“Aaaaarrrrgghhhh……” semua berteriak di dalam portal waktu.
Dengan genggaman yang semakin erat, mereka diperlihatkan potongan-potongan kejadian yang telah mereka lalui bersama saat memecahkan teki-teki dari kotak ajaib. Sebuah kelereng hijau muda sebesar bola basket melintas lalu diikuti wajah Paton yang tersenyum di depan tugu khatulistiwa. Lalu kelereng pink melintas, muncul wajah Mary yang tersenyum seraya mengucapkan terima kasih dan ia terlihat begitu sehat. Setelahnya, melintas kelereng berwarna kuning terang disusul wajah Jacob yang ramah. Alsa dan teman lainnya mulai terdiam dan tertegun. Kemudian melintas di depan mereka kelereng berwarna hitam berbintik emas dan setelahnya muncul wajah Khawla di depan Ka’bah yang agung.
“Khawla…” Arum lirih menyebut nama wanita Arab itu. Ia sangat sentimental.
Tak lama muncullah kelereng berwarna coklat susu lalu gambar wajah Donita yang begitu terlihat bahagia dengan kedai pizzanya yang ramai. Alsa mulai menggigit bibirnya menahan haru. Pemandangan setelahnya berganti dengan kemunculan kelereng besar berwarna merah berbintik emas, dan sebuah pemandangan istana terlarang dengan pintu besar dan telur-telur emas menghiasinya. Indira dan Ovi tersenyum melihat kenangan di negara tirai bambu tersebut. Terlebih Ovi karena ia sempat merasa melihat sosok Kiki berada di sana. Belum selesai semua kenangan itu melintas. Kelereng ungu yang berbintik emak nan cantik melintas, dan diikuti wajah seorang artis Korea yang menawan dan tersenyum hangat bagai seorang sahabat. Yang lain tak ada yang mengetahui peristiwa itu karena saat itu hanya Alsa yang mengalaminya.
“Star…” Alsa lirih menyebut lelaki Korea itu.
Wajah itu berlalu, berganti dengan kelereng berwarna jingga. Setelahnya muncul wajah Aishawa-chan bersama ayah, ibu dan adiknya. Mereka terlihat bahagia sebagai keluarga yang utuh. Tak lama berselang, muncul kelereng biru metalik di depan Alsa dan teman lainnya. Lalu sebuah bangunan kembar yang megah terpampang di hadapan mereka. Kali ini, mereka melihat wajah-wajah mereka sendiri di sana dan sesosok wajah yang sangat mereka kenal dengan pakaian yang sama, sedang kebingungan mencari teman-temannya.
“Kiki…!!! Kiki…!!” teriak kelima remaja itu bersamaan seolah memanggil sahabatnya agar menoleh ke arah mereka.
Namun yang terjadi justru ke-sembilan kelereng tadi berputar-putar mengelilingi mereka, potongan-potongan peristiwa yang tadi muncul pun ikut berputar lalu menghilang. Dan… “Aaaarrrgggghhhh……” semuanya tak sadarkan diri.
Di sebuah taman kota yang tak terlalu ramai, kelima remaja itu terduduk di bawah pohon yang teduh. Mereka kembali ke tempat di mana saat kotak ajaib memberikan teka-teki pertama kalinya. Alsa yang pertama kali terbangun, langsung membangunkan Ovi dan teman lainnya.
“Kita di Malaysia lagi,” ucap Alsa yang menyadari lokasi tempat ia terdampar.
“Ayo cepat, kita cari Kiki!” seru Ovi mengajak yang lainnya.
Tanpa bertanya dan pikir panjang, semuanya bangun dan langsung berlari ke arah sebuah jembatan kayu yang berada di depan menara kembar. Sambil memanggil-manggil nama temannya yang hilang. Semua orang yang berpapasan dengan mereka terlihat bingung, bahkan ada yang menghampiri Indira untuk melaporkan saja kepada pihak keamanan agar dapat segera menemukan Kiki.
