Read More >>"> Miracle of Marble Box (Persami Akhir Semester) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Miracle of Marble Box
MENU
About Us  

Hari terakhir ujian terasa berbeda dari biasanya karena Alsa dan teman-teman akan mengikuti kegiatan perkemahan Sabtu-Minggu (Persami) sebagai kegiatan akhir semester ganjil. Mereka begitu antusias sebab semester depan mereka harus berjibaku untuk persiapan ujian kelulusan dan mendaftar ke sekolah lanjutan. Persami kali ini berbeda karena lokasinya bukan di lapangan belakang sekolah tapi di kaki gunung. Pastinya memerlukan persiapan yang matang dan harus lebih siap mental.  

“Mohon perhatikan instruksi dari kakak pembina kalian ya,” seru Bu Dian, wali kelas IX-D sembari menenangkan kondisi kelas yang mulai riuh. Bagaimana tidak? Ada seorang lelaki muda tampan yang berdiri di samping ibu guru lengkap dengan seragam pramukanya.

“Baik, adik-adik. Perkenalkan nama saya Rasya Fabian Buana. Saya yang akan menjadi kakak pembina khusus kelas IX C dan D di Persami nanti,” kalimat perkenalan dari Rasya disambut tepuk tangan dan seruan kegembiraan yang menggelora. Bu Dian memberikan isyarat kepada anak-anak untuk tenang dan tetap memperhatikan kakak pembina tersebut. Rasya melanjutkan informasi seputar Persami, “silakan kalian mencatat informasi yang akan saya berikan.”

Alsa dan Indira yang duduk sebangku tampak bersiap mencatat, namun Ovi masih saja berceloteh tentang keterpesonaannya terhadap Rasya. “Aduuhh ga sabar deh Persami bareng kakak ganteng.”

“Huuuu Ovi… Huuuu…!” sorak teman-teman lain menyindir Ovi.

“Kak Rasya, maaf ya nanti pas Persami aku ga bisa dekat api unggun,” ucap Kiki yang duduk di samping Ovi.

“Oh, kenapa? Kamu takut api ya?” tanya Rasya agak khawatir.

“Ga juga sih. Aku cuma takut terbakar api asmara karena ada Kak Rasya,” jawabnya nyeleneh dan membuat seluruh isi kelas kembali ramai. Rasya hanya tersenyum simpul, lalu Bu Dian kembali menyuruh anak-anak untuk diam.

Alsa yang sudah siap mencatat merasa terganggu dengan candaan teman-temannya, dia sedikit merengut kesal. Indira mencoba menenangkan Alsa dengan menepuk pelan bahunya. “Sabar aja, Al. Mudah-mudahan kita ga satu kelompok sama mereka.”

Selain perlengkapan yang harus dipersiapkan untuk Persami, Rasya juga menginfokan tentang pembagian kelompok yang akan tidur dalam satu tenda. “Untuk tenda 5, personelnya adalah Ovi, Kiki, Arum, Yanu, Indira, dan… Alsa.”

Ovi terlihat begitu senang karena sekelompok dengan teman-teman dekatnya – Kiki dan Yanu. Tetapi, Alsa, Indira, dan Arum justru terlihat sedikit kecewa. Mereka kurang cocok untuk berkelompok dengan Ovi dan teman-temannya. Meskipun Ovi pintar dan pemberani, tetapi dia suka mau menang sendiri. Alsa merasa sedikit khawatir, namun seketika menjadi lega begitu Rasya menyatakan bahwa Alsa yang dipilih untuk menjadi ketua kelompok. Berarti ia yang lebih berhak menentukan tugas-tugas anggota kelompoknya.

“Untuk para ketua kelompok, tolong jaga kesehatan dan persiapkan mental kalian ya karena kalian juga harus bertanggung jawab atas anggota kelompok kalian. Setelah ini kalian akan ada briefing tersendiri di ruang OSIS,” perintah Rasya.

“Siap Kak!” jawab Alsa dan empat teman lainnya.

Setelah bel pulang sekolah, Alsa berjalan cepat bergegas menuju ruang OSIS dan hampir saja menabrak sosok berbaju serba coklat.

“Maaf Kak. Maaf, saya terburu-buru,” ucap Alsa.

“Ga apa-apa kok. Kamu mau ke ruang OSIS ya? Bareng saja yuk.” Alsa hanya mengangguk sambil terus melangkah.

