"Halo kak galang, apa kabar?"
Galang menautkan alis detik itu juga. Heran dengan pertanyaan tiba-tiba yang keluar dari mulut pedas cewek itu.
"Kak Galang kok gak jawab? Aku kabarnya baik-baik aja, Kak Galang gimana? Baik kayanya, alhamdulillah."
Galang mendekatkan wajahnya pada Kinara, meneliti raut gadis itu lamat-lamat. Lalu menempelkan punggung tangannya di dahi Kinara.
"Kak galang ngapain?"
"Astagfirullah, kesambet apa lu anjir! Kenapa jadi gini? Bukan lo banget!" umpat Galang bergidik ngeri. Membayangkan kemungkinan cewek itu dirasuki hantu penunggu taman, atau arwah mbah iyem kantin belakang.
"Memang kenapa? Beda ya? Aku sekarang mau jadi anak yang baik Kak Galang. Aku mau jadi anak yang sopan, baik hati dan lemah lembut mulai sekarang," runtut Kinara dengan nada dilembut-lembutkan yang semakin membuat Galang merinding.
Tak lupa Kinara mengedipkan matanya sembari tersenyum.
"Sana!" Galang mengusir dengan isyarat tangannya.
"Sanaan deh, Ki! Mual gue sumpah! Ampun mba kunti om jin jauh-jauh dari Galang yang baik hati."
Detik itu juga tawa Kinara menyembur hingga matanya berkaca-kaca. Ekspresi dan respon Galang, terjadi tepat seperti dugaannya.
"Woilahh jamal, sakit perut gue. Muka Lo lucu banget dah ahh," ujar gadis itu di sela-sela tawa renyahnya.
Galang menjambak rambut Kinara yang membuat cewek itu mengadu. Tidak sakit memang, namun cukup membuat lengkingan Kinara kembali mengudara.
"Nah ini baru Lo banget! Cewek tengil bin barbar. Jangan gitu lagi lah, gak lucu banget gue merinding anjir."
"Ishh ngeselin banget sih jadi orang, kan rambut gue jadi berantakan. Gue aduin kak Vero, tau rasa Lo!"
"Ngadu sana ngadu. Dasar tukang ngadu, cengeng, manja!"
"Isshh bener-bener ya mulutnya minta disambit!" ancam Kinara, mengerucutkan bibirnya kesal.
"Ckckck! Dimana ada keributan di situ ada Galang!" ejek Reyhan yang baru saja tiba diantara kedua remaja itu.
"Nohh temen lu ngeselin parah, dah jomblo gadak akhlak, kasar lagi!" Omel Kinara sambil menunjuk-nunjuk pundak Galang dengan jari telunjuknya.
"Berisik banget, gue karungin juga lu!"
"Sana ambil karung, anter gua ke klan bulan mau ketemu Tamus biar gue salamin ada anak yang pengin dimatiin di bumi."
"Mulai deh halunya, sanaan lu! Pulang ke perpus, tidur biar mimpinya kesampean!"
"Yeee... Main ngusir! Kek kampus punya bapaknya aja."
"Buset dah ini berdua gak ada akur-akurnya. Lu lagi, masuk sana lang bolos mulu!" Potong Reyhan.
"Eh kan jadi lupa tujuan gue. Kakak-kakak sekalian ngeliat kak Vero gak? Gue telpon gak aktif."
"Intropeksi deh." Sontak Kinara melotot pada Galang.
"Kagak masuk dia, gak tau kenapa."
"Yaahhh.. kok gak tau sih. Harus tau dong, kalau kalian gak tau gue harus nanya ke siapa?" balas Kinara dengan wajah kecewa yang dibalut candaan.
"Tanya tuh sama Tamus! Mungkin Vero lagi study tour di sana."
"Ishh gak lucu!"
