Read More >>"> Wanita Di Sungai Emas (Pendek) (2. PERISTIWA TIDAK MENGENAKKAN YANG TERJADI SECARA BERTURUT-TURUT) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Wanita Di Sungai Emas (Pendek)
MENU 0
About Us  

Wanita Di Sungai Emas

 

Aku terbangun disebuah ruangan yang sepertinya adalah sebuah kamar tidur tua dengan pencahayaan lilin tepat disebelahku.

Aku mulai menyilangkan tanganku untuk menutupi mata dari cahaya yang sangat terang, lalu berdiri dari kasur tua itu untuk mulai berjalan dengan kaki yang pincang dan kepala yang sangat pening.

Penglihatankupun seperti memiliki suatu efek kedip dan distorsi yang membuat segalanya menjadi hitam sejenak.

Aku mulai membuka pintu kamar itu dan melihat sekeliling, ternyata aku berada disuatu lorong gelap yang mengerikan... aku bisa merasakan beberapa sensasi horor dilorong ini.

Akupun memberanikan diri untuk pergi keujung lorong yang aku harap adalah pintu keluar, dan setelah beberapa langkah yang merepotkan, akupun sampai dipintu itu.

 

Tanpa berbasa-basi akupun langsung membukanya, dan aura kebaikan dan kesenangan dengan bunyi dersik yang menenangkan mengelilingiku, sampai-sampai aku tidak kuat untuk membuka mataku hingga ada cahaya yang membentang kepadaku, sehingga akupun mulai membuka mataku.

Lanskap arunika yang sangat indah membuatku ingin menangis bahagia.

Pohon-pohon rimbun disamping kanan dan kiri dengan kemiripan dan presisi yang sama seperti berada disebuah cermin kehidupan yang membuatnya menjadi lebih indah.

Setelah aku amati lagi... ternyata pohon-pohon tersebut memiliki warna daun yang sangat unik! Warna-warni seperti permen kapas, dan warna kayu pastel, tetapi tetap mempertahankan ketangguhan sebuah batang kayu yang kokoh.

Lahan kosong ditengah dengan bangku berwarna-warni, yang memiliki motif ukiran kayu elegan dan memiliki kesan aromantik dan anggun, sebuah ayunan kayu dari sebuah batang pohon yang bergetar karena angin kencang yang menghembus kearah timur, dan tentunya beberapa rumput dan tanaman berwarna-warni dengan bunga yang indah nan cantik membuat mataku lebih berkaca-kaca dan rasanya seperti ingin menari dengan hati yang bergema tanpa gangguan ditengah-tengah lahan tersebut.

Aku merasa... berada disurga duniawi yang tidak ada lawannya.

 

Akupun hanya diam tak melakukan apapun hanya untuk mengamati segala hal yang ada disini, hingga ternyata ada seseorang yang memanggilku dari belakang.

 

"Sudah.. bangun?... Pagi sekali..." Ucap seseorang.

 

Aku terkejut dan segera membalikkan badanku sampai-sampai ada hembusan angin yang menghembus tubuh tersebut.

Sekali lagi, aku tak bisa menjawabnya, aku hanya bisa mengamatinya.

Dia cantik, menawan, pakaian tidurnya yang klasik dan memiliki kesan nyaman karena motif-motif awan yang mungkin terbuat dari bulu domba, kemudian, aku kembali melihat wajahnya, aku rasa... dia orang barat, karena bentuk dari wajahnya yang sangat mirip dengan ciri orang kerajaan Kerasnya Laut Barat, atau biasa dipanggil kerajaan Barat Agung, yaitu kulit yang keemasan, mata yang sedikit sipit, bibir yang tipis, bulu mata yang lentik, dan hidung yang sedikit mancung, tetapi memiliki ukuran hidung yang cukup kecil bagi seorang wanita dewasa.

Lalu akupun mengamati rambutnya, warnanya sangat cantik, seperti perpaduan antara emas dan kuning membuat dirinya menjadi lebih cantik nan gemulai.

Diapun mulai berucap lagi dengan gaya bicara yang sedikit tegas, tetapi tetap tidak membuat keanggunannya hilang.

 

"Selamat datang diduniaku, dan perkenalkan, namaku Belladonna Carlina Zophy, aku tidak tau mengapa orangtua angkatku menamaiku dengan nama yang susah diucap.

Ohiya, kau bisa memanggilku Bell" Ucap Bell.

"B-Bell?" Tanyaku gugup.

"Eh... bagaimana kalau kita berekskursi sembari bercerita tentang apa yang terjadi tadi... ayo memasuki sungai" Ucap Bell.

"A-aku tak bisa berenang, apalagi menyelam.

Dan lagipula... apa maksudmu memasuki sungai?" Jawabku.

"Huft... bukankah prajurit diajarkan untuk berenang?" Tanya Bell.

"T-tidak. Tidak pernah...

Oh... hei! Jawab pertanyaanku!" Jawabku berontak.

 

Bell tak menjawabku, tetapi... dia menggerakkan kakinya untuk bergerak maju ke arahku hingga sampailah ia dihadapanku.

Kemudian dia menggerakan jari telunjuk dan tengahnya kearah dahiku, dan memejamkan matanya.

Aku ingin berucap sesuatu, tetapi sepertinya aku tidak boleh mengatakan sesuatu atau bahkan bergerak sekalipun sekarang.

Dan... sepertinya dia sedang melakukan suatu hal... magis? Yang mungkin bisa membuatku berenang tanpa berlatih? Haha... cerita fantasi yang klasik.

 

"Woah... kamu tidak bergerak, pintar sekali, apakah kamu pernah melakukan hal ini sebelumnya?" Tanya Bell penasaran.

"Tentu saja belum, aku hanya merasa bahwa... mungkin aku tidak boleh bergerak sekarang.

Oh iya, sedang apa kau tadi?" Tanyaku.

"Hm... satu-satunya hal yang bisa menjawabnya hanyalah ketika kamu masuk kedalam sungai itu sekarang" Jawab Bell.

"O-oh... ok.." Jawabku.

 

Sudah kuduga, pasti yang sedang Bell lakukan tadi adalah suatu keajaiban yang bisa membuatku berenang, atau... bahkan bernafas dalam air!

Tanpa berlama-lama lagi, aku segera berbalikkan badanku, dan berlarian hingga melompat kedalam sungai.

Aku sudah tidak peduli jikalau sungai itu dangkal, karena... tentu saja, sungai itu akan berubah menjadi andala yang kedalamannya tidak pasti.

Dan benar saja! Aku tidak merasakan hal yang menyakitkan disini, aku merasa sangat senang!

 

"Hei... jangan bertingkah laku seperti anak kecil, kau itu prajurit, yang benar saja, kalau sifatmu seperti anak kecil" Ucap Bell.

 

Setelah mendengar itu, aku mulai naik kedasar sungai, dan aku melihat Bell tertawa melihat tingkah lakuku, tetapi aku tidak peduli, yang lebih penting adalah, aku merasa bahagia!

 

"Hm.. apakah kamu ingin melihat sesuatu yang lebih keren lagi?" Tanya Bell.

"YA! Tentu saja!" Jawabku.

"Baiklah! Aku akan melompat, tetapi... kau harus naik dulu" Jawab Bell.

 

Akupun mulai menaiki daratan.

 

"Memangnya kau tidak takut bajumu basah?" Tanyaku.

"Tentu saja tidak! Aku sudah lama diberkati oleh orang tua angkatku dan pitarahku agar bajuku tidak rusak atau basah sekalipun ketika masuk kedalam air" Jelas Bell.

"Woah... keren sekali.

Tetapi... bajuku menjadi basah! Huft..." Keluhku.

"Tidak apa-apa.. aku bisa membuat bajumu kering didasar nanti... oh ya, aku masuk kedalam sungai oke!" Seru Bell.

 

Bell memasuki sungai dengan gerakan yang indah dan anggun, sudah seperti pemenang atlit lompat indah tahun lalu yang diselenggarakan dikerajaan Permata Emas.

Akupun mulai mengikutinya, dan mulai memasuki sungai.

Pada saat masuk kedalam sungai, segalanya sudah berubah! Yang tadinya kosong seperti andala, sekarang menjadi perkotaan bawah air dengan nada warna emas yang sangat cantik dan unik.

Lalu aku mulai memberanikan diri untuk membuka mulutku, dan berbicara kepada Bell.

 

"Ini sangat indah!" Seruku.

"Ya... sudah aku katakan tadi" Jawab Bell.

 

Aku mulai melihat-lihat seluruh sisi dari kota bawah laut ini.

Ada tempat seperti pasar, gedung-gedung yang indah, banyak ikan-ikan berbeda jenis yang berenang, dan tentunya banyak orang-orang, atau bisa dibilang makhluk? Yang berlalu-lalang dijalanan.

Aku sudah seperti berada di cerita-cerita fantasi yang sering sekali kubaca.

 

"Ayo ikuti aku! Kita menjelajah dikota bawah sungai saja!" Suruh Bell.

"Baiklah!" Jawabku.

 

Bell mulai berenang kebawah dengan sangat cepat, dan secara ajaib, gerakan Bell yang tadinya sedang berenang, menjadi berdiri tegap tanpa ada efek seperti terkena gelombang sama sekali!

Akupun mengikutinya dengan berenang lebih cepat lagi, dan saat berada ditempat yang memiliki gravitasi, aku malah terjatuh dijalanan.

Bell menertawaiku sembari menunjuk-nunjuk badanku, dan karena itu, aku segera berdiri dengan badan yang kesakitan, tetapi untungnya saja tidak terlalu keras saat terjatuh tadi.

 

"Haha! Lucu sekali... heh... huft... aku sakit perut.

Oh, aku lapar, ayo kita pergi ke restoran favoritku" Ajak Bell bersemangat.

"Ayo!.." Jawabku.

 

Bell menggenggam tanganku seperti seorang sahabat, dan menarikku hingga berada disuatu restoran yang ramai akan pengunjung.

 

"Ini dia! Restoran Lunar.

Restoran paling lezat dan terkemuka diwilayah kota ini!" Ucap Bell kegirangan.

"Hm... menurutku, ini adalah restoran yang biasa-biasa saja, keunikannya hanya arsitektur yang antik..dan-

"Lihat saja kedalam, lalu rasakan kenikmatannya!" Potong Bell.

 

Bell kembali menggenggam tanganku, dan memasuki pintu restoran dengan dramatis.

Tetapi anehnya, saat aku memasuki restoran itu, banyak sekali makhluk berbentuk manusia yang melihatku dengan tatapan yang... mungkin sedikit aneh.

 

"Bell?... mengapa... mereka memerhatikanku dengan tatapan yang aneh?" Tanyaku.

"Tentu saja, karena kamu tidak memiliki ciri khas seperti kita.

Sudah, jangan dilihat, mari kita cari meja kosong" Jawab Bell.

"O-ok... Oh ya, ciri khas seperti apa?" Tanyaku.

"Ciri khasnya yaitu tanda lahir berwarna keemasan dibagain belakang lehermu" Jawab Bell.

 

Akupun menyadari bahwa ini adalah hal yang diceritakan nenekku.

 

"Oh! Nenekku pernah menceritakan hal ini.

Tetapi... dia sudah tiada" Jawabku.

"Oh eum... yasudah" Jawab Bell melas.

 

Kemudian Bell mencarikan meja yang kosong.

Sembari mencari, aku melihat-lihat interior restoran ini, dinding restoran ini berwarna coklat keemasan dengan tambahan ukiran-ukiran bergambar daun dan tumbuhan-tumbuhan yang cantik.

Pola lantainyapun sangat elegan dan antik dengan pencampuran warna coklat dan emas, yang sepertinya terbuat dari perak yang sudah dipoles agar tidak cepat menghitam atau berubah warna.

Dan langit-langitnyapun sama halnya seperti lantainya.

Dan tanpa sadar, ternyata Bell sudah menemukan meja yang kosong.

 

"Akhirnya kita menemukan meja yang kosong, ayo duduk, lalu kita tunggu pelayan untuk memberikan kita menu" Ucap Bell.

"Baiklah, sambil menunggu, mungkin aku akan mengamati betapa indahnya restoran ini" Jawabku.

"Sudah kubilang, maka dari itu jangan menilai sesuatu dari depannya saja" Ucap Bell.

"Ya... kau benar" Jawabku lagi.

 

Sembari menunggu, aku mulai mengamati meja dan kursi yang kududuki.

Meja ini memiliki warna emas dengan ukiran tangan bergambar pola lingkaran dengan segitiga ditengahnya.

Dan alasnyapun dipoles dengan sangat rapih seperti alas dari seluncur anak-anak ditaman bermain khusus keluarga kaya, yang sudah dipoles dengan hati-hati agar lebih halus, dan nyaman untuk dimainkan.

Sama halnya dengan kursi yang kududuki, memiliki warna emas dan ukiran dengan pola yang sama dipinggirnya, dan alas yang dipoles hingga menjadi sangat halus, dan beberapa menit kemudian, seorang pelayanpun datang dan memberikan sebuah kertas menu.

 

"Permisi... ini kertas atau pilihan menunya... silahkan dipilih dengan memerhatikannya secara baik, dan jika sudah selesai, mohon datang ketempat pelayan.

Terimakasih, selamat memilih" Ucap seorang pelayan.

"Iya... terimakasih..." Jawab Bell.

"Oh... apakah itu manusia?" Tanya pelayan tersebut.

"Iya, mohon dipersilahkan untuknya" Ucap Bell.

"Oh... tentu saja... kami sangat menerima manusia terpilih disini" Jawab pelayan tersebut.

"Benarkah? Terimakasih ya..." Jawab Bell.

"Sama-sama... silahkan dipilih" Jawab pelayan tersebut.

 

Pelayan tersebutpun pergi, dan Bell memberikanku sebuah kertas menu, ternyata sangat banyak pilihan makanan dan minuman disini, tetapi ada satu makanan dan minuman yang sangat menarik, yaitu 'Sapi air dengan taburan morfin dan sirup apel kental berbumbu manis' dan 'Jus buah lobi-lobi dengan tambahan buah gandaria dan kental manis jambu diatasnya'.

Karena aku menyukai hal yang unik, akupun memilihnya, lalu memberitahu Bell.

Bell mengangguk dan pergi dari kursi menuju ketempat pelayan.

Dengan gerakan yang sangat sopan dan elegan, akupun terus memandanginya hingga dia berbalik badan, dan menuju kursi kembali.

Kemudian Bell memulai sebuah topik pembicaraan kepadaku.

 

"Omong-omong... untuk apa kau memasuki sungaiku?

Bukankah kamu tidak boleh melewati batas tilas?" Tanya Bell.

"Hm... ceritanya cukup panjang, aku tak tau jika aku bisa-

"Pesanan Belladonna, silahkan ambil ditempat pelayan... Pesanan Belladonna... Pesanan Belladonna" Teriak seorang pelayan.

"Oh... sudah jadi, aku akan ambil pesanan itu terlebih dahulu" Ucap Bell.

"Woah... cepat sekali," Ucapku terpukau.

"Ya.. begitulah" Jawab Bell.

 

Akupun melihat makanan yang aku pesan, menurutku, tidak terlalu aneh, seperti makanan pada umumnya, dan rasanyapun cukup lezat.

Aku mulai memakannya dengan sangat lahap hingga habis tak tersisa karena terlalu lapar.

Kemudian, aku meminum jus yang tadi kupesan, menurutku... rasanya seperti perpaduan jus jambu dan alpukat, dan... sepertinya ini tidak seunik yang ada di benakku, tetapi... tak apa.. yang terpenting adalah, perutku sudah tak berbunyi aneh kembali.

Karena teralalu lahap, akupun lupa bahwa Bell sedari tadi melihatku dengan tatapan yang manis dan sepertinya keheranan karena melihatku yang rasanya seperti tidak pernah makan selama satu bulan.

 

"Terimakasih, sudah membelikanku makanan, huft... aku sedikit menyesal mengikuti ucapan temanku untuk pergi ke suku Cantik Ala-

"Shut!... D-diam! A-ayo kita kerumah orangtuaku" Potong Bell yang mengejutkanku.

"Untuk apa?!" Tanyaku penasaran.

"Agar orangtuaku dapat mendengar ceritamu" Jawab Bell.

 

Bellpun menggenggam erat tanganku, dan pergi kesuatu tempat hingga kita sampai disebuah stasiun kereta.

 

"Kita harus membeli tiket terlebih dahulu bukan?" Tanyaku. "Tidak usah, kita hanya butuh membayarnya dengan datang tepat waktu, niat, dan semangat" Jawab Bell.

 

Dan benar saja, sebuah kereta yang bergaya simpel dan berwarna-warni datang tepat didepanku.

 

"Ayo masuk!" Suruh Bell.

 

Saat memasuki kereta, ternyata tidak terlalu ramai, jadi aku bisa leluasa mengamati kereta itu.

Bagian dalam dari kereta ini sangatlah sederhana, bangku-bangku besi biasa dengan warna teal dan merah dengan pinggiran berwarna emas.

 

Beberapa saat kemudian, Bell berdiri dan menyuruhku untuk berdiri sepertinya, dan ternyata kita sudah sampai di stasiun dengan plang bertuliskan Mutiara Perak, dan pintu keretapun terbuka.

 

"Ayo, rumah orangtuaku sangat dekat dari sini" Ucap Bell.

"I-iya..." Jawabku.

 

Bell kembali menggenggam erat tanganku, dan mulai berjalan lurus dijalanan klasik berwarna navy dan hutan hijau.

Kemudian, Bell mulai menunjuk sebuah rumah.

 

"Nah... itu rumah orangtuaku" Ucap Bell sembari menunjuk kesebuah rumah.

"Woah... cepat sekali" Jawabku.

 

Aku memerhatikan rumah itu dengan sangat teliti.

Gaya rumah yang sangat antik seperti rumah orang kaya yang tak terurus, dan polesan warna yang mencolok, membuat rumah ini menjadi ikonik dan sangat mudah diingat.

Yaitu tembok berwarna aquamarine sedang dan garis-garis berwarna pirus pucat.

Tiang penyangga berwarna putih dengan ukiran mandala yang unik dan mencolok.

Dan tentunya atap-atap berwarna puff persik dan beberapa tambalan atap berwarna kuning tongkat emas muda.

 

"Ayo kita masuk, akan kuperkenalkan kau dengan orang tuaku" Ucap Bell.

"Oke" Jawabku singkat.

 

Kita berduapun memasuki rumah orangtua Bell dari pintu tua polos berwarna biru besi.

Dan benar saja sudah ada dua orang wanita dan pria yang sedang bermain kartu dengan riang gembira diruangan yang sedikit kecil berwarna kuning hijau dengan beberapa lukisan artistik berkategori abstrak berwarna-warni yang memberikan suasana kesenangan diruangan ini.

Dan tentunya ada meja berwarna tongkat emas tua dengan serbet berwarna marun diatasnya dan kursi kecil berwarna sama dengan meja tersebut yang menghasilkan efek janggal, dan kemungkinan akan membuat orang kebingungan saat melihatnya pertamakali.

Dan jangan lupa lantai dari ruangan tersebut yang menggunakan keramik berwarna jagung sutra, kemudian langit-langit yang berwarna hijau kuning memberi kesan sejuk dan asri.

 

"Ayah, ibu, perkenalkan, ini Alejandro, dia teman baruku, dan aku butuh untuk kalian mendengarkannya bercerita sebentar" Ucap Bell.

"Baik sayangku" Jawab ibu Bell.

"Aku kira itu pacar barumu, hihih" Jawab ayah Bell klise.

"Aku saja belum memenuhi rahara. Ayo Alejandro, ikuti aku" Ucap Bell.

 

Akupun mengikuti Bell, dan kita berempat duduk disofa ruang tamu yang cukup luas dengan kesan penuh ceria karena warna khaki yang menyelimuti tembok ruangan ini.

Lantai dan langit-langit ruangan ini yang berkesan minimalis dengan warna kuning muda, dan interior yang dipenuhi oleh tanaman hias gantung beserta sofa berwarna putih navajo dengan meja kecil berwarna coklat berpasir, dan beberapa lemari yang melengkapi ruangan ini.

Dan jangan lupa, tangga melingkar diujung kiri, membuat kesan rumah yang kaya dan megah.

 

"K-kakak! Dia manusia! Mengapa kakak membawa dia kemari?!" Teriak seseorang yang baru saja turun dari tangga.

"B-Bell... mengapa kau membawa manusia kemari? Bukankah ibu sudah menceritakan betapa kejamnya manusia kepada kita?" Tanya ibu Bell terbatuk dan terkejut tak menyangka.

"Itu yang aku ingin ceritakan! Jadi tenang dulu... jangan asal tuduh!

Huh... pada saat aku menyendiri disungai hutan.. aku menemukannya mengambang disungaiku, akupun penasaran, dan menariknya, tetapi, saat aku menariknya, dia tak sengaja terbentur oleh sesuatu, dan akupun membawanya kerumahku.

Ohiya, dia prajurit kerajaan loh" Jelas Bell.

"Kerajaan yang mana?" Tanya ayah Bell sinis.

"Mutiara... Emas" Jawabku.

"Huft.. apa kau tau? Raja dari kerajaanmu sangatlah kejam... kami sekeluarga benci dengan rajamu" Jawab ibu Bell.

"Ayah, Ibu, biarkan aku memikirkannya terlebih dahulu dikamar" Ucap Bell sembari memasuki ruangan yang sepertinya adalah kamarnya.

 

Karena merasa tak nyaman, aku mengucapkan permisi, dan pergi dari rumah itu, dengan pikiran yang sangat berantakan.

Dan... mungkin aku sudah berada diluar sekitar sepuluh menit, dan tetap merenungi hal yang sama... yaitu tempat asalku...

 

"Hei" Panggil seseorang dari belakang.

 

Aku menoleh dengan dramatis dan perlahan kebelakang, dan menyadari bahwa itu adalah ayah Bell.

 

"Um... hai. Aku minta maaf atas sifat istriku tadi.. mungkin dia terlalu bereaksi.

Oh... aku lupa memberitahumu, namaku Eugine Constanzo.

Tetapi... mungkin kau akan merasa aneh dan kurang sopan jika memanggil nama untuk orang tua sepertiku, jadi.. panggil saja aku, paman Eugine.

Sekarang... ayo kita kerumahku" Jelas paman Eugine.

 

Sesampainya dirumah, ibu Bell menyuruhku untuk duduk dikursi makan.

 

"Silahkan makan bersama..." Ucap ibu Bell.

"Bell sayang... ayo makan... ada makanan kesukaanmu loh!..." Ucap paman Eugine.

"Iya yah!" Sontak Bell dari dalam kamar.

 

Setelah dipanggil, Bell segera keluar dari kamarnya, tetapi... sepertinya dia sedang berada difase rambut yang berantakan, baju belel, dan ada sisir yang menyangkut dirambutnya.

Tetapi... walaupun bentukan Bell yang saat ini kurang cocok untuk seorang wanita yang aku anggap sebagai wanita teranggun sedunia, tetapi paras dan wajah cantiknya tetap menunjukkan bahwa dia adalah wanita yang tidak main-main dengan kecantikan... sangat berbeda dengan kakakku tentunya.

Tetapi... saat dia melihatku, wajahnya yang datar menjadi wajah terkejut dan kembali mendobrak pintu kamarnya.

 

"A-ada Alejandro?! Mengapa tidak memberitahuku?!" Teriak Bell.

"Memangnya kenapa? Bukankah kau sudah menganggap normal hal itu?" Tanya paman Eugine.

"T-tetapi... bukan untuk Alejandro!...

Huh... intinya.. ayah dan ibu harus bilang padaku terlebih dahulu jika ada Alejandro!

Dia itu laki-laki! Yang benar saja aku memakai baju belel dan rambut yang berantakan seperti ini" Jawab Bell.

"Huh... maaf atas kelakuan Bell. Dia kadang memang bertingkah sangat aneh" Ucap paman Eugine menghiraukan ocehan Bell dikamarnya.

 

Akupun hanya mengangguk canggung.

 

"Ohiya... aku lupa, namaku... Alice Belladonna.

Kau bisa menyebutku... um... tante? Menurutmu aneh tidak?" Tanya ibu Bell.

"Tante? Menurutku sedikit lucu... kau masih muda sayang... yang benar saja kau dipanggil tante" Jawab paman Eugine.

"Huft.. serahkan saja pada Alejandro..." Jawab ibu Bell.

"U-um... mungkin... nyonya? Nyonya.. Alice?" Jawabku dengan ragu.

"Wah, benar juga! Nyonya Alice! Kau bisa memanggilku itu" Jawab nyonya Alice semangat.

 

Akupun tersenyum, dan paman Eugine kembali berbicara.

 

"Hei... kau masih 33 tahun... yang benar saja dipanggil nyonya" Jawab paman Eugine.

"Huft.. memangnya kau dipanggil apa oleh Alejandro sampai sebawel ini?" Tanya nyonya Alice.

"Um... paman Eugine?..." Jawab paman Eugine pelan.

"Haha! Kena kau! Kau masih 35 tahun! Dan kau memintanya untuk dipanggil paman?" Sarkas nyonya Alice.

"Huh... iya nyonya!... haha!" Kata paman Eugine sembari tertawa riang.

 

Sepertinya paman Eugine sedang mengejek istrinya sendiri secara insinuasi...

Kemudan, Bell keluar dari kamar dengan baju yang rapih dan rambut yang digerai panjang.

Tentunya sangat berbeda dari penampilannya tadi.

 

"Yah... bu... sudah dipikirkan baik-baik?" Tanya Bell.

"Maksudmu?" Tanya nyonya Alice.

"Tentang... Alejandro?" Bisik Bell yang bodohnya tetap terdengar olehku.

"Sudah.. makan dulu" Jawab paman Eugine.

 

Paman Euginepun pergi mengambil makanan didapur, dan makanannya adalah telur dadar, buncis, dan ayam.

Kemudian aku memakannya dengan lahap, tetapi sepertinya mereka memiliki kebiasaan makan yang cukup aneh, saat makan, mereka hanya fokus untuk memakan makanan mereka.

Aku tau jika dikeluarga kerajaan, itu adalah kebiasaan yang baik karena membiasakan seseorang untuk fokus dalam satu tujuan, tetapi... menurutku ini sangat aneh, seperti memiliki tatapan yang kosong...

Hingga beberapa saat kemudianpun, kita berempat sudah menghabiskan makanan tersebut.

 

"Wah... tak terasa... sudah habis saja.. oh... nanti Alejandro tidur dikamar Bell saja ya" Ucap paman Eugine.

"E-eh... j-jangan paman! Nanti merepotkan... aku bisa tidur disofa kok" Jawabku canggung.

"Tidak... tidak merepotkan kok.. Bellpun setuju" Jawab nyonya Alice.

"T-tidak usah... aku tidur disofa saja" Jawabku.

"Huft... sudahlah... jika itu yang kau mau... kami... izin pergi... jika membutuhkan pertolongan, panggil saja aku, ayah, atau ibu" Jawab Bell.

 

Merekapun pergi, dan segalanya menjadi hampa dan sunyi... karena tak ada suara, akupun mulai memikirkan segala sesuatu yang telah kualami hari ini, hingga lama-kelamaan akupun mengantuk, dan tidur disofa.

Aku akhiri hari ini dengan pemikiran yang mendalam agar bisa menemaniku tertidur...

 

Wanita Di Sungai Emas

 

Saat aku terbangun dari tidur, aku melihat sekelilingku, tetapi anehnya aku hanya melihat warna putih disekelilingku.

Akupun merasa kebingungan dan merasakan ada beberapa hal janggal disini.

Aku merasa ada seseorang dibelakangku, tetapi aku tak bisa melihatnya, dan beberapa kali aku mendengar sesuatu disamping kanan-kiriku, tetapi sekali lagi... aku tak bisa melihat apa yang aku dengarkan.

Badankupun bergetar, dan aku memejamkan mataku agar bisa lebih tenang, tetapi saat aku membuka mataku lagi, aku melihat sosok wanita dengan gaun yang sangat indah, pola yang sangat detil, perpaduan warna emas, dan hitam, dan kainnya yang mulus seperti sutra dengan warna seputih salju.

 

Diapun menghadap kearahku, wajahnya memiliki dandanan yang mencolok, pipinya sangat tirus, bibirnya tidak terlalu tebal, matanya yang sedikit sipit dengan bulu mata yang sangat lentik, dan rambut panjangnya yang menjulur kebawah membuatnya menjadi sedikit menyeramkan.

Dia mengulurkan tangannya kearahku, dan berkata.

 

"Kau harus mempertanggungjawabkannya... kau sudah berada disini, jagalah sikapmu, jadilah yang terbaik.

Dan ingat sekali lagi, kaulah yang melakukannya, dan kau yang harus mempertanggungjawabkannya..." Ucapnya.

 

Aku terkejut tak terkontrol dan berteriak sekencang-kencangnya karena suara wanita tersebut benar-benar mematikan, rasanya seperti telingaku meledak saat mendengarnya.

Dan secara tiba-tiba, Bell memegang tanganku sembari berteriak.

 

"Hei! Kau bermimpi apa?!" Tanya Bell penasaran.

"A-aku bermimpi ada wanita yang berkata padaku... dan wajahnyapun sedikit menyeramkan, kalau tidak salah, dia berkata padaku, 'Kau harus mempertanggungjawabkannya...' dan.. bla-bla-bla dengan suara yang benar-benar membuat telingaku meledak, tetapi, apa maksudnya?..." Tanyaku. 

"H-huh... itu hanyalah mimpi buruk, sudah, ganti bajumu, kita akan berkeliling daerah sekitar" Jelas Bell.

"I-iya... oh... aku pakai baju milik siapa?" Tanyaku.

"Sudah kusiapkan baju dan celana ayahku, muat kok, lagipula, badanmu tak sebesar itu bukan?" Jawab Bell.

 

Aku terbangun dari sofa, dan melihat kemeja, ternyata baju dan celana itu berada tepat dimeja dekat sofa.

Akupun mengambilnya, dan pergi ketempat sepi.

Baju itu sangat formal dengan warna dijon dan tak bermotif, dan baju itupun berbahan katun, sedangkan celananya berwarna cokelat berpasir berbahan kain denim.

Akupun memakaikan baju itu secara perlahan agar tidak membangunkan paman Eugine dan nyonya Alice.

Setelah mengganti baju, akupun keluar dari ruangan sepi itu dan bertemu kembali dengan Bell.

 

"Sudah nih..." Ucapku.

"Woah... cocok sekali" Puji Bell.

"Terimakasih, oh ya... memangnya... kita ingin menjelajahi daerah ini?" Tanyaku penasaran.

"Kalau kau mau, ayo saja" Jawab Bell.

"O-ok... aku mau! Ayo kita pergi menjelajah!" Seruku.

 

Seperti biasanya, Bell menggenggam tanganku dan mulai berjalan keluar rumah.

 

"Memangnya kita mau kemana?" Tanyaku.

"Oh... banyak tempat yang ingin kutunjukkan, dan untuk saat ini, kita akan pergi ketaman 'Bunga Merah Kehidupan" Jawab Bell.

"Oke... apakah jauh?" Tanyaku.

"Tidak kok, kita hanya perlu lurus keselatan, dan disana ramai sekali hewan-hewan air yang berlalu-lalang, dan berhati-hatilah, karena disana ada beberapa tempat yang akan membuat gravitasi menjadi hilang dan membuatmu berenang atau mengambang kedasar air.

Dan berhubung banyak hewan air berlalu-lalang, berhati-hatilah, jangan sampai tertabrak atau bahkan menyentuh hewan beracun atau hewan yang berbahaya" Jelas Bell.

"Oke! Ayo kita kesana!" Jawabku bersemangat.

 

Bell kembali menggenggam erat tanganku dan berlari kearah selatan.

Beberapa saat kemudian, sampailah kita disebuah papan yang cukup besar dan sebuah pintu masuk yang bertuliskan 'Taman Bunga Merah Kehidupan'.

 

"Kita sudah sampai!... Indah bukan?" Tanya Bell.

"Mana kutahu.. aku saja belum pernah masuk ketaman ini" Jawabku.

"Oh... aku bodoh.

Baiklah, ayo masuk, tidak berbayar kok" Ucap Bell.

"Oke" Jawabku.

 

Lagi-lagi, Bell menggenggam tanganku dengan erat, dan memasuki pintu masuk.

 

"Ini dia! Indah sekali bukan?" Ucap Bell bersemangat.

 

Akupun melihat sekeliling, sangat indah!

Taman tersebut sangat luas dan banyak rumput-rumput yang menjalar diantara tembok-tembok batu bata dengan nada warna lembut warna-warni tak beraturan yang membuat tembok itu menjadi lebih indah.

Dan juga ada jalan setapak berbatu ditanah keras yang membuatnya terlihat kokoh, ada beberapa lahan kosong dengan tanah berwarna hijau kekuningan, dan ada juga tempat dimana banyak sekali tempat bermain, seperti ayunan, perosotan, jungkat-jungkit, panjat tebing, tiang gelantung, tempat merangkak, dan juga ada beberapa tempat sanggar dan tempat duduk.

Dan tak lupa juga ada tempat penjualan makanan dan minuman agar menambah energi saat bermain.

 

"Ayo kita bersenang-senang, disini banyak sekali tipe permainan" Ucap Bell.

"Bagaimana kalau kita bermain.. ayunan?" Tanyaku

"Itu terlalu kekanak-kanakan" Jawab Bell.

"Kalau... panjat tebing?" Tanyaku sekali lagi.

"Aku takut ketinggian" Jawab Bell.

 

Akupun kebingungan dan mulai merasa canggung, jadi aku berpasrah dan berkata.

 

"Yasudah... kita makan saja... setuju?" Tanyaku.

"Setuju!" Jawab Bell semangat.

 

Haha... sepertinya ada yang sedang keroncongan.

 

Bell dan akupun pergi ketempat penjualan makanan.

Eksterior dari tempat itu sangat simpel dengan nada warna mirip seperti tembok yang berumput tadi, tempat jual makanan dan minumannyapun sangat beragam, kira-kira ada tiga belas tempat makanan.

Aku dan Bellpun memilih tempat duduk ditengah-tengah.

 

"Mau makan apa nih?" Tanya Bell.

"Hm... ada ikan bakar?" Tanyaku bercanda.

"Hei! Apa kau bercanda?" Sontak Bell.

"Haha... aku hanya bergurau, hm... sepertinya aku menginginkan telur, dan untuk minumnya... air putih saja" Jawabku.

"Baiklah" Jawab Bell.

 

Kemudian Bell pergi ketempat pembelian makanan.

Saat Bell membeli makanan, aku memperhatikan sekeliling, tetapi anehnya, aku tidak melihat ikan yang berlalu-lalang seperti yang Bell katakan padaku.

Karena kebingungan, akhirnya pemikiranku melenceng dan mulai memikirkan tempat ini.

Kursi yang aku duduki bergaya simpel berbahan plastik dengan warna hijau dan meja plastik polos berwarna teal.

Dan akupun melihat toko-toko disekelilingku, sama seperti tempat makan didesaku, toko-toko berjejer dengan rapi, dan banyak orang-orang yang mengantri untuk membeli makanan.

Lama-kelamaan, Bellpun kembali ke kursi.

 

"Makanannya sebentar lagi akan datang, dan jika kau bertanya, dimana tempat ajaib itu, tenang saja, kita akan kesana nanti" Jawab Bell seperti sehabis menerawang pikiranku.

"Ini pesanan anda, totalnya menjadi empat puluh ribu" Ucap seorang pelayan yang menghampiri kita berdua.

 

Bellpun memberikan sebuah kertas dengan tulisan kepada pelayan tersebut.

 

"Terimakasih, selamat menikmati" Jawab pelayan tersebut.

"Ayo Alejandro, dimakan" Ucap Bell sembari melihat pelayan tadi pergi.

 

Akupun memakan telur yang dibelikan Bell dengan lahap, dan melihat makanan yang dipesan Bell, sepertinya dia memesan ayam gulai kukus, dan minumnya adalah air putih.

Beberapa menit kemudian, kedua makanan kita sudah habis termakan.

 

"Woah... tak terasa sudah habis saja... ayo kita lanjut ketempat yang aku maksud" Ucap Bell.

"Oke! Ayo!" Jawabku bersemangat.

 

Kemudian Bell menggenggam tanganku, dan mulai berlari sembari tertawa riang.

Dan entah mengapa... aku menjadi sama bahagianya dengan Bell.

Aku rasa, dia memilki kekuatan magis yang bisa membuat siapapun menjadi bahagia.

 

Saat berjalan, aku melihat kanan kiriku, banyak sekali pohon-pohon rindang berwarna-warni, dan juga rumput-rumput dengan bunga-bunga bermekaran yang berwarna-warni yang tentunya membuat keadaan menjadi lebih riang, dan karena hal ini, aku jadi tahu, bahwa sebenarnya kebahagiaan itu akan datang pada waktu yang tepat, dan tentu saja, kebahagiaan itu tidak bisa dibeli oleh kepingan emas atau uang.

Hanya orang yang menyayangi kitalah, yang bisa memberikan kita kebahagiaan.

Belladonna, Berta, paman Elio, paman Eugine, nyonya Alice, dan yang lainnya... aku ingin sekali berterimakasih kepada semuanya... dan aku harap... aku bisa melakukannya...

 

Tak terasa, aku dan Bell sudah sampai ditempat yang Bell maksud.

Dan... apa yang dikatakan Bell benar... tempat ini... jauh lebih indah dari yang aku bayangkan... pohon-pohon dengan bentuk akar yang besar dan berserabut, batang pohon yang sangat besar dan menjulang tinggi keatas dengan tekstur yang kasar, dan daun-daun pohon yang berwarna-warni menyelimuti atap dari pohon tersebut yang berjajar disekelilingnya.

Banyak tanaman-tanaman unik yang bertebaran disini, seperti bunga yang memilki kelopak yang lebar dengan batang tipis dan daunnya yang lebih lebar dari bunga itu sendiri, ada bunga yang tak memiliki batang dan memiliki kelopak yang sangat besar, tetapi memiliki sari bunga berwarna-warni, dan bunga-bunga kecil berwarna-warni yang ajaibnya, ada beberapa bunga yang menyala, seperti ada api yang berkobar dibunga tersebut.

Tanah dari tempat itu memilki percampuran nada warna bumi dan lembut warna-warni dengan rumput-rumput kecil yang menghiasinya.

Dan benar kata Bell, banyak ikan-ikan unik berwarna-warni yang berenang-renang mengitari tempat ini, dan ada juga beberapa ikan berukuran besar berenang disekitar sini.

Tetapi, aku belum melihat beberapa tempat yang katanya tidak memilki gravitasi, karena penasaran, akupun bertanya kepada Bell.

 

"Bell? Dimana tempat yang kau bilang tidak memilki gravitasi?" Tanyaku.

"Kau ingin lihat?" Tanya Bell sembari tersenyum mengejek.

 

Akupun mengangguk, dan Bell berlari kearah timur, dan benar saja, Bell terbang dan berenang-renang!

Aku terkagum melihat keindahan Bell saat berenang, dia tertawa dan tersenyum karena bahagia, akupun juga begitu, aku sangat senang jika melihat orang lain sedang berbahagia.

Karena penasaran, akupun mengikuti Bell, dan memasuki tempat itu, tetapi sebelum itu, Bell seperti berteriak atau sedang memberitahuku, tetapi... aku tak mendengarnya, jadi aku melangkahkan kakiku ketempat itu... dan...

 

"AKH! TOLONG!" Teriakku terkejut.

"SUDAH KUBILANG, KAU TAK BISA BERENANG! KEKUATANKU HANYA BISA TERPAKAI DIAIR! JANGAN MAIN-MAIN!" Jawab Bell panik.

"B-BELL! T-TOLONG!" Teriakku panik.

"SEBENTAR! AKANKU GENGGAM TANGANMU!" Jawab Bell.

 

Karena belum siap, akupun terkejut dan berteriak sekencang-kencangnya hingga membuat Bell panik, dan Bell menggenggam tanganku sebagai tanda bahwa dia ingin menolongku.

 

"Huft... sudah kubilang... kau itu tidak bisa berenang! Jangan sekali-sekali masuk ketempat ini lagi tanpaku... kau mengerti?" Nasihat Bell.

"I-IYA... T-TETAPI... BAGAIMANA CARA KITA TURUN?!" Tanyaku panik.

"Tenang! Jangan berteriak... nanti kita akan turun kok, ada waktu dimana gravitasi kembali, sehingga kita akan turun kebawah" Jawab Bell.

"O-oh... oke" Jawabku tenang.

 

Seketika menjadi hening beberapa saat, dan Bell kembali mencairkan suasana.

 

"Yasudah... bagaimana kalau kita... bermain?" Tanya Bell.

"Bermain apa?" Tanyaku.

"Biasanya sih... makhluk-makhluk disini bermain dengan cara berputar-putar diantara pohon itu" Jawab Bell sembari menunjuk kesebuah pohon besar.

"Hm... menarik..." Jawabku.

"Ya... ayo lakukan!" Seru Bell.

 

Kemudian Bell menarik tanganku, dan berputar-putar diantara pohon besar itu, ternyata... hal itu sangat menyenangkan!

Aku dan Bellpun tertawa kegirangan karena berputar-putar.

 

"Haha! Seru sekali!" Tawa Bell.

"Iya! Hal ini cukup membuatku mual karena berputar-putar..." Jawabku.

"Sama halnya denganku.

Karena berputar-putar, hal ini membuatku mual, dan sedikit menggelitik perutku! Haha!" Jawab Bell sembari tertawa.

 

Beberapa saat kemudian, keadaan menjadi normal kembali, dan kita turun kedaratan secara perlahan...