“Tunggu,” Ovi menahan teman-temannya. “Terakhir kita sadar kalau Kiki terpisah itu waktu di atas jembatan…”
“Kita ke sana langsung aja,” Yanu mengusulkan.
“Jangan dulu!” Alsa mencegahnya. “Mungkin kita terpisah sewaktu antri di depan lift sebelum naik ke lantai 41…”
“Iya, bisa jadi. Waktu itu di sana ramai dengan rombongan dari sekolah kebangsaan,” Indira mencoba mengingat-ingat kejadian terakhir terpisah dari Kiki.
“Ayo kita ke sana!” Ovi langsung ambil ancang-ancang.
“Tunggu Vi…” Yanu tergopoh-gopoh mengekor Ovi di belakang Arum.
Semuanya berlari ke Menara Petronas dengan harapan yang begitu besar. Sambil tetap waspada, Alsa memperhatikan sekelilingnya. Ia merasakan dejavu, seolah pernah melihat kondisi yang sama persis dialami sebelumnya. Orang-orang yang dilalui dan banner-banner di sisi kanan-kiri pintu masuk gedung kembar, sama persis. Saat, ia memasuki gedung pun ia masih ingat betul semua hiasan-hiasan yang terpasang, sama persis. Dan begitu ia sampai di depan meja pusat informasi, ia pun melihat seorang petugas yang kala itu ia temui.
“Ovi, aku rasa kita kembali ke waktu yang sama seperti kita datang saat itu.” Mendengar ucapan Alsa, Ovi pun melihat sekelilingnya.
“Iya betul, Al. Ayo kita mulai dari sini. Gimana kalau kita berpencar supaya lebih gampang mencarinya?”
“Jangan, Vi. Aku ga mau kalau kita ada yang terpisah lagi.”
“Kita telepon Kiki aja,” usul Indira. Yang lain langsung menyetujuinya.
Ovi dengan sigap mengeluarkan ponsel di kantongnya lalu mencari nomor kontak Kiki. Namun sayangnya, begitu panggilan mulai berdering tiba-tiba ponsel Ovi mati karena habis baterai. Yanu dan Arum terlihat kecewa dan sedih, tetapi Indira langsung mengambil alih mencoba menghubungi Kiki. Saat panggilan diangkat oleh penerima, tiba-tiba panggilan terputus. Alsa terkejut dan melihat sebuah kalimat muncul di layar ponselnya yang bergetar.
Bola mimpi dan harapan memberi arti.
Yang terpilih akan mengakhiri dengan sebuah jawaban.
Waktu yang telah terjadi tak akan berputar kembali.
“Sepertinya kamu yang harus mencari Kiki, Al…” ucap Arum sambil menepuk bahu Alsa. Yang lainnya memandang Alsa dengan penuh harap.
“Baik. Kalian tunggu di sini. Aku akan cari Kiki sampai ketemu.”
Semuanya sepakat lalu Alsa mulai mencari Kiki ke arah sekumpulan murid-murid sekolah kebangsaan. Sambil melihat-lihat sekelilingnya, Alsa mencari sosok Kiki. Begitu mendekati murid-murid tersebut, Alsa tak menemukan Kiki di antara mereka. Alsa mencari lagi kesana kemari, sambil mencoba mencari nomor kontak Kiki di ponselnya. Saat ia ingin melakukan panggilan, tiba-tiba seseorang menepuk bahu Alsa.
“Lho kamu di sini juga?”
“Kak Rasya?!”
“Tadi saya lihat Kiki di sana sendirian, saya pikir dia sama keluarganya. Ternyata sama kamu juga,” ucapan Rasya langsung diberondong pertanyaan Alsa untuk menunjukka lokasi dimana tadi Rasya bertemu Kiki.