Sampai di ruang OSIS, Alsa duduk bersama dengan teman lain yang bertugas menjadi ketua kelompok dari kelas yang berbeda, siap untuk mendengar pengarahan dari Ketua Persami. Seperti biasa, Alsa sigap mencatat segala informasi penting yang diberikan dan mendengarkan dengan seksama jika ada pertanyaan dari teman lainnya. Selama briefing Alsa begitu serius dan fokus dengan informasi yang diberikan tanpa disadari bahwa Rasya sedang memperhatikannya. Ketika briefing selesai, saat Alsa sedang memesan ojek online untuk pulang ke rumah, Rasya memanggilnya.

“Alsa, kamu bisa bantu saya ga?”

“Bantu apa ya, Kak?”

“Untuk acara penutupan nanti kan ada pentas seni dari tiap kelas. Konsep acaranya sudah saya susun, tinggal nanti dikomunikasikan dengan teman-teman yang lain. Nah, saya minta kamu untuk bantu saya. Bisa ya?” pinta Rasya ke Alsa.

“Saya usahakan Kak,” jawab Alsa singkat.

“Boleh saya minta nomor WA kamu? Supaya saya bisa kirim konsep acaranya dan bisa dipersiapkan sebelum Persami di sana.” Alsa bertukar nomor kontak dengan Rasya. Lalu tak lama Alsa izin untuk pulang karena ojek online-nya sudah menunggu di depan sekolah.

***

Alsa Fathin Yasmeera, memang sudah terdidik menjadi remaja yang mandiri. Meskipun ia anak bungsu, namun orangtuanya tidak memanjakan ia sedari kecil. Selain pintar, ia pun dikenal sebagai remaja yang supel dan suka tantangan. Beberapa kompetisi pernah ia ikuti, dari lomba kebahasaan, lomba menari, hingga lomba peragaan busana. Tak harus menjadi seorang pemenang, tetapi pengalaman yang ia cari untuk lebih mengasah kemampuan dan kepercayaan diri. Ia pun senang mengeksplorasi hal-hal baru untuk menambah pengetahuannya. Selain menerapkan kedisiplinan dan juga kejujuran, orangtua Alsa begitu peduli dengan pendidikan dan cita-citanya, sehingga mereka selalu mendukung kegiatan positif Alsa.

Sejak menjadi siswa SMP Cakrawala Ilmu, Alsa sudah berteman baik dengan Indira meskipun mereka berbeda kelas. Indira Sukma adalah remaja yang sederhana, sedikit pendiam, sabar, namun tangannya sangat terampil. Ia senang dengan hal-hal yang berhubungan dengan kerajinan tangan ataupun menggambar. Hasil goresan tangannya dalam sketsa gambar atau lukisan begitu indah dan memukau, bahkan Alsa beberapa kali sempat meminta dilukiskan sebuah obyek pemandangan lalu dipajang di kamarnya agar ia bisa merasakan seolah-olah berasa di tempat tersebut.

Berbeda dengan Alsa dan Indira, Olivia Putri Hutomo atau yang lebih akrab dipanggil Ovi adalah potret remaja kekinian. Ia memang berasal dari keluarga yang mapan. Anak tunggal dari seorang direktur bank ternama dan pengelola sebuah butik pakaian wanita. Orangtuanya memberikan fasilitas lengkap untuk menunjang keseharian Ovi. Meskipun ia termasuk anak yang pintar namun ia kurang begitu disenangi oleh beberapa teman. Karakternya yang blak-blakan, berbuat sesuka hati, dan terkadang mau menang sendiri selalu menjadi halangan bagi teman-teman jika harus berkelompok dengannya. Ovi pun tak malu untuk berdekatan dengan lawan jenis bahkan untuk menggodanya. Baginya semua itu adalah hal yang biasa.

Rizki Damayanti atau yang biasa dipanggil Kiki adalah teman yang sefrekuensi dengan Ovi. Kiki senang berteman dengan Ovi karena ia sering mentraktir dan mengajaknya jalan-jalan. Sebagai anak dari orangtua yang bercerai dan berasal dari keluarga yang sederhana, Kiki yang memang membutuhkan perhatian lebih. Ibunya bekerja sebagai kasir di sebuah restauran, sedangkan ayahnya hanya menghasilkan banyak hutang karena kalah berjudi, lalu pergi meninggalkan ia dan ibunya. Berteman dengan Ovi setidaknya ia bisa ikut merasakan bagaimana jadi anak orang kaya dan pastinya bisa tenar juga di sekolah.  