 

"Huft... seru sekali... ini adalah hal paling menakjubkan yang pernah aku lakukan!" Seruku.

"Haha! Aku juga... ohiya, apa kau ingin pergi kemuseum seni?" Tanya Bell.

"Aku mau!" Seruku.

 

Kemudian Bell menggenggam tanganku, dan berlari kearah pintu keluar.

 

"Apakah jauh?" Tanyaku.

"Cukup jauh... kita harus pergi keibu kota terlebih dahulu" Jawab Bell.

"Oh... oke" Jawabku.

 

Beberapa saat kemudian, aku dan Bellpun sudah sampai distasiun kereta yang kemarin, dan memasukinya.

 

"Apakah kita pergi kekota yang sama seperti kemarin?" Tanyaku.

"Iya... ohiya... memangnya kau menyukai karya seni?" Tanya Bell.

"Sedikit... karena aku tidak suka jika aku terlalu penasaran terhadap arti dari suatu seni, apalagi jika aku ingin mengetahui arti dari karya abstrak, kepalaku akan menjadi pusing... karena rasa penasaranku sangat membara... huft... mungkin aku harus mengurangi isi pikiranku...

Oh iya.. apakah kau menyukai karya seni?" Tanyaku balik.

"Ya... aku suka..." Jawab Bell. 

"Apa yang kau suka dari karya seni?" Tanyaku.

"Aku suka karena-

 

Ternyata kita sudah sampai distasiun kota.

 

"Wah... cepat sekali" Kagumku.

"Yap, seperti biasanya... ayo kita turun! Tak terlalu jauh kok" Suruh Bell.

"Ayo!..." Jawabku.

 

Aku dan Bellpun pergi dari stasiun kereta itu, dan berjalan ditrotoar jalan.

 

"Ohiya... apa yang kau suka dari karya seni?" Tanyaku lagi.

"Aku menyukai seni dari betapa indahnya karya-karya yang dibuat oleh tangan, dan juga... aku mungkin adalah kebalikan darimu, yaitu aku sangat menyukai dengan pikiran yang mendalam untuk mengartikan maksud dari suatu karya seni yang dibuat, apalagi jika ada suatu arti yang disembunyikan oleh seniman, menurutku... itu sangat menakjubkan!" Jawab Bell.

"Woah... keren!" Jawabku.

 

Setelah berjalan-jalan menyusuri kota bawah air yang indah ini, akupun menyadari bahwa ada suatu monumen yang terpajang ditengah-tengah jalan.

Karena penasaran, akupun menanyakan hal itu kepada Bell.

 

"Bell... monumen apakah itu?" Tanyaku.

"Itu adalah monumen untuk mengenang persahabatan yang memiliki konflik oleh petinggi-petinggi daerah ini, karena... ya... kau taulah... makhluk Iblis adalah makhluk paling berbahaya, jadi... bisa dibilang mereka memilki hubungan persahabatan yang terlarang.

Maka dari itu, akhirnya mereka dituduh penghianat karena berhubungan baik dengan makhluk Iblis, dan divonis hukuman mati dengan cara ditebas... dan ternyata hubungan persahabatan mereka memiliki tujuan yang sangat baik, yaitu mengubah sifat makhluk Iblis Sungai agar menjadi makhluk yang baik, dan tidak menyukai kerusuhan dan kegelapan.

Tetapi... ya.., sudah terlanjur dihukum untuk keduanya..." Jelas Bell.

"Oh... begitu ya... um... awal pertemuan mereka seperti apa? Mengapa mereka bisa menjadi sahabat?" Tanyaku.

"Huft... panjang kisahnya..." Jawab Bell.

"Yasudah, bagaimana jika kita mampir terlebih dahulu kemonumen itu.

Kebetulan sekali... kakiku pegal karena berjalan" Saranku.

"Baiklah, ayo kita duduk disana" Ucap Bell sembari menunjuk kesebuah kursi.

 

Lalu, kita duduk dibawah monumen itu dan Bell mulai menceritakannya.

 

"Ohi... sebelum itu, nama perempuan itu adalah Domenica... dan awal pertemuan mereka yaitu, pada saat peperangan Iblis dan Malaikat seribu tiga ratus empat puluh delapan tahun yang lalu.

Sang perempuan sedang bermain dibawah pohon pada siang hari, dan secara tiba-tiba ada makhluk Iblis Laut yang merubah bentuknya menjadi seorang remaja perempuan, dan mengajak sang perempuan bermain.

Karena seringnya mereka bermain, merekapun menjadi sahabat dan membuat suatu perjanjian persahabatan agar tidak pernah berpisah.

 

Hari demi hari telah berlalu, dan hingga pada suatu hari, sang makhluk Iblis Lautpun tidak pernah mengunjungi Domenica, hingga pada akhirnya, dia kembali datang untuk bermain... tetapi... dengan bentuk orisinil sang makhluk Iblis Laut yang menyeramkan...

Dia memiliki tanduk dan mata besar dengan warna hitam keseluruhan, warna kulitnya yang berwarna pucat, mulut yang lebar dan hanya ada gigi taring saja tanpa lidah, badannya yang kurus dan tinggi, dan tangannya yang kurus berkuku panjang dan runcing.

Karena hal itu, tentu saja, Domenica yang tidak mengetahui bahwa itu adalah sahabatnya berteriak dan menangis karena kengerian dari makhluk itu, tetapi... makhluk itu memeluknya dengan tenang, dan berbisik 'Tenang... aku sahabatmu... aku tau kau terkejut... tetapi... sebenarnya aku adalah makhluk Iblis Laut... tolong... tolong hargai aku... aku hanya ingin menjadi makhluk Iblis yang baik... maka dari itu... aku bersahabat denganmu...' Ucapnya.

 

Karena hal itu... sang perempuan terkejut, karena dia mengetahui bahwa dia memang benar-benar sahabatnya karena suaranya yang khas, yaitu sedikit berat tetapi mulus, dan cara bicaranya yang bernada.

Karena hal itu, sang perempuan kembali memeluk sahabatnya sembari menangis dan berkata 'K-kau!.... Mengapa kau menyembunyikan hal itu!... A-aku terkejut...' Dan akhirnya mereka menangis bersama-sama sembari menceritakan tentang hal yang ia rasakan pada saat itu, tetapi.. perbincangan mereka yang tadi hanyalah sebuah legenda yang belum pasti, jadi, lebih baik kau tidak terlalu percaya.

Bisa dibilang, perbincangan tadi hanyalah cocok logi dan teori makhluk sekitar" Jelas Bell.

"Lalu... apa cerita dibalik penghukuman sang perempuan... Domenica?" Tanyaku penasaran.

"Jadi... setelah kejadian itu, mereka tetap menjadi kedua sahabat yang menghiraukan kekurangan dari sang makhluk, hingga sebulan kemudian, pada saat akhir dari peperangan yang dimenangi oleh makhluk Malaikat, banyak sekali prajurit-prajurit yang menggeledah rumah-rumah warga, yang ditakutkan, ada makhluk Iblis Laut yang bersembunyi atau bahkan ada yang menyembunyikannya.

Untungnya saja tidak ada yang menyembunyikan makhluk itu, dan... ya... terkecuali Domenica, dan pada saat diketahui para prajurit, sang makhluk Iblis Laut kabur dari rumah itu, dan akhirnya Domenicalah yang divonis hukuman mati dengan cara ditebas kepalanya dengan pedang yang.. belum diasah... dan sedihnya dia dihukum pada umurnya yang masih belia, yaitu... 16 tahun..." Jelas Bell.

 

Akupun terkejut dengan perkataan Bell yang menjelaskan bahwa Domenica divonis hukuman mati dengan cara ditebas menggunakan pedang yang belum diasah pada umurnya yang masih 16 tahun.

Dan aku kembali melihat monumen itu, dan merasakan aura kesedihan dan kekecewaan yang dirasakannya.

 

"Oh iya... pada akhirnya, tiga puluh tahun kemudian, para petinggi daerah ini mengetahui alasan asli mengapa mereka bersahabat dari catatan harian yang dibuat Domenica, dan persidangan mereka dilakukan kembali dengan hasil... ya... mereka dinyatakan tidak bersalah...

Dan akhirnya dibangunkanlah monumen ini sebagai tanda jasa dan permintaan maaf dari kelalaian petinggi daerah..." Jelas Bell.

"Huft... mengapa dunia ini tidak adil kepada mereka..." Keluhku.

"Akupun juga berpikiran seperti itu... aku merasa bahwa, seharusnya mereka tidak menghukumnya dengan cara sebrutal dan sesadis itu, apalagi untuk anak berumur 16 tahun... itu membuatku merasa bahwa... itu sangat tidak adil!" Ucap Bell.

 

Kita berduapun hanya diam, dan menatapi diri sendiri.

Agar tidak canggung, akupun kembali membuat topik.

 

"Untungnya... pertemanan kita diperbolehkan... bahkan diterima dengan baik oleh penduduk sekitar daerah ini" Ucapku.

"Pertemanan? Hei! Aku kira kita sahabat, haha... ayo simpulkan jari kelingkingmu" Jawab Bell.

 

Kemudian Bell mengacungkan jari kelingkingnya yang mungil.

 

"Jadi... aku hanya harus menyimpulkan jari kelingkingku?" Tanyaku.

"Iya" Jawab Bell.

 

Akupun mengikat jari kelingkingku dengan jari kelingking Bell, dan Bellpun tersenyum manis kepadaku.

 

"Karena kita sudah berjanji... kau tidak boleh mengingkari perjanjian kita... oke?" Ucap Bell.

"Oke... sebelum kita semakin dalam, um... berapa umurmu?" Tanyaku.

"Oh iya... aku tak pernah mengatakan itu... umurku enam belas tahun.

Bagaimana denganmu?" Jawab Bell sembari bertanya.

"Umurku... delapan belas tahun... yang sebentar lagi akan berumur sembilan belas tahun" Jawabku.

"Woah... umur kita tidak berbeda jauh, tetapi... bisa dibilang kau sudah dewasa, dan aku masih remaja" Jawab Bell.

"Eh... tidak... aku tidak menganggap seseorang dari umurnya" Jawabku cantgung.

 

Keheningan kembali menghantui kita berdua, untungnya saja... Bell pintar dalam mencari topik.

 

"Oh!... Katamu... kau adalah prajurit, bukankah umur minimal agar bisa menjadi seorang prajurit adalah 25 tahun?" Tanya Bell.

"Benarkah? Aku tidak mengetahui hal itu" Jawabku.

"Mungkin karena prajurit yang aku tahu berbeda" Ucap Bell.

"Oh iya... apakah kita jadi, untuk pergi ke museum?" Tanyaku.

"O-oh! Iya juga... ayo kita kesana!" Jawab Bell.

 

Bellpun beranjak dari tempat duduknya, dan mengajakku untuk bangun.

Setelah terbangun, Bell berjalan sedikit lebih cepat sembari melambaikan tangannya kebelakang, akupun mengikutinya dan berjalan bersama kembali.

 

"Pada saat dimuseum nanti, jangan berisik ya" Ucap Bell.

"Siap!" Jawabku bersemangat.

 

Kita berjalan-jalan dikota bawah air yang antik dan estetis ini dengan hati yang gembira dan berseri.

Dan beberapa menit kemudian, sampailah kita disebuah pintu museum yang bernama 'Museum Karya dan Layanan Manusia'.

 

"Kita sudah sampai!" Seru Bell.

"Woah..." Ucapku melongo.

"Indah sekali bukan?" Tanya Bell.

 

Aku melihat eksterior dari bangunan museum itu, bergaya klasik dengan ukiran-ukiran indah yang menyelimuti seluruh bangunan dan nada warna yang gelap, seperti warna hijau liquorice, warna tali hitam molase, warna hitam sabun, warna hitam baja, warna cokelat mentah, warna kismis, dan warna kolam pantul yang mewarnai setiap ukiran dengan estetis.

Pintunyapun berbahan kayu yang memiliki ukiran seperti daun-daun.

Atapnyapun berwarna malam hijau biru dan ruby yang membentuk seperti papan catur.

Dan jika dilihat dari luar, museum itu sangatlah luas dan besar, tetapi anehnya, museum itu tidak memiliki jendela sama sekali.

 

"Woah... keren sekali... siapa yang mengukir semua ini?" Tanyaku.

"Kalau untuk rancangannya, tentunya arsitek berbakatlah yang merancang semua ini, tetapi untuk ukirannya, membutuhkan sepuluh pengukir terkenal yang berpartisipasi dalam pembuatan ukiran ini" Jelas Bell.

"Woah... aku sudah tak sabar untuk memasukinya" Ucapku.

"Yasudah... ayo kita masuk!" Seru Bell.

"Memangnya tidak membayar tiket terlebih dahulu?" Tanyaku.

"Sudah kubilang kemarin... didaerah ini tidak harus membayar sesuatu hanya untuk memasuki kawasan umum.

Terkecuali pasar, tempat makan, atau bisa dibilang tempat jual beli sesuatu" Jelas Bell.

 

Akupun memasuki ruang depan dari museum itu dengan bersemangat, dan sama halnya dengan Bell.

Tetapi aku merasa bahwa hawa dari ruangan ini sangat berbeda dari luar, karena ruangan ini sangat dingin dan sunyi, sehingga membuat perasaanku was-was, seluruh tubuhku sedikit bergetar, dan wajahku menjadi pucat.

Tetapi... agar aku bisa menjadi lebih tenang, akupun melihat interior dari ruangan ini.

Tembok dari ruangan ini dipenuhi oleh gambar-gambar hewan air kecil, seperti ikan badut, ikan guppy, ikan molly, ikan cupang, ikan corydoras, dan yang lainnya dengan nada warna yang unik, yaitu nada warna krem, dan juga ada beberapa gambar yang menggunakan nada warna bumi.

Dan latar belakang dari gambar-gambar tersebut adalah sekumpulan pola etnik yang diwarnai dengan warna bangbang, dewangga, oranye, jerau, kerak terusi, indranila, hijau, nilakandi, biru, lazuardi, dan gandaria, yang tentunya sangat jarang untuk digunakan atau bahkan didengar oleh orang-orang awam.

Lantai dari ruangan ini memiliki pola yang bertemakan tanaman laut dan hewan laut dengan nada warna laut yang berulang-ulang.

 

Tetapi... hal yang lebih unik diantara itu adalah... langit-langit dari ruangan ini.

Langit-langit dari ruangan ini memiliki gambar rumput laut, gelembung-gelembung laut, dan berbagai jenis ikan laut yang kecil maupun besar dengan gaya seni pop, tetapi memiliki nada warna musim gugur yang hangat.

Tetapi... menurutku dengan interior seperti ini, apalagi dengan ruangan yang kosong, sunyi, dan hanya ada beberapa orang saja, pasti akan membuat seseorang menjadi sakit kepala.

Walaupun begitu, aku melihat Bell yang masih terlihat senang daritadi, tanpa adanya merasakan hawa yang aneh atau sakit kepala, jadi akupun menanyakan sesuatu kepada Bell.

 

"A-apa kau merasakan hawa yang aneh? Atau merasa... sakit kepala? Apa kau merasa sakit kepala? Aku hanya merasa ruangan ini sangat memusingkan... dan mungkin... karena gambar-gambar diseluruh ruangan ini..." Tanyaku.

"O-oh... itu sudah biasa... dan aku tebak... kau pikir ini adalah ruang depan bukan?

Hm... secara logika memang benar sih... tetapi... sebenarnya ini adalah salah satu karya yang dibuat oleh seniman paling terkemuka disini" Jelas Bell.

"Woah... benarkah?!

Aku pikir... ini adalah ruang masuk kedalam pameran, dan bukan salah satu pamerannya" Jawabku.

"Begitulah.. ayo... kita masuk keruang pameran kedua" Ajak Bell bersemangat.

"Ayo!-

"Shh!... jangan berisik, sebenarnya kita dilihat oleh makhluk lainnya karena berisik... jadi... diam ya... berbicara boleh... tetapi jangan keras-keras" Jelas Bell.

 

Aku dan Bellpun pergi kesuatu lorong yang... memiliki hawa yang berbeda, hawa dilorong ini memiliki lingkungan yang positif, dan aku tidak merasakan aura negatif disini.

Dan... ruangan ini seperti suatu lorong besar yang dipenuhi oleh lukisan-lukisan yang dipajang disuatu pigura yang bergaya simpel berwarna putih, dan tembok-tembok yang bergaya polkadot besar dan kecil berwarna-warni yang berlatar belakangi warna putih.

Lantai dan atap-atap dari lorong inipun sama halnya seperti tembok dari lorong ini.

Dan tentunya banyak orang yang nelihat-lihat beberapa lukisan tersebut sembari menulis dan melihat-lihat karya yang dipajang diseluruh lorong.

 

"Huft.. aku lupa membawa buku catatan dan penaku... jadi... aku tak bisa mencatat maha karya besar dari maestro Lorenzo Fausto..." Keluh Bell.

"Memangnya... apa yang akan kau catat?" Tanyaku.

"Apa kau melihat kertas penjelasan itu?" Nah... itu dia yang akan kucatat" Kata Bell.

"Oh... hm... oh iya... gaya ruangan ini tidak pernah kulihat sebelumnya, motif polkadot berwarna-warni... gaya ruangan seperti apa ini?" Tanyaku.

"Ini adalah gaya... um... akupun juga kurang tau sih... mungkin... gaya simpel anak keci?... Mungkin... karena aku hanya mengarang haha" Jawab Bell.

 

Kemudian Bell mengamati lukisan yang dipajang dilorong, dan... akupun mengikutinya.

Dilukisan yang pertama, aku melihat ular bersisik hijau tua yang diselingi warna kuning bercorak lingkaran berkepala wanita yang memiliki rambut digerai sangat panjang sehingga menutupi tanah, warna mata yang dipenuhi oleh warna hitam, hidung yang mancung, mulut yang besar pucat, pipi yang tirus, warna wajah sawo matang, dan lukisan itupun dilatar belakangi oleh warna putih kotor, dan juga ada bercak-bercak hitam dilatar tersebut.

 

"Apa kau mengetahui arti dari lukisan ini?

Lukisan ini memiliki arti bahwa wanita bisa melakukan hal yang biasa dilakukan oleh seorang pria jantan tanpa ada kendala jika dia memiliki sifat pemberani, bisa dilihat dari ketangguhan warna dan bentukan dari sisik ular itu, dan wajah wanita itu yang mengerikan mempresentasikan bahwa wanita tidak lemah, dan memiliki sifat ketangguhannya sendiri jika tidak dipaksa.

 

Dan oh iya... sedikit fakta menyenangkan, hal yang melatar belakangi seorang seniman untuk membuat lukisan yang memiliki arti ketangguhan ini dikarenakan kehidupannya yang selalu ditindas oleh teman laki-lakinya karena menganggap bahwa seorang perempuan itu lemah, dimasa kecil, tetapi pada saat menjadi wanita dewasa, dia menjadi wanita yang hebat dan kuat walaupun memiliki banyak masalah, dan teman-temannya yang dulu menindasnya, sekarang malah ingin memperebutkan hatinya, bukan karena dari hati, tetapi... dari uang yang dia miliki... bisa dilihat dari kepanjangan geraian rambut sang wanita yang mempresentasikan, semakin panjang kekayaan yang kita miliki, semakin panjang juga antrian untuk mengambil hati kita hanya untuk uang... uang... dan... uang.

 

Dan apakah kamu mengetahui arti dari latar belakang lukisan ini? Dan... apakah kau menganggap bahwa ini hanyalah latar belakang biasa yang tak memiliki arti? Tentu salah! Arti dari warna putih yang kotor dan memiliki bercak hitam mempresentasikan tentang sang seniman yang sedang berusaha untuk mempertahankan jati dirinya sebagai wanita kuat dan tangguh dari ejekan-ejekan orang lain, yang dipresentasikan sebagai bercak hitam.

 

Ya... kau bisa dilihat dari tulisan disini, tetapi... menurutku... tulisan penjelasan ini kurang lengkap.

Oh iya... namaku De Luca, panggil saja Del, dan... siapa namamu? Dimana tempat tinggalmu?" Jelas Del sembari bertanya.

 

"Sebenarnya... aku adalah manusia..." Jawabku.

"O-oh... woah... kenapa kau bisa berada disini? Dan... bukankah ada sebagian orang yang membenci manusia?" Tanya Del.

"Aku memiliki sahabat makhluk yang sejenismu disini, dan... mengajakku kemari, sebenarnya ceritanya panjang, tetapi... aku tidak bisa memberitahukannya padamu.

Ohiya, mengapa ada beberapa makhluk yang membenci manusia dan ada juga beberapa yang tidak?" Tanyaku.

"Hm... kalau untuk itu, mungkin karena beberapa hal yang membuat sebagian makhluk menjadi trauma akan manusia, dan untuk yang menerima, mungkin karena mereka sudah pulih dari trauma yang pernah ia rasakan, dan juga... hanya manusia terpilih yang boleh masuk ke daerah ini... contohnya temanku, tetapi... dia sudah wafat karena... huft.. tenggelam.