“Makasih ya, Kak. Maaf, saya harus buru-buru karena waktunya ga banyak. Permisi…” Alsa langsung pergi meninggalkan Rasya yang masih terheran-heran karena kepanikan Alsa. Tapi ia tak berani mencegahnya karena Rasya memiliki kepentingan lain. Alsa berlari menuju lokasi yang diinfokan Rasya saat ia bertemu dengan Kiki. Dari kejauhan terlihat sesosok gadis kurus berkulit sawo matang sedang berjalan sendiri sambil melihat-lihat sekeliling, mencari teman lainnya. Wajahnya terlihat sedikit panik tapi ia tetap berusaha untuk tetap tenang.
“Kiki…”
“Alsa…!! Kamu jalan kemana sih? Aku hampir saja…” Alsa tak membiarkan Kiki melanjutkan kalimatnya. Ia langsung memeluk Kiki dengan erat.
“Maafin aku ya, Ki…” ucap Alsa sangat terharu telah menemukan Kiki kembali. Lalu ia langsung mengajak Kiki ke tempat yang lainnya berkumpul.
“Kok kamu ganti baju, pake jilbab lagi? Abis belanja yaa ditraktir sama Ovi? Emang jawaban teka-tekinya udah ketemu? Yang lain pada kemana?” Alsa hanya tersenyum mendengar serentetan pertanyaan Kiki, dan tetap berjalan sambil menggandeng tangan Kiki agar tak terpisah lagi. Mereka sedikit berlari karena Alsa teringat bahwa waktunya tak lama. Ia harus segera membawa semua teman-temannya kembali. Lupakan pertemuan singkat dengan Rasya meski dari Rasya-lah ia dapat menemukan Kiki. Dari kejauhan teman-teman Alsa masih terlihat celingak-celinguk mencari sosok Kiki di sekitar mereka.
“Eh, itu Alsa.” Arum yang pertama kali melihat Alsa kembali membuat semuanya langsung menatap ke satu arah dan akhirnya menemukan sosok yang sangat mereka rindukan. “Kiki…!!!!!”
Semuanya berteriak bersamaan dan langsung menghampiri Kiki yang justru terlihat kebingungan karena penampilan teman-temannya berbeda saat pertama sampai di Malaysia, sedangkan Kiki masih menggunakan baju yang sama. Itulah mengapa Alsa sempat merasakan dejavu, ia berpikir bahwa keadaan saat ini memang sama persis seperti saat pertama kali mereka terbawa oleh portal waktu dan sampai di depan taman KLCC. Tanpa berlarut-larut meski Kiki masih bingung dan kalut dengan apa yang dilihatnya, Alsa langsung mengajak semua temannya kembali ke taman dan duduk saling bergenggaman di bawah pohon tempat mereka tadi datang.
“Aku berharap kita kembali dan tidak ada yang terpisah lagi…” ucapan Alsa diamini oleh teman lainnya. Namun setelah terpejam, mereka tidak merasakan apapun. Tak seperti ditarik atau berpindah dalam portal waktu. Alsa dan Ovi membuka mata, mereka melihat sekeliling dan ternyata masih di tempat yang sama.
“Kok kita masih disini, Al?”
“Hm…aku juga ga tau, Vi. Kenapa ya?” Alsa diliputi kegelisahan. Kiki sudah ditemukan tetapi mereka tidak bisa kembali. Ada apa sebenarnya?
“Alsa, apa ada yang salah?” tanya Indira. Alsa mengangkat bahunya.
“Coba periksa HP kamu, Al…”
Alsa baru teringat saat Ovi mengatakan untuk memeriksa ponselnya karena sedari tadi Alsa terburu-buru mengejar waktu, ditambah dengan suasana yang ramai saat mencari Kiki. Begitu ponselnya dikeluarkan, sebuah kalimat masih terpampang di layarnya.
Awal nama akan membuat sebuah kata.
Susunlah menjadi berarti dan ucapkanlah sebagai kunci untuk kembali.
Perjalanan bola mimpi akan terus memberi makna.
Dengan sigap Alsa mengeluarkan selembar kertas dan sebuah pensil dari saku celananya. Ia merapikan jilbabnya yang hampir longgar lalu menuliskan inisial namanya dan teman lainnya: A – I – O – A – Y – K. Setelah menulis semua inisial nama, Alsa mengajak untuk menyusun huruf-huruf itu menjadi sebuah kata. Beberapa kata yang tersusun dari kombinasi konsonan dan vokal. Semua berdiskusi dan menyumbangkan kata kunci. Indira membantu mencari arti dari kata-kata yang telah tersusun, namun tak semuanya memiliki arti. Dari semua kata yang berhasil mereka susun akhirnya mereka sepakat memilih satu kata yang akan mereka ucapkan.
“Oke… Kita coba kata yang ini ya. Semoga berhasil…” Alsa mengajak teman lainnya dan semuanya mengangguk. Lalu semuanya kembali saling menggenggam.
“AKOIYA…!!!”
Seketika keenam remaja pemberani tersebut terhisap oleh portal waktu dan kembali ke tempat semula. Kata yang mereka ucapkan adalah kata kunci yang dapat membawa mereka kembali. Akoiya yang berarti pemimpin yang baik dan anggun, layaknya Alsa yang begitu bertanggung jawab, menyayangi teman-temannya dan juga cerdas. Dengan kerjasama dan rasa saling menghargai, Alsa dan teman-teman berhasil menyelesaikan misi dari kotak ajaib. Mereka juga dapat bertemu kembali dengan Kiki yang terpisah berhari-hari. Namun ada beberapa yang hal yang masih mengganjal. Bagaimana mungkin sewaktu bertemu Kiki di Malaysia, mereka kembali ke waktu saat pertama tiba di Malaysia. Selain itu, kenapa bisa ada Rasya di Malaysia juga. Ah, misteri ini memang tak pernah ada habisnya.
“Akhirnya…kita semua bisa kembali,” Yanu menghempaskan tubuh gempalnya di sofa.
“Alhamdulillah…” Alsa dan Indira mengucap syukur bersamaan. Alsa terlihat lega dan tersenyum bahagia melihat Kiki yang kini sudah berada di samping Ovi kembali. Bahkan Ovi sampai berkali-kali memeluknya meski Kiki masih diliputi kebingungan.
“Nanti ya Ki. Aku akan ceritakan semuanya dari awal sampai akhir,” janji Ovi pada sahabatnya. “Aku mau istirahat dulu sebentar. Dan…harus mikir beli apa buat mama kamu.”
“Buat mamaku? Memangnya mamaku minta dibelikan apa? Oleh-oleh? Kan kita ga perginya cuma sebentar dan ga belanja-belanja di Malaysia…”
“Ssssttt…berisik ah. Sabar, nanti juga dijelasin semuanya. Please, I need to have a rest for a minute…” Ovi mengeluhkan Kiki yang masih penasaran karena semua pertanyaan Kiki hanya direspon senyuman oleh teman-temannya. Tetapi, Ovi bersedia bertanggung jawab dan menyelesaikan urusan Kiki sampai tuntas ke tangan mamanya.
Alsa sangat bersyukur dapat melalui semua teka-teki dari kelereng kotak ajaib bersama teman-teman yang hebat. Hampir saja ia tak percaya diri karena beberapa temannya mundur tak mau ikut berpetualang, tetapi rasa peduli terhadap sesama dan juga dukungan teman lainnya membuat Alsa tetap yakin akan menyelesaikan semuanya sesuai harapan.
***
“Ovi, apa kamu sudah bertemu mamanya Kiki? Beliau bilang apa?” Alsa penasaran dengan cara Ovi menyelesaikan urusan dengan orangtua Kiki karena sebelumnya mereka beralasan bahwa Kiki pergi berlibur dengan Ovi.
“Aman, Al… Mamanya ga bilang apa-apa. Aku bawakan beberapa hadiah kecil. Yaa anggaplah oleh-oleh dari Malaysia.”