Sehari sebelum Persami, Alsa sudah mempersiapkan segala keperluannya. Tak lupa ia juga mempersiapkan hal-hal yang mungkin akan diperlukan di sana. Alsa memang begitu teliti tentang hal-hal kecil bahkan terkadang untuk sesuatu yang terkadang tidak diduga. Ia terbiasa mempersiapkan dengan baik karena ayah dan bundanya memang sering dinas keluar kota, jadi ia pun terbiasa melihat persiapan orangtuanya jika harus berada di luar kota yang jauh dari keluarga dan mungkin jauh dari tempat-tempat darurat.

“Gimana persiapan kalian?” tanya Alsa ke teman-teman sekelompoknya.

“Oh aku mah udah beres. Mama udah siapin semuanya di tas yang bakal aku bawa. Pokoknya aman,” jawab Kiki menggampangkan.

“Kalau aku nih, yang jelas harus bawa cemilan yang banyak. Kacang, mie instan, keripik, permen. Biar ga kelaparan,” imbuh Yanu yang memang hobi ngemil.

“Kamu mau Persami apa perbaikan gizi, Nu?” tanya Ovi. “Persami itu harus toleransi dan berbagi. Jadi yang pada bawa cemilan banyak, bagi-bagi aku ya hehehe,” canda Ovi.

“Kalian jangan becanda aja. Kali ini lokasi Persami itu di alam terbuka. Baiknya perlengkapan untuk keadaan darurat juga harus dipersiapkan. Obat-obatan yang biasa kalian pakai juga harus dibawa karena belum tentu obat-obatan yang disediakan panitia itu cocok dengan kalian.” Alsa mencoba menjelaskan kepada teman-temannya.

Sebagai ketua kelompok, Alsa mempersiapkan sebaik mungkin segala keperluan untuk Persami. Ia membagi tugas agar semua anggota kelompoknya memiliki tanggung jawab yang sama. Selain itu, Alsa juga harus mengurus persiapan pentas seni perwakilan dari kelasnya dan mengatur acara pentas seni saat di lokasi Persami. Ia berdiskusi dengan Rasya dan juga berlatih dengan teman lain untuk menampilkan kreasinya.

“Caca dan Indira, aku minta tolong untuk membuat bunga kelapa ya. Mm..kira-kira 12 batang. Jadi nanti tiap penari bawa sepasang bunga kelapa,” pinta Alsa ke teman-temannya yang memang terampil dalam membuat kerajinan.

“Oke Al. Apa lagi yang sekiranya diperlukan?” Caca siap membantu.

“Kita perlu selendang, Al. Apa teman-teman punya?” tanya Indira.

“Aku punya sih tapi cuma ada dua. Kira-kira ada lagi ga yang punya selendang?” tanya Alsa ke teman lain di kelasnya. Beberapa teman mulai mengingat-ingat tentang selendang yang dimiliki dan bersyukur sekali ada lima orang yang siap membawa selendang untuk dipinjamkan. Alsa dan empat orang ketua kelompok lain di kelasnya saling bekerjasama untuk menampilkan kreatifitas seni dari kelas IX-D. Mereka akan menampilkan tari daerah Betawi. Urusan musik, penari, kostum, sampai gerakan tarian mereka konsep bersama. Namun, Ovi dan Kiki hanya sibuk ngobrol berdua.

“Nanti pas lagi mencari petunjuk di hutan, aku pengen pura-pura keseleo ah biar nanti ditolongin sama Kak Rasya,” Kiki membuat skenerio palsu untuk mencari perhatian Rasya.

“Ah itu mah udah biasa. Pakai cara lain dong, yang anti-mainstream,” ucap Ovi. Kiki mengernyitkan kening seraya berpikir. “Kalau aku sih, mau selipkan kacu di bawah tenda. Trus, aku bilang sama dia kalau kacuku hilang entah kemana. Trus, dia pasti bakal bantu cari atau mungkin dia akan pinjemin kacunya buat aku. Sweet kan?”

“Ovi, Kiki, ayo bantu-bantu dong jangan ngