Read More >>"> The Flower And The Bees (1: Beginning) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Flower And The Bees
MENU
About Us  

            Suara alarm bergema memenuhi ruangan bernuansa coklat muda itu, menandakan bahwa sang pemilik kamar harus terbangun. Sudah dua kali alarm tersebut berbunyi, namun tangan yang biasa mematikan alarm tersebut tak kunjung menemui asal bunyi alarm tersebut sampai bunyi itu kembali hilang.

            Pintu kamar kayu bercat hitam itu sudah diketuk berulang kali oleh si nyonya rumah, namun tak pernah mendapatkan jawaban. Ini membuat si nyonya rumah mau tak mau harus masuk ke dalam kamar tersebut, dan mendapati bahwa si pemilik kamar masih terlelap sembari mengeratkan selimutnya sebab pagi ini terasa lebih dingin baginya.

            Dengan langkah pelan, nyonya rumah itu bergerak menuju jendela dan menyibak gorden lebar tersebut dan membiarkan cahaya matahari pagi memasuki ruangan. Tak lupa ia membuka jendela dan membiarkan udara pagi yang dingin itu menyapa ia dan pemilik kamar ini.

“Sayang, bangun, kamu harus pergi ke sekolah loh.” Suara lembut itu menyapa telinga si pemilik kamar, membuat gadis itu menggeliat dan kembali mengeratkan selimutnya.

“Sebentar lagi bun, adek masing ngantuk.” ujarnya sembari mendusalkan kepalanya pada bantal.

            Sang nyonya rumah, atau kita panggil saja bunda, hanya tersenyum ringan melihat kelakuan anak gadisnya itu. Dengan cekatan ia menarik selimut tersebut dan menepuk pipi sang anak agar bangun.

“Bangun cantik, bunda nggak mau tau ya. Ini udah hampir jam enam, nanti kamu telat.” Dengan segala keberatan hatinya, gadis itu terbangun dan menatap kearah sang bunda sembari membuat wajah cemberut.

“Bunda ih, adek masih ngantuk loh ini.”

“Lagian kenapa semalem begadang coba hm? Kan tau kalo paginya harus kesekolah, ini hari pertama loh sayang.” tanya bunda sambil menoel hidung gadis itu.

“Iya-iya, Lili salah bunda, nggak diulangin lagi. Lili janji deh sama bunda.” Sang bunda hanya tertawa saat mendengar janji anak gadisnya ini.

“Udah nggak usah janji-janji lagi, palingan besok begitu lagi kan. Udah sana mandi, bunda mau bikin sarapan dulu.”

“Nasi goreng ya bun.” pinta Lili pada sang bunda.

“Iya sayang, kan semalem udah bilang.” Lili hanya tertawa mendengar jawaban sang bunda.

“Makasih bunda, Lili mandi dulu.” Gadis itu kemudian bergegas mengambil handuknya dan menuju kamar mandi, meninggalkan bundanya yang terheran-heran dengan kelakuan anak gadisnya itu.

            Setelah selesai bersiap, gadis itu kemudian turun ke meja makan untuk sarapan bersama sang ayah dan bundanya. Dengan tas yang ia gendong, dirinya menuruni anak tangga dengan hati-hati sebab isi tasnya benar-benar membuat dirinya kerepotan.

            Lili dapat melihat bahwa sang ayah sudah berada dimeja makan, ditemani dengan segelas kopi dan koran yang terbentang di tangannya. Perhatian sang ayah kemudian teralihkan saat Lili menarik kursi dan duduk.

“Gimana persiapan MPLS-nya adek? Udah dibawa semua?” tanya sang ayah saat melihat putrinya tengah mengecek barang bawaannya.

“Udah kok yah, Lili makenya di sekolah aja. Lagian bawa mobil ini, ngga begitu ribet jadinya.” jawabnya sembari merapikan kembali isi tasnya.

“Kamu yakin udah dibawa semua? Takutnya nanti udah sampai di sekolah tiba-tiba harus balik lagi kerumah.” ucap bunda memastikan sembari mengambilkan nasi goreng untuk putrinya.

“Yakin kok bun, udah aku cek juga semalem.”

“Yaudah, sekarang sarapan. Bunda katanya nanti mau ke butik kan? Bareng ayah atau mau bawa mobil sendiri?” tanya sang ayah.

“Bunda bawa mobil sendiri aja, soalnya sehabis dari butik ada meeting.”