“Terus, Kiki gimana?”
“Aku sudah cerita semuanya sama dia. Yaa begitulah… Dia sih angguk-angguk, tapi ga tau juga sebenarnya dia paham atau pura-pura.”
“Mungkin besok aku akan bicara juga sama dia tentang apa yang terjadi. Biar dia lebih yakin,” ujar Alsa saat menelepon Ovi malam harinya.
“Besok setelah bagi rapor, kita kumpul aja di samping kantin sekolah atau di aula. Gimana, Al?”
“Boleh. Sampai ketemu besok ya.”
Tak lama setelah Alsa selesai menelepon Ovi, beberapa penanda pesan masuk ke ponsel Alsa. Ia membuka satu per satu dan diantaranya ada pesan WA dari Rasya. Alsa mengernyitkan keningnya. Sejenak ia terpikir tentang pertemuan singkatnya dengan Rasya saat ia mencari Kiki di menara kembar.
Al, maaf ganggu. Makasih ya udah mengajak aku berpetualang. Akhirnya Kiki bisa ketemu lagi.
Iya, Ra. Sama-sama. Ini semua juga karena kalian.
Btw, kotak ajaib itu sekarang gimana? Apa masih berubah-ubah warna?
Aku belum lihat lagi, Ra. Ada di lemari. Mau relax dulu.
Rencananya mau tetap disimpan atau gimana? Sorry kepo.
Pertanyaan Indira melalui WA itu mengusik Alsa. Akhirnya ia membuka lemarinya dan melihat si kotak ajaib antik yang bersinar merah itu. Alsa menghela napas.
Biarin dulu aja deh. Mungkin nanti mau aku taruh di suatu tempat. Tapi ga tau dimana. Belum kepikiran. Apa kamu mau simpan kotaknya, Ra?
Wah kalau itu tawarannya, maaf, aku menolak. Kamu aja yang simpan ya. Hehehehee…
Ra, soal aku ketemu Kak Rasya di sana, jangan cerita ke teman lainnya ya. Aku juga masih bingung. Mau coba pastikan dulu apa benar itu Kak Rasya atau bukan.
Lho emangnya kenapa?
Kalau sampai itu benar Kak Rasya, trus nanti dia cerita sama Mas Alfa kalau ketemu aku di Malaysia, kan bisa gawat nih!
Indira siap sedia untuk menjaga rahasia tentang Rasya yang muncul dalam petualangan mencari Kiki. Ia pun sempat mengingat-ingat lagi saat Rasya ke rumahnya untuk mengambil buku yang mau dipinjam dari kakaknya. Rasya tak menanyakan apa-apa tentang pertemuan singkatnya di Malaysia. Ia hanya terkejut melihat penampilan Alsa yang berbeda. Tetapi kali ini Rasya mengirim pesan padanya bahwa besok ia mau bertemu Alsa untuk sebuah rencana kegiatan yang akan dilakukan di akhir tahun ajaran. Alsa agak khawatir kalau nanti Rasya mengkonfirmasi tentang kejadian mereka berpapasan di KLCC. Apa yang harus Alsa jelaskan?
***
Pengambilan rapor semester ganjil akhirnya tiba. Alsa dan teman lain datang bersama orangtua masing-masing ke kelas mereka. Hasil belajar di kelas IX semester ganjil cukup memuaskan. Terlebih petualangan mereka di minggu terakhir sebelum pembagian rapor. Petualangan yang seru, penuh cerita bahagia, sedih, dan menegangkan. Meskipun harus berkorban untuk tidak masuk sekolah dan mereka terpaksa beralasan yang tidak jujur, tetapi semua dilakukan demi menjaga kerahasiaan misteri kotak ajaib yang akhirnya berhasil mereka taklukan.
“Gimana nilai kamu, Ki?” Ovi bertanya ke teman-temannya setelah orangtua mereka semua kembali ke rumah, dan mereka tetap berkumpul di sekolah.
