Tanpa mengganti baju seragamnya Kinar langsung berbaring di atas kasur, hari ini begitu melelahkan terutama hukuman sialan itu. Kinara mengulas senyum tipis menatap langit-langit kamarnya yang berwarna biru langit, ingatannya tertuju pada satu orang. Kinar menuliskan nama "cowok sinting" di atas sticky note kemudian menempelnya di jendela kaca. Perlahan matanya terpejam, hanyut ke alam bawah sadar bersamaan dengan kemunculan sepasang mata jernih yang menatapnya tajam.
Tok tok! "Kakak masuk."
Kinar mengerjapkan mata menyadari hari sudah hampir gelap.
Perempuan itu duduk di tepi ranjang Kinar. "Kakak senang kamu akhirnya pulang ke Jakarta," ujarnya, tersenyum.
"Syukurlah Kak, Kinar udah jauh lebih baik. Kinar mau lanjut sekolah di Kota kelahiran Ki bukan di Negara orang lagi."
"Lho swedia itu kan Negara kelahiran Papa, bukan negara orang asing Kinar."
"Iya tapi bukan Negara kelahiran Kinar."
"Iya deh, semoga kuliahnya menyenangkan," lanjutnya menepuk pundak Kinar.
Azqya Canneza, putri sulung juga kakak perempuan satu-satunya yang Kinar punya. Tahun ini umurnya sudah masuk dua puluh enam tahun, dokter muda lulusan UI dengan predikat Cumluade. Saat ini ia bekerja sebagai dokter bedah di sebuah Rumah sakit besar milik keluarganya yang terletak di kota Bogor.
"Lho, tangan kamu kenapa dek?" tanya Qya melihat siku adiknya yang lebam.
"Ah, gak papa kok Kak. Tadi jatoh di kampus," sahut Kinar cengengesan.
"Dasar ceroboh! Yaudah, nanti diobatin ya. Kakak ke bawah dulu bantu Bibi siapin makan malam."
"Yea, Captain!"
Kinara mengambil salep dari dalam nakas, mengoleskan ke area sikunya yang mulai terasa nyeri.
"Dasar, cowok sialan!" umpat Kinar ketika mengingat kejadian memalukan yang menimpanya tadi siang.
Kinara mengikuti cowok itu hingga mereka berhenti di taman belakang gedung Fisip Umarta. Tepat di depan pohon trembesi yang rindang, yang kalau dilihat dari ukurannya pastilah pohon itu sudah berumur belasan tahun. Di sekeliling pohon itu dibuat tempat duduk melingkar dari kayu dengan besi sebagai penyangganya.
"Hukuman Lo, keliling mundur pohon sepuluh putaran sekarang!" Perintah cowok itu dengan tangan bersedekap.
"Are you kidding me?? Sinting Lo ya?" tolak Kinar tak terima.
"Kalau gak mau silahkan pilih, lari keliling lapangan lima puluh putaran atau keliling mundur sepuluh putaran."
"Oh god." Kinara menepuk jidat, menatap malas cowok menyebalkan yang berada di hadapannya saat itu. Andai ia punya buku kehidupan milik Raib sudah dipastikan ia telah melesat ke klan antaberantah.
"Satu, dua-"
"Um Aduduh perut gue mules, sakit banget beneran gue mau ke toilet, aduh sakit, kepala gue pusing, kaki gue kesemutan," interupsi Kinar berusaha mencari alasan untuk lepas dari hukuman.
"Ti-"
"I-iya iya gue lari sekarang! Dasar nyebelin!"
Tanpa aba-aba Kinara berlari mendekati pohon langsung berlari mundur sesuai instruksi, sedang cowok itu mengambil posisi duduk di bangku panjang yang terletak di sisi taman.
"Hitung yang keras, gue gak denger!"
"SATU!!" Teriak Kinara dengan sebal.
"DUA!!"
"EMPAT!!"
"Berani bohong hukumannya gue tambah bersihin toilet!"
"TIGA!!" Karena terburu-buru ingin menyudahi hukuman, kaki Kinara tersandung akar pohon membuat Kinar terjerembap hingga siku sebelah kanannya terluka karena menopang tubuhnya.
"Aww!" Ringisnya sembari meniup-niupi sikunya yang sudah mengeluarkan darah.
****
"Ka Qyaaaa!!! Omg demi Frozen pake bikini kenapa gak ada yang bangunin Kinar???"
Kinara lupa tidak ada orang di rumahnya, Kak Qya sudah kembali ke Bogor dengan Mang Didi sejak pagi, sementara Bi Iim mengambil cuti dua hari untuk pulang kampung. Lalu Alan, ah sudahlah mana mau dia repot-repot membangunkan Kinara apalagi mengajaknya berangkat ke kampus bareng. That's impossible.
Salahkan Tere liye yang membuatnya terjaga lebih lama.
Kinar bergerak gelisah di depan gerbang rumahnya, matanya berkelana mencari keberadaan Anna. Jam yang melingkar di tangan kirinya menunjukkan pukul enam lewat lima puluh menit saat mobil merah Anna muncul dari belokan jalan. Tanpa babibu Kinar masuk ke dalam mobil berharap waktu bergerak lambat agar mereka bisa sampai tepat waktu.
