Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Flower And The Bees
MENU
About Us  

            Hari kedua MPLS bagi Lili terasa lebih ringan, di tangannya kini sudah terdapat kartu tugas yang penuh dengan tanda tangan senior yang ia, Lyn, dan juga Lane temui. Tanpa menunggu lama ketiganya bergegas menuju ke ruang OSIS dan menyetorkan kartu tugas tersebut.

            Sesampainya di ruangan OSIS dapat Lili lihat jika belum banyak murid baru yang sudah menyelesaikan tugas ini. Lili hanya dapat melihat satu kartu di wadah berwarna biru tua yang mana itu adalah warna kelas sebelah.

            Memang pada masa MPLS ini kelas-kelas dibedakan berdasarkan warna, dan kebetulan kelas yang Lili dan Lyn tempati berwarna merah muda, sedangkan Lane berada di kelas yang berwarna oranye terang.

            Ketiganya kemudian menempatkan kartu tersebut sesuai dengan warna kelas mereka dan menuliskan nama mereka pada daftar yang telah tersedia di meja tersebut. Pada saat Lili mencari kelasnya, dirinya dapat melihat sebuah nama yang sudah tertulis di sana terlebih dahulu, padahal halaman-halaman sebelumnya belum tertulis satu nama pun.

“Maaf kak, izin bertanya, kelas biru tua sudah ada yang mengumpulkan? Sejak kapan?” tanya Lili sesopan mungkin pada anggota OSIS dihadapannya.

“Oh, Vabiola ya? Dia udah mengumpulkan kartu tugas dari hari pertama penugasan. Kita semua juga cukup kaget, biasanya para murid akan mengumpulkan di hari kedua, tapi dia langsung selesai di hari pertama.” jawabnya membuat ketiga gadis dihadapannya itu hanya menganggukkan kepala mereka.

“Karena kalian sudah selesai dengan tugas individu, kalian boleh kok untuk tidak tetap duduk di kelas sampai bel istirahat selesai. Jadi kalian bisa mengitari sekolah atau sekedar ngobrol dan mendapat teman baru.”

“Terima kasih kak, kami permisi dulu.” ujar Lyn.

            Ketiganya memutuskan untuk pergi ke kantin sebab tak tahu harus pergi kemana dan Lane mengeluh lapar sedari tadi. Beruntung sesampainya di sana tidak banyak kursi yang diisi sebab belum banyak murid yang menyelesaikan tugas mereka.

            Netra Lili tak sengaja menangkap sosok gadis yang ia lihat tempo hari, membuat dirinya dengan sengaja menarik Lyn dan Lane untuk duduk bersama gadis itu. Lili kemudian mencoba untuk memanggil gadis yang tegah fokus pada buku novel di tangannya itu namun tak kunjung mendapat respon.

            Lyn yang melihat hal tersebut hanya menghela nafas lalu menarik novel gadis itu dan benar saja, tindakan Lyn langsung mendapat respon dari si pemilik novel. Gadis itu menatap Lyn dengan penuh tanya.

“Lepas dulu headphone lo.” ucap Lyn seraya memperagakan gerakan melepas benda tersebut.

“Ah sorry-sorry.” Gadis itu kemudian melepas headphone yang tengah ia kenakan dan tak sengaja menatap Lili dan juga Lane.

“Hai, kenalin, gue Lilian Wagner, panggil aja Lili. Gue dari kelas merah muda.” ucap Lili seraya menyodorkan tangannya.

“H-hai Lili, gue Vabiola Sachdev, panggil aja Bio. Gue dari kelas biru tua.” ujar gadis itu sembari menyambut tangan Lili.

“Gue Daelyn Maccario, panggil aja Lyn. Gue dari kelas yang sama sama Lili.”

“Hai Bio, gue Earlane Wagindra, panggil aja Lane, agak mirip kan sama panggilannya Lyn, tapi percaya dah, kita berdua dari keluarga yang beda kok. Oh iya, gue dari kelas oranye terang.”

“Berisik Earlane.”

“Ribut sia.”

“H-hai Lyn, h-hai Lane.”

“Nggak usah gagap gitu, mereka udah biasa ribut mah.” ucap Lili.

“Lo yang duduk di DPR kan?”

“DPR?” Gadis berambut pendek itu kini bingung dengan ucapan yang dilontarkan oleh Lili.

“Iya DPR, Dibawah Pohon Rindang. Itu lo kan?” Bio kini terlihat speechless, memangnya ada ya singkatan seperti itu.

“Iya, itu gue, kenapa emangnya?”

“Kemaren tuh pengen banget gue samperin, tapi si Lyn keburu manggil buat ke kelas.”

“Lah? Nggak tau gue kalo lo pengen nyamperin Bio. Kalo gitu kenapa ngga lo ajak aja kita berdua Lili.” ucap Lyn yang menyimak pembicaraan keduanya sedari tadi.

“Ya mana gue tau Dealyn Maccario, lagian waktu itu udah bel pulang udah mau bunyi kan, makanya gue ngga jadi buat nyamperin Bio.”

“Oh iya, by the way lo bener-bener nyelesaiin tugas dihari pertama? Keren anjir!!!” seru Lane.

“Kebetulan aja sebenernya, karena pada dasarnya gue sendiri punya banyak kenalan, jadi tinggal minta tolong.” jawab Bio yang menuai rekasi terkejut dari ketiga gadis dihadapannya itu.

            Mereka mengobrol cukup lama dan tak menyadari jika bel istirahat telah berbunyi, membuat kantin menjadi lebih ramai oleh murid-murid yang kelaparan. Banyak dari murid yang berada di kantin berkeinginan untuk duduk disamping Lili atau untuk sekedar mengobrol, yang mayoritasnya adalah murid laki-laki, namun pada akhirnya dibubarkan oleh sekelompok murid laki-laki senior yang berjalan menuju meja Lili.

            Dengan cekatan pemuda itu mengusak rambut Lyn yang tengah meminum jus semangkanya, membuat gadis itu reflek mendongakkan kepalanya dan mendapati sang kakak berdiri disampingnya dengan ekspresi mengesalkan bagi gadis itu.

“Venturo Maccario stop!!! You stupid brother!!!” seru Lyn seranya menepis tangan sang kakak yang masih saja mengusak rambutnya.

C’mon Lyn, lagian gue yakin lo bawa sisir kan ke sekolah.” ujar pemuda itu. Dengan tatapan nyalang Lyn mencubit pinggang kakaknya, membuat pemuda itu meringis dibuatnya.

“Rasain.” rengutnya sembari merapihkan rambutnya.

“Siapa Lyn?” Lili yang berada disampingnya terlihat keheranan dengan pemuda tersebut.

“Ah kenalin, Venturo, abang gue.”

“Halo junior-junior gemes, gue Venturo Maccario, abangnya anak setan satu ini.” ucapnya sembari mengusak kembali rambut Lyn.

“Junior pala lo peyang, nggak usah aneh-aneh deh Bang Ven, lo sama gue cume beda lima menit ya.”

“Iya-iya ah bawel amat jadi adek.”

“Abang lo Lyn?” tanya Lili yang sedari tadi menyimak keduanya.

“Kembaran Lyn lebih tepatnya, mereka berdua emang suka begitu Lili, jadi nggak usah heran.” ujar Lane menjelaskan hubungan keduanya.

“Wes cakep nih, neng kenalan dong.” ucap pemuda itu sambil mengerlingkan matanya. Lili yang melihat hal tersebut pun hanya bisa tertawa pelan.

“Kenalin bang, gue Lili, Lilian Wagner. Iya tau, gue emang cucu dari pemilik sekolah ini.” Lili dapat melihat dengan jelas ekspresi terkejut tergambar di wajah Ven yang disertai dengan mulut menganganya.

“Malu anjir bang.” Lyn yang melihat abangnya menganga tersebut dengan cepat menutup kembali mulut pemuda itu. Ven yang masih dengan wajah terkejutnya menatap ke arah Lyn, seolah meminta penjelasan.

