“Neng…”
Mendengar namanya dipanggil seorang gadis menghentikan langkahnya. Dia berbalik menghadap ke arah suara, matanya berbinar menangkap seorang laki-laki yang kini tengah berlari dari lapangan menuju ke arahnya. Pria itu menggunakan seragam SMA dengan kemeja putih sengaja dia keluarkan, rambut ikal ciri khasnya menjadikannya tampak familiar dimata gadis itu. Koridor yang sepi menjadikan lari nya tampak cepat. Dia mengatur nafasnya tepat di depan gadis itu, sesekali ia mengusap keringat yang menetes di wajahnya. dan tersenyum setelahnya.
“Hari ini gua piket, gua mau lo sebagai seksi bidang kebersihan harus mantau gua piket !”titahnya.
Gadis itu mengangguk sebagai jawabannya lalu diikuti oleh senyum hangat dari laki-laki bernama Gema Gavianda, orang-orang memanggilnya dengan panggilan “si galing” tapi Neng tetap memanggil Gema dengan namanya. Gema adalah teman satu kelasnya sekaligus orang yang akhir-akhir ini selalu mengusik hidupnya. Mereka cukup dekat selama satu tahun ke belakang, meski entah bagaimana awal mereka bisa dekat karena Neng adalah orang yang cukup menutup dirinya untuk berteman dengan seorang laki-laki.
“lo hari ini ada kumpulan ekskul atau organisasi gak ?”tanyanya.
Neng mengangguk. “Ada”
Laki-laki itu berdecik. “Capek banget hidup lo. Lo tuh ngejar apa sih, di kejar siapa ? kek zaman penjajah aja kerja rodi tanpa digaji”
“ini udah keputusan aku dari awal Gem”
“Gua tahu, tapi jangan berlebihan juga”
Neng mengangguk, ia setuju dengan perkataan Gema, ia pun merasa dirinya terlalu berlebihan saat ini. Tapi Ia tidak ingin menceritakan kemalangannya pada Gema yang hidupnya selalu di selimuti keberuntungan. Mereka bak dua orang dengan latar belakang yang berbeda.
Gema seorang laki-laki dari keluarga yang harmonis, berparas rupawan dan mempunyai banyak teman. Sedangkan Neng hanya gadis sederhana dengan keluarga yang berantakan, ibu dan bapaknya entah berantah ada dimana, sekarang dia hanya tinggal sendirian, ia pun tak diberkahi untuk memiliki paras rupawan rasa ketidakpercayaan dirinya pun sangat melekat karena ia memiliki kedua gigi depannya yang lebih maju dari pada gigi lain sehingga terkadang sering mendapat celaan karena hal ini, belum lagi ia tidak memiliki teman selain rekan dari organisasi yang dia ikuti.
Neng mengikuti ekskul paduan suara, ia juga mengikuti organisasi Majelis Perwakilan Kelas (MPK) yang membuatnya terkadang kehilangan waktu untuk bersantai. Gadis itu memegang prinsip jika dia tidak memiliki paras yang rupawan satu satu nya jalan adalah dengan berprestasi, itu sebabnya ia gencar meningkatkan kualitas dirinya dengan mengikuti banyak kegiatan disekolah.
Mereka berjalan menuju kelas, gema lebih banyak mengoceh selama di perjalanan. Ia terlalu memberikan banyak nasehat pada Neng agar bisa menikmati hidupnya dengan sederhana, bahkan ia pun mengajarkan Neng untuk mencoba bolos dalam mata pelajaran matematika, mengingat guru matematika sangat amat galak menjadikan bolos terlihat menyenangkan bagi Gema. Ia pun mendokrin Neng untuk keluar dari ekskul dan organisasi karena itu menjadikan dirinya sebagai “babu” sekolah berkedok organisasi.
Gema adalah sosok yang bebas, ia tidak pernah khawatir mengenai nilai. Baginya kesuksesan tidak ditentukan oleh besarnya nilai yang kita punya namun ditentukan seberapa kuat kita dalam menjalani kehidupan. Tapi Neng ia bahkan tidak bisa menyia-nyiakan waktunya untuk bersantai, ia harus produktif setiap harinya agar ia tidak menyesal dikemudian hari.