Itu salahku sih... aku lupa untuk memberitahunya bahwa dia tidak bisa seenaknya masuk daerah ini tanpaku, jadi... dia tenggelam" Jawab Del.

 

Akupun hanya mengangguk, dan kembali berjalan, dan berhenti sembari mengamati lukisan yang kedua.

Lukisan yang kedua ini memiliki gambar dimana ada seorang laki-laki memakai baju polos berwarna merah yang kebesaran sedang berbaring dibak mandi putih kosong, tetapi anehnya... aku menyadari bahwa kepala dari laki-laki itu sangat besar, seperti balon yang sehabis ditiup.

Matanyapun sangat besar, seperti ingin keluar dari tempatnya, hidungnya sangat panjang sehingga terpotong oleh kanvas, tetapi... dia tidak memiliki mulut.

Dan latar belakang dari gambar itu adalah kamar mandi yang kotor dan memiliki banyak sampah yang berserakan, lalu karena penasaran, akupun melihat penjelasan yang tertulis disamping lukisan tersebut.

 

'Ketika Kejahatan Manusia Bersatu.

 

Lukisan ini dibuat oleh maestro lukis surealisme terkenal asal kota kecil Air Tenang yang bernama Alessandra Ciandra.

Sang pelukis membuat karya ini karena segala kejahatan yang dia pernah lakukan dimasa lalu.

 

Bak putih kosong mempresentasikan bahwa 'dia' atau makhluk yang sedang berada ditempat kosong dan hampa tanpa ada kepastian lainnya, dan 'dia' pun tidak bisa melakukan apa-apa selain melihat sekelilingnya sembari berbaring dengan pikiran yang kosong.

Baju merahnya yang kebesaran mempresentasikan bahwa seseorang tidak boleh dilihat dari luarnya saja, dan harus melihat didalamnya terlebih dahulu, karena sang pelukis berkata, 'Tubuh orang yang sedang berbaring sangatlah kurus sehingga tulang-belulangnya terlihat menonjol dari dalam tubuhnya, itulah yang aku maksud dengan jangan menilai sesuatu dari luarnya'.

Kepalanya yang besar mempresentasikan sebagai orang yang sangat sombong karena tampilan luarnya saja, sedangkan dalamnya selalu disembunyikan agar tidak pernah dilihat oleh orang-orang.

 

Matanya yang besar dan terlihat menonjol mempresentasikan tentang 'dia' atau makhluk yang selalu jeli dalam mencari keburukan orang lain tanpa menyadari bahwa keburukannya sendiri sedang merasukinya secara perlahan.

Hidungnya yang panjang sehingga terpotong oleh kanvas mempresentasikan tentang kebohongannya yang menumpuk karena tidak mau keburukannya diketahui oleh orang lain.

Dan orang itu digambarkan tidak memiliki mulut karena mempresentasikan bahwa dia selalu diam jika dia sedang berada dalam masalah, tetapi tetap memperburuknya dengan hal-hal yang lebih buruk lainnya, dan diapun tetap diam jika diketahui bahwa dialah yang salah, karena tidak memiliki perkataan lain yang bisa mempertahankan dirinya dari hujatan orang-orang, sehingga dia selalu diam, diam, dan diam hingga permasalahan selesai.

Dan itulah alasan mengapa dia menjadi maestro lukis realisme yang sangat terkenal karena arti dari setiap lukisannya yang sangat mendalam'

 

Setelah membaca itu, akupun hanya mengangguk dan melihat lukisan yang kedua.

Tetapi, Bell menepuk pundakku dan berkata.

 

"Wah... aku tak menyangka, kau sangat serius jika melihat sebuah karya seni" Puji Bell.

"E-eh... um... tidak.. aku hanya penasaran" Jawabku.

"Yasudah, aku ingin membeli minuman diluar, akan kupersilahkan kamu memerhatikan segalanya, jika kau sudah selesai memerhatikan sepuasmu, tetapi aku masih belum ada, cari saja aku ditempat perdagangan kecil-kecilan diluar" Kata Bell.

"Baiklah" Jawabku.

"Yasudah, selamat bersenang-senang!" Seru Bell.

"Dadah!..." Seruku.

 

Akupun kembali mengamati lukisan yang ketiga.

Lukisan ini bergambarkan sebuah lingkaran berwarna merah besar ditengah-tengah kanvas, dan memiliki coretan-coretan yang menjadi sebuah gambar seorang pria yang sedang menunduk sembari tersenyum lebar yang mengerikan.

Anehnya, aku kurang mengerti dengan lukisan ini, tidak seperti lukisan sebelumnya yang sedikit-sedikit bisa aku artikan dari pesan yang di lukis.

Karena penasaran, akupun melihat penjelasannya dengan amat teliti.

 

'Pria Pemarah.

 

Kemarahan, kesenangan, kesedihan, digambarkan disini dengan coretan-coretan artistik yang mempresentasikan amarah.

Warna merah membuat lukisan ini menjadi lebih kompleks, dan biarkan pikiran anda menggambarkannya.

 

Nico Amero'

 

Aku menjadi lebih kebingungan setelah membaca ini, maksudku... apa maksud dari tulisan ini? Dan... kenapa tidak diberitahu saja tentang arti dibalik lukisan ini? Apakah ini ditulis oleh sang pelukis? Dan... siapa itu Nico Amero?

 

"Hei.. aku yakin pasti kau tidak mengetahui arti dari lukisan ini, betul?

Jadi... lukisan ini memiliki arti bahwa seseorang akan menjadi marah atau bisa dibilang frustrasi jika tidak mendapatkan apa yang ia inginkan, tetapi ketika ia mendapatkannya, ia akan tersenyum bahagia.

Sama sepertiku... pada awalnya aku tidak mengetahui arti dari lukisan ini hingga aku sangat frustrasi, tetapi ketika aku sadar arti dari lukisan ini, aku menjadi tersenyum bahagia dan merasa puas.

Dan... tulisan ini ditulis oleh sang pelukis sendiri, karena ia ingin makhluk sepertiku mengetahui arti dari karyanya tanpa bantuan orang lain, dan itulah mengapa pelukis ini dibilang sebagai pelukis amarah.

Karena selalu saja membuat makhluk lain penasaran secara brutal" Jelas Del secara tiba-tiba.

"Hm... menarik. Ohiya... aku baru sadar, apakah hal ini normal jika memanggil 'seseorang' untuk makhluk?..." Tanyaku.

"Hm... sebenarnya pada zaman dahulu, semua makhluk memanggil makhluk sepertiku dengan kata 'sebuah makhluk', tetapi setelah banyaknya perkataan baru karena banyak manusia yang... menindas makhluk, khususnya makhluk seperti kami, yaitu 'manusia emas' yang biasanya dibunuh untuk diambil bagian tubuh emas kami.

Akhirnya perkataan 'sebuah makhluk' dianggap sebagai kata penindasan, pada akhirnya, kita lebih sering memanggil dengan kata 'seseorang'" Jelas Del.

"Dan... aku rasa... kamu sangat menyukai karya seni, memangnya... apa yang spesial dari karya seni?" Tanyaku penasaran.

"Menurutku... karya seni terlihat spesial karena makna yang disiratkan oleh para pelukis, dan juga... aku menyukai dimana gaya dari karya seni yang berbeda-beda membuat sang pelukis menjadi lebih unik.

Lagipula... aku menyukai membaca dan mengamati sesuatu, dan museum adalah tempat yang tepat bagiku.

Ohiya, waktunya pelelangan karya!... Aku sangat suka memerhatikan orang kaya yang mempertaruhkan kekayaannya hanya untuk sebuah kanvas, patung, atau ukiran" Jawab Del.

"Wah... seleramu aneh juga ya... hihi..." Jawabku klise.

"Memang sih... tetapi... aku merasakan hal yang sangat puas jika suatu karya dipertaruhkan oleh orang-orang kaya... dan aku biasanya mewawancarai mereka tentang 'mengapa mereka mempertaruhkan kekayaannya', dan jawabannya sangatlah unik dan beragam, itulah yang aku suka, keunikan!" Jelas Del.

"Hm... bolehkah aku ikut? Aku penasaran" Tanyaku.

"Boleh! Ayo ikuti aku..." Jawab Del bergembira.

 

Delpun berjalan kedepan, dan tentunya aku mengikutinya.

Saat melewati pintu dan memasuki ruangan, aku sangat terkagum-kagum karena karya seni yang dipajang dan digantungkan diseluruh ruangan, tak hanya seni lukisan, ada juga pahatan kayu dan batu yang berdiri kokoh diseluruh sisi.

Tak hanya karya seninya yang dipajang, tetapi interior dari ruangan inipun sama-sama indahnya.

Warna tembok, atap, dan lantainya yang putih polos membuat ruangan ini menjadi lebih berkelas dan estetis.

 

"Indah sekali bukan? Tetapi... kalau kau tidak mau telat melihat pelelangan, ayo tetap fokus mengikutiku" Ucap Del.

"Woah... oke... nanti saja aku melihatnya" Jawabku.

"Ya... mungkin tidak... setelah pelelangan, museum ini akan tutup, dan... kebetulan, langit diatas air sudah berwarna amber, yang tentunya... sebentar lagi akan malam..." Jawab Del.

"Hm... kalau begitu... tak apa... aku bisa kembali lagi besok" Jawabku.

"Yasudah... ayo... sepertinya sudah mulai" Ucap Del.

"Ayo!" Seruku.

 

Aku dan Delpun mulai bergegas pergi kesuatu pintu dikiri ruangan.

Dan... saat memasuki ruangan ini, menurutku auranya sangat berbeda dari ruangan sebelumnya, dan mungkin karena ruangannya yang gelap dengan tirai besar didepan dengan lampu gantung petromaks cantik yang menerangi panggung depan, yang tentunya ada dudukan kanvas dan kayu yang memiliki ukiran-ukiran yang menakjubkan berbahan kayu jati dengan kain berwarna merah yang menjadikannya sebuah alas.

 

Seluruh dari ruangan ini terkecuali panggung memiliki bangku-bangku klasik berbahan kayu beralaskan katun yang mengelilingi panggung.

Dan tentunya ada banyak orang yang sudah duduk rapi dan manis tanpa bersuara dibeberapa bangku tersebut.

 

"Ini dia... tempat pelelangan, ayo kita duduk dipinggir, karena... kau tidak ada niatan untuk memberi harga bukan?" Ucap Del.

"Iya... heheh...." Jawabku.

"Haha... baiklah, oh iya, jangan berisik ya... nanti mengganggu orang lain" Suruh Del.

"Baiklah.." Jawabku.

 

Setelah berbincang-bincang sedikit, Del menggeser salah satu bangku dipinggir dan menyuruhku untuk duduk.

 

"Huft... apakah masih lama?" Tanyaku.

"Sebentar lagi sepertinya" Jawab Del.

 

Secara tiba-tiba, ada pria berpakaian jas rapih berwarna mahoni yang memiliki sapu tangan berwarna kirmizi dikantung jasnya dan memakai kacamata emas satu lensa dengan topi yang berwarna mahoni, keluar dari tirai dengan santai dan tenang.

 

"Para hadirin... mohon persilahkan saya sebagai pembawa acara dari acara pelelangan karya untuk berbicara" Ucap pria itu percaya diri.

"Del... apakah itu sang juru lelang.?" Bisikku.

 

Delpun hanya mengangguk dan tersenyum.

 

"Baiklah... pada hari ini, saya memiliki tiga karya yang akan dilelang oleh tiga orang beruntung, dan tanpa berbasa-basi lagi, akan saya persembahkan lukisan yang pertama" Ucap juru lelang.

 

Kemudian ada seseorang berpakaian formal berwarna oranye dan bercelana putih membawakan suatu lukisan yang cukup besar, dan menaruhnya didudukan kanvas.

Sebelum aku memerhatikan maha karyanya, dia sudah berbicara dengan lantang terlebih dahulu hingga membuatku terkejut.

 

"'Kebebasan, Gairah, Tari'.. lukisan yang saya buat dengan cat minyak bernada warna pastel yang dicampuri nada warna bumi dengan kanvas berukuran panjang tiga meter, dan tinggi delapan puluh sentimeter, berbahan kulit sapi yang dihaluskan dan ditegakkan atau dikuatkan dengan kayu.

Lukisan ini menceritakan tentang pemandangan penari-penari pria berpakaian berwarna putih yang robek, memakai celana pendek berwarna putih kotor sembari tersenyum indah diwajahnya.

Mereka menari ditaman yang sudah kotor dan dipenuhi sampah seperti tidak terurus berpuluh-puluh tahun.

Dan saya membuat ini dengan detil yang sangat diperhatikan, seperti rumput-rumput, pohon, robekan baju, dan bahkan merek sampah serta efek dari bahan plastik yang mengilap, saya sangat berhati-hati dalam mengerjakannya, dan saya harap kalian menghargai itu" Jelas sang pelukis.

 

Kemudian, seluruh orang bertepuk tangan bersamaan.

 

"Baiklah, untuk karya ini, saya memulai dengan harga lima juta ribu.

Dan untuk selanjutnya, akan saya persilakan kepada juru lelang kita hari ini" Ucap sang pelukis.

"Baik, lima juta ribu, harga yang cukup murah untuk lukisan yang sangat fantastis ini, sebelum tertunda, pertama! Lima juta ribu! Kedua?!" Seru juru lelang.

 

Juru lelangpun menghitung dengan jarinya, dan saat hitungan kelima, dimulailah pemberian harga.

 

"Delapan juta ribu!" Seru seorang pria.

"BAIKLAH! Pertama... kedu-

"Delapan juta lima ratus ribu!" Seru seorang wanita.

"Baik! Delapan juta lima ratus ribu, per-

"Satu miliar ribu!" Seru seorang pria.

"SATU MILIAR RIBU! Pertama!.. kedua!.. ke-

"SATU MILIAR LIMA JUTA RIBU!" Seru seorang wanita.

"BAIK! Pertama!.. kedua!.. ketiga!.. BID! SATU MILIAR LIMA JUTA RIBU! SELAMAT UNTUK NONA ALEOTTI!" Seru juru lelang.

 

Seluruhnyapun mulai bertepuk tangan, dan wanita tadi tersenyum gembira sembari berterimakasih kepada semuanya.

Sang pelukispun juga tersenyum dan berterimakasih sembari menunduk, lalu masuk kedalam tirai merah kembali sembari membawa lukisannya.

 

"Itu dia, karya seni yang pertama, selanjutnya, saya akan menampilkan sebuah karya seni tiga dimensi yang sangat fantastis!

Ini dia... PIETRO BAZZI!" Seru juru lelang.

 

Seluruhnyapun bertepuk tangan dengan semangat.

Dan akhirnya ada seorang pria dengan baju formal berwarna hijau, dan bercelana panjang berwarna hitam yang keluar dari tirai, anehnya... membawa tangan kosong disini, tidak ada karya seni yang juru lelang maksud.

Dan pada akhirnya, pria tersebut merentangkan tangannya, dan terbukalah tirai merah lebar tersebut yang pada akhirnya menunjukkan sebuah patung berbentuk wanita bergaun panjang dengan rambut yang digerai panjang.

Tetapi anehnya... wajah dari wanita itu ditutupi oleh tangan berkeriput berkuku panjang yang mengerikan, dan ujung dari tangan tersebut terpotong sampai siku.

 

"Halo semuanya... hari ini saya akan melelang karya yang saya buat kurang lebih selama empat tahun.

Patung ini saya beri nama 'Kegelapan Yang Terlihat'.

Dan karya ini saya lelang mulai dari harga satu juta ribu, terimakasih" Jelas Pietro singkat.

 

Setelah itu, ada seorang pria yang mengangkat tangan.

 

"Maaf, sebelumnya... apakah ada arti tersendiri dari karya anda?" Tanya pria itu.

"Oh... untuk itu, patung ini saya buat karena saya selalu dihantui oleh mimpi-mimpi yang kurang mengenakkan.

Pada awalnya, saya bermimpi berada di tempat yang sangat terang dan sunyi, dan akhirnya ada suatu makhluk besar yang berkeriput dengan tampang sangat mengerikan mendekati saya.

Saya sangat terkejut dan mulai mencoba untuk bergerak, tetapi hasilnya nihil, dan saya tetap tidak bisa bergerak.

Pada akhirnya makhluk tersebut mengatakan sesuatu tepat dihadapanku... 'Kau harus mempertanggungjawabkannya... kau sudah berada disini, jagalah sikapmu, jadilah yang terbaik.

Dan ingat sekali lagi, kaulah yang melakukannya, dan kau yang harus mempertanggungjawabkannya...'

'KAU HARUS MEMPERTANGGUNGJAWABKANNYA!'" Teriak Pietro sambil melirik kearahku.

"ANH!!"Teriakku melengking dengan nafas yang tak teratur.

 

Semuanyapun melihat kearahku dengan tatapan sinis, dan sama halnya dengan Pietro dan Del.

Aku mulai menyadari, sebenarnya aku hanya mengkhayal, dan Pietro sebenarnya tidak pernah mengatakan hal itu.

Karena hal itu, aku merasa sangat pening dan malu yang pada akhirnya, aku putuskan untuk pergi secepatnya.

 

"Aku pergi sekarang, terimakasih" Ucapku cepat pada Del.

 

Kemudian Del hanya menatapku dengan tatapan aneh, tetapi aku tak peduli akan hal itu, aku hanya peduli tentang kejiwaanku yang mulai tidak normal saat ini.

Akupun berlari tanpa henti hingga tertabrak seseorang.

 

"Ouch!... ukh.. Alejandrol?! Darimana saja kamu?" Tanya Bell.

"A-akan aku jelaskan nanti, yang paling penting adalah, kita pergi dari sini" Jawabku.

"Loh... ada apa?" Tanya Bell.

"Tak apa.. ayo kita pergi" Jawabku singkat.

 

Akupun menggenggam tangan Bell dan mulai berjalan kepintu depan.

 

"Baru-baru ini... aku sering sekali dihantui... wanita aneh... yang aku ceritakan tadi pagi" Jawabku.

"Oh... 'wanita mempertanggungjawabkannya' itu... lagipula... apa yang seram? Dan... apa yang harus kau tanggungjawabkan? Memasuki duniaku? Mengganggu duniaku? Membuat perubahan duniaku? Membuat kesalahan diduniaku? Mem-

"Maka dari itu... aku jadi sedikit takut..." Jawabku.

"Huft... yasudah, ayo kita pulang, lagipula.. waktu sudah menunjukkan waktu malam hari, ayo kita pulang" Ajak Bell.

"O-oh... yasudah... ayo kita pulang" Jawabku.

 

Aku dan Bellpun berjalan ketempat stasiun kereta agar bisa pulang dengan santai sembari berbincang-bincang tentang apapun yang ada dipikiran masing-masing.

Hingga sampailah kita distasiun kereta, tetapi aku merasa ada yang aneh sehingga badanku mulai bergetar, aku merasakan aura aneh disini.

Akupun hanya diam ketika tepat didepan rel kereta.

 

"Alejandro? Ada apa?" Tanya Bell.

 

Akupun hanya diam karena tidak mendengarkan Bell dengan jelas.

Tatapanku kosong secara tiba-tiba, aku tak memikirkan apapun, hingga Bell menepuk pundakku.

 

"HAH!.." Teriakku terkejut.

"Ada apa?! Kau daritadi hanya diam... kau sedang memikirkan apa? Wanita itu lagi? Sudahlah... biarkan saja" Nasihat Bell.

 

Aku mendengarkan Bell dengan samar-samar dan penglihatan yang tidak fokus, sehingga aku melihat wanita yang sama persis seperti dimimpiku yang sedang bersembunyi dibalik pilar-pilar sembari menatapku dengan tatapan yang paling mengerikan yang pernah aku lihat sebelumnya.

Ia tersenyum sinis hingga pipinya membuat seperti benjolan lingkaran sempurna.

Tentunya aku terkejut, dan seluruh tubuhku mulai membeku, tanganku dingin sedingin es, dan jantungku berdetak kencang dan keras sehingga membuatnya terdengar jelas ditelingaku.

 

Aku menatapnya hingga beberapa detik, hingga ada kereta yang datang dihadapanku dan Bell.

Aku sedikit tenang karena tidak melihatnya lagi, tetapi pikiranku tak bisa terkontrol dan terus-menerus melihat wajah wanita itu dengan sangat jelas.

Kepalaku penint, perutku mual, hingga membuatku lemas.

Pintu keretapun terbuka, dan Bell kembali menepuk pundakku.

 

"Ayo kita pulang... sepertinya kau butuh istirahat yang cukup karena belum terbiasa tinggal disini.

Ayo..." Ucap Bell pelan.

 

Akupun menjadi lebih tenang dan mulai sadar, lalu aku berjalan maju kedalam kereta.

Walaupun sudah tenang, aku tetap membeku sepanjang jalan, aku memikirkan wanita itu terus-menerus...

Wajahnya... dan senyuman mengerikannya... hingga aku dan Bellpun sudah sampai distasiun terdekat rumah Bell.

