Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Flower And The Bees
MENU
About Us  

            Semenjak Lili dan Chiv mergabung dalam organisasi OSIS, kedekatan mereka semakin menjadi, membuat para pendukung Hadden-Lili mulai beralih pada Chiv-Lili. Kedekatan mereka benar-benar di luar perkiraan, keduanya tak jarang terlihat jalan bersama entah untuk mengikuti rapat atau untuk sekedar pergi ke kantin.

            Hubungan Lili dengan Hadden masih sama, masih sebatas teman sekelas yang cukup dekat. Lili sendiri tidak mempermasalahkan lagi jika ada murid yang masih memasangkan dirinya dengan Hadden, lagipula dirinya kini menjadi lebih jarang bertemu dengan pemuda itu karena kesibukannya menjadi sekertaris OSIS.

            Hadden jelas cemburu dengan kedekatan Lili dan Chiv, pemuda itu selalu berusaha untuk mendekati Lili kembali namun harus berakhir mengalah jika Lili sudah mengatakan jika dirinya pergi bersama Chiv karena urusan OSIS. Pemuda itu tak mungkin menghambat pekerjaan Lili yang sama saja memberikan gadis pujaannya waktu lebih lama dengan saingannya.

            Dengan langkah lebar Hadden pergi ke kelas Chiv, berniat untuk menantang pemuda tersebut untuk bertanding basket dengan dirinya. Pemuda itu ingin segera mengakhiri persaingannya dengan Chiv dan sesegera mungkin menjadikan Lili menjadi miliknya.

“Chiv!!!” serunya memanggil Chiv yang tengah mengobrol dengan kedua sahabatnya. Chiv yang namanya dipanggil langsung menoleh kepalanya dan mendapati Hadden yang masuk ke dalam kelasnya dengan wajah tak bersahabat.

“Nggak usah teriak-teriak kali? Ini kelas bukan hutan.” celetuk Chiv.

“Gue nggak perduli, gua mau kita tanding basket sekarang juga.” ucap Hadden.

“Basker? Coy ini masih jam pelajaran ya, jangan ngaco lo.” Chiv sendiri keheranan mengapa Hadden tiba-tiba menantangnya untuk bertanding basket dengan dirinya.

“Lo kelas kosong kan? Udah nggak usah banyak bacot, gue tunggu di lapangan basket indoor sekolah.” Setelah pemuda itu mengatakan dimana mereka akan bertanding, ia langsung meninggalkan kelas tersebut tanpa menunggu jawaban dari Chiv.

“Hadden lagi sedeng kali ya?” ucap Han.

“Ha? Sedeng? Apaan tuh?” tanya Ven yang tidak paham dengan ucapan Han.

“Iya sedeng, sedeng itu kurang waras kalau di bahasa jawa.”

“Coy lo orang sunda weh, tau dari mana kata-kata begitu?”

“Lah lo lupa kalau si Chiv orang jawa?”

“Eh, iya juga ya, kok bisa-bisanya gue lupa.”

Sedeng.” ujar Chiv memandangi kedua sahabatnya itu. Pemuda itu kemudian beranjak dari duduknya dan berjalan keluar kelas. Han dan Ven yang melihat hal tersebut langsung mengikuti sahabatnya itu.

            Sesampainya Chiv di lapangan indoor sekolah, dirinya dikejutkan dengan lemparan tiba-tiba bola basket dari Hadden. Reflek Chiv langsung menangkap bola tersebut dan melemparkannya ke arah ring bola dan berakhir masuk. Pemuda itu langsung berjalan ke arah Hadden yang terlihat sudah bersiap untuk bertanding dengannya.

“Apa tujuan lo sampai-sampai lo ngajakin gue buat tanding main basket.” tanya Chiv, pemuda itu tentu tahu jika Hadden memiliki maksud tertentu saat menantangnya untuk bermain basket.

Simple lo kalah jauhin Lili, lo menang gue jauhin Lili.” ujar Hadden.

“Lo jadiin Lili sebagai bahan taruhan gitu? Kalau begitu gue nggak akan nerima ajakan tanding lo. Gue lebih milih kita bersaing secara sehat buat ngedapetin Lili.” Chiv kini sudah bersiap untuk meninggalkan lapangan.

“Gue cuma nggak mau ada saingan yang ngehalangin jalan gue buat dapetin Lili, maka dari itu gue ngajakin lo tanding basket, tujuannya kalau lo kalah maka nggak akan ada lagi saingan buat gue dapetin cewek yang gue suka.” Langkah Chiv terhenti saat mendengar ucapan Hadden.

“Jadi maksud lo siapa diantara kita yang bisa bertahan maka masih punya kesenpatan untuk dapetin Lili tanpa dihalangin? Gitu?" Hadden mengangguk mendengar ucapan Chiv.

“Lebih tepatnya siapa yang menang maka yang kalah nggak boleh ngehalangin yang menang untuk dapetin Lili, entah nanti Lili di akhir akan nerima si pemenang atau enggak. Kalau yang menang diterima yang kalah masih punya kesempatan untuk dapetin Lili.”

“Terus apa bedanya sama taruhan? Gue ngerasa nggak ada bedanya.”

“Beda lah, kalau taruhan kan gue pasti dapetin Lili, sedangkan tanding kita ini cuma buat memperpendek waktu rival kita berdua.”

“Okey, gue terima tantangan lo. Dan gue mau lo harus tepatin omongan lo tadi.”

“Okey nggak masalah, kita main dua set penuh, nggak masalah kan?”

Sure, siapa takut.”

            Pertandingan pun dimulai, keduanya saling berebut bola dan berusaha memasukkan bola kedalam ring lawan. Kedua pemuda tersebut mengeluarkan kemampuan terbaik mereka untuk mengalahkan satu sama lain, membuat murid yang menonton menjadi ikut tegang dengan permainan mereka.

            Skor pertama dalam pertandingan tersebut dibuat oleh Chiv, pemuda itu mampu mengelabui Hadden dengan shoot-nya, membuat Hadden berdecak kesal. Pertandingan tersebut cenderung menjadi sedikit kasar saat waktu-waktu mendekati akhir pertandingan.

“Anjir, gue takut kalau mereka berdua bakalan adu jotos coy.” celetuk Ven.

“Maksud lo?” tanya Han.

“Tolong ya bapak wakil kapten basket, lo nggak liat seberapa ketat persaingan mereka, hah?”

“Ya kan namanya juga basket, apalagi dengan syarat yang tadi, siapa juga yang mau kalah anjir.”

“Ya tapi kalau mereka adu jotos gimana? Mana banyak murid yang nonton lagi.”

“Ya di pisahin lah, lo emangnya mau temen kita jadi bahan tontonan?” rengut Han.

“Iya juga ya, kok goblok banget gue nggak mikir sampai ke situ.”

“Iyalah, otak lo isinya Lane doang.”

“Bacot anjing.”

            Menit-menit akhir pertandingan menjadi semakin ketat, kini Hadden tak lagi diam-diam dalam menyerang Chiv. Pemuda itu semakin terang-terangan berusaha membuat Chiv terjatuh agar tak mencetak skor. Beruntung fisik Chiv dengan Hadden tak jauh beda, kekuatan mereka juga seimbang, membuat Chiv tidak dapat dengan mudah ditumbangkan oleh Hadden.

            80-77, skor yang begitu ketat mereka hasilkan dari duapuluh menit pertandingan. Chiv berhasil menang mengalahkan Hadden yang merupakan calon kapten tim basket. Hadden sendiri tak mengira jika dirinya akan kalah dengan anggota basket yang bahkan tak sekeras dirinya saat berlatih.

            Dengan kekuatan penuh yang entah Hadden dapatkan darimana, pemuda itu melemparkan bola basket tersebut ke arah kepala Chiv. Namun belum sampai bola tersebut mengenai kepala Chiv, Bio sudah terlebih dahulu menangkap bola tersebut dan menatap tajam ke arah Hadden.

“Sejak kapan Hadden yang gue kenal jadi licik kayak gini? Mana ucapan lo yang bakal nepatin janji lo tadi.” Kedatangan Bio sendiri menjadi kejuta bagi mereka semua apalagi Hadden, setahunya Bio tengah berada di perpustakaan untuk membantu petugas perpustakaan untuk merapihkan buku-buku.

“B-Bio.” Lidah Hadden kini menjadi kelu, tak sanggup untuk menjawab pertanyaan dari Bio.

“Lo boleh tolol Den, tapi nggak sampe kelewatan kayak gini.”

“Gue nggak tolol Bi, gue cuma.”

“Cuma apa anjing?! Gue denger sendiri ya yang lo ucapin tadi, jadi nggak usah pura-pura tolol deh.”

“Bi, udah Bi.” Lerai Chiv, pemuda itu tak ingin ada perkelahian antara Bio dan Hadden, apalagi Bio adalah perempuan, bisa jadi skandal besar kalau Hadden sampai berani memukul Bio.

“Lo diem aja Chiv, si tolol anjing ini harus dikasih tau secara kasar biar cepet paham.”

“Maksud lo apa Bi?! Urusan gue mau nyelakain bahkan bikin mati si Chiv bukan urusan lo ya bangsat!!!” seru Hadden.

“Heh, okay kalo gitu, lo tanding sama gue dan gue bakalan kasih tau kenapa lo sama Lili nggak mungkin di takdirin buat bersama.”

“Okay, siapa takut? Lo pikir karena lo cewek terus gue nggak berani gitu buat tanding sama lo? Lo salah besar Bi.”

“Terserah lo mau ngomong apa, tapi aturannya simple, yang nyetak sepuluh poin pertama itu pemenangnya.”

“Siapa takut? Mulai aja sekarang.”

            Bola berwana jingga itu kembali menyentuh lapangan basket kembali. Pertandingan kali ini mengundang lebih banyak murid untuk menonton. Kapan lagi mereka menonton kapten tim basket perempuan bertanding dengan calon kapten tim basket laki-laki, mereka semua ingin melihat kemampuan mereka dalam memainkan bola basket yang sangat dielu-elukan oleh sekolah mereka.

            Hadden sendiri yang sudah terlanjur emosi kini mulai kesulitan dalam merebut bola yang terus berada di tangan Bio. Pemuda itu terus-menerus menggeram saat tak berhasil merebut bola dari tangan Bio dan berakhir bola tersebut masuk ke dalam ring penjagaannya. Bio sendiri hanya dapat tersenyum mengejek saat Hadden berusaha merebut bola yang baru saja ia rebut dari pemuda itu. Emosi Hadden yang tidak stabil sangat Bio manfaatkan untuk memenangkan pertandingan.

            Benar saja, Bio mencetak sepuluh poin pertama, sedangkan Hadden hanya bisa mencetak dua poin dari total permainannya dengan Bio. Lio dan Juven langsung mengahampiri Hadden yang terlihat tengah menahan amarahnya.

“Udah Den, emosi lo lagi nggak stabil, makanya lo kalah. Gue yakin kalau lo tanding dengan emosi yang kekontrol pasti lo yang menang.” ucap Juven yang terlihat tengah menenangkan sahabatnya itu. Lio juga berusaha untuk menyeka peluh yang membasahi wajah dan leher Hadden dengan handuk kecil yang memang sudah ia siapkan sedari tadi. Namun bukannya tenang, Hadden malah terlihat tambah marah, pemuda itu bahkan membanting botol minum yang diberikan Juven tadi.

“Bilang sekarang, apa alasannya gue nggak bisa dapetin Lili? Bilang!!!” sentak Hadden. Bio sendiri hanya dapat tersenyum mengejek Hadden yang masih saja tidak dapat mengontrol emosinya.

“Lo mau tau?”

“Jawab aja anjing!!!”

“Salahin aja pikiran kotor keluarga lo yang selalu berpikir kalau keluarga Wagner adalah saingan mereka di bidang bisnis.” ujar Bio yang langsung mengundang kerutan di dahi Hadden dan juga lima orang pemuda lainnya.