“Okay kalau begitu, ayo sarapan.”

            Ketiganya kemudian memulai sarapan bersama. Tak ada percakapan yang terjadi sebab peraturaan tak tertulis dirumah ini adalah salah satunya dilarang berbicara saat makan sudah dimulai.

            Dalam waktu singkat nasi goreng yang berada di meja makan itu telah habis, menimbulkan senyum cerah diwajah bunda yang merasa puas sebab masakannya habis. Setelah meminum segelas air putih, bunda dibantu oleh Lili mencuci keramik-keramik kotor itu dan kembali ke meja makan.

“Hati-hati di jalan sayang, semangat hari pertama di SMA-nya.” ujar bunda menyemangati putrinya.

“Iya bunda, Lili bakalan hati-hati kok. Ayah sama bunda juga hati-hati. Lili berangkat dulu.”

            Mobil mewah keluaran Jerman itu keluar dari pekarangan rumah keluarga Wagner, membelah jalanan dengan kecepatan rata-rata.

            Lili, gadis yang baru saja memasuki sekolah menengah atas yang bernaung dibawah yayasan keluarganya itu tengah menikmati lengangnya jalanan sembari mendengarkan musik favoritenya.

           Tepat satu belokan sebelum memasuki kawasan sekolah, dirinnya dikejutkan dengan segerombolan murid-murid sekolah, yang rata-rata perempuan, tengah mengerubungi seorang pemuda. Terlihat sekali jika pemuda itu tidak nyaman dan ingin segera keluar dari gerombolan tersebut. Lili yang tidak ingin mendapatkan masalah di hari pertamanya memilih untuk tidak menghiraukan gerombolan tersebut dan mengarahkan mobilnya memasuki gerbang sekolah.

           Sebelum keluar dari mobil, Lili terlebih dahulu memastikan dirinya sudah memakai atribut lengkap untuk MPLS. Setelah memastikan semuanya, ia keluar dari mobil dan disambut dengan tatapan para murid-murid yang berada disana.

           Dirinya tak ingin ambil pusing mengenai pendapat mereka dan lebih memilih untuk pergi ke arah mading dan mencari kelas MPLS-nya. Setelah berjalan sekitar lima menit, akhirnya Lili dapat menemukan kelasnya yang berada disayap kanan bangunan sekolah. Beruntung saat ia memasuki kelas, suasana kelas masih lengang sebab pukul setengah tujuh masih terlalu pagi untuk berdiam diri dikelas.

            Lili memutuskan untuk duduk dibarisan kedua dari depan, mengantisipasi jika dirinya kurang dapat mendengar penjelasan anggota OSIS nantinya. Sepuluh menit kemudian, para murid baru mulai berdatangan. Lili yang sedari tadi fokus bermain ponsel kini dikejutkan dengan seorang gadis yang duduk di sebelahnya.

“Hai? Aku Daelyn Maccario, panggil aja Lyn.” ucap gadis itu seraya mengajak Lili bersalaman. Tanpa ragu dan dengan tersenyum manis Lili menerima salaman tersebut.

“Hai Lyn, aku Lilian Wagner, panggil aja Lili.”

“Wagner?! Lo cucu dari pemilik sekolah ini?!” Terkejut tentunya Lyn saat mendapati teman barunya ini adalah cucu dari pemilik sekolah ini. Dewi fortuna tengah berpihak padanya kali ini.

“Bisa dibilang, ya gitu.” Dengan kikuk Lili membenarkan ucapan Lyn. Hilang sudah impian Lili untuk bersekolah dengan nyaman. Sedari awal dirinya memang enggan untuk mengungkap kalau ia adalah cucu dari pemilik sekolah ini, lelah dengan sanjungan tak berarti manusia-manusia penjilat disekitarnya.

“Wow, gue kira semua keturunan Wagner bakal nuntut ilmu di Jerman. Karena gue jarang ngeliat seorang Wagner sekolah di Indonesia, nggak kaya keluarga gue yang emang udah lama nggak ngikutin tradisi lama.” jelas Lyn.

“Gue yang pertama keluar dari zona nyaman itu. Lagian udah cukup abang gue yang sekolah di sana, gue lebih milih suasana Indonesia yang lebih nyaman buat gue.”

“Baguslah kalo nyaman, emang Indonesia tuh nggak ada duanya.”

By the way nanti pas istirahat gue kenalin sama temen gue. Sayang banget dia kebagian kelas sebelah.” ujar Lyn.