Kemudian, aku berdiri dan berjalan meninggalkan Bell.

 

"Alejandro? Ada apa? Kamu... marah?" Tanya Bell curiga dan mulai berjalan kearahku.

"Tidak... ayo... sudah malam" Jawabku sembari tetap berjalan lurus.

"Hei!... ada apa?!... Ayolah... bicara padaku" Tanya Bell sambil menepuk pundakku.

"Ha.. huft... nanti akan kuceritakan, tetapi... bukankah kau sudah tau? Aku... sekarang sedikit tidak nyaman disini..." Jawabku.

"Yasudah, besok kita pergi kedaratan, akan kita jelajahi wilayah lain" Jawab Bell.

 

Akupun tak menjawabnya hingga sampailah kita dirumah orangtua Bell.

 

"Hai Belladonnaku, hai Alejandro, bagaimana? Apakah kalian bersenang-senang hari ini?" Tanya nyonya Alice.

 

Bellpun menggesturkan jari telunjuknya kearah bibir yang mengisyaratkan untuk diam.

Dan nyonya Alice menjawabnya dengan mengangguk.

 

"Ayo Alejandro, duduk ditempat kemarin" Ucap Bell.

"Eh... Belladonna, habis kemana saja?" Tanya seseorang.

"Um... sudah... tidur... sudah malam, besok kamu sekolah" Jawab Bell.

"Ya!.. lagipula... memangnya kamu pernah merasakan sekolah?... Huft... tidak adil..." Jawabnya.

"Hei!... sudah... tidur!.." Ucap paman Eugine.

 

Setelah itu, ia menuju lantai atas, dan memasuki kamarnya.

Tetapi... tunggu dulu... apa maksud dari omongannya? Apakah Bell tidak bersekolah? Kalau hal tersebut benar... memangnnya ada apa? Apa yang membuat Bell tidak bersekolah? 

 

"Em... oh iya... apa tujuan kita didaratan kira-kira?" Tanyaku.

"Mungkin... menjelajah wilayah tersebut? Lagipula... disana ada kota untuk manusia yang sangat indah! Kita bisa bermain-main disana!" Jawab Bell spbersemangat.

"Baiklah! Oh iya... sudah malam... bagaimana kalau kita tidur terlebih dahulu? Agar besok bisa menjadi lebih bersemangat!" Jawabku.

"Haha! Kau benar-benar seperti anak kecil, tetapi aku setuju, ayo kita tidur.

Oh iya... kamu akan tetap tidur disini?" Tanya Bell.

"Iya?... Memangnya ada apa?" Tanyaku penasaran.

"Tak apa sih... yasudah... aku masuk kekamarku ya!" Seru Bell, kemudian memasuki kamarnya, dan menutup pintunya rapat-rapat.

 

Akupun melihat kedua orangtua Bell yang sedang berbincang-bincang dan tertawa riang dikursi depan.

Karena hal tersebut, aku menjadi rindu akan keluargaku... aku rindu kakakku Berta... dan paman Elio...

Tetapi... itu sudah berlalu, dan pastinya aku akan bertemu dengan mereka kembali.

Dan pada akhirnya, aku terlelap tidur disofa yang halus ini...

 

Wanita Di Sungai Emas

 

"Melelahkan, teramat melelahkan, kau adalah manusia paling malas didunia ini, kau tidak mengerjakan tugasmu, payah! Kau adalah prajurit, kau adalah manusia kuat, tetapi kau hanya berjalan-jalan tanpa melakukan tugasmu? Payah!

Jika kamu tidak ingin diatur olehku... maka kau harus melakukan pilihanmu sendiri!

Ingatlah, aku Paolo, wanita dimimpimu yang kau anggap mengerikan, tetapi... kau lebih mengerikan dariku! Pemalas!

Huft.. payah, payah, dan payah! Tidak tau diri-

 

Aku terbangun dan melihat Bell sedang mempersiapkan sebuah pakaian.

 

"Ayo ganti pakaianmu, sudah aku persiapkan" Ucap Bell.

 

Akupun memerhatikan meja, dan benar saja, ada sepasang celana berbahan polyester berwarna jerau yang memiliki kantung disamping kanan dan kirinya.

Dan tentunya terdapat baju berbahan linen berwarna nusaindah yang pada saat dipegang, sangatlah nyaman. Akupun mengambil baju dan celana tersebut, dan membawanya ketempat sepi agar bisa aku pakai dengan tenang.

Beberapa saat kemudian, akupun sudah selesai mengganti baju dan celana tersebut, kemudian keluar dari ruangan itu.

 

Aku melihat Bell memakai baju lengan panjang berwarna tiram, dan memakai rok berwarna sepia yang berpola etnik, sedang meminum teh sembari bermain kartu dengan adiknya yang memakai kaus dalam putih, dan celana pendek berwarna daun mint, dan tampaknya... mereka sangat bersenang-senang.

 

"Hahah! Sebentar lagi adik menang!" Ucapnya.

"Hish, siapa tahu kakak yang menang" Jawab Bell.

"Benarkah?" Tanyanya sembari menunjukkan mimik wajah yang menyebalkan.

"Iya, Xavier sayang" Jawab Bell sembari mencubit kedua pipi Xavier.

 

Aku sedikit iri dengan keadaan ini, dan juga... sedikit rindu akan keluargaku, khususnya sifat menyebalkan Berta.

 

"Aku hanya memiliki dua kartu lagi, dan kau memiliki empat kartu, sudah pasti aku menang!" Seru Xavier dengan semangat.

"Kamu tidak tau saja, kakak memiliki jenis kartu apa saja" Ucap Bell sembari tersenyum sinis.

 

Xavierpun menaruh kartu berwarna merah bertuliskan 'Bulan Purnama'.

 

"Hahahah! Aku hanya memiliki satu kartu lagi, aku yakin, pasti kau memiliki kartu yang biasa-biasa saja!" Ucap Xavier.

"Lihat saja nanti" Jawab Bell.

 

Kemudian Bell menggenggam kartu berwarna merah bertuliskan sama, dan menaruhnya dimeja selama berturut-turut, dan untuk terakhir kali, dia menaruh kartu berwarna hitam bergambar dua wanita, dan dua pria bertuliskan 'Semuanya Akan Berakhir'.

 

"Haha! Kakak menang! Dan kau masih memiliki sisa kartu sebanyak lima kartu!" Seru Bell bersemangat.

"T-tetapi... ukh! Kakak curang!" Jawab Xavier.

"Sudah-sudah, kamu sebentar lagi sekolah, ganti baju saja sekarang, nanti ayah membawamu kesekolah" Ucap Bell.

"Iya juga ya, yasudah, aku ganti baju ya, dadah" Jawab Xavier sembari beranjak dari kursi, dan berlari kecil kelantai atas.

"Eh, Alejandro... mau main?" Tanya Bell.

"Tidak, aku tidak tahu caranya" Jawabku.

"Tenang, akan aku ajarkan bagaimana cara bermainnya.

Ayo duduk" Jawab Bell.

 

Akupun duduk dibangku yang berhadapan dengan Bell.

 

"Jadi.. bagaimana cara bermainnya?" Tanyaku.

"Jadi, permainan kartu ini memiliki enam kartu berbeda-beda. Kartu pertama, adalah kartu yang berwarna merah bertuliskan 'Bulan Purnama'.

Kartu yang kedua, adalah kartu berwarna kuning bertuliskan 'Matahari Kehidupan'.

Kartu yang ketiga, adalah kartu berwarna hijau bertuliskan 'Daun Keberuntungan'.

Kartu yang keempat, adalah kartu berwarna biru bertuliskan 'Air Tenang'.

Keempat kartu ini adalah kartu biasa, yang hanya bisa ditaruh jika kartu yang sebelumnya adalah kartu yang sama.

 

Kartu yang kelima, adalah kartu berwarna putih bergambarkan satu wanita, dan satu pria, dan bertuliskan 'Suci Tak Berdaya'.

Kartu ini digunakan untuk mengganti warna, contohnya jika kartu yang sebelumnya berwarna kuning, kamu bisa menggunakan kartu ini untuk mengganti warna dari kartu tersebut sesukamu.

Dan kartu yang terakhir, adalah kartu berwarna hitam bergambar dua wanita, dan dua pria bertuliskan 'Semuanya Akan Berakhir'.

Kartu ini digunakan untuk menambah kartu lawanmu sebanyak empat kartu.

 

Untuk memilih yang pertamakali bermain yaitu dengan cara bermain batu, lahar, dan air.

Dan kartu yang pertamakali habislah yang menang... mengerti?" Jelas Bell.

 

Aku hanya mengangguk, dan menatap Bell dengan tatapan yang cukup aneh.

Tetapi... sepertinya Bell mengerti keadaanku sekarang.

Kemudian, Bell menggenggam tanganku, menatap jiwaku dengan yakin, lalu bertanya.

 

"Kau... mengerti?" Tanya Bell sekali lagi.

"I-iya, aku mengerti" Jawabku.

 

Kemudian Bell mengangkat tangannya, dan menaik turunkan tangannya.

 

"Ayo, batu, lahar, dan air!" Ucap Bell bersemangat.

 

Bell menunjukkan jari kelingking, manis, dan tengahnya, yang berarti dia menuju ke air.

Dan aku menunjukkan ibu jari, jari telunjuk, dan jari tengah, yang berarti aku menuju ke lahar.

Dan tentunya, Bell menang.

 

"Haha! Aku yang pertama, oh iya, sebelum itu, mari kita acak kartu ini" Ucap Bell.

 

Kemudian Bell mengambil kartu itu, dan mengacaknya hingga benar-benar tak tertebak.

Kemudian Bell mengambil dua belas kartu, dan memberikannya padaku sebanyak enam kartu, dan memberikannya pada dirinya sendiri sebanyak enam kartu.

 

"Hm... akan kupilih warna... merah!" Seru Bell bersemangat.

 

Bellpun menaruh kartu berwarna merah dimeja.

 

"Ayo, kau sekarang, dan ingat peraturannya ya..." Ucap Bell.

 

Akupun memerhatikan kartu yang kudapatkan.

Aku mendapat dua kartu berwarna merah, satu kartu berwarna biru, dua kartu berwarna hijau, dan satu kartu berwarna hitam.

Kemudian, aku menaruh kartu berwarna merah yang aku punya.

 

"Hoho... sepertinya... kau cukup beruntung" Ucap Bell.

 

Kemudian Bell mengambil satu kartu yang lebih dimeja.

 

"Huft... bukan berwarna merah... ayo, kau sekarang" Ucap Bell.

 

Aku kembali menaruh kartu berwarna merahku.

Kemudian, Bell kembali mengambil satu kartu dimeja, dan menaruhnya.

Ternyata itu adalah kartu berwarna putih.

 

"Um.. aku akan menggantikan warnanya dengan warna... hijau!" Seru Bell bersemangat.

 

Kemudian Bell menaruh satu kartu berwarna hijau.

Akupun juga menaruh kartu yang berwarna hijau milikku dengan dramatis.

Dan hal ini terjadi selama dua kali.

Saat aku menaruh kartu berwarna hijau yang kedua kalinya, Bell mengambil kartu lebih dimeja, dan menaruhnya, dan ternyata itu adalah kartu berwarna hitam, jadi... secara sukarela, aku mengambil empat kartu berlebih dimeja.

 

"Sudah semakin menarik" Jawabku.

 

Sekarang aku memiliki enam kartu, dan Bell memiliki empat kartu.

Aku mendapatkan dua kartu berwarna biru, satu kartu berwarna merah, dan satu kartu berwarna putih.

Kemudian aku menaruh kartu berwarna putih, dan menggantinya dengan warna biru.

 

"Huft... aku tak punya warna biru" Keluh Bell.

 

Kemudian Bell kembali mengambil kartu berlebih, dan diam, karena tidak mendapatkan kartu yang cocok.

Akupun kembali menaruh kartu berwarna biru, dan Bell kembali mengambil kartu berlebih.

 

"Aha!" Seru Bell.

 

Kemudian Bell menaruh kartu berwarna putih, dan menggantinya dengan warna merah.

 

"Hm.. kau hanya tersisa tiga kartu, aku yakin kau tak punya kartu berwarna merah" Ucap Bell.

 

Akupun hanya terdiam, dan membalasnya dengan gerakan.

 

"Ha!" Seruku sembari menaruh kartu berwarna merah.

 

Bellpun membuat mimik wajah yang aneh, dan sedikit terpukau.

 

"Huh, untung saja... aku beruntung, jadi aku masih memiliki satu kartu berwarna putih" Ucap Bell.

 

Kemudian Bell menaruh kartu berwarna putih, dan menggantinya dengan warna biru.

Akupun kembali menaruh kartu berwarna biru yang aku punya, dan sekarang, aku sudah yakin bahwa aku akan menang, karena aku hanya memiliki satu kartu lagi, dan ini adalah kartu berwarna hitam.

 

"Er..." Gumam Bell.

 

Kemudian Bell menaruh kartu berwarna biru lagi, dan sekarang, aku menaruh kartu terakhirku dengan dramatis dan menggema.

 

"Aku menang" Ucapku sontak.

 

Bell yang saat ini hanya memiliki satu kartu lagi, tetapi sayangnya, dia harus kalah.

 

"Haha! Cukup sengit ya, padahal... ini hanya permainan biasa" Ucapku.

"Woah... kau jago sekali" Puji Bell.

 

Tiba-tiba, Xavier keluar dengan seragam berwarna putih yang dilengkapi dengan jas berwarna krem, dan celana berwarna sama.

 

"Kak, ayah dimana?" Tanya Xavier.

"Ayo Xavier, kita berangkat" Ucap paman Eugine dari belakang.

"Eh, ayo! Aku berangkat ya kak, dan kak Alejandro" Ucap Xavier dengan nada yang menggemaskan.

"Iya" Jawabku dan Bell bersamaan.

 

Kemudian, Xavier mengambil tasnya, dan pergi bersama paman Eugine.

 

"Selamat tinggal Bell dan Alejandro" Ucap paman Eugine.

 

Aku dan Bellpun melambaikan tangan, dan paman Eugine menutup pintu rumah ini.

 

"Ohiya, bukankah hari ini kita akan pergi menjelajah daratan?" Tanyaku.

"Hm... iya juga, yasudah, aku akan izin terlebih dahulu kepada ibuku" Jawab Bell.

"Baiklah" Jawabku.

 

Kemudian Bell pergi kekamar orangtuanya, dan akupun mengikutinya.

Saat memasuki ruangan tersebut, hawanya sangatlah sejuk, dan ruangan inipun cukup besar.

Warna tembok dari ruangan ini sangatlah unik, tenang dan polos, yaitu warna ngengat abu-abu.

Warna lantai dan langit-langitnyapun juga memiliki nada warna yang sama, yaitu warna asap pucat.

Temboknya dipenuhi foto-foto orangtua Bell dan foto masa kecil Bell dan Xavier yang dibingkai cantik.

 

Kemudian, terpampang jelas nyonya Alice sedang duduk santai dikasurnya yang bergaya antik dengan seprai bermotif bunga mawar, dengan penyangga kayu jati.

Samping kanan dan kirinyapun ada sebuah lemari besar berbahan kayu ulin yang berdiri kokoh.

Bellpun menghampiri nyonya Alice, dan mulai berbincang-bincang.

 

"Em... bu? Bolehkah aku keluar?" Tanya Bell.

"Boleh, tapi ingat, jangan keluar batas" Jawab nyonya Alice.

"Baik bu!" Seru Bell.

 

Aku dan Bellpun pergi keluar rumah, dan menari-nari sembari bersenang-senang dipagi hari yang sejuk ini.

Hingga kitapun sampai distasiun.

 

"Kita akan pergi kerumahku dulu ya" Ucap Bell.

 

Kemudian kita berdua pergi menggunakan kereta, hingga singkat cerita, sampailah kita ditempat pertamakali aku terjatuh saat kekota ini.

 

"Apakah ini tempatnya?" Tanya Bell.

"Tepat, aku masih ingat rasa sakit kepalaku" Jawabku.

"Haha" Tawa Bell.

"Ayo, kita naik keatas" Suruhku.

 

Bellpun tidak berkutip, dan melirik kearahku.

 

"Kau yakin, kau bisa?" Tanya Bell.

"Um... hanya perlu meloncat bukan?" Jawabku.

"Y-ya... ayo dicoba" Ucap Bell ragu.

 

Kemudian, aku mendongak keatas, dan melihat pemandangan laut yang indah, dan tanpa berlama-lama lagi, akupun meloncat dengan percaya diri, dan... aku merasa terbang! Hingga akupun meloncat didasar air, dan mengambang diatasnya.

 

"Huhu!" Seruku gembira.

 

Kemudian Bell mengikutiku, dan aku berhadapan dengannya.

 

"Seru sekali, padahal... itu baru hal pertama yang kita lakukan" Ucap Bell.

"Ya, sebelum kita terlambat, ayo kita pergi" Ajakku.

"Ayo!" Jawab Bell.

 

Aku dan Bellpun menaiki daratan, dan berlari ketempat yang sangat amat indah ini.

Pohon yang berwarna-warni, daun-daun yang beterbangan, dan pemandangan pagi hari yang sejuk dan angin yang berhembus kencang, sehingga membuat rambut Bell berhembus dan beterbangan dengan dramatis dan kirana, dan aku hanya memerhatikan Bell sepanjang jalan, dan lama-kelamaan, kitapun sampai dirumah Bell.

 

"Akhirnya kita sampai, aku akan mengambil barangku terlebih dahulu oke" Ucap Bell.

"Iya" Jawabku.

 

Kemudian Bell memasuki rumahnya selama beberapa menit, dan keluar membawa teropong kecil, panah berwarna mahoni dengan hiasan uvarovite mengkilap ditengahnya, dan tentunya busur kayu dengan ujung yang runcing.

 

"Woah... untuk apa itu?" Tanyaku.

"Untuk berjaga-jaga jika ada bahaya" Jawab Bell.

"Woah... aku bisa memakainya sedikit, karena aku lebih sering memakai pedang" Ucapku percaya diri.

"Yasudah, nanti kau akan membantuku, ayo kita pergi, dan ikutilah aku" Ucap Bell.

 

Bellpun pergi dengan berhati-hati dan pelan, kemudian aku mengikutinya.

Pemandangan ini sangatlah indah... banyak pohon-pohon berwarna warni yang menjulang tinggi keatas, ada beberapa tanah yang becek dan keras, kemudian ada beberapa batu-bata yang hancur dan ditinggalkan.

 

"Apakah itu bekas bangunan?" Tanyaku.

"Ya... warga sekitar mengatakan bahwa, itu adalah bekas peperangan dari makhluk Iblis dulu" Jawab Bell.

 

Akupun menyentuh bahu Bell, dan pergi ketempat bebatuan itu.

Aku menyentuhnya dengan hati-hati dan mengendusnya, entah kenapa aku sangat penasaran saat ini.

Aku merasa ada beberapa aura misterius yang memanggilku untuk memerhatikan ini.

 

"Hei?" Panggil Bell pelan dari belakang.

 

Aku mendiamkannya, dan tetap memerhatikan batu-bata ini, tetapi... ada satu batu yang menarik perhatianku.

Batu tersebut memiliki ukiran yang cukup aneh, yaitu ukiran sebuah wanita dengan mata yang tertutup, tanpa hidung, dan mulut yang terbuka lebar hingga ke lehernya.

Rambutnya panjang bergelombang, dan latar belakangnya yang bergambar sebuah pola kepala patung dan pedang yang menusuk kepala tersebut.

 

Setelah aku mengamati gambar tersebut, aku mendengar suara-suara di dedaunan, akupun langsung melihatnya dengan seksama, hingga aku melihat Paolo dengan senyumannya yang mematikan sedang melambaikan tangannya kepadaku secara perlahan.

Lagi-lagi, aku hanya diam membeku, jantungku berdebar kencang bersamaan dengan wajahku yang membeku.

Dan secara tiba-tiba, Bell menepuk pundakku dengan kencang, dan mengejutkanku.

 

"Hei! Apa yang kau lihat?" Tanya Bell.

"T-tidak... tidak apa-apa, ohiya, apakah kau tau dia siapa?" Tanyaku sembari menunjuk ukiran batu itu, dan menghiraukan Paolo yang sepertinya sudah menghilang.

"Hm... tidak tau, dan tidak akan peduli.

Lagipula, daripada kita membuang waktu disini, mari kita pergi sekarang" Jawab Bell.

"O-oh.. oke.. ayo.

Oh iya, aku sudah mengetahui nama wanita dimimpiku, namanya adalah-

"Sudah-sudah, jangan pikirkan dia lagi" Jawab Bell sinis.

 

Akupun hanya diam, dan kembali mengikuti Bell kedepan.

Agar melupakan kejadian tadi, aku melihat-lihat pemandangan sekitar yang sangat indah.

Aku kembali mengamati pohon-pohon dengan detil, pohon tersebut memiliki batang yang berserabut dengan warna unik, yaitu berwarna mahoni, merlot, boysenberry, kayu mawar, hickory, dan brunette.