“Iya, Lili emang keturunan Wagner, dia satu bangku sama gue. Udah ah anjir, ekspresi lo malu-maluin bang, sumpah dah.”

“Ya kan gue kaget cumi, makanya gue mangap.” rengut Ven. Pemuda itu kemudian mengalihkan padangannya pada gadis berambut pendek yang sedari tadi hanya memperhatikan keempatnya mengobrol.

“Kalo neng yang satu ini siapa nih namanya, masa diem mulu dari tadi.” Bio yang merasa terpanggil pun terkejut dan sedikit tergagap.

“A-ah maaf, gue Vabiola Sachdev, panggil aja Bio, salam kenal.”

“Salam kenal juga, santai aja Bio, gue kagak gigit kok.”

“Lagian omongan lo ngagetin temen gue tau nggak.” seru Lyn.

“Ya ya ya, terserah. Oh iya, ngomong-ngomong kartu tugas kalian udah dikumpulin?” tanya Ven pada keempatnya.

“Udah tadi bang, gue, Lili sama Lane. Kalo Bio udah dari hari pertama.” ucap Lyn sembari memakan gorengan yang tak tersentuh sedari tadi.

“Anjir, hari pertama? Gimana caranya weh?” Pemuda itu kemudian menatap Bio kembali.

“Gue sendiri punya kenalan cukup banyak di sekolah ini, jadinya cepat selesai.”

“Udah sono, jangan sibuk disini, tuh temen lo udah manggilin lo dari tadi, keburu jam istirahat selesai.” ucap Lyn.

“Iya bawel, gue balik ke temen gue dulu, pulangnya langsung pulang, mama masak makanan kesukaan lo.”

“Wes asek, okay.”

            Keempatnya lalu meneruskan obrolan tertunda mereka, sedangkan Ven kembali pada teman-temannya. Mereka mengobrol sembari melontarkan beberapa candaan, meskipun Bio hanya memperhatikan mereka dan sesekali menyahutinya.

*

*

*

            Hampir semua teman sekelas Lili telah menyelesaikan tugas yang diberika oleh anggota OSIS, ya meskipun masih ada sedikit dari mereka yang masih bersantai untuk mengerjakan tugas tersebut. Lili dan Lyn sedari tadi hanya mengobrol atau sekedar bermain ponsel sembari membuat video untuk sosial media mereka.

            Tak lama setelah bel masuk berbunyi, para anggota OSIS kembali memasuki kelas yang mereka ampu di masa MPLS. Sebenarnya sudah tidak ada lagi kegiatan pada hari itu, namun karena masih banyak dari murid baru yang belum menyelesaikan tugas mereka, para murid baru tersebut dilarang pulang terlebih dahulu.

            Kelas yang tadinya riuh dan berisik kini berubah menjadi senyap setelah empat anggota OSIS itu masuk ke dalam kelas. Suasanya meemang dirasa menjadi sedikit tegang, namun hal tersebut dengan cepat dicarikan oleh salah satu dari anggota OSIS tersebut.

“Halo adek-adek, ngga perlu tegang begitu ekspresi kalian. Wajar kok kalau ribut di kelas, lagi pula sebagian besar dari kalian sudah menyelesaikan tugas yang diberikan oleh kami.”

“Mengingat ini besok adalah hari terakhir pengumpulan tugas dan juga hari terakhir kegiatan MPLS, kami selaku pihak OSIS ingin menyampaikan tugas terakhir bagi kalian. Sebelumnya, untuk yang belum menyelesaikan tugas pertama diharapkan besok sebelum istirahat pertama kalian sudah harus mengumpulkan tugas yang diberikan ya.” Anggota OSIS tersebut kemudian menuliskan sesuatu di papan tulis kelas.

Lunch together for better friendship?” ucap Lili pelan namun dapat didengar oleh anggota OSIS yang berada di depan.

“Yup, betul sekali. Jadi nanti akan diadakan makan siang bersama, tujuannya itu agar kita makin mengenal satu sama lain.”

“Jadi nanti kalian bisa duduk dan makan siang bersama dengan teman baru kalian, bisa sambil ngobrol-ngobrol kan ya, mungkin seputar nama, keluarga, hobi, atau rencana kedepannya gimana, intinya acara ini agar kalian bisa memiliki pertemanan yang lebih baik dari sebelumnya.”

“Mungkin yang sebelumnya hanya kenal nama sama mukanya gimana, setelah ini kedepannya mungkin aja semakin dekat.”

“Kak izin bertanya, jadi kita semua nanti bawa makan siang sendiri-sendiri atau dari pihak sekolah yang nyediain.” tanya salah seorang murid.

“Nah ini bagian serunya, kalian diwajibkan untuk bawa makan siang sendiri. Jadi nanti waktu kalian ngobrol bareng teman baru kalian bisa sambil berbagi makan siang.”

“Jadi gimana? Sudah jelas untuk acara besok?”

“Jelas kak.” jawab para murid secara serentak.

“Baik, karena sudah dirasa cukup, kalian boleh melanjutkan kegiatan kalian. Jangan terlalu berisik ya, takutnya nanti ada guru yang menegur.”

            Setelah selesai dengan penjelasan yang disampaikan, keempat anggota OSIS itu kemudian bergegas keluar dari ruang kelas. Kelas yang tadinya senyap pun kini kembali riuh dengan suara murid-murid yang mulai berunding mengenai apa yang akan mereka bawa esok hari.

            Lili dan Lyn terlihat bersemangat saat mendengar rencana yang akan dilaksanakan oleh OSIS. Mereka berdua benar-benar membayangkan makan siang bersama Lane dan juga Bio.

“Wah, gue bakal minta mama buat bikin makanan kesukaan gue sih.” ucap Lyn sembari membayangkan makan siang dengan lauk kesukaannya.

“Gue juga pengennya bunda masakin makanan kesukaan gue.” sahut Lili.

“Tapi yang pasti lauk kalian berdua sama kan ya?”

“Maksudnya?” Lyn sedkit bingung dengan pertanyaan Lili.

“Iya, lo sama Bang Ven, kan kalian serumah.”

“Owalah, ngga juga sih, mama cukup perhatian untuk ngikutin apa yang kita mau. Jadi kemungkinan sama ngga mungkin sih, paling salah satu lauk yang sama, nggak semuanya.”

“Gue jadi penasaran apa yang bakal dibawa sama Lane sama Bio.” ujar Lili penasaran.

“Besok liat aja, tapi gue yakin jamur crispy bakal ada di menu Lane, anak itu maniak jamur.”

“Astaga, bener-bener emang si Lane.”

            Keduanya kembali mengobrol, tidak menghiraukan teman sekelasnya yang kembali ribut seperti tadi. Mereka berdua kembali mengobrol, menghabiskan waktu sampai bel pulang berbunyi di kelas. Keduanya hanya terlalu malas untuk pergi keluar kelas, toh tidak tahu harus bersantai di mana karena yang pasti semua tempat akan ramai.

*

*

*

            Meja makan keluarga Wagner sunyi, hanya bunyi yang ditimbulkan dari pertemuan antara sendok garpu dengan piring yang menggema diruangan itu. Tak ada satupun dari mereka yang berani melanggar aturan tak tulis di dalam rumah tersebut.

            Meja makan tersebut hanya diisi oleh tiga orang, Tuan Wagner, Nyonya Wagner, dan juga Lili. Kedua tetua keluarga Wagner itu tengah menikmati liburan mereka di Puncak, Bogor, sesak dengan udara Jakarta katanya. Keduanya menetap di salah satu villa megah milik keluarga Wagner, lengkap dengan pembantu dan juga sopir yang siap membantu keduanya.

            Sendok dan juga garpu telah tertata sejajar di atas piring, menandakan kalau kepala keluarga Wagner itu telah selesai makan, begitu pula Nyonya Wagner dan juga Lili. Lelaki itu kini menatap kearah sang putri yang tengah meminum segelas jus jeruk sebagai penutup makan malamnya.

“Sayang, gimana sekolah hari ini? Sudah dapat teman baru?” Lili yang ditanya hal tersebut pun hanya tersenyum, gadis itu paham sekali akan kekhawatiran kedua orang tuanya mengenai lingkup pertemanannya.

“Tenang ayah, adek bahkan udah punya satu teman baru lagi, namanya Vabiola, dia dari keluarga Sachdev.”

“Sachdev? Bukannya adik dari istri adik bungsumu menikah dengan keturunan Sachdev?” tanya bunda pada suaminya.

“Ah betul juga, tapi aku tak pernah bertanya soal itu. Adik bungsuku terlalu fokus pada pekerjaannya sampai-sampai kami tak ada waktu untuk bertemu.”

“Adikmu terlalu worckholic, tegurlah sesekali mas.”

“Iya-iya.”

“Oh iya bun, besok sekolah ngadain acara makan siang bersama. Jadi seluruh murid baru dihimbau untuk membawa makan siang mereka masing-masing, terus nanti bisa sharing makan siang bareng temen baru.” ucap Lili yang membuat ekspresi sang bunda menjadi bersemangat.

“Beneran dek? Bunda nggak salah denger kan?”

“Iya bunda, adek beneran.” Kini ekspresi Nyonya wagner itu senang bukan kepalang, akhirnya ia dapat menunjukkan skill memasaknya untuk membuat makan siang sang putri.

“Okey, adek mau bekal apa? Biar nanti bunda buatin. Soal bahan makanan ngga usah khawatir, nanti sehabis ini bunda bakal pesen ke langganan bunda biar besok pagi diantar ke rumah.”

“Adek mau katsu bunda, oh iya, kimbab juga. Adek pengen ada dua makanan itu bun.” pinta Lili.

“Selain itu? Adek mau apa?”

“Untuk sisanya terserah bunda, adek makan apapun yang bunda masakin.” ucap Lili sambil tersenyum. Nyonya Wagner benar-benar beruntung mendapatkan Lili sebagai buah hatinya.

“Yaudah, adek ke atas gih, biar ayah sama bunda yang beresin ini. Jangan lupa belajar, kalau mau nonton jangan kemaleman, nanti pusing.” ucap ayah menasihati putrinya.

“Siap ayah, Lili ke atas dulu.”

            Lili kemudian menaiki tangga menuju kamarnya, sedangkan kedua orang tuanya membereskan meja makan dan mecuci piring-piring kotor tersebut. Keduanya tak pernah memaksa putrinya untuk membantu, sebab jika dipaksa malah yang ada pekerjaannya tidak selesai. Toh selama ini Lili juga sering inisiatif untuk membantu membereskan rumah disaat keduanya tak ada dirumah.

            Sepasang suami istri itu sangat bersyukur karena putrinya bisa mendapatkan teman-teman dalam waktu singkat, meskipun bukan lingkup pertemanan yang besar namun bagi mereka sudah cukup. Keduanya benar-benar khawatir saat anak sulung mereka harus melanjutkan sekolahnya ke Jerman dan meninggalkan sang adik seorang diri dirumah, belum lagi Lili yang sering mendapatkan penjilat berkedok teman semasa SMP.  Terima kasih terus mereka panjatkan dalam hati saat mendengar cerita Lili yang mendapatkan teman yang benar-benar teman.

@cf

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Lebih Dalam
187      162     2     
Mystery
Di sebuah kota kecil yang terpencil, terdapat sebuah desa yang tersembunyi di balik hutan belantara yang misterius. Desa itu memiliki reputasi buruk karena cerita-cerita tentang hilangnya penduduknya secara misterius. Tidak ada yang berani mendekati desa tersebut karena anggapan bahwa desa itu terkutuk.
1'
4500      1495     5     
Romance
Apa yang kamu tahu tentang jatuh cinta? Setiap kali ada kesempatan, kau akan diam-diam melihatnya. Tertawa cekikikan melihat tingkah konyolnya. Atau bahkan, kau diam-diam mempersiapkan kata-kata indah untuk diungkapkan. Walau, aku yakin kalian pasti malu untuk mengakui. Iya, itu jarak yang dekat. Bisa kau bayangkan, jarak jauh berpuluh-puluh mil dan kau hanya satu kali bertemu. Satu kese...
My World
777      524     1     
Fantasy
Yang Luna ketahui adalah dirinya merupakan manusia biasa, tidak memiliki keistimewaan yang sangat woah. Hidup normal menyelimutinya hingga dirinya berusia 20 tahun. Sepucuk surat tergeletak di meja belajarnya, ia menemukannya setelah menyadari bahwa langit menampilkan matahari dan bulan berdiri berdampingan, pula langit yang setengah siang dan setengah malam. Tentu saja hal ini aneh baginya. I...
Gloria
3711      1275     3     
Romance
GLORIA, berasal dari bahasa latin, berarti ambisi: keinginan, hasrat. Bagimu, aku adalah setitik noda dalam ingatan. Namun bagiku, kamu adalah segumpal kenangan pembuat tawaku.
One-Week Lover
1900      962     0     
Romance
Walter Hoffman, mahasiswa yang kebosanan saat liburan kuliahnya, mendapati dirinya mengasuh seorang gadis yang entah dari mana saja muncul dan menduduki dirinya. Yang ia tak tahu, adalah fakta bahwa gadis itu bukan manusia, melainkan iblis yang terlempar dari dunia lain setelah bertarung sengit melawan pahlawan dunia lain. Morrigan, gadis bertinggi badan anak SD dengan gigi taring yang lucu, meng...
Adiksi
8015      2376     2     
Inspirational
Tolong ... Siapa pun, tolong aku ... nafsu ini terlalu besar, tangan ini terlalu gatal untuk mencari, dan mata ini tidak bisa menutup karena ingin melihat. Jika saja aku tidak pernah masuk ke dalam perangkap setan ini, mungkin hidupku akan jauh lebih bahagia. Aku menyesal ... Aku menyesal ... Izinkan aku untuk sembuh. Niatku besar, tetapi mengapa ... mengapa nafsu ini juga sama besarnya!...
To the Bone
207      188     1     
Romance
Di tepi pantai resort Jawel palace Christian mengenakan kemeja putih yang tak di kancing dan celana pendek seperti yang iya kenakan setiap harinya “Aku minta maaf tak dapat lagi membawa mu ke tempat- tempat indah yang ka sukai Sekarang kamu kesepian, dan aku benci itu Sekarang kamu bisa berlari menuju tempat indah itu tanpa aku Atau kamu bisa mencari seseorang pengganti ku. Walaupun tida...
Memories About Him
4334      1831     0     
Romance
"Dia sudah tidak bersamaku, tapi kenangannya masih tersimpan di dalam memoriku" -Nasyila Azzahra --- "Dia adalah wanita terfavoritku yang pernah singgah di dalam hatiku" -Aldy Rifaldan --- -Hubungannya sudah kandas, tapi kenangannya masih berbekas- --- Nasyila Azzahra atau sebut saja Syila, Wanita cantik pindahan dari Bandung yang memikat banyak hati lelaki yang melihatnya. Salah satunya ad...
DAMAGE
3721      1306     2     
Fan Fiction
Kisah mereka berawal dari rasa penasaran Selgi akan tatapan sendu Sean. Ketidakpuasan takdir terhadap pertemuan singkat itu membuat keduanya terlibat dalam rangkaian cerita selanjutnya. Segalanya pun berjalan secara natural seiring kedekatan yang kian erat. Sean, sang aktor terkenal berperan sangat baik untuk bisa menunjukkan kehidupannya yang tanpa celah. Namun, siapa sangka, di balik ...
Slash of Life
8440      1788     2     
Action
Ken si preman insyaf, Dio si skeptis, dan Nadia "princess" terpaksa bergabung dalam satu kelompok karena program keakraban dari wali kelas mereka. Situasi tiba-tiba jadi runyam saat Ken diserang geng sepulang sekolah, kakak Dio pulang ke tanah air walau bukan musim liburan, dan nenek Nadia terjebak dalam insiden percobaan pembunuhan. Kebetulan? Sepertinya tidak.