“Semoga aja nanti waktu kelas permanen kita bisa sekelas.”

“Harus sih itu mah.”

            Tak lama kemudian bel masuk berdentang kencang, membuat murid-murid yang masih berada di luar kelas berbondong-bondong masuk kedalam kelas dan menunggu para anggota OSIS memasuki kelas mereka.

            Satu per satu anggota OSIS mulai memasuki ruangan kelas yang mereka ampu. Di kelas Lili, sudah terdapat 4 orang murid dengan blazer hitam khas yayasan keluarganya dengan ukiran logo OSIS di dada bagian kanan. Semua murid memang akan mendapatkan blazer yang sama, namun untuk organisasi atau klub sekolah akan ditandai masing-masing.

“Baik adik-adik sekalian, pertama-tama selamat atas diterimanya kalian di sekolah ini, kami selaku anggota OSIS mengucapkan selamat datang.” Terdengar riuh suara tepukan tangan yang memenuhi ruangan kelas.

“Kedua, karena kalian adalah murid baru di sini, tidak etis rasanya kalau tidak mengenal satu sama lain. Perkenalkan diri kalian masing-masing, mulai dari nama, hobi, dan rencana kalian kedepannya akan seperti apa.”

            Perkenalan antar siswa akhirnya dimulai. Satu per satu dari mereka mulai menyebutkan nama, hobi serta rencana mereka kedepannya. Ada beberapa rencana yang membuat seisi kelas dipenuhi oleh kekaguman dan tawa.

            Tak lama kemudian giliran Lili pun tiba. Gadis itu terlihat nervous sebab pasti akan banyak orang yang mengetahui siapa dirinya sebenarnya. Lili benar-benar kesal dengan nama belakangnya. Dengan terus memilin ujung seragamnya, Lili berdiri dan menatap kedepan.

“Sebelumnya, perkenalkan, saya Lilian Wagner, bisa dipanggil Lili.” Baru sampai situ saja kelasnya kembali riuh saat mendengar nama belakangnya.

“Hobi saya membaca novel dan mendengarkan musik. Untuk rencana kedepannya saya ingin menjadi anggota OSIS di sekolah ini.” Tanpa menunggu reaksi teman sekelasnya, gadis itu langsung duduk dan menenggelamkan kepalanya. Ia benar-benar tak suka dengan nama belakangnya sekarang.

“Hai!!! Perkenalkan, saya Daelyn Maccario, panggil aja Lyn. Hobi main game dan mendengarkan musik. Rencana kedepannya jadi pemain game profesional tentunya.” Riuh tepuk tangaan kembali terdengar dikelas ini. Mereka semua tak menyangka jika dua putri dari dua keluarga terpandang berada dikelas mereka.

            Perkenalan terus belanjut hingga selesai, membuat kelas kembali riuh dengan tepuk tangan. Setelah itu para anggota OSIS tersebut memulai pembelajaran mengenai peraturan sekolah dengan memberikan mereka buku peraturan sekolah.

            Halaman per halaman mereka jelaskan secara detail. Meskipun tidak banyak peraturan, tetap ada beberapa poin yang harus mereka jelaskan lebih detail sebab banyak detail peraturan yang masih abu-abu dan sering kali dilanggar.

            Tak lama kemudian, bel istirahat terdengar keras, membuat anggota OSIS mengakhiri sesi penjelasan mereka. Tepat setelah para senior itu keluar dari ruang kelas, semua murid baru berbondong-bondong kelas menuju kantin, di mana mereka bisa membeli makan sembari bercengkerama dengan teman baru.

            Lili dan Lyn kini tengan duduk disebuah meja di kantin dengan makanan dan minuman yang tertata di hadapan mereka. Lyn yang tengah menyeruput minumannya itu tiba-tiba melambaikan tangannya, memanggil seorang gadis yang terlihat tengah mencari keberadaannya. Sesaat setelah melihat lambaian Lyn, gadis itu kemudian mendekat dan duduk di hadapan mereka berdua.

“Oke Lili, ini Earlane, panggil aja Lane. Dia sahabat baik gue dari SD sampai sekarang. Lane, kenalin, ini Lilian, panggil aja Lili. Dia temen sebangku gue dikelas.” ujar Lyn memperkenalkan mereka berdua.

“Hai Lili, gue Earlane Wagindra, sahabatnya Lyn. Sialnya gue kebagian kelas MPLS di kelas sebelah.” ucap Lane seraya menyodorkan salaman.

“Hai Lane, gue Lilian Wagner, temen sebangkunya Lyn dikelas. Iya gue tau, sekolah ini emang di bawah yayasan keluarga gue.” ujar Lili saat melihat ekspresi terkejut milik Lane saat ia menyebutkan nama belakangnya.

“Anjir, lo beneran?”

“Iya, makanya gue sebel sebenernya kalau harus nyebutin nama belakang gue.”

“Ya gimana Li, namanya juga nasib. Gue sama Lane juga sama dulu waktu SD sama SMP, dan lebih ngeselinnya lagi mereka-mereka itu pada nempelin kita mulu, geli gue.” curhat Lyn yang dibarengi dengan anggukan Lane.

“Dan kalo kalian sadar, kita lagi diliatin hampir satu sekolahan.”

            Ketiganya mengamati sekitarnya, memang benar, hampir seluruh murid yang berada di kantin tengah memandangi meja mereka. Mungkin karena mereka bertiga berasal dari keluarga puncak hierarki, di mana semua urusan kehidupan mereka sangat terjamin.

            Lili akui, sekolah keluarganya ini memang menjadi favorite anak-anak dari keluarga puncak untuk melanjutkan sekolah meskipun baru didirikan kurang dari satu dekade. Namun jangan salah, sekolah ini mampu menduduki predikat sekolah terbaik dan terfavorit yang membuat semua orang mengincar sekolah ini.

“Heran kali mereka, karena baru kali ini kita bertiga ngumpul begini kan.” Lili hanya cuek saat para murid terus-menerus memandangi mereka.

“Iya kali, udah biarin aja Lyn, kaya ngga biasanya aja gitu.”

“Gue juga santai kali Lane, lagian ngga akan ngasih efek apapun ke kita juga.”

            Tanpa mereka sadari, bel masuk telah berbunyi, memaksa para murid untuk kembali kedalam kelas dan berpisah dengan teman-teman mereka. Ketiganya berjalan bersama menuju kelas sampai Lili dan Lyn harus berpisah dengan Lane sebab mereka sudah sampai didepan kelas mereka, sedangkan Lane harus berjalan beberapa langkah lagi untuk menuju kelasnya.

            Kelas yang tadinya kosong itu seketika kembali penuh dan riuh oleh murid yang sibuk bercengkerama dengan teman sebangku mereka. Atmosfer kelas kemudian berubah setelah para anggota OSIS kembali memasuki kelas dan melanjutkan pembelajaran yang tertunda tadi.

“Nah adik-adik, sekian penjelasan mengenai peraturan sekolah yang ada. Kami sebagai anggota OSIS berharap kalian semua patuh dan taat pada aturan yang ada.” ucap anggota OSIS tersebut.

“Untuk selanjutnya, kalian kami beri tugas individu. Tiap-tiap murid harus mengumpulkan tigapuluh tanda-tangan senior selagi kalian berkeliling dan mengenal lingkungan sekolah. Kartu tanda tangan itu akan dikumpulkan dalam tiga hari. Kami sebagai para anggota OSIS telah mengisi empat orang pertama dalam kartu tersebut, jadi kalian tinggal mencari sisanya.” Para anggota OSIS itu mulai membagikan kartu tanda-tangan pada murid-murid dikelas.

“Kak, izin bertanya. Untuk tugas ini dimulai kapan ya kak?”

“Kalian bisa mulai dari sekarang, cari sambil mengenal lingkungan sekolah. Kalian boleh berkelompok tapi jangan ribut. Ini baru hari pertama masuk sekolah jadi tidak ada kegiatan belajar mengajar yang diadakan.”

“Saat bel pulang sekolah berbunyi, itu tandanya kalian bisa menghentikan kegiatan kalian dan pulang kerumah. Sebagai informasi tambahan, nanti banyak tenda-tenda klub sekolah, kalian bisa pergi meminta tanda tangan disana sembari mengenali klub apa saja yang ada di sekolah. Good luck guys.”

            Tepat setelah anggota OSIS itu mengakhiri penjelasannya, para murid-murid baru itu langsung keluar kelas dan membuat kelompok kecil dengan teman-teman mereka. Lyn yang kebetulan melihat Lane tengah berjalan menuju kearah kelasnya pun ikut menggeret gadis itu untuk bergabung dengan dirinya dan Lili. Mereka memutuskan untuk pergi ke tenda-tenda klub sekolah yang sudah pasti banyak senior yang berada disana.

            Ketiganya kini menjadi perhatian utama baik dari para senior maupun junior yang tengah mengumpulkan tanda tangan. Tanpa perlu didekati, sudah banyak murid senior yang rata-rata adalah laki-laki, mendekati mereka bertiga atau lebih tepatnya mendekati Lili.

            Dalam sekejap kartu mereka sudah terisi hampir seluruh kuota, tinggal beberapa tanda tangan lagi namun mereka memilih untuk kembali ke kelas sebab beberapa menit lagi bel pulang sekolah akan berdentang.

            Tak sengaja netra hazel Lili menangkap sosok gadis yang dengan santainya duduk di sebuah kursi dibawah pohon rindang dengan headphone terpasang dikepalanya. Gadis berambut pendek itu seakan menikmati semilir angin yang menerpa wajah dan rambutnya. Lili ingin sekali menghampiri gadis itu namun panggilan Lyn membuatnya mengurungkan niatnya dan berjalan menjauh dari sana.

*

*

*

            Sepulang sekolah, Lili memutuskan untuk pergi ke butik milih bundanya. Dirinya tau jika ia pulang kerumah maka kesunyian yang akan menyambutnya, maka dari itu ia lebih memilih untuk mampir ke butik milik bundanya, sekedar menengok beberapa koleksi terbaru yang ada disana.

            Dengan kecepatan rata-rata, mobil yang ia kendarai memasuki pekarangan butik yang cukup luas. Terdapat beberapa pot bunga kesukaan sang bunda yang tertata rapih, membuat siapa saja yang melihatnya akan terpesona. Sedangkan di samping pintu masuk terdapat dua pot tanaman algonema yang ditata dan dirawat sedemikian rupa sehingga terlihat sehat dan segar.

            Saat memasuki butik, dirinya disambut oleh senyum sapa resepsionis yang berjaga di sana. Lili kemudian berjalan menuju ruangan sang bunda dan mendapati wanita itu tengah merancang desain baru untuk kliennya.

“Bunda, sibuk kah?” tanya Lili sambil mendekat ke arah bundanya.

“Hai sayang, bunda nggak sibuk-sibuk banget kok. Tumben ke butik?”

“Kangen bunda aja, adek juga kangen butik, jadinya kesini deh.”

            Wanita paruh baya itu meletakkan kapur dan penggaris yang sedari tadi menemaninya bekerja, lalu berjalan ke arah putrinya yang tengah membolak-balik katalog yang ada dimeja kerjanya.

“Udah makan siang? Mau lunch bareng bunda nggak?” tawarnya.

“Mau dong bunda, di restaurant biasa?” tanyanya.

Sure, lagipula bunda udah bikin reservasi disana.”

            Kedunya kemudian berjalan bersama keluar butik dan mengendarai mobil bundanya menuju restaurant langganan mereka. Sesampainya di sana, sepasang ibu dan anak itu memasuki restaurant dan langsung diarahkan oleh pelayan untuk ke ruang VIP.

            Setelah pelayan tersebut memberika buku menu pada mereka, keduanya mulai memesan menu makan siang yang mereka inginkan.

“Mbak, gyudon satu, miso ramen satu, ochazuke satu, sama ice matcha latte satu.” ucap Nyonya Wagner seraya memesankan untuk dirinya dan juga putrinya.

“Baik bu, gyudon satu, miso ramen satu, ochazuke satu, dan ice matcha latte satu, mohon ditunggu ya.” Pelayan tersebut mengulang pesanan lalu membawanya kedapur.

“Bunda inget aja kesukaan aku.”

“Pastinya dong, kamu kan anak bunda, masa iya bunda lupa.”

            Tak lama kemudian, pesanan keduanya telah sampai di meja mereka. Tanpa menunggu lama, keduanya mulai memakan makanan yang tertata rapih didepannya itu.

            Tak hanya sekedar makan siang saja, nyonya Wagner itu kemudian mengajak putrinya untuk berbelanja di sebuah mall yang tak jauh dari restaurant yang mereka datangi. Sambil menenteng beberapa paper bag berisi barang-barang yang baru saja mereka beli, keduanya kembali ke butik untuk mengambil mobil Lili.

            Keduanya berpisah sebab sang bunda masih memiliki beberapa pekerjaan yang harus ia selesaikan hari itu juga. Meskipun sedikit tak rela, Lili kemudian pergi pulang tanpa sang bunda, dirinya paham jika sang bunda bekerja agar putra putrinya tercukupi kebutuhannya.

            Langit memang cerah, namun hawa sejuk tetap berhembus menerpa Lili yang sengaja membuka jendela mobilnya. Mobil milik gadis itu berjalan santai di tengah jalanan kota Jakarta yang ramai lancar.

*

*

*

            Sungguh sebuah kejutan bagi keluarga Wagner. Siapa yang menyangka jika kedua tetua keluarga ini tiba-tiba berada di rumah anak sulungnya. Sore itu Lili dikejutkan dengan suara ketukan pintu kamarnya. Gadis itu kemudian bergegas membuka pintu dan terkejut mendapati kedua kakek neneknya tengah berdiri seraya merentangkan tangan mereka.

            Tak ada yang tau jika kedua tetua keluarga Wagner itu pergi ke Indonesia, bahkan kedua orang tua Lili sekalipun. Memang karena pada dasarnya keduanya tak mengabari siapa pun jika akan berkunjung ke Indonesia.

            Kedua orang tua Lili pun ikut terkejut saat pulang bekerja mendapati keduanya tengah duduk di ruang tamu sambil berbincang ringan dengan Lili.

            Akhirnya mereka memilih untuk makan malam di luar sebab ingin memasak pun sudah terlalu malam. Makan malam kali ini mungkin terlihat lebih mewah sebab biasanya keluarga Lili lebih memilih makan malam di restaurant asia.

            Kelimanya kini tengah menyantap steak dan juga spagetti yangg tertata rapih di hadapan mereka. Mereka pun terlihat menikmati makanan yang disajikan oleh pelayan.

“Lili, bagaimana dengan hari pertamamu di sekolah?” tanya kakek Lili yang terlihat tengah menyantap spagetti miliknya.

“Menyenangkan tentunya, aku duduk bersebelahan dengan putri dari keluarga Maccario, Daelyn. Di hari pertama ini kami berdua cukup dekat, Lyn bahkan mengenalkan putri keluarga Wagindra, Earlane.” jawab Lili.

“Syukurlah kalau kamu mendapatkan teman yang baik Lili, kakek hanya takut jika kamu mendapatkan teman yang buruk di sekolah.”

“Ayolah kek, ini sekolah milik keluarga kita loh, jadi tidak mungkin hal itu terjadi. Toh sekolah kita juga punya tim penyeleksi khusus kan? Kakek dan nenek tidak perlu khawatir soal itu.”

“Lili benar ayah, jangan terlalu khawatir mengenai lingkungan sekolah. Aku sendiri sudah membentuk tim penyeleksi khusus sejak awal sekolah berdiri untuk mengatasi masalah ini.” ujar Tuan Wagner.

“Baiklah-baiklah, aku percaya padamu son, tapi jika cucuku kenapa-kenapa, kau yang akan bertanggung jawab atas itu.”

Ja Papa, ich verstehe (Ya ayah, aku paham).”

“Baguslah.”

“Sudah-sudah, kenapa kalian berdua terus seperti ini huh? Papa, berhenti mengomel dan makan makananmu.” sela Nyonya tua Wagner.

“Iya-iya, kenapa jadi aku yang dimarahi begini?”

“Salah ayah sendiri.”

“Kamu juga mas, makan dulu, ngomel-ngomelnya nanti lagi. Liat tuh Lili, sudah hampir habis makanan dia, sedangkan kamu, separuh saja belum.”

“Astaga sayang, kenapa aku juga kena omel.”

“Terserah kamu saja mas.”

            Malam itu menjadi malam hangat nan panjang bagi kelimanya. Berkumpul kembali setelah sekian lama, meskipun harus makan malam diluar, namun tetap saja aura keharmonisan mereka terpancar kuat, membuat orang-orang yang berada disekitarnya menatap iri.