Dan tentunya daun-daun yang berwarna-warni, kurang lebih ada warna sepia, granola, kenari, jeruk keprok, amber, garnet, sangria, gula-gula, fusia, ungu, anggrek, biru, teal, merah, azure, biru langit, hijau, zaitun, pistachio, kemangi, sage, dan pinus, yang berpadu disuatu pohon yang membuatnya menjadi lebih indah, cantik, nan ajaib.

Tak hanya kayu dan daunnya saja yang cantik, tetapi menjadi lebih cantik lagi karena dipadu dengan beberapa buah unik yang menggantung, ada beberapa pohon yang berbuah seperti apel, tetapi lebih besar dan berwarna biru yang tentunya sangat asing bagiku, dan ada buah seperti ackee, tetapi lima kali lebih besar, dan lebih berwarna kekuningan.

 

Kemudian ada beberapa bunga yang tumbuh di sebagian besar tanah disini, dan tentunya bunga tersebut sangatlah cantik.

Ada beberapa bunga yang memiliki mahkota bunga besar berwarna merah tua, magenta, kobalt, dan pakis.

Dan memiliki daun pelindung berwarna juniper, dan busa laut.

 

Akupun memerhatikan tanah dibawahku, ada beberapa kerikil yang bertebaran berwarna bayangan, besi, arang, kerikil, gagak, ter, dan hitam.

Tak hanya bernada warna gelap, ada beberapa kerikil juga yang berwarna denim, rasin, mahoni, merlot, dan perunggu.

Akupun terpukau, hingga kita berada didepan sungai yang bening dan asri, sehingga aku dapat melihat batu-batu alam dengan berbagai bentuk dan warna, tetapi sebagian besar bernada warna bumi.

Seperti warna jelaga, arang, walnut, brunette, umber, carob, hickory, grafit, kerikil, dan timah.

Tetapi, perbatasan antara daratan dan sungai tersebut sangatlah rapih dan mulus, banyak rumput-rumput dan tanah yang merunduk kebawah, sehingga cukup nyaman jika ingin bermain disungai itu.

Tetapi, setelah dilihat-lihat lagi, sepertinya sungai ini adalah sungai yang sama seperti sungai didepan rumah Bell.

 

"Apakah ini sungai yang sama dari sungai didepan rumahmu?" Tanyaku.

"Ya... mungkin" Jawab Bell ragu.

 

Entah apa yang terjadi, tetapi... aku merasa bahwa sepertinya Bell sedang marah padaku, dari jawabannya yang singkat dan nada lisannya yang menyerupai seseorang sedang kecewa atau tidak senang.

Akupun hanya diam, dan tetap melihat-lihat pemandangan ini.

 

Beberapa saat kemudian, kita melihat sebuah bangunan tua yang menggunakan batu-bata berlumut berwarna amber, sangria, dan aprikot.

Atap dari bangunan ini sangatlah tua dan berkarat hingga menjadi berwarna cider dan amber.

Bangunan ini memiliki beberapa jendela yang sepertinya tidak pernah dibersihkan, dengan pigura kayu mindi yang sudah rusak karena digerogoti rayap, dan pintu kayu meranti yang tetap utuh, tetapi sangatlah kotor dan menjijikan, seperti ada lumut-lumut lendir dan tanah-tanah yang menempel dan mengotori pintu itu.

Tetapi anehnya... gagang pintu tersebut tidak sekotor pintu itu sendiri, seperti... ada orang yang sering memasuki rumah ini... entah siapapun itu, tetapi... aku rasa dia adalah orang yang sakit pikiran.

 

"Tempat apa ini?" Tanyaku pada Bell.

"Ini rumah teman jelajahku" Jawab Bell.

"Maksudmu?" Tanyaku penasaran.

 

Kemudian Bell menghiraukan diriku, dan mengetuk pintu dengan cukup kencang hingga beberapa kali, dan terbukalah pintu tersebut secara perlahan dan melengking karena suara dari pintu yang sudah lama tersebut.

Saat pintu tersebut terbuka, keluarlah seorang wanita dengan mata kanannya yang tertutupi oleh kulit sapi yang diikat melingkar kekepalanya, rambutnyapun digerai panjang dengan warna jahe yang terang, dan sedikit berantakan, bibirnya sedikit kecil dan selalu cemberut, mata kirinya memiliki bulu mata yang sangat lentik dengan warna mata hijau dan sayu dengan kantung mata yang cukup besar.

Hidungnya mancung, dan bentuk wajahnya yang tirus menarik perhatianku.

 

Untuk pakaiannya... sepertinya ia memiliki selera mode yang aneh.

Ia mengenakan kalung rantai yang kecil memiliki hiasan ular-ular yang melingkar.

Pakaian dari wanita itu hanyalah baju hitam polos belel berbahan kain lycra dengan beberapa gambar seperti hati, mata-mata, dan beberapa mulut yang menyebar diseluruh baju tersebut.

Celana dari wanita itu berbahan denim berwarna navy yang robek-robek.

Dan ia tidak menggunakan alas kaki apapun.

 

Aku hanya bisa mengatakan bahwa... sepertinya dia adalah... orang yang jahat, aku selalu berpikir bahwa orang yang bergaya seperti ini adalah orang jahat, entah mengapa.

 

"Bell... mengapa kemarin tidak kemari? Kita berdua sangat bosan jika tidak berburu denganmu" Ucapnya.

 

Berdua? Siapa lagi dia?

 

"Maaf, kemarin... aku bertemu dia, akan aku ceritakan kepada kalian" Jawab Bell dengan berat dan serius.

 

Wanita tersebut hanya mengangguk, dan berbalik dari pintu, kemudian, Bell menggenggam tanganku, dan menarikku kerumah tersebut.

Ternyata rumah tersebut memiliki ruangan yang cukup besar dengan interior yang apik, tembok ruangan ini bertekstur batu-batu besar berwarna lenan, mawar krem, sienna terbakar, dan coklat kastanya yang disatukan dengan semen kemerahan.

Lantainya terbuat dari kayu ulin yang dipoles dengan rapi, dan langit-langit ruangan ini terbuat dari beberapa kayu ulin yang menyangga atap dengan tempat kosong ditengahnya, dan karena hanya ada beberapa kayu yang lurus sembari menyangga atap, jadi hanya ada beberapa lampu yang menggantung hingga membuat ruangan ini sedikit gelap dan menyeramkan.

Ruangan ini memiliki banyak sekali hiasan antik dan estetis dengan gaya jaman dulu dengan beberapa lukisan realis dengan bingkai kayu berukir etnik berwarna emas dan hijau.

 

Lukisan yang pertama berada didekat perapian yang tidak menyala.

Lukisan tersebut bergambarkan sebuah bunga mawar yang sedang digigit oleh monster bermata besar dengan tatapan mengerikan yang bermulut lebar dan bergigi taring, dan latar belakang lukisan tersebut adalah sebuah pemandangan jenggala yang terbakar kobaran api yang sangat hebat.

 

Lukisan yang kedua berada tepat disamping pintu berbahan kayu sungkai.

Lukisan tersebut bergambar seorang wanita yang memegang sebuah kertas gulung dengan tatapan yang memelas dan menyedihkan.

Perempuan itu memakai pakaian kerajaan khas dengan korset yang terikat sangat ramping, dan latar belakangnyapun sama seperti lukisan sebelumnya, sebuah jenggala yang terbakar oleh api yang membara.

 

Dan lukisan yang ketiga, berada didekat lemari berbahan kayu mahoni dengan warna merah khasnya yang pekat.

Lukisan tersebut bergambarkan sebuah jembatan kayu yang memotong sebuah sungai yang panjang dan deras alirannya.

Pinggirannyapun terdapat sebuah lanskap pedesaan yang makmur dan ramah senyum, serta, kondisi langitnya menunjukan pemandangan arunika yang sangat cantik nan indah.

 

Tak hanya lukisan, hiasan dirumah inipun sangatlah banyak, ada beberapa figur-figur hewan kecil yang ditaruh didalam lemari kaca antik seperti gajah, harimau, macan, serigala, anjing, kucing, babi, beruang, sapi, domba, kambing, keledai, mamut, buaya, paus, dan hiu.

Ada beberapa kain-kain perca yang menggantung dibeberapa tempat.

Ada juga lemari-lemari yang dipenuhi dengan buku-buku dan ada hiasan daun-daun buatan dan bunga-bunga buatan yang menggantung diujung-ujung tembok.

Tak hanya itu, ada sebuah karpet berbulu beruang yang diatasnya ada sebuah sofa yang diduduki oleh seorang pria yang sedang membaca buku.

 

"Ayo, kita duduk sembari berbincang-bincang disofa" Ucapnya.

"Ya... Alejandro, dia temanku, namanya... Cacciatore Crudele, kau bisa memanggilnya Crudele.

Kita akan ditemani Crudele saat menjelajah nanti" Ucap Bell.

"Tetapi, jangan panggil aku Crudele, panggil aku... Crue, agar lebih singkat" Jelas Crue.

 

Akupun hanya mengangguk, dan mengikuti Bell kesofa, lalu duduk disampingnya.

Kemudian, Bell menaruh anak panah dan panahnya disamping sofa.

Ternyata... sofa itu cukup muat untuk tiga orang, dan Crue duduk dilantai tengah, tepat didepan perapian.

 

"Hei Cane! Jangan membaca buku terus menerus, kita sudah memecahkan teori ledakan api... ayo istirahat sejenak" Ucap Crue.

"Iya-iya... aku hanya ingin memastikan, apakah teori buatan kita, yaitu ledakan api digunung Api Tinggi adalah penyebab terciptanya makhluk Iblis.

Dan... sepertinya... teori kita sedikit keliru, atau bahkan salah besar" Jawab Cane.

"Maksudmu? Perjuangan kita dalam berkeliling dunia yang membosankan ini selama enam bulan, dan penulisan buku kita serta pembelian bukumu yang bisa mencapai hampir delapan ratus ribu perbulan ini... sia-sia?" Tanya Crue panik.

"Bisa dibilang... begitu" Jawab Cane tenang.

 

Crue hanya diam, dan Bell mulai memasuki topik ini.

 

"A-apa?! Mengapa bisa seperti itu?" Ucap Bell.

"Aku tidak tau, tapi itu hanyalah prinsip beberapa buku yang aku baca, maka dari itu, bisa jadi kita benar, bisa jadi kita keliru, atau bisa jadi kita salah besar" Jawab Cane.

"Huft... yasudah, perkenalkan semuanya... dia Joseph Alejandro, kalian bisa memanggilnya Alejandro.

Dia adalah prajurit kerajaan Mutiara Emas yang entah mengapa menjadi membantah rajanya dikarenakan temannya, lalu memasuki daerahku, dan aku harap dia bisa mengikuti atau membuat perubahan.

Jadi... dia akan ikut perkumpulan kita" Jelas Bell.

 

Cane dan Crue hanya diam sembari melirik padaku dengan lirikan curiga.

Karena hal itu, aku bisa memerhatikan Cane dengan seksama.

Matanya sedikit sipit dengan bulu mata yang lentik, dan warna mata hazel yang sangar akan menghipnotis orang yang menatapnya.

Hidungnya sangat mancung hingga membuatnya sedikit runcing di ujungnya, mulutnya sedikit lebar dan tipis, kupingnya kecil dengan beberapa anting berwarna merah dan hitam, bentuk wajahnya sangat berbentuk dan memiliki garis rahang yang samar-samar, dan rambutnya berwarna marun bergaya jatuh kebawah.

 

Badannya cukup berisi, yang terlihat dari lengannya yang berbentuk karena otot.

Model pakaiannya sangatlah formal berwarna marun berkancing dan berkantung kanan, dan celananya yang longgar dan panjang berwarna navy.

Tatapannyapun semakin aneh kearahku karena aku meliriknya dari atas kebawah.

 

"Em... halo?" Katanya.

"Eh, uh hai" Jawabku gugup.

 

Keadaanpun menjadi canggung, dan untungnya Bell kembali mencairkan suasana.

 

"Oh iya, bagaimana kalau kita memperkenalkan Alejandro sembari menjelajah sekeliling, atau bahkan kita bisa berburu makhluk Iblis untuk dimasak?" Saran Bell.

"Hm... benar juga... oh iya, Alejandro, kamu... prajurit darat ya? Jika iya... ayo ikuti aku keruangan persenjataan, dan kamu bisa mengambil pedang apa saya yang menurutmu tajam, runcing, dan mungkin keren, karena ada banyak pilihan disana.

Ayo ikuti aku" Ucap Crue sembari terbangun dari duduk silanya.

"Baiklah" Jawabku dingin sembari beranjak dari sofa, dan mengikuti Crue.

 

Ternyata Crue pergi kepintu yang disampingnya memiliki lukisan, dan diapun membuka pintu tersebut.

Betapa terkejutnya aku, karena ruangan tersebut cukup luas, seperti lorong yang dipenuhi oleh senjata-senjata yang sangat apik!

Dinding ruangan ini terbuat dari kayu jati, sama halnya seperti lantai dan atap-atap ruangan ini.

 

Disamping kanan ada banyak sekali pedang dan kapak, kurang lebih ada tujuh pedang, dan tiga kapak.

Disamping kiri, ada lima belas panah yang dipajang secara beraturan, dan diujung dari ruangan ini, ada dua puluh tempat berbentuk tabung yang sepertinya memiliki tiga puluh anak panah dimasing-masing tempat tersebut.

Akupun hanya terkagum, dan mulai memerhatikan segalanya.

 

Untuk pertamakali, aku melihat panah terlebih dahulu.

Untuk urutan panah yang pertama, terbuat dari kayu bengkirai yang memiliki hiasan batu permata zamrud yang dipoles sedemikian rupa.

Untuk panah yang kedua, terbuat dari bambu seperti panah biasa, tanpa ada hal yang spesial dari panah ini.

Untuk panah yang ketiga, sedikit spesial, karena terbuat dari kayu jati yang dipoles dengan sangat halus, ada beberapa bagian yang dilapisi kulit sapi, dan dihiasi dengan ukiran-ukiran indah dan ada beberapa batu zamrud, lazuardi, dan jade yang dipasang dan ditahan dengan besi.

Untuk panah yang keempat, kelima, dan keenam kurang lebih sama, yaitu panah biasa dengan bahan rotan tanpa ada hiasan apapun.

Untuk panah yang ketujuh, berbahan rotan biasa tanpa ada hiasan apapun terkecuali ukiran bergambar daun disekeliling panah tersebut.

Untuk panah yang kedelapan, berbahan kayu jati yang dilapisi kulit kambing dan ada beberapa tempat yang dihiasi dengan kristal uvarovite, uzarite, dan fluorit, dan sepertinya ini adalah panah yang paling mahal disini.

Untuk panah yang kesembilan dan kesepuluh, terbuat dari bambu polos biasa tanpa hiasan apapun.

Untuk panah yang kesebelas, berbahan kayu oak yang dipoles dengan beberapa hiasan ukiran pola etnik.

Untuk panah yang kedua belas, ketiga belas, dan keempat belas, berbahan rotan berukir pola etnik yang hampir sama.

Dan untuk panah kelima belas, sangatlah indah! Aku kira tak ada panah yang lebih mahal dari panah kedelapan, ternyata inilah yang paling mahal.

Panah tersebut terbuat dari kayu bubinga yang dilapisi dengan kulit bison dengan ukiran-ukiran yang menyeluruh dengan percampuran, figuratif, flora, dan fauna.

Tak hanya dilapisi kulit bison, panah inipun dihiasi dengan batu indah tanzanite, opal hitam, alexandrite, bintang berlian merah muda, dan beberapa berlian.

Akupun hanya bisa terpukau dan melongo saat melihatnya, dan tanpa berlama-lama lagi, akupun mencoba memegang panah itu.

 

"Itu adalah panah yang kami curi dari museum 'Seni Berbahaya', dan memang, kita sangat berhati-hati untuk memegangnya, tetapi... karena kau adalah prajurit asli dan berpengalaman... mungkin kami akan mengizinkannya.

Oh iya, itu juga adalah panahku" Jelas Crue.

 

Akupun mengambilnya dari gantungan, dan mencobanya.

Bahannya sangat halus dengan tali yang sangat nyaman dan elastis untuk ditarik dan dilepaskan.

Setelah itu, aku mengembalikannya, dan berkata.

 

"Sepertinya aku kurang cocok, aku lebih suka pedang, dan bisa dibilang... aku ahli pedang, karena sedari kecil aku sering sekali diajari bermain pedang oleh pamanku" Jelasku.

"Yasudah, daripada kau diam-diam saja sembari memerhatikan sekeliling, lebih baik aku yang menjelaskannya.

Untuk sekarang, aku akan menjelaskan koleksi pedang kami.

Jangan tanya mengapa aku tidak menjelaskan tentang anak panah, karena... kau pasti sudah tau tak akan ada yang spesial dari anak panah, yaitu, hanya segulung kayu yang diujungnya terdapat besi yang runcing dan tajam.

Ayo, kita bahas dari pedang yang pertamakali aku, Cane, dan Bell menemukannya" Jelas Crue.

"Baiklah" Jawabku.

 

Crue bergegas ketempat pedang, dan menjelaskannya dari depan.

 

"Pedang yang pertama, kita menemukannya ditengah hutan.

Benar-benar kotor, kamipun membawanya dengan hati-hati kesini, lalu mencucinya, dan terlihatlah detil dari pedang ini.

Pedang ini sangatlah tumpul, jadi... tak bisa dipakai, hanya kami pajang sebagai oleh-oleh.

Pedang ini memiliki gagang yang dilapisi kulit biasa, yang sedikit robek sehingga terlihatlah gagang pedang ini yang terbuat dari kayu mindi.

 

Untuk pedang yang kedua, kami membelinya di toko pandai besi yang masih baru, sehingga kita membelinya hanya dengan lima belas ribu.

Memang pedang ini seperti pedang palsu, karena hanya terbuat dari besi biasa yang dipoles dengan gagang rotan yang rapuh, tetapi... jika dirawat dengan baik, pastinya pedang ini akan menjadi lebih baik dari sebelumnya.

 

Pedang yang ketiga, kami membuatnya sendiri.

Memang... pedang ini sangatlah buruk, tumpul, dan sepertinya tidak berguna, tetapi... kami bisa menggunakannya untuk mengelabuhi seseorang, dan membuatnya takut pada kami, walaupun... tak bisa kami gunakan sebagai mempertahankan diri kami.

 

Pedang keempat, kami kembali membuatnya, tetapi modal kita sedikit lebih banyak, sehingga kami membuatnya dengan logam.

Kami mengikisnya selama dua hari dua malam tanpa henti, sehingga kami mencobanya hingga jari kami lecet.

Tetapi... itu pertanda bagus, walau gagang dari pedang ini hanya terbuat dari kayu ulin, tetapi... setidaknya pedang ini lebih baik dari sebelumnya.

 

Pedang yang kelima, kami diberikan secara cuma-cuma oleh paman dari Cane yang kebetulan adalah seorang pandai besi, dan tentunya pedang ini memiliki kekurangan dan kelebihan saat kami diberikan pedang ini.

Kelebihannya adalah, kami dibuatkan ini oleh orang dan bahan yang profesional, yaitu dibuat dengan baja yang tajam, dengan gagang yang terbuat dari kayu jati, sehingga lebih aman, nyaman, dan tajam.

Tetapi kekurangannya adalah... ada empat orang yang mengetahui kelompok kami, yaitu paman dari Cane, tetapi untungnya... paman Cane adalah orang yang bisa menjaga rahasia.

Dan ingat! Jangan pernah menyentuh pedang ini, karena ini adalah pedang kesayangan Cane yang tak pernah ia ganti selama empat tahun kebelakang.

 

Pedang yang keenam, kami sedikit bangga dan tidak bangga akan pedang ini, karena kami mencurinya dengan cara berpura-pura menjadi prajurit, dan berpura-pura memesan sebuah pedang dengan izin raja.

Aku tau itu sangat berbahaya, tetapi... aku memiliki kenalan yang bisa membujuk raja, atau bisa dibilang... uh... 'Peliharaan raja'?

Memang sedikit brutal, tetapi... sepertinya ia bangga akan hal itu, huh... 'Pilih aku... pilih aku...'

Oh iya, omong-omong, pedang ini terbuat dari logam keras, dan gagang yang terbuat dari kayu mahoni, dan ini adalah pedangku, jika aku bosan dengan panah, aku akan menggunakan pedang ini.

 

Dan pedang ketujuh, kami membuatnya kembali dengan bahan yang cukup mahal, yaitu baja dari pulau 'Kemenangan Selamanya', yang dikenal dengan bahan pedangnya yang melebihi ketajaman gigi makhluk Iblis Neraka.

Gagangnyapun berbahan kayu jati yang dihiasi beberapa batu indah uvarovite yang ditahan dengan kawat.

Kau bisa mengambil pedang ini, kau suka benda tajam bukan? Ini mungkin sangatlah cocok untuk penikmat ketajaman yang hakiki sepertimu" Jelas Crue detil.

"Eh... terimakasih... aku akan mengambilnya" Jawabku.

 

Akupun menyentuhnya, tetapi tangan Crue mengelus-elus rambutku perlahan seperti mengelus seekor kucing.

Karena hal itu, aku terkejut dan wajahku memerah, karena jarang sekali aku diperlakukan seperti ini sebelumnya.

 

"Jangan kau ambil dahulu, karena... ini berbahaya, mari kujelaskan tentang kapak terlebih dahulu, baru kau boleh mengambil pedang itu, dan kita akan berjalan-jalan mengelilingi tempat ini" Jelas Crue sembari menunjuk kapak yang pertama.

 

"O-oh... oke..." Jawabku canggung dengan wajahku yang tetap memerah.

"Kami hanya memilik tiga kapak, karena... kami menggunakan kapak jika ada keperluan yang mendadak.

Kami menggunakan batu yang kami ambil dari tempat pertambangan, dan kami juga menggunakan kayu guayacan yang sangat kuat.

Kurang lebih seperti itu, dan jika kau ingin kami buatkan, pasti kami akan buatkan untukmu jika kau benar-benar membutuhkannya.

 

Ya... seperti itu, ayo kita menjelajah" Jelas Crue sembari mengambil panah kelima belas, dan kembali mengelus kepalaku dengan tertawa riang.

 

Akupun mengambil pedang ketujuh, kemudian kembali kesofa tadi, dan melihat Bell sedang memeluk Cane yang sepertinya sedang menangis terisak-isak, sembari menggenggam sebuah surat, dan buku yang tergeletak dilantai.

 

"B-Bell?! Ada apa dengan Cane? Mengapa dia menangis?" Tanya Crue.

"Huft... tenang Cane, ayo kita pergi... kami akan mengantarmu kerumah" Ucap Bell pelan.

 

Crue mengambil surat tersebut, dan membacanya.

 

"C-Cane... m-maaf atas kehilanganmu, ayo kita pergi kerumahmu" Ucap Crue.

 

Kemudian Bell mengangkat Cane dengan hati-hati, dan mengusap wajahnya seperti seorang ibu dan anak.

Dan tak lupa, Crue mengelus punggung Cane dengan halus dan sabar.

Canepun berhenti menangis, dan berusaha tersenyum.

 

"Sudah, catatan depresimu meningkat jika kau terus seperti itu, jangan kau paksakan untuk tersenyum, manusia memiliki perasaan agar bisa diungkapkan, bukan untuk disembunyikan.

Ayo, kita kerumahmu, Alejandro, ayo ikuti kami" Ucap Bell.

 

Akupun mengangguk, dan mengikuti mereka kesuatu tempat sembari menggenggam pedang dengan enteng seperti memegang mainan.

Cruepun menaruh panahnya disela-sela kalung rantai.

 

"Apa aku tidak apa-apa memakai pakaian ini?" Tanya Crue.

"Tak apa, pakaiankupun tidak sesuai dengan keadaan berduka, jadi... kita tunggu diluar saja" Jawab Bell.

 

Kemudian mereka keluar dari rumah ini, dan aku mengikutinya, tetapi... Cane seperti membisikkan sesuatu kepada Bell, dan Bell melirik kearahku seraya berkata.

 

"Alejandro, kamu disini terlebih dahulu, jaga rumah ini, kamu bisa melakukan apa saja" Ucap Bell.

 

Langkahkupun terhenti, dan mulutku terdiam ketat.

 

"Maaf, kau masih belum bisa mengikuti kami" Ucap Crue dari belakang.

 

Akupun mematung hingga pintu rumah ini tertutup dengan sendirinya.

Entah mengapa, aku mulai ketakutan karena tak terbiasa menyendiri dirumah yang sepi seperti ini.

Aku mulai menenangkan diri dengan cara berjalan-jalan memutar sebentar hingga beberapa menit, dan karena bosan, aku mulai menjelajahi rumah ini dengan membuka seluruh pintu yang ada dirumah ini satu persatu.

 

Pintu pertama adalah kamar mandi.

Aku memasukinya, dan kamar mandi ini cukup aneh... ada akuarium yang berisi ikan cupang, dan koi.

Kamar mandi inipun memiliki toilet duduk, pancuran, bak mandi, ember, dan tentunya air.

Kamar mandi ini menggunakan lantai marmer dengan tembok berwarna navy yang sama dengan warna langit-langitnya.

 

Akupun keluar dari kamar mandi, dan membuka pintu yang kedua, yaitu... gudang.

Gudang ini terbuat dari lantai kayu, tembok kayu, dan tentunya langit-langit kayu.

Ada banyak sekali barang-barang bekas yang tergeletak begitu saja disini, seperti beberapa anak panah yang patah, lemari-lemari kecil yang hancur, bangku yang tergeletak berantakan, vas bunga yang pecah berserakan, bunga-bunga layu yang ditebar luas digudang ini, furnitur lainnya yang seperti bekas kebakaran hebat karena ada banyak sekali bekas kobaran api, dan tak lupa, lentera gantung yang menambah kesan horor, mistis, dan menyempit.

 

Saat melihat-lihat, secara tiba-tiba, Paolo sang wanita mimpi tak beradab berada didekatku seperti petir yang menyambar sehingga membuatku terkejut.

Tetapi sayangnya, aku sudah terlambat untuk melakukan apapun, karena aku dicekik erat oleh Paolo yang matanya memerah dan kuku-kukunya yang memanjang dan kotor.

Wajahnyapun semakin menyeramkan sehingga membuatku ingin menangis tanpa henti, dan karena cekikannya yang terlalu kencang, aku mulai merasa mual, dan tenggorokanku mulai membuatku sesak nafas.

Akupun tak bisa bernafas hingga beberapa saat, dan aku berusaha sekuat tenaga untuk melepaskannya menggunakan tanganku, tetapi tentunya aku tak akan bisa, hingga ada bunyi ketukan dari pintu depan, kemudian Paolo tersenyum sangat lebar hingga membuatnya robek, dan menghilang.

Aku terjatuh sembari menyentuh tenggorokanku yang malang, rasanya sangat sesak dan sakit, seperti sedang diinjak oleh raksasa.

Lalu, aku berusaha berdiri sembari terbatuk-batuk dan nafas yang tak teratur, saat aku berdiri tak tegap dan menjadi lebih lemas, aku berusaha berjalan walaupun sering terjatuh dan tak terkendali.

 

Akupun sampai dipintu depan, dan membukanya, tetapi... betapa terkejutnya aku saat melihat makhluk Tanah Iblis dengan mata merah, berbentuk sebuah manusia berkaki empat, kepalanya yang mulus sehingga terlihatlah sebuah tengkorak berwarna kuning dengan darah yang melumurinya.

Badannya robek dengan robekan yang sangat serius sehingga darahnya bercucuran hingga mengenai baju yang diberikan paman Eugine.

Mulutnya tersenyum lebar hingga menunjukkan gigi-gigi tajamnya yang berlumuran darah, dan tak memiliki kuping maupun hidung.

 

Aku sangat terkejut, lalu terjatuh kelantai hingga menjatuhkan pedangku.

Dengan malang, pedangku ditendang oleh makhluk tersebut dengan sangat kencang, hingga aku berusaha untuk mengambilnya kembali dengan seluruh badanku yang memerah dan sangat amat menyakitkan.

Tetapi, secara tak terduga, kakiku diinjak oleh makhluk itu dengan sangat keras sehingga aku berteriak kesakitan sekencang-kencangnya dan mengganggu makhluk itu,.

Makhluk itupun melepasku, dan aku menggunakan kesempatan itu untuk merebut pedangku kembali secepat-cepatnya, dan berlari seraya menusuknya dengan melompat, dan berhasil mengenainya dibagian jantung.

Aku dan makhluk itupun tergeletak ditanah, dan dengan seluruh tubuhku yang kesakitan beserta lemas, aku pingsan terlepas dilantai yang berlumuran darah menjijikan.

 

Wanita Di Sungai Emas

 

"Ini belum selesai... ingatlah selalu... lemah-

"Alejandro! Bangunlah" Panggil Bell dengan sedikit bergetar, dan sepertinya... kedua maniknya mulai berkaca-kaca.

 

Aku mulai menoleh kesegala arah, dan terkejut ketika melihat makhluk yang terbaring tak bernyawa tepat berada disebelah kananku.

Tetapi... aku mulai mengingat segala kejadian yang telah kualami, entah sudah berapa lama yang lalu.

 

"Eungh... s-sakit sekali..." Keluhku.

"Ah... akhirnya kau terbangun... aku sudah menduga kau akan terbangun tak lama lagi" Ucap Crue dari belakang.

"Aku bersyukur sekali kau terbangun..." Balas Bell tersenyum manis.

"I-ini-

"Ya... kamu mengalahkan makhluk Iblis sendirian... kau... benar-benar mengesankan Alejandro..." Puji Crue bangga.

 

Wajahku tersipu malu, walau sepertinya seluruh tubuhku akan lumpuh tak lama lagi.

 

"Apa kau masih bisa terbangun, atau berjalan?" Tanya Crue sembari mengulurkan tangannya kepadaku.

 

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, aku berusaha untuk terbangun dari baringan menjijikanku, tetapi...

 

"Akh!... Eungh... tidak b-bisa... hehe... eungh-

"Tanggapi uluran tanganku" Potongnya.

 

Akupun menanggapi uluran tangan Crue, lalu dengan sekuat tenaga kewanitaannya, akupun berhasil terbangun walau kakiku benar-benar membuatku meringis kesakitan.

 

"Sepertinya kau terluka parah didalam, maka dari itu, kau harus benar-benar beristirahat dan diobati, jangan melawan, aku tau beberapa cara menanganinya" Ucapnya.

"Akh... sakit..." Ringisku disetiap pijakan.

"Bertahanlah sebentar..." Jawabnya.

 

Setelah beberapa detik yang terasa lama, akupun sampai disebuah kamar yang cukup sempit, tetapi muat untuk dimasuki satu ranjang tingkat.

Akupun dibaringkan oleh Crue diranjang tersebut, dan aku mulai mengambil nafas panjang dengan sedikit air mata yang keluar dari mataku dikarenakan parahnya rasa sakit yang kurasakan.

 

"Bell! Jaga dia, aku akan membeli beberapa obat diluar!" Suruh Crue pada Bell.

"Ya!" Jawab Bell, dan dengan sigap, Bell segera memasuki ruangan tersebut, dan Cruepun pergi meninggalkan kita berdua.

"Apakah separah itu?" Tanya Bell berbasa-basi.

"Ya... eungh..." Jawabku.

"... Maafkan kami... seharusnya kami tidak meninggalkanmu sendiri..." Ucapnya sembari menunduk penyesalan.

"Tidak apa-apa... lagipula... ini adalah hal yang seru untuk dilakukan, hehe... akh!-

"Jangan dipaksakan..." Ucap Bell.

 

Setelah beberapa menit kita berdua berdiam diri, akupun mulai menyadari suatu hal yang berhubungan dengan penyembuhanku.

 

"Bell... mengapa kau tidak menggunakan kekuatan dari pitarahmu untuk menyembuhkanku?" Tanyaku serius dan penasaran.

"... Bisa saja, jika kau ingin pergi kedasar laut, lalu membiarkan penyakitmu memasuki tubuhku.

Akan tetapi... bukannya aku tak ingin mengorbankan diriku untuk orang lain, melainkan... ini bukanlah suatu hal yang sangat serius untuk menyia-nyiakan kekuatanku" Jawabnya memecahkan rasa penasaranku.

 

Aku hanya mengangguk, lalu memejamkan mataku agar bisa meredakan rasa sakit yang aku rasakan, hingga beberapa saat kemudian, Crue kembali dengan terburu-terburu sembari menggenggam sekantung kain linen berwarna zaitun gelap yang diikat-ikat tidak rapi menggunakan buntut kuda, yang kutebak... itu adalah obat yang Crue maksud.

 

"Ini adalah obat yang dipakai dengan cara diusap, pakailah ini setiap kali kau merasa kesakitan, tetapi... untuk sekarang lebih baik kau membaringkan tubuhmu dan tertidur hingga esok pagi, karena jujur saja, aku masih belum tau apakah penyakitmu ini.

Antara tulangmu patah, retak, atau bahkan tidak ada hubungannya sama sekali dengan tulang susumu itu, maka dari itu, beristirahatlah" Jelasnya.

 

Aku kembali merasakan rasa sakit, tetapi aku kembali menahannya hingga seluruh tubuhku melemah, dan aku memejamkan kedua mataku tanpa memberikan salam selamat tinggal pada Crue dan Bell disore hari yang sungguh cepat ini.

Tetapi, tunggu dulu... seperti ada yang janggal ditengah malam ini...

 

"ANH! KAU HARUS TIADA! JANGAN PERNAH KAU MENGGANGGU DUNIAKU! PERGI!-

"AKH!" Ringisku.

 

Benar-benar tidak memiliki adab dan sopan santun...

Dengan keadaanku yang sangat mengenaskan ini, Paolo sang wanita mimpi kembali menghantuiku diruangan yang sempit ini.

Dia berteriak dihadapanku, dan mulai meninju ranjang yang rapuh ini.

 

Dikarenakan nyawaku yang masih belum terkumpul setelah dibangunkan olehnya, aku benar-benar tak bisa melakukan apapun.

Aku tidak bisa berteriak, seluruh tubuhku bergetar, dan rasa sakit diseluruh tubuhku kembali membengkak dan benar-benar menyiksa diriku.

Aku mulai meringis tak karuan dengan tetesan air mata yang meluncur dari manik bergetarku.

Ruangan ini benar-benar hancur karenanya, tetapi entah mengapa, Bell maupun Crue tak ada yang mendengarnya.

 

Aku berusaha untuk menggapai gagang pintu untuk membukanya dan meminta pertolongan.

Seluruh tubuhku kesakitan dan gejolak amarah dari setiap absenan tubuhku terasakan.

Akan tetapi, aku tetap menegakkan tekadku yang bertujuan untuk diriku sendiri.

 

"JANGAN BERPIKIRAN UNTUK KABUR! KAU HARUS TIADA SEKARANG! TIADALAH!..." Teriak Paolo tepat memekakkan telinga mungilku.

"AKH!" Ringisku sembari berusaha untuk menggapai gagang pintu dengan sekuat tenaga, hingga akhirnya...

"EUNGH!... B-BELL! CRUE!" Panggilku setelah berhasil membuka pintu tersebut.

 

Aku menangis dan meringis kesakitan karena sepertinya seluruh tubuhku sudah tidak bersemangat untuk bekerja sesuai dengan pekerjaannya masing-masing, dan sebaliknya, mereka menghasilkan sebuah efek rasa sakit yang benar-benar menyakitkan.

 

"ALEJANDRO!" Balas Bell yang secara tiba-tiba memasuki rumah ini dengan keadaan rumah yang masih hancur walau sang makhluk Iblis telah disingkirkan entah kemana.

 

Dengan sigap, Bell mengangkat tubuhku sekuat tenaga.

 

"CRUE! BANTU AKU DIDALAM!" Teriaknya.

"... AH! ALEJANDRO! SEDANG APA KAU DISANA?!" Balasnya.

 

Mataku mulai memberat, dan ringisanku semakin melemas walau rasa sakit yang kualami tidak berkurang sama sekali, dan bahkan semakin menyakitkan.

Akupun mulai benar-benar melemah, dan seluruh tubuhku bergetar dan meronta-ronta kesakitan, seperti hewan ternak yang tengah dipotong dan diolah dirumah jagal.

Kedua mataku mulai menutup, dan aku tidak tau apa yang akan dilakukan Bell dan Crue serta apa yang akan terjadi pada tubuhku dikemudian hari...

 

Wanita Di Sungai Emas

 

"Aku tidak tau pasti penyakit apa yang dideritanya, karena tidak ada hal apapun yang kutemukan dari ciri-cirinya, maka dari itu, aku tidak bisa memberikan obat apapun untuknya" Jelas seseorang dengan suara serak basah yang kudengar dengan mata yang masih menutup.

"M-maksudmu?..." Tanya seseorang yang aku kenal, dia adalah Bell.

"Iya... gejala yang dialami temanmu itu tidak cocok dengan penyakit-penyakit yang kutau dan dicatat dibuku daftar penyakit, maka dari itu, bisa dibilang ini kasus pertama dikawasan ini, atau bahkan diseluruh dunia, entah apakah aku harus bahagia dikarenakan menjadi ahli kesehatan pertama yang menangani penyakit ini, atau harus bersedih dikarenakan tak sanggup dan tidak tau tata cara untuk menanganinya" Jelasnya lagi.

 

Rasanya ingin sekali aku membuka mataku dan memberitahu mereka bahwa aku sudah terbangun ditengah-tengah mereka, tetapi... aku masih terbaring lemas disni.

 

"Lalu... apa yang harus dilakukan sekarang?" Ucap seseorang yang berbeda, tetapi aku mengenal suara itu, itu adalah Crue.

"Tidak ada... syukur saja jika ada keajaiban yang membuatnya terbangun atau bahkan sehat walafiat kembali" Jawabnya lagi.

"Baiklah... terimakasih" Ucap Bell.

"Iya... aku pamit undur diri..." Ucapnya berpamitan.

 

Decitan pintu kayupun mulai terdengar, yang menandakan bahwa dia telah keluar dari ruangan ini, dan sepertinya... Bell dan Crue membawaku kepada ahli kesehatan.

Secara perlahan, aku berusaha membuka mataku, dan aku baru menyadari bahwa... aku tidak merasa kesakitan lagi!

 

"B-bell?..." Panggilku lemas.

"Ah!... Alejandro!..." Balasnya.

"Eh... syukurlah kau terbangun dengan cepat" Balas Crue.

"Aku... sudah tidak merasa sakit... sudah sembuhkah aku?... Dan... sudah berapa lama aku berada disini?" Tanyaku penasaran.

"Kau diberikan bubuk penghilang rasa sakit sementara, dan tentunya tidak lama, kau berada disini hanya semalaman" Jawab Crue.

 

Aku hanya mengangguk sebentar, lalu kembali melemaskan kepala beratku.

 

Suasana sederhana aku peroleh diruangan ini.

Sunyi tak bersuara tetapi dipecahkan oleh bunyi dari rintikan air yang terjatuh tetes pertetes dari atap yang dialasi lagi menggunakan anyaman bambu cendani sederhana yang menutupi ruangan ini dari terik matahari.

Serta, tembok yang hanya terbuat dari kayu meranti benar-benar menambah kesan indahnya kesederhanaan kesukaanku.

Walau udaranya cukup panas, tetapi hal itu sangat cocok bagi orang yang sedang ingin beristirahat dari lelahnya mara bahaya sepertiku.

 

"Alejandro... ada suatu hal yang ingin kutanyakan" Ucap Bell memecahkan ketenangan.

"Ya?..." Jawabku.

"Aku tidak yakin, tetapi... sepertinya hal-hal yang kamu alami bukanlah suatu kebetulan belaka.

Dimulai dari kau bercerita padaku bahwa kau dihantui oleh seorang wanita mengerikan dari mimpimu, lalu ada sebuah makhluk Iblis yang menerkammu seperti sedang mengincar-incarmu dan sudah mematangkan aksinya, dan juga sebuah kejadian tak terduga yang baru saja kau alami kemarin.

Itu benar-benar kejadian mengerikan... sangat mengerikan yang terjadi padamu, secara... ber-tu-rut-tu-rut...

 

Sebenarnya... apa yang terjadi? Bukannya aku ingin menuduhmu, tetapi... apakah ada suatu hal yang tidak wajar atau mengundang amarah yang diperbuat olehmu disini? Sekali lagi, aku tidak menuduh, aku hanya penasaran..." Tanyanya serius sembari memandangku empat mata.

"Tentu saja, aku tidak pernah melakukan suatu hal yang tidak wajar disini, lagipula... apa untungnya aku melakukan hal-hal yang tidak penting? Dan juga... kau selalu berada disampingku bukan? Apakah kau pernah melihatku melakukan hal-hal aneh yang kau maksud? Tentu tidak" Jawabku santai, karena aku benar-benar yakin bahwa aku tak pernah melakukan hal-hal yang Bell maksud dan bicarakan.

"Kalau begitu, apa yang sebenarnya terjadi huh?" Ucap Crue menindas.

"Awalnya... aku sangat gembira saat berada disini pertamakali, tetapi... setelah Paolo tak beradab itu menghantuiku, keadaan menjadi benar-benar membuatku gila.

Aku tidak tau apa yang membuatnya tergila-gila untuk memusnahkanku, tetapi yang aku tau adalah... aku hampir saja mati... MATI!... MATI BERKALI-KALI...

Aku benar-benar tidak mengerti, memang... apa sebabnya, sehingga membuatku menjadi disiksa secara FISIK DAN MENTAL... secara berturut... turut..." Jawabku dengan bergetar hebat.

 

Bell dan Crue terdiam, lalu mulai menduduki ranjang yang sedang kutiduri agar bisa beristirahat.

