. Dia merasakan ada seseorang yang tengah menggenggam tangannya sekarang. Violin menoleh ke samping. Dia bisa melihat bayang-bayang Mytha yang menatapnya dengan cukup khawatir. Lalu perlahan menghilang. 

 

"Violin Karina Cheryl." Panggil Bu Fatma. 

 

Violin beranjak dari tempatnya, bersamaan dengan Sarah yang baru saja kembali dari depan. Gadis tomboy itu tersenyum ke arahnya, seolah memberikan sebuah semangat. Violin membalas senyumnya dengan senyum agak miris. Selanjutnya, dia pergi keluar dari bangkunya. Lalu, berjalan ke depan kelas. 

 

Violin berbalik. Lalu, sekarang semua pandangan seluruh anak kelas berpusat padanya. Violin menahan rasa gugupnya yang ada. Kemudian, dia hendak mengangkat tangannya untuk menyapa teman sekelasnya. 

 

"Hai.. Aku Violin Karina Cheryl. Dari SMPN 4." Ujarnya pelan. 

 

Tidak ada yang menjawab. Semuanya hanya fokus mengamati Violin, membuat gadis itu linglung di tempatnya. 

 

"Aku.. ingin mengungkapkan perasaanku setelah diterima di SMA ini. Aku sangat senang.. dan bangga. Hanya itu saja." Lanjutnya. 

 

Bu Fatma menatapnya bingung. "Hanya itu saja?" 

 

Violin menoleh lalu mengangguk. "Ya. Hanya itu saja." 

 

Bu Fatma mengangguk mengerti. "Baiklah, baiklah, kamu bisa kembali." 

 

Violin segera berjalan kembali ke arah tempat duduknya. Namun, matanya menangkap mata seseorang yang tengah melihatnya. Itu Aneisha, setelah ketahuan dia menatap Violin, dengan segera dia memalingkan tatapannya. Violin memalingkan kepalanya bingung dengan sikap Aneisha barusan. 

 

 

———

 

 

"Sarah! Sarah! Lihat nih! Aku baru aja liat drama ini? Kau sudah melihatnya belum?" Bella bertanya dengan nada heboh seperti biasanya. 

 

Sekarang istirahat kedua, Violin tengah makan bekal miliknya. Dia berada diantara teman-teman Sarah yang cukup aktif. Sejak perkenalan selesai, kelas diberi jam kosong agar anak-anak bisa lebih akrab dengan yang lainnya. Bahkan, kelasnya juga sudah memiliki pengurus kelas masing-masing. 

 

Violin tidak ingin menjadi apapun, dia lebih menyukai tidak melakukan apapun seharian ketimbang sibuk setiap saat. Terlebih untuk bersosialisasi dengan orang-orang, hal itu sangat melelahkan. 

 

Bella, Lina, juga Sarah tengah membicarakan hal yang sejujurnya tidak terlalu dipahami oleh Violin. Tampaknya, mereka tengah membicarakan hal-hal berbau negeri ginseng. Dan Violin tidak tahu apapun soal hal itu. Dia lebih menyukai anime ataupun dorama—drama Jepang. Karenanya, saat mereka bertiga membicarakan tentang drama ini atau drama itu dia tidak terlalu memahaminya. 

 

Violin hanya berdiam diri di tempatnya tanpa bergeming sekalipun. Sedari tadi pikirannya berkelana kemanapun. Dia tidak terlalu fokus selama seharian ini. Pikirannya terus membuatnya ingin daydreaming. Dia terus teringat dengan Mytha. 

 

Dia menengadah ke atas. "Mytha.." Panggilnya lirih. 

 

"Hei, Violin! Kau tahu drama ini tidak?" Tiba-tiba Bella mengajaknya bicara sembari menyodorkan ponsel yang menampilkan sebuah poster drama korea. 

 

Violin menggeleng. "Aku tidak tahu." 

 

"Hah? Padahal ini drama yang sangat terkenal lho! Masa engga pernah tahu? Memangnya apa sih hal yang kamu suka?" Tanya Bella lagi. 

 

Violin agak linglung di tempatnya. Dia menggaruk kepalanya tidak gatal karena agak gugup. "Aku.. lebih menyukai anime." 

 

Sarah tertawa kecil. "Ah, pantas saja, wibu." 

 

Wajah Violin memerah malu. Lalu, dia menundukkan kepalanya. Dia sudah lelah terus disebut seperti itu saat dia mengatakan hal yang dia sukai. Memang apa salahnya menyukai anime? 

 

Tetapi, Violin teringat jika dia pernah menonton salah satu drama. "Eh, tapi aku pernah—"

 

"Kalau A Bussiness Proposal? Kau sudah lihat belum, Sarah?" Tanya Lina. Tampaknya dia tidak mendengar Violin berbicara. 

 

Violin masih ingin hendak bicara. "Tampaknya aku pernah melihat salah satu—"

 

"Belum pernah. Tapi pasti aku akan melihatnya. Kim Sejeong terlihat cantik di sana." Jawab Sarah. 

 

"Hei!" Panggil Violin. 

 

"Kalau suka Kim Sejeong mending liat School 2017 juga deh! Seru banget loh!!" Teriak Bella seperti biasanya. 

 

'Apa mereka tidak mendengarkanku?' Violin membatin di dalam hati. Seketika Violin murung. Pada akhirnya, dia mengeluarkan ponselnya. Lalu fokus pada benda tersebut.  

 

'Ternyata aku bahkan tidak pantas didengarkan.' 

 

 

 

 

 

 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Selfless Love
3820      1111     2     
Romance
Ajeng menyukai Aland secara diam-diam, meski dia terkenal sebagai sekretaris galak tapi nyatanya bibirnya kaku ketika bicara dengan Aland.
HURT ANGEL
101      78     0     
True Story
Hanya kisah kecil tentang sebuah pengorbanan dan pengkhianatan, bagaimana sakitnya mempertahankan di tengah gonjang-ganjing perpisahan. Bukan sebuah kisah tentang devinisi cinta itu selalu indah. Melainkan tentang mempertahankan sebuah perjalanan rumah tangga yang dihiasi rahasia.
I Hate My Brother
339      237     1     
Short Story
Why my parents only love my brother? Why life is so unfair??
After School
897      614     0     
Romance
Janelendra (Janel) bukanlah cowok populer di zaman SMA, dulu, di era 90an. Dia hanya cowok medioker yang bergabung dengan geng populer di sekolah. Soal urusan cinta pun dia bukan ahlinya. Dia sulit sekali mengungkapkan cinta pada cewek yang dia suka. Lalu momen jatuh cinta yang mengubah hidup itu tiba. Di hari pertama sekolah, di tahun ajaran baru 1996/1997, Janel berkenalan dengan Lovi, sang...
Dialog Tanpa Kata
8806      3148     19     
Romance
Rasi mencintai Sea dalam diam Hingga suatu hari Sea malah dinikahi oleh Nolan kakak dari Rasi Namun pernikahan Sea dan Nolan yang terlihat aneh Membuat Rasi bebas masuk ke kehidupan Sea Bahkan selalu menjadi orang pertama saat Sea membutuhkan bantuan Akankah Sea berpaling pada Rasi atau lagilagi perasaan Rasi hanya sebuah dialog dalam hati yang tak akan pernah terucap lewat kata Sea pada Rasi Ras...
Sunset in February
751      408     6     
Romance
Februari identik dengan sebutan bulan kasih sayang. Tapi bagi Retta februari itu sarkas, Februari banyak memberikan perpisahan untuk dirinya. Retta berharap, lewat matahari yang tenggelam tepat pada hari ke-28, ia dapat melupakan semuanya: cinta, Rasa sakit, dan hal buruk lain yang menggema di relung hatinya.
Something about Destiny
109      93     1     
Romance
Devan Julio Widarta yang selalu dikenal Sherin sebagai suami yang dingin dan kurang berperasaan itu tiba-tiba berubah menjadi begitu perhatian dan bahkan mempersiapkan kencan untuk mereka berdua. Sherin Adinta Dikara, seorang wanita muda yang melepas status lajangnya pada umur 25 tahun itu pun merasa sangat heran. Tapi disisi lain, begitu senang. Dia merasa mungkin akhirnya tiba saat dia bisa mer...
SOSOK
77      68     1     
Horror
Dunia ini memang luas begitu pula seisinya. Kita hidup saat sendiri namun bersama sosok lain yang tak terlihat. SOSOK adalah sebuah cerita yang akan menunjukkan sisi lain dunia ini. Sebuah sisi yang tak terduga dan tak pernah dipikirkan oleh orang-orang
Perverter FRIGID [Girls Knight #3]
1006      395     1     
Romance
Perverter FIRGID Seri ke tiga Girls Knight Series #3 Keira Sashenka || Logan Hywell "Everything can changed. Everything can be change. I, you, us, even the impossible destiny." Keira Sashenka; Cantik, pintar dan multitalenta. Besar dengan keluarga yang memegang kontrol akan dirinya, Keira sulit melakukan hal yang dia suka sampai di titik dia mulai jenuh. Hidupnya baik-baik saj...
Gareng si Kucing Jalanan
5118      2526     0     
Fantasy
Bagaimana perasaanmu ketika kalian melihat banyak kucing jalanan yang sedang tertidur sembarangan berharap ketika bangun nanti akan menemukan makanan Kisah perjalanan hidup tentang kucing jalanan yang tidak banyak orang yang mau peduli Itulah yang terjadi pada Gareng seekor kucing loreng yang sejak kecil sudah bernasib menjadi kucing jalanan Perjuangan untuk tetap hidup demi anakanaknya di tengah...