“Neng…”
Mendengar Namanya dipanggil, mata Neng langsung teralih menatap seorang laki-laki yang kini berada tepat didepan kelasnya seakan ia sudah menunggu kedatangan nya sejak tadi. Neng yang saat ini berjalan beriringan bersama Gema mempercepat jalannya karena melihat laki-laki yang kini menatapnya cemas. Ia adalah Regan, teman satu ekskul Neng.
“Kenapa Gan ?” tanyanya
“Kamu dicari sama pak Sony”
“tadi istirahat aku udah ketemu sama bapak, Ada apa ya Gan ?”
Regan menggeleng meski terlihat dari manik matanya ia sangat tahu apa alasan pak Sonny memanggil Neng tapi laki-laki itu masih senantiasa membisu.
Gema merangkul laki-laki yang kini tengah berbicara berdua dengan Neng, “Regan, si Neng ga akan ekskul hari ini dia mau mantau gua piket!”
Perkataan Gema langsung dibalas dengan tatapan tajam manik mata Neng. “Gem, aku butuh waktu buat ngobrol berdua sama Regan” ketusnya.
Merasa dirinya tidak dibutuhkan lagi, Gema pergi masuk ke dalam kelas dengan perasaan kesal. Ia bahkan sudah sering kali merasa diduakan oleh ekskul yang diikuti Neng. Tak bermaksud menganggu ia bahkan berniat bercanda namun malah dibalas ketus oleh gadis itu. Gema merasa yakin bahwa sampai kapanpun gadis itu tidak akan pernah membuka hatinya terkait hubungan asmara, ia bahkan belum pernah merasakan berpacaran sekalipun berbeda dengan dirinya yang hampir satu tahun sekali memiliki pacar.
~
“Kamu gabisa tampil solo di acara besok Neng kamu diganti Jasmine”
Tepat didepan ruangan latihan paduan suara gadis itu masih mencerna perkataan pelatihnya. pertanyaan demi pertanyaan terus muncul dalam benaknya, entah itu apa mungkin ia digantikan karena ia belum cukup mempuni dalam menguasai lagu sampai ia berpikir mungkin ia sangat tidak pantas untuk mendapat kesempatan bernyanyi di depan semua orang.
“kenapa mendadak seperti ini ya pak, saya sudah berlatih selama satu bulan ini” Binar mata Neng sangat terlihat bahwa ia kecewa dengan keputusan yang diambil oleh pak Sonny.
“ini sudah permintaan dari kepala sekolah Neng, saya harap kamu ngerti”
Neng hanya bisa terdiam, ia menatap pak Sonny yang kini masuk kedalam ruang latihan untuk melatih jasmine. Neng akui hidupnya memang menyedihkan, ia bahkan diganti h-1 sebelum acaranya tanpa alasan yang jelas. Dia sangat benar-benar kecewa karena takdir seolah mendorongnya pada jurang penderitaan yang tidak ada batasnya. Ia harus bersabar berapa banyak lagi agar segera memetik kebahagian yang mungkin akan ada didepan sana. Atau mungkin takdir tidak pernah menyiapkan kebahagian bagi dirinya ?.
Gadis itu pergi meninggalkan ruangan latihan, ia bahkan tak sanggup mendengar lagu yang sengaja ia ciptakan untuk ia bawakan pada acara besok harus dinyanyikan oleh jasmine. Gadis itu pergi ke toilet dan mengunci dirinya di dalam, ia nyalakan keran air agar suara air dapat menyamarkan tangisannya yang sudah tidak bisa lagi ia tahan. Tangisannya terdengar sangat menyakitkan, mimpi sederhana untuk bisa bernyanyi di acara sekolah yang selama ini ia mimpikan justru harus diterengut dalam langkah terakhir menggapai mimpinya.
Suara bel pulang sekolah sudah terdengar, gadis itu masih mengurung dirinya. ia belum siap bertemu banyak orang dengan keadaan mata nya yang sembab, ia tak ingin orang-orang mengetahui bahwa ia telah menangis. Padahal tidak ada yang salah dengan menangis karena Neng hanya manusia biasa, ia berhak menangis, ia berhak marah, ia berhak kecewa tapi ia tak berhak untuk menyerah.
Sementara seorang laki-laki kini masih menunggu seseorang dengan membawa sapu, Gema masih menunggu Neng dikelas. ia menghiraukan semua ajakan teman-teman nya untuk pergi menongkrong hanya karena ia ingin melaksanakan piket yang diawasi langsung oleh Neng. ia menunggu dengan setia tanpa tahu kapan gadis itu kembali.