“Lumayan… Kamu sendiri gimana?” tanya Kiki pada Ovi, dan hanya dibalas dengan acungan jempol yang menandakan nilainya bagus.
“Al, selamat ya. Kamu dapat ranking 1 semester ini.”
“Makasih, Vi. Selamat juga buat kamu yang dapat peringkat 2,” Alsa menjabat tangan Ovi dengan ramah. Dahulu mereka seperti air dan minyak. Tetapi setelah petualangan dengan kotak ajaib kini mereka seperti sahabat. Dua remaja yang cerdas dan penuh semangat, saling percaya dan saling menguatkan untuk menyelesaikan setiap tantangan. “Oh iya, tentang kotak ajaib. Kalian sepakat kalau aku taruh di tempat itu?”
“Iya. Aku setuju,” jawab Indira.
“Aku juga,” Arum dan Yanu menjawab bersamaan.
“Kalau aku sih terserah Ovi aja,” Kiki tetap menjadi pengikut sejati Ovi. Namun Alsa tetap menghargainya. Akhirnya Alsa dan Indira bersama-sama membawa kotak ajaib yang telah mereka masukkan dalam sebuah tas kertas ke sebuah kebun di belakang sekolah yang berdekatan dengan sungai kecil.
“Hh…akhirnya misi kita selesai.”
“Iya, Ra. Terima kasih ya sudah mau menemani aku dari awal menemukan ini sampai kita berpisah dengan benda ini.” Indira merangkul Alsa dengan hangat. Lalu mereka kembali ke sekolah karena Alsa harus menghadiri sebuah rapat kecil.
Begitu Alsa sampai di depan aula sekolah, ia sempat kebingungan karena tidak ada tanda-tanda akan ada sebuah rapat. Di sana sepi, bahkan pintu aula pun terkunci. Ia memutuskan untuk menghubungi Rasya, tetapi belum sempat mengirim pesan ternyata ada sosok yang menegurnya dari belakang.
“Alsa, maaf kamu jadi menunggu sendiri di sini.”
“Eh, ga apa-apa, Kak. Rapatnya ga jadi ya?” Alsa bertanya, harap-harap cemas.
“Ga ada rapat, Al.”
“Lho, kan katanya mau membahas agenda kegiatan…” belum selesai Alsa bicara, Rasya memberikan sebuah bungkusan. Ia terkejut. Sebuah tas kertas mirip seperti pembungkus kotak ajaib kini ada di tangan Rasya dan diberikan padanya. Alsa mematung tak berkedip.
“Ini, untuk kamu.”
“I…i…ini apa ya?” Alsa gugup menerima bungkusan itu.
“Hm…cuma hadiah kecil. Semoga kamu suka ya.”
“Tapi aku kan ga ulang tahun hari ini…”
“Kasih hadiah kan ga harus saat ulang tahun,” jawab Rasya singkat. Alsa tak bisa berkata-kata lagi dan kini ia mulai tersipu.
“Terima kasih ya, Kak.” Kalimat Alsa hanya direspon dengan senyuman.
“Kamu masih mau berkumpul sama teman-teman kamu?”
“Hm…ga. Mereka semua sudah pulang.”
“Ya sudah. Aku antar kamu pulang ya. Sekalian aku mau kembalikan bukunya Alfa.”
Alsa tak bisa menolak tawaran Rasya. Yaa hitung-hitung irit ongkos ojek online. Namun Alsa sangat canggung karena ia tidak pernah dibonceng motor dengan laki-laki lain selain kakak-kakaknya dan supir ojek. Semoga saja Ovi dan yang lainnya tidak melihat kalau mereka naik motor bersama. Ah, Rasya bisa saja mengambil kesempatan untuk mencoba akrab dengan adik temannya. Alsa yang masih terpikir dengan bingkisan tadi mencoba tetap tenang dan stabil di atas motor Rasya, meski jantungnya berdegup cepat.
***