"Kok lama sih An?"
"Lo itu bener-bener gak tau terima kasih ya Ki, asal Lo tau gue udah hampir sampe sekolah dari sepuluh menit yang lalu kalo aja lo gak minta gue puter balik buat jemput lo! Untung temen, kalo bukan ogah banget." Anna mencebik.
"Yaudah sih berisik banget, buruan nanti telat." Anna memutar bola mata malas, menambah kecepatan laju mobilnya.
"Udah telat juga kali, pokoknya kalo gue kena marah Panitia Lo harus belain gue titik," tukas Anna. Setelahnya mobil yang mereka tumpangi melesat membelah jalanan kota dengan hening.
"Mampus! Demi sopo jarwo hijrah ke Prindapan, lo bawa mobilnya pelan banget kan gue jadi telat." Kinara berujar panik kemudian turun dari mobil begitu sampai di parkiran Umarta, mengabaikan Anna yang bahkan belum bergerak dari tempat duduknya.
"Buruan Anna!"
"Curang banget si lo! Kinar tungguin gue!" Anna berlari mengejar Kinar yang sudah sampai di hadapan senior.
"Lo lagi?!" Cowok di hadapan Kinar bersedekap memperhatikan penampilan Kinar dari atas sampai bawah, cowok yang sama yang menghukumnya kemarin siang.
"Ternyata pepatah kalo dunia gak selebar daun kelor itu bener adanya ya Kak, dari sekian banyak Panitia kenapa harus lo yang gue temui sih?!"
Cowok itu menatap tajam Kinar dengan sorot kekesalan.
"Lo itu Mahasiswa baru, bisa sopanan dikit?"
"Bisa kalo sama senior yang cakep, baik hati dan rupawan. Tapi gak sama Lo, kating nyebelin dan sok ganteng." Di sampingnya Anna hanya menghela napas jengah.
"Kinar bisa gak lo gak pake acara debat sama ni kating biar kita cepet masuk," bisik Anna di telinga Kinara.
"Oh gak bisa An, kalo yang model begini gue harus ladenin orang dia nyebelin," sungut Kinara.
"Sabar Anna," ujar Anna kepada dirinya sendiri.
"Kenapa kalian telat?"
"Siapa suruh ngatur jadwalnya kepagian!" Ketus Kinara.
Cowok itu berdecak semakin geram, cewek di hadapannya ini kelihatan sangat keras kepala jelas dia tidak akan menang berdebat dengan adik tingkat satu ini. Dia beralih menatap Anna yang tengah menunduk takut.
"Kamu? Kenapa bisa telat?" Tanyanya dalam nada dingin yang menusuk.
"Maaf Kak, tadi saya jemput Kinar dulu makanya telat kalo gak sih saya udah sampai dari tadi." Anna masih menunduk menatap ujung sepatunya.
"Silahkan masuk! Jam istirahat beres-beres di perpustakaan."
"Serius Kak?" Anna tertawa girang, "bye Kinar gue duluan!"
"Anna!! Temen kampret Lo!" Kinar mengerucutkan bibirnya kesal, cowok menyebalkan ini membiarkan Anna masuk begitu saja tetapi tetap menahan dirinya di sini.
"Dan untuk Lo, Gue punya tugas khusus untuk cewek pe-ma-las!" Cowok itu mengeja dengan penuh penekanan.
Dalam hati Kinar menyumpah serapahi kakak tingkatnya yang kelewat menyebalkan ini, jangan bilang hukumannya sama seperti kemarin. Nyeri di sikunya saja belum hilang.
"Cari Kakak tingkat yang namanya Vero Angkasa, kalau mau masuk kelas!" putusnya dengan wajah dingin.
"Lo bener-bener gila! Sumpah ya gue aja baru dua hari ada di sini dan Lo nyuruh gue apa? Nyari orang yang bahkan gue gak pernah denger namanya! Kelewatan Lo tau gak!"
Kinar menggigit bibir bawahnya menahan amarah, dalam hati Kinara merutuki kebodohannya sendiri kenapa kemarin dia tidak memperhatikan saat seniornya memperkenalkan diri.
"Lain kali mandi pagi!" Cowok itu memasukan tangan ke saku celana sambil menilai penampilan Kinar.
Memangnya kelihatan jelas ya? Kalau Kinara belum mandi? Setelah tau kesiangan Kinar langsung bergegas memakai seragam sekolah, bahkan dia tidak menyisir rambutnya, hanya merapikan dengan tangan saja. Kinara menunduk menahan malu, untung tadi pagi dia masih sempat menggosok gigi. Setidaknya ia masih mempunyai kepercayaan diri untuk berbicara.
Melihat Kinara yang tak bergeming cowok itu menggerakkan tangannya mengacak puncak kepala Kinara.
"Buruan! keburu siang ntar lo tambah jelek kalo keringetan," final pemuda itu, berlalu meninggalkan Kinara yang masih mematung di tempat.