"Yaudah deh, kalau kakak-kakak sekalian gak tau. Kinara yang cantik ini pamit undur diri ya. Bye kak Galang." Kinara mengedipkan sebelah matanya sebelum beranjak pergi, meninggalkan Galang yang tak berhenti geleng kepala dengan sikap cewek itu.
***
Tenaga Anna terkuras habis. Akibat keterlambatannya, dia harus melewatkan satu mata kuliah yang tentu harus diganti dengan hukuman kejam dari bapak berkepala pelontos. Anna harus merelakan empat jam kuliahnya merapikan perpustakaan dan menyapu koridor gedung Akuntansi. Keterlaluan memang, namun dia bisa apa untuk melawan dosen menyebalkan itu. Bisa-bisa nilainya dipotong setengah dan bisa dipastikan uang bulanan ikut dipotong oleh Papanya.
Tidak sendiri memang, hukuman yang diterimanya itu dibagi dengan sahabatnya, Kinara. Namun kehadiran cewek itu sama sekali tidak menguntungkan dan meringankan hukumannya. Malah membuat Anna makin repot dan tak henti membatin sebal dengan sikap Kinara.
Bagaimana tidak, ketika mereka berada di perpustakaan, bukannya merapikan buku di rak Kinara malah asik dengan buku-buku tebal melebih ensiklopedia itu. Lalu saat membersihkan koridor, tidak sampai sepuluh menit gadis itu sudah menghilang entah kemana.
Tinggalah Anna dengan seluruh rasa kesal dan marahnya. Anna meletakkan sapu dan kain pel yang dipegangnya dengan kasar. Melangkah pergi menuju kantin, mengisi perutnya yang keroncongan.
Anna melahap makanannya dengan cepat. Sembari melenyapkan sisa-sisa kemarahannya.
"Kek gak pernah makan aja. Santai aja kali makannya, keselek tau rasa."
Anna menyeruput es teh nya, "kalau mau ceramah, cabut sana!" ketus Anna pada Dimas yang baru aja duduk di hadapannya.
"Cantik-cantik kok sadis."
"Aelahh, berisik banget sih. Gak khusyuk lagi gua makannya."
"Lagian, ganas amat makannya."
"Temen lo tuh, ngeselin banget jadi orang."
Dimas menautkan kening lalu membalas, "siapa?"
"Ya siapa lagi kalau bukan Kak Vero. Kalau gak bisa jemput ya bilang, kan kita jadi telat gegara ngejar bis."
Dimas tidak menjawab, hanya mendengarkan seksama. Dalam keadaan ini, akan lebih baik dia hanya menyimak omelan gadis di hadapannya itu. Terlihat sekali dari raut wajahnya bahwa emosi gadis itu sama sekali belum mereda.
"Satu lagi tuh Dosen sialan, pake acara ngehukum segala kek anak SD. Main ngancem nilai lagi, dasar baperan parah. Udah tua juga dah bauk tanah, masih aja nyebelin. Udah gitu temen lu satu lagi si Kinar bukannya bantuin nyapu malah ngilang. Kan gue jadi harus nyapu sendirian." Anna kembali menyeruput es teh nya hingga tandas.
"Udahan marahnya? Udah lega?"
"Belom, masih emosi gua."
"Yaudah marah dulu aja, lama-lama juga gak papa. Lo makin cantik kalau lagi marah."
"Ihh paan sih, Kak." Anna memanyunkan bibirnya demi menutupi senyum tersipunya. Namun tetap saja rona merah di pipinya tidak bisa diajak kompromi.
"Senyum aja, jangan ditahan."
"Woi!! Lagi ngomongin apaan? Serius banget!" Kinara yang tiba-tiba datang di tengah-tengah mereka membuat Anna mengusap dadanya karena terkejut.
"Ngagetin aja anjir, lu kata telinga gua ada gantinya kalau rusak!?" teriak Anna nyalang.
"Yaelahh santai aja napa mbak, ngegas mulu."