 

"Huft... buang jauh-jauh pertanyaan Bell, lalu... mari kita utamakan pertanyaanku yang satu ini dulu.

Apa yang terjadi kemarin malam? Kau... berteriak-teriak seperti ada yang menyiksamu didalam ruangan tidur itu, tetapi saat aku melihat ruangan itu... tak ada apa-apa yang berubah... masih rapi dan bersih..." Tanyanya.

 

Aku tidak tau apa yang Crue katakan, jelas sekali bahwa ruangan itu menjadi hancur lebur dikarenakan Paolo tidak beradab itu.

 

"Apa maksudmu?... Jelas sekali bahwa ruangan itu menjadi hancur!..." Jawabku.

 

Wajah Crue dan Bell berubah menjadi wajah beraut kebingungan.

 

"Mengapa wajah kalian kebingungan seperti itu? Apakah kalian tidak memercayaiku?" Protesku.

"Oke... segala-galanya sudah menjadi aneh dan tidak masuk akal sekarang... perkataanmu benar-benar membuat kami berdua kebingungan, Alejandro" Ucap Bell.

"Akh... aku ingin menikmati waktu dimana aku tidak merasakan sakit yang amat sekarang... jangan membuatku pening" Keluhku sedikit tegas.

"Ah... iya... maafkan kami...

Ayo Bell, mari kita beli makanan, aku sangat lapar sekarang" Balas Crue.

"Ya... ayo... oh... apakah kamu ingin kami belikan sesuatu?" Tanya Bell padaku.

"Um... ayam bakar?" Jawabku.

"Oke... kami tinggali sebentar ya..." Ucap Bell sembari keluar dari ruangan ini.

 

Keadaan kembali menjadi sunyi yang direcok oleh bunyi rintikan air.

Entah mengapa... aku menjadi lebih was-was terhadap sekelilingku dikarenakan kejadian-kejadian tak terduga yang kualami secara tidak tau waktu dan tidak tau tempat.

Aku hanya berharap bahwa kali ini, keadaan menjadi lebih tenang, dan Paolo sang wanita mimpi meringankan kekejamannya kepadaku.

Akan tetapi... aku menjadi sedikit trauma akan apapun sekarang... dan juga... ada hal yang masih berputar-putar dikepalaku, yaitu... apa hal yang membuat Paolo menghantuiku secara bertubi-tubi? Apa salahku? Apa yang terjadi? Dan apa penyebabnya?...

 

"Alejandro?" Panggil Bell sembari membuka pintu ruangan dari hampir tiga puluh menit keluar membeli makanan.

"Ya..." Jawabku.

 

Bellpun memasuki ruangan ini bersamaan dengan Crue yang membuntutinya.

Kedua tangannyapun menggenggam sebuah bungkus makanan berbahan kertas ivory yang berwarna coklat bercak.

 

"Ini, makanan yang kau pesan" Ucapnya.

"Bagaimana denganmu?" Tanyaku berbasa-basi.

"Terimakasih sudah bertanya, aku membeli sebungkus roti gandum untukku dan Crue" Jawabnya.

"Oke... terimakasih juga sudah mau membelikanku makanan" Terimakasihku sembari tersenyum manis.

"Ya... sama-sama..." Balas Bell sembari membalas senyumanku.

 

Akupun mengambil sebungkus makanan yang diberikan Bell padaku, dan mulai membukanya.

Sebuah ayam bakar paha atas yang sedikit hangus dibagian kulit kesukaanku serta bumbu kental yang melimpah menggiurkan seluruh rasa nafsu laparku.

Setelah itu, akupun mengambil garpu serta pisau makan agar bisa bersegera memakannya.

 

Kupotong sedikit demi sedikit ayam bakar tersebut secara perlahan, dan kubuka mulutku selebar-lebarnya, lalu kumasukkan ayam bakar itu kedalam mulut berliurku.

Sangat lembab dan seluruh bumbu dari ayam bakar tersebut meleleh kenikmatan didalam mulutku, serta, rasa dari ayam bakar tersebut benar-benar pecah didalam mulutku.

Sudah lama sekali aku tidak menikmati makanan selezat ini setelah makanan yang diberikan ibu dan ayah dari Bell beberapa hari yang lalu.

 

"Rasanya benar-benar lezat! Terimakasih Bell, dan Crue!" Terimakasihku dengan makanan yang masih kukunyah didalam mulutku.

"Telan dulu makananmu itu... hihi..." Jawabnya menasehati.

"... Saat membeli makanan tadi... aku dan Bell sudah merencanakan sesuatu untuk pemecahan penyakitmu ini..." Cetus Crue yang tak aku mengerti.

"Maksudmu?..." Tanyaku penasaran.

"Sebelum membeli makan, ahli kesehatan yang merawatmu semalaman mengatakan bahwa dia sudah memperbolehkanmu untuk pulang, dan menyediakan stok bubuk pereda sakit untuk beberapa bulan.

Setelah mendengar itu, terlintaslah ide didalam otakku untuk memecahkan seluruh pertanyaan-pertanyaan kita bertiga.

Kita bertiga bersama dengan Cane akan menjelajahi seluruh tempat yang dicatat dibuku Catatan Sahnya Makhluk yang dikata-katakan sebagai tempat yang paling sering dikunjungi untuk memecahkan suatu misteri, dan penyakitmu ini juga merupakan suatu misteri terbesar bagi kita semua.

 

Aku tau kau menguping pembicaraan kami berdua bersama ahli kesehatan, tetapi kamu hanya malas untuk membuka kedua manik mata pemalasmu itu.

Omong-omong, sang ahli kesehatan memiliki inti bahwa penyakitmu adalah kasus pertama yang dia ketahui dan tangani, dan aku yakin penyakitmu ini tak berhubungan dengan alasan duniawi, tetapi... mungkin saja berhubungan dengan wanita mimpimu itu" Jelasnya.

"O-oke..." Jawabku.

"Maka dari itu, kami berdua sudah menyepakati bahwa kau akan pulang bersama kami, lalu sesegera mungkin berangkat menjelajah setelah kamu memakan makanan yang lezat itu" Jelasnya lagi sembari berseringai.

 

Aku membulatkan kedua bola mataku hingga tersedak dengan sangat tidak mengenakkan.

 

"Kau tidak memberikanku waktu istirahat?!" Protesku.

"Apa maksudmu istirahat? Ini hal pertama yang kau lakukan bersama kami bukan?" Jawab Crue sembari terkekeh.

"Yang benar saja..." Keluhku.

"Sudah-sudah, habisi dulu makananmu, kekanak-kanakan sekali sifatmu ini" Sindirnya padaku, yang sama sekali tidak lucu bagiku.

 

Aku menghabiskan makananku dengan perlahan agar memperlambat waktu, dan mulai mencoba untuk berdiri.

 

"Kau siap?" Tanya Crue padaku.

"... Ya" Jawabku singkat.

"Hehe... maaf jikalau tiba-tiba sekali aku memberitahukannya padamu" Ucap Crue.

 

Aku hanya membalasnya dengan anggukan, lalu berjalan secara perlahan menuju pintu keluar ruangan.

Sebuah hawa dingin yang menyegarkan aku rasakan saat keluar dari ruangan ini.

Sebuah lorong dengan tembok dan atap yang sama, tetapi memiliki alas yang terbuat dari jahitan bulu domba yang dicuci bersih hingga menjadi putih bersih seperti susu.

Aku menginjakkan kakiku dialas itu, dan merasakan kelembutan yang teramat sangat.

 

"Lembut sekali... akh-

"M-maaf... eh... Alejandro? Aku bersyukur sekali kau bisa sadarkan diri, dan oh... jika kau belum mengetahui, kau sudah boleh pulang sekarang, dan bubuk pereda sakit sudah kuberikan pada salah satu temanmu.

Maaf tak bisa berbicara terlalu banyak, masih ada lagi yang membutuhkan bantuan.

Sampai bertemu lagi Alejandro!" Ucap sang ahli kesehatan sembari terburu-buru, lalu berlari meninggalkanku.

"Ayo kita keluar, aku tak suka hawa sejuk" Ucap Crue secara tiba-tiba dari belakang sembari menepuk pundak kiriku.

 

Akupun membiarkan mereka berdua mendahuluiku dikarenakan aku tau bahwa mereka lebih mengetahui tempat ini daripada diriku sendiri, sehingga aku hanya perlu membuntuti mereka saja dari belakang.

Beberapa langkah telah berlalu, dan sampailah kita bertiga dihalaman luar.

 

Aku mulai melihat-lihat pemandangan sekitar yang sangat indah.

Kemudian mengamati pohon-pohon dengan detil, pohon tersebut memiliki batang yang berserabut dengan warna unik, ada yang berawrna mahoni, boysenberry, kayu mawar, dan brunette.

Dan tentunya daun-daun yang berwarna-warni, kurang lebih ada yang memiliki warna sepia, kenari, jeruk keprok, amber, sangria, fusia, ungu, biru, teal, merah, biru langit, hijau, zaitun, pistachio, sage, dan pinus yang berpadu disuatu pohon yang membuatnya menjadi lebih indah, cantik, nan ajaib.

Tak hanya kayu dan daunnya saja yang cantik, tetapi menjadi lebih cantik lagi karena dipadu dengan beberapa buah unik yang menggantung, ada beberapa pohon yang berbuah seperti manggis, tetapi lebih kecil dan berwarna merah menyala yang tentunya sangat asing bagiku, dan selain itu... ada juga, buah seperti pisang, tetapi tiga kali lebih besar dan lebih melengkung hingga hampir membuat lingkaran, dan lebih berwarna kebiruan.

 

Adapun beberapa bunga yang tumbuh disebagian besar tanah disini, dan tentunya bunga tersebut sangatlah cantik.

Ada beberapa bunga yang memiliki mahkota bunga yang sangat besar berwarna merah tua, magenta, kobalt, dan pakis, dan memiliki daun pelindung berwarna juniper, dan busa laut.

Tak hanya itu, putik dari bunga tersebut sangatlah panjang dan berwarna-warni memadukan warna bunga itu sendiri.

 

Akupun memerhatikan tanah dibawahku, ada beberapa kerikil yang bertebaran berwarna besi, arang, ter, dan hitam.

Tak hanya bernada warna gelap, ada beberapa kerikil juga yang berwarna denim, merlot, dan perunggu.

Mungkin... pemandangan ini tak jauh berbeda dengan pemandangan dari halaman luar rumah sederhana Bell.

 

Beberapa pijakan telah berlalu, dan sampailah kita disebuah rumah yang halaman depannya sudah hancur dikarenakan makhluk Iblis yang benar-benar merusak.

 

"Masih sedikit bau amis, jika ada waktu, mungkin akan aku bersihkan lagi secara mendalam" Cetus Crue.

"Ya... darah makhluk Iblis memang benar-benar menjijikan... lebih kental dan amis... ugh" Keluh Bell.

"Oh... ini bubuk pereda sakit, minumlah ini ketika kau kembali merasakan sakit" Ucap Crue sembari berbalik badan, lalu memberikan bubuk tersebut padaku.

"Ya... terimakasih" Jawabku sembari menerima bubuk tersebut.

 

Bubuk yang berwarna putih itu dibagi-bagi menjadi dua belas tempat yang terbuat dari kain viscose berwarna putih, dan dikumpulkan disekantung tas berbahan kulit.

 

"Jaga baik-baik... mengerti?" Ucap Crue kembali.

"... Ya" Balasku lagi.

"Ah... ambillah senjata kalian masing-masing, dan hal-hal yang ingin kalian bawa untuk berpergian.

Dan Alejandro, pedang pilihanmu sudah aku bersihkan agar tidak berkarat" Jelas Crue yakin.

"Dimana?... Pedangnya?..." Tanyaku bertanya-tanya.

"Ditempat penyimpanan persenjataan" Jawabnya tegas.

 

Akupun bersegera memasuki ruangan yang Crue maksud, lalu mencari-cari pedangku hingga ditemukanlah pedang tersebut diujung barisan, dan aku mengangkatnya dengan menggema sembari meyakinkan diriku sendiri bahwa aku pasti bisa untuk melakukan segala hal yang akan aku lakukan diwaktu mendatang.

Tetapi setelah aku melakukan kegiatan tersebut, terlintaslah beberapa pertanyan yang ingin kutanyakan pada Crue, dan maka dari itu, aku keluar dari ruangan itu, lalu mencari Crue hingga aku bertemu dengannya diruang tidur yang... benar ucapan mereka berdua... tidak ada hal yang berubah...

Masih rapi dan tertata...

 

"Lihat?... Apa yang sebenarnya terjadi disini hingga kau meronta-ronta seperti itu..." Cetus Crue.

"Ya... mengerikan sekali...

Oh! Apakah kau memiliki tempat untuk menaruh pedang yang diselempang? Tentunya... kau sudah pasti punya bukan?..." Tanyaku.

"... Tidak-

"MAKSUDMU?!...

T-tak mungkin aku membawa pedang tajam nan berbahaya ini kesembarang arah bukan?!" Protesku saat itu juga.

"Hm... jika ada waktu, akan kami belikan saat perjalanan nanti" Jawabnya.

 

Aku hanya bisa mengambil nafas, dan membuangnya menggunakan mulut secara dalam-dalam.

 

"... Dan... bagaimana dengan Cane?" Tanyaku sekali lagi.

"Dia-

"Hai teman-teman! Aku siap untuk perjalanan! Hehe..." Seru Cane dari halaman luar secara tiba-tiba.

"Cane!" Panggil Bell dan Crue bersamaan.

 

Mereka berdua mulai keluar dari ruangan yang mereka masuki masing-masing, lalu memeluk erat Cane sembari tertawa dan tersenyum bahagia.

 

"Haha! Itu berlebihan kawan!..." Ucapnya tertawa bahagia.

"Ingat selalu Cane, bahagialah selalu, biarkan yang sudah lalu berlalu... mengerti?" Ucap Crue meyakinkan.

"Haha... tentu, terimakasih untuk kalian semua..." Balasnya tersenyum.

"Peralatan untuk perjalananmu sudah aku siapkan, dan... bagaimana dengan yang lainnya?!" Tanya Crue berseru.

"Sudah!" Jawab Bell.

"Alejandro?! Bagaimana denganmu?" Tanyanya lagi kepadaku.

"Sudah?... Ya! Sudah!" Jawabku.

"Baiklah... aku harap kalian semua sudah siap untuk perjalanan ini, dan... ya... aku bukanlah pemimpin yang profesional, dan bahkan aku sendiri tidak menganggap bahwa diriku adalah pemimpin, karena, kita semua adalah pemimpin dari jiwa diri kita sendiri.

 

Mungkin inilah saatnya untuk memulai, aku sudah membawa buku Catatan Sahnya Makhluk, dan... tempat pertama yang akan kita kunjungi tidak terlalu jauh... yaitu... 'Pedesaan Lazuardi Bersisik'.

Disana, kita akan bertemu dengan... um... dibuku ini dijelaskan bahwa tempat itu adalah pedesaan yang seluruh warganya memiliki cerita tentang pertemuan mereka dengan pitarah dari makhluk-makhluk yang bisa dibilang cukup unik dan tidak biasa.

Aku sengaja memilih tempat ini terlebih dahulu agar bisa bertanya-tanya terlebih dahulu untuk mendalami hal yang ingin kita tuju kepada orang yang lebih luas pengetahuannya daripada kita.

Disana, kita akan lebih banyak menginap, maka dari itu aku sudah menyiapkan seluruh tabunganku, Bell dan Cane untuk mempersiapkan seluruh hal yang dibutuhkan disana, tetapi tidak kita ketahui disini.

Tetapi... berdoalah agar warga dari desa tersebut berperilaku baik kepada kita, dan sebaliknya, janganlah berbuat hal yang tidak baik atau tidak bermanfaat selama perjalanan berlangsung.

 

Baik, itu saja penjelasan dariku, apa kalian sudah mengerti inti dari perjalanan ini?" Jelas Crue sembari bertanya.

"Ya!" Jawabku, Bell dan Cane bersamaan.

"Baiklah... ayo kita mulai perjalanan ini!" Serunya.

 

Wanita Di Sungai Emas

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Rumah (Sudah Terbit / Open PO)
2932      1201     3     
Inspirational
Ini bukan kisah roman picisan yang berawal dari benci menjadi cinta. Bukan pula kisah geng motor dan antek-anteknya. Ini hanya kisah tentang Surya bersaudara yang tertatih dalam hidupnya. Tentang janji yang diingkari. Penantian yang tak berarti. Persaudaraan yang tak pernah mati. Dan mimpi-mimpi yang dipaksa gugur demi mimpi yang lebih pasti. Ini tentang mereka.
Asmaraloka Jawadwipa (Sudah Terbit / Open PO)
8981      2375     1     
Romance
Antara anugerah dan kutukan yang menyelimuti Renjana sejak ia memimpikan lelaki bangsawan dari zaman dahulu yang katanya merupakan sang bapa di lain masa. Ia takkan melupakan pengalaman dan pengetahuan yang didapatnya dari Wilwatikta sebagai rakyat biasa yang menyandang nama panggilan Viva. Tak lupa pula ia akan indahnya asmara di Tanah Blambangan sebelum mendapat perihnya jatuh cinta pada seseor...
Highschool Romance
2155      1008     8     
Romance
“Bagaikan ISO kamera, hari-hariku yang terasa biasa sekarang mulai dipenuhi cahaya sejak aku menaruh hati padamu.”
Premium
MARIA
6476      2087     1     
Inspirational
Maria Oktaviana, seorang fangirl akut di dunia per K-Popan. Dia adalah tipe orang yang tidak suka terlalu banyak bicara, jadi dia hanya menghabiskan waktunya sebagian besar di kamar untuk menonton para idolanya. Karena termotivasi dia ingin bercita-cita menjadi seorang idola di Korea Selatan. Hingga suatu ketika, dia bertemu dengan seorang laki-laki bernama Lee Seo Jun atau bisa dipanggil Jun...
Jelek? Siapa takut!
2833      1276     0     
Fantasy
"Gue sumpahin lo jatuh cinta sama cewek jelek, buruk rupa, sekaligus bodoh!" Sok polos, tukang bully, dan naif. Kalau ditanya emang ada cewek kayak gitu? Jawabannya ada! Aine namanya. Di anugerahi wajah yang terpahat hampir sempurna membuat tingkat kepercayaan diri gadis itu melampaui batas kesombongannya. Walau dikenal jomblo abadi di dunia nyata, tapi diam-diam Aine mempunyai seorang pac...
I love you & I lost you
5467      2172     4     
Romance
Kehidupan Arina berubah 180 derajat bukan hanya karena bisnis ayahnya yang hancur, keluarganya pun ikut hancur. orang tuanya bercerai dan Arina hanya tinggal bersama adiknya di rumah, ayahnya yang harus dirawat karena mengalami depresi berat. Di tengah hancurnya keluarganya, Arina bertemu kembali dengan teman kecilnya, Arkan. Bertemunya kembali mereka membuka sebuah lembaran asmara, namun apa...
Premium
Aksara yang Tak Mampu Bersuara
5411      1713     0     
Romance
Ini aku. Aku yang selalu bersembunyi dibalik untaian kata indah yang menggambarkan dirimu. Aku yang diam-diam menatapmu dari kejauhan dalam keheningan. Apakah suatu saat nanti kau akan menyadari keberadaanku dan membaca semua tulisanku untukmu?
Premium
Take My Heart, Mr. Doctor!
5427      1736     2     
Romance
Devana Putri Aryan, seorang gadis remaja pelajar kelas 3 SMA. Ia suka sekali membaca novel. Terkadang ia berharap kisah cintanya bisa seindah kisah di novel-novel yang ia baca. Takdir hidupnya mempertemukan Deva dengan seorang lelaki yang senantiasa menjaganya dan selalu jadi obat untuk kesakitannya. Seorang dokter muda tampan bernama Aditya Iqbal Maulana. Dokter Iqbal berusaha keras agar s...
Ludere Pluvia
986      565     0     
Romance
Salwa Nabila, seorang gadis muslim yang selalu berdoa untuk tidak berjodoh dengan seseorang yang paham agama. Ketakutannya akan dipoligami adalah penyebabnya. Apakah doanya mampu menghancurkan takdir yang sudah lama tertulis di lauhul mahfudz? Apakah Jayden Estu Alexius, seorang pria yang tak mengenal apapun mengenai agamanya adalah jawaban dari doa-doanya? Bagaimanakah perjalanan kisah ...
GAARA
6693      2255     14     
Romance
"Kalau waktu tidak dapat menyembuhkan luka, maka biarkan aku menjadi mentari yang dapat membuat hidupmu bahagia." Genandra Mahavir Aditama, si kutub Utara yang dipaksa untuk mencintai seorang perempuan bernama Akira Magenta Valencia, dalam kurun waktu lima belas hari saja. Genandra diminta agar bersikap baik dan memperlakukan gadis itu sangat spesial, seolah-olah seperti dia juga mencin...