“Maksud lo apa anjing? Jangan asal nuduh ya? Jangan mentang-mentang lo nggak setuju kalau gue jadian sama Lili terus lo ngarang cerita.” kilah Hadden. Pemuda itu tentu saja tak mau menerima apa yang diucapkan oleh Bio tadi.

“Asal nuduh? Lo kira gue nggak pernah nyari tau soal temen-temen gue sendiri? Tolong ya, gue bukan orang tolol yang bakal asal nyetujuin temen gue jadian sama sembarang cowok.” jelas Bio.

“Asal lo tau aja Den, kakek lo dan juga kakek buyut lo adalah dalang dibalik semua ini. Dalang dimana awal mula mereka nuduh kalau bisnis keluarga Wagner berusaha nyingkirin mereka dari persaingan. Kakek buyut lo bahkan bunuh kakek buyut Lili, tuan tua Wagner itu dibunuh sama kakek buyut lo cuma karena kesalah pahaman yang malah jadi turun temurun.”

“Gue yakin seratus persen kalau sekolah lo di sekolah ini karena disuruh ayah lo untuk ngedeketin Lili dan lo disuruh untuk buat Lili jatuh cinta sama lo kan?” lanjut Bio.

“L-lo.”

“Gue nggak tau kalau lo sepicik ini Den.” Suara Lili yang entah darimana itu membuat ketujuhnya terkejut, terutama Hadden yang menjadi tersangka utama di sini.

“L-Lili, g-gue bisa jelasin Li.”

“Nggak perlu Den, gue malah lebih pengen dengerin lanjutan ceritanya Bio.” Lili kemudian menatap sahabatnya itu dengan tatapan memohon.

“Tolong lanjutin Bi, demi apapun gue cuma pengen tau kebenarannya doang.”

“Kakek buyut lo dibunuh waktu dia mau pulang ke Indonesia untuk menghadiri rapat pemegang saham, lebih tepatnya seminggu setelah ulang tahun lo yang pertama. Dan pelakunya adalah kakek buyut keluarga Xavian. Kesalahpahaman itu cuma karena kakek buyut lo nggak sengaja bilang kalau Double V Coorporation lebih baik dari perusahaan sebelah.”

“Padahal yang kakek buyut lo maksud adalah Triple S Coorporation, bukan XTION Coorporation, yang mana itu punya keluarga Xavian, sedangankan Triple S itu punya keluarga Johan yang semasa itu terlalu mengagungkan prestasi mereka. Keluarga lo terlalu buta sama informasi dan seenaknya ngehilangin nyawa orang Den, tolol namanya.”

“Jadi rahasia sebesar itu selama ini disembunyiin dari gue? Gila anjir keluarga gue.” ujar Lili, gadis itu tak menyangka jika keluarganya memiliki sejarah sekelam ini. Hadden sendiri terlihat menatap ke arah Bio dengan tatapan amarah.

“Lo tau dari mana semua itu? Rahasia itu seharusnya nggak pernah ada orang yang tau kecuali anggota keluarga Xavian.” geram Hadden. Lio dan Juven sendiri kini bahkan ketakutan melihat wajah Hadden yang berubah drastis.

“Salahin sistem keamanan elektronik keluarga lo yang lemah itu, dengan gampangnya gue bisa nembus keamanan cuma dengan modal nama lo dan tanggal lahir lo. Tentu aja gue crosscheck dengan sejarah keluarga Wagner, lo kira gue bakalan percaya dengan ngebaca di satu sisi doang? Keluarga lo terlalu hiperbola dan nggak mau tau soal kebenaran Den, perlu sadar diri.”

            Ucapan Bio sontak memancing amarah Hadden. Pemuda itu kini berlari ke arah Bio, berusaha memukul gadis itu, namun sepertinya Hadden lupa jika Bio merupakan atlet taekwondo, menumbangkan laki-laki seukuran Hadden merupakan latihan Bio sehari-hari, bahkan lebih berat lagi.

            Dengan tatapan sinis Bio menatap Hadden, mengejek pemuda itu yang dengan mudahnya termakan emosinya sendiri hingga harus kalah untuk ketiga kalinya. Bio kemudian keluar dari lapangan indoor tersebut dengan tangan yang terus menggandeng Lili, gadis itu terlihat sedikit shock setelah mengetahui kebenarannya, diikuti oleh Chiv, Han, dan Ven.

*

*

*

            Kedua orang tua dan kakek nenek Lili dikejutkan dengan Lili yang duduk di ruang tamu dan memandangi mereka yang baru saja pulang dari rapat perusahaan. Sambil bersedekap tangan, Lili menyuruh mereka duduk bersamanya. Persetan dengan tata krama, dirinya harus memastikan cerita Bio tadi mengenai kematian kakek buyutnya.

“Jadi selama ini kalian melarang Lili untuk tidak berteman dengan keturunan Xavian itu karena kakek buyut dibunuh oleh keluarga Xavian? Apakah benar?” Dapat Lili lihat ekspresi terkejut di wajah mereka semua. Mereka semua tak mengira jika Lili akan tahu mengenai kebenarannya secepat ini.

“Lili, kakek bisa jelaskan? Masalahnya tidak sesimple itu.” ucap kakek Lili.

“Kakek buyut dibunuh karena salah paham, benar?” Lagi dan lagi ekspresi terkejut dapat Lili lihat di wajah mereka. Jika sudah seperti ini berarti memang benar ucapan Bio di lapangan indoor sekolah tadi.

“Dari mana.” Ucapan ayah Lili terjeda sebab lelaki paruh baya itu terkejut, bagaimana bisa putrinya tahu masalah keluarga Wagner sejauh ini.

“Dari mana informasi ini kalian tidak perlu tahu, Lili sendiri sudah tahu pokok permasalahannya. Jadi tolong berhenti untuk menganggap Lili sebagai anak kecil, Lili sudah dewasa ayah, kakek.”

“Kakek hanya takut Lili, keluarga Xavian adalah keluarga yang nekat, mereka akan melakukan apapun untuk mendapatkan apa yang mereka mau, termasuk balas dendam.” jelas sang kakek.

“Lili paham, tapi apakah kalian tidak percaya dengan bodyguard yang kalian pilih dan latih sendiri? Lagipula Lili dikelilingi orang-orang baik, tidak perlu khawatir.”

“Tapi adek.”

“Tidak ada tapi-tapian bunda, Bio bahkan bisa saja menghabisi Hadden.”

“Bio?” tanya sang nenek.

“Vabiola Sachdev, gadis yang langsung menjadi wakil ketua tim taekwondo putri sesaat dia bergabung di klub tersebut. Jadi jangan khawatir, okay.”

“Baiklah anak nakal, adek menang kali ini, tapi perbolehkan ayah dan kakek memperbanyak penjagaan adek, it’s that okay?” tanya sang ayah.

“Selama tidak membatasi ruang gerak adek, adek tidak akan mempermasalahkan hal tersebut.”

“Baiklah, itu keputusan akhir, sekarang kita makan malam, ayo.”

            Kelimanya kemudian menuju ke meja makan untuk makan malam. Kebetulan makan malam ini disiapkan oleh Lili yang sepertinya tengah mood untuk memasak banyak makanan sebab hampir keseluruhan meja makan penuh dengan makanan. Mereka melewati malam dengan sukacita tanpa memikirkan hal yang mungkin terjadi kedepannya.

@cf

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Bittersweet My Betty La Fea
4862      1541     0     
Romance
Erin merupakan anak kelas Bahasa di suatu SMA negeri. Ia sering dirundung teman laki-lakinya karena penampilannya yang cupu mirip tokoh kutu buku, Betty La Fea. Terinspirasi dari buku perlawanan pada penjajah, membuat Erin mulai berani untuk melawan. Padahal, tanpa disadari Erin sendiri juga sering kali merundung orang-orang di sekitarnya karena tak bisa menahan emosi. Di satu sisi, Erin j...
Highschool Romance
2743      1171     8     
Romance
“Bagaikan ISO kamera, hari-hariku yang terasa biasa sekarang mulai dipenuhi cahaya sejak aku menaruh hati padamu.”
The Maiden from Doomsday
10766      2411     600     
Fantasy
Hal yang seorang buruh kasar mendapati pesawat kertas yang terus mengikutinya. Setiap kali ia mengambil pesawat kertas itu isinya selalu sama. Sebuah tulisan entah dari siapa yang berisi kata-kata rindu padanya. Ia yakin itu hanya keisengan orang. Sampai ia menemukan tulisan tetangganya yang persis dengan yang ada di surat. Tetangganya, Milly, malah menyalahkan dirinya yang mengirimi surat cin...
Teman Berbagi
3698      1360     0     
Romance
Sebingung apapun Indri dalam menghadapi sifatnya sendiri, tetap saja ia tidak bisa pergi dari keramaian ataupun manjauh dari orang-orang. Sesekali walau ia tidak ingin, Indri juga perlu bantuan orang lain karena memang hakikat ia diciptakan sebagai manusia yang saling membutuhkan satu sama lain Lalu, jika sebelumnya orang-orang hanya ingin mengenalnya sekilas, justru pria yang bernama Delta in...
Slash of Life
8445      1789     2     
Action
Ken si preman insyaf, Dio si skeptis, dan Nadia "princess" terpaksa bergabung dalam satu kelompok karena program keakraban dari wali kelas mereka. Situasi tiba-tiba jadi runyam saat Ken diserang geng sepulang sekolah, kakak Dio pulang ke tanah air walau bukan musim liburan, dan nenek Nadia terjebak dalam insiden percobaan pembunuhan. Kebetulan? Sepertinya tidak.
Archery Lovers
4898      2075     0     
Romance
zahra Nur ramadhanwati, siswa baru yang tidak punya niat untuk ikut ekstrakulikuler apapun karena memiliki sisi trauma saat ia masih di SMP. Akan tetapi rasa trauma itu perlahan hilang ketika berkenalan dengan Mas Darna dan panahan. "Apakah kau bisa mendengarnya mereka" "Suara?" apakah Zahra dapat melewati traumanya dan menemukan tempat yang baik baginya?
Rumah (Sudah Terbit / Open PO)
3864      1472     3     
Inspirational
Ini bukan kisah roman picisan yang berawal dari benci menjadi cinta. Bukan pula kisah geng motor dan antek-anteknya. Ini hanya kisah tentang Surya bersaudara yang tertatih dalam hidupnya. Tentang janji yang diingkari. Penantian yang tak berarti. Persaudaraan yang tak pernah mati. Dan mimpi-mimpi yang dipaksa gugur demi mimpi yang lebih pasti. Ini tentang mereka.
PATANGGA
888      606     1     
Fantasy
Suatu malam ada kejadian aneh yang menimpa Yumi. Sebuah sapu terbang yang tiba-tiba masuk ke kamarnya melalui jendela. Muncul pula Eiden, lelaki tampan dengan jubah hitam panjang, pemilik sapu terbang itu. Patangga, nama sapu terbang milik Eiden. Satu fakta mengejutkan, Patangga akan hidup bersama orang yang didatanginya sesuai dengan kebijakan dari Kementerian Sihir di dunia Eiden. Yumi ingin...
Cinta Tiga Meter
739      460     0     
Romance
Fika sudah jengah! Dia lelah dengan berbagai sikap tidak adil CEO kantor yang terus membela adik kandungnya dibanding bekerja dengan benar. Di tengah kemelut pekerjaan, leadernya malah memutuskan resign. Kini dirinya menjadi leader baru yang bertugas membimbing cowok baru dengan kegantengan bak artis ibu kota. Ketika tuntutan menikah mulai dilayangkan, dan si anak baru menyambut setiap langkah...
DAMAGE
3722      1306     2     
Fan Fiction
Kisah mereka berawal dari rasa penasaran Selgi akan tatapan sendu Sean. Ketidakpuasan takdir terhadap pertemuan singkat itu membuat keduanya terlibat dalam rangkaian cerita selanjutnya. Segalanya pun berjalan secara natural seiring kedekatan yang kian erat. Sean, sang aktor terkenal berperan sangat baik untuk bisa menunjukkan kehidupannya yang tanpa celah. Namun, siapa sangka, di balik ...