@cf

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Si Neng: Cahaya Gema
95      85     0     
Romance
Neng ialah seorang perempuan sederhana dengan semua hal yang tidak bisa dibanggakan harus bertemu dengan sosok Gema, teman satu kelasnya yang memiliki kehidupan yang sempurna. Mereka bersama walau dengan segala arah yang berbeda, mampu kah Gema menerima Neng dengan segala kemalangannya ? dan mampu kah Neng membuka hatinya untuk dapat percaya bahwa ia pantas bagi sosok Gema ? ini bukan hanya sede...
The Sunset is Beautiful Isn't It?
734      397     11     
Romance
Anindya: Jangan menyukai bunga yang sudah layu. Dia tidak akan tumbuh saat kamu rawat dan bawa pulang. Angkasa: Sayangnya saya suka bunga layu, meski bunga itu kering saya akan menjaganya. —//— Tau google maps? Dia menunjukkan banyak jalan alternatif untuk sampai ke tujuan. Kadang kita diarahkan pada jalan kecil tak ramai penduduk karena itu lebih cepat...
My Soulmate Coco & Koko
3798      1432     0     
Romance
Menceritakan Isma seorang cewek SMA yang suka dengan hewan lucu yaitu kucing, Di hidupnya, dia benci jika bertemu dengan orang yang bermasalah dengan kucing, hingga suatu saat dia bertemu dengan anak baru di kelasnya yg bernama Koko, seorang cowok yang anti banget sama hewan yang namanya kucing. Akan tetapi mereka diharuskan menjadi satu kelompok saat wali kelas menunjuk mereka untuk menjadi satu...
Lebih Dalam
109      94     2     
Mystery
Di sebuah kota kecil yang terpencil, terdapat sebuah desa yang tersembunyi di balik hutan belantara yang misterius. Desa itu memiliki reputasi buruk karena cerita-cerita tentang hilangnya penduduknya secara misterius. Tidak ada yang berani mendekati desa tersebut karena anggapan bahwa desa itu terkutuk.
Le Papillon
1790      822     0     
Romance
Victoria Rawles atau biasa di panggil Tory tidak sabar untuk memulai kehidupan perkuliahannya di Franco University, London. Sejak kecil ia bermimpi untuk bisa belajar seni lukis disana. Menjalani hari-hari di kampus ternyata tidak mudah. Apalagi saat saingan Tory adalah putra-putri dari seorang seniman yang sangat terkenal dan kaya raya. Sampai akhirnya Tory bertemu dengan Juno, senior yang terli...
Violet, Gadis yang Ingin Mati
3280      1270     0     
Romance
Violet cuma remaja biasa yang ingin menikmati hidupnya dengan normal. Namun, dunianya mulai runtuh saat orang tuanya bercerai dan orang-orang di sekolah mulai menindasnya. Violet merasa sendirian dan kesepian. Rasanya, dia ingin mati saja.
House with No Mirror
305      225     0     
Fantasy
Rumah baru keluarga Spiegelman ternyata menyimpan harta karun. Anak kembar mereka, Margo dan Magdalena terlibat dalam petualangan panjang bersama William Jacobs untuk menemukan lebih banyak harta karun. Berhasilkah mereka menguak misteri Cornwall yang selama ini tersembunyi?
Tanpa Kamu, Aku Bisa Apa?
60      48     0     
Romance
Tidak ada yang pernah tahu bahwa pertemuan Anne dan Izyan hari itu adalah hal yang terbaik bagi kehidupan mereka berdua. Anne tak pernah menyangka bahwa ia akan bersama dengan seorang manager band indie dan merubah kehidupannya yang selalu menyendiri menjadi penuh warna. Sebuah rumah sederhana milik Anne menjadi saksi tangis dan canda mereka untuk merintis 'Karya Tuhan' hingga sukses mendunia. ...
Marry
795      362     0     
Fantasy
Orang-orang terdekat menghilang, mimpi yang sama datang berulang-ulang, Marry sempat dibuat berlalu lalang mencari kebenaran. Max yang dikenal sebagai badut gratis sekaligus menambatkan hatinya hanya pada Orwell memberi tahu bahwa sudah saatnya Marry mengetahui sesuatu. Sesuatu tentang dirinya sendiri dan Henry.
Kanvas Putih
100      88     0     
Humor
Namaku adalah Hasywa Engkak, yang berarti pengisi kehampaan dan burung hitam kecil. Nama yang memang sangat cocok untuk kehidupanku, hampa dan kecil. Kehidupanku sangat hampa, kosong seperti tidak ada isinya. Meskipun masa depanku terlihat sangat tertata, aku tidak merasakannya. Aku tidak bahagia. Wajahku tersenyum, tetapi hatiku tidak. Aku hidup dalam kebohongan. Berbohong untuk bertahan...