"Sanaan deh! Sebel gue liat muka lo!"
"Yee ngambek, yakin nyuruh gue pergi? Karena masih marah, atau karena gak mau diganggu? Cieee Anna, akhirnya lo punya cowok juga."
Di sebelahnya Dimas cuma bisa senyum-senyum dengan sesekali menggeleng menyaksikan perdebatan kedua cewek tersebut.
"Ish nyebelin banget sih lu, Ki!"
"Gengsi banget mbaknya, pantes jomblo! Udah sana pacaran aja napa, kalian berdua tuh cocok banget tauk!"
"Bacot!"
"Cieee blushing! Tanggung jawab lo kak, awas aja gak dipacarin temen gue, dia udah ngarep pasti ya gak, An?" goda Kinar terus menerus membuat Anna jengah.
Gadis itu bangun, tanpa sepatah kata pun melangkah pergi dari tempat itu tanpa menoleh lagi.
"Anna, canda astaga. Jangan marah! Woii Anna tungguin, yaelah pake ngambek beneran segala!"
Kinara terus mengejar Anna yang semakin mempercepat langkahnya. Sampai kakinya berhasil menyejajari langkah sahabatnya itu dan menghadangnya.
"Arghh!!" Kinara menjerit tepat ketika ponsel Anna menghantam kepalanya.
"Yee, kasar!"
"Bacot! Nyebelin, jauh-jauh dari gue!"
"Ututuu sayang, jan marahlah. Maafin Kinara yang cantik ini ya," goda Kinara menampilkan Puppy eyesnya. Ia merangkul Anna dan terus menggodanya sampai sahabatnya itu kembali tertawa. Ya Anna tidak akan mungkin lama marah padanya.
***
Tanpa menyelesaikan makan malamnya, Kinara beranjak pergi membuka pintu kaca yang manghadap ke kolam renang.
Dia kehilangan napsu makannya karena beberapa alasan. Yang pertama dia tidak suka makan malam sendirian. Papa masih di kantor, Kak Qya sudah kembali ke Bogor dan Alan ya mana mungkin dia mau duduk satu meja dengan Kinara. Alasan kedua dari hilangnya napsu makan Kinara adalah fakta bahwa sampai saat ini Vero belum ada kabar. Sudah dua hari cowok itu menghilang tanpa jejak, bahkan Dimas dan teman-temannya yang lain tidak tahu keberadaan cowok itu.
Kinara menghela napas jengah, dia memutuskan duduk di tepian kolam dan mencelupkan kakinya ke dalam air. Rasanya sedikit menenangkan. Dia menengadah menatap langit malam bersama purnamanya yang benderang. Berbeda jauh dengan suasana hatinya yang sedang suram.
Gadis itu mengeluarkan gawainya dari dalam saku celana pendek yang ia kenakan.
Mengetikkan sesuatu di dalam room chat bertulisan nama pacarnya.
"Selamat malam kak Vero."
"Malam ini aku lagi duduk di pinggir kolam, sendirian. Langitnya cantik banget, bulan purnama. Lo lagi lihat langit yang sama kan? Hayo ngaku!"
"Kak Vero, baik-baik aja kan di sana? Aku kangen kak."
Entah sudah berapa banyak pesan yang ia kirimkan sejak dua hari yang lalu, yang sampai saat ini masih ceklist satu menunjukan sang empunya belum membacanya sama sekali.
Namun bukan Kinara namanya jika gampang menyerah, tak peduli sudah puluhan bahkan ratusan Kinara tetap akan mengirimkan pesan, menceritakan semua yang ia lalui seharian penuh. Mulai dari kejahilannya pada Galang sampai pertengkaran kecilnya dengan Anna. Semuanya tanpa sedikitpun terlewatkan.
"Kayanya mau hujan, aku masuk dulu ya kak Vero." Setelah mengetikkan kalimat berikut Kinara kembali masuk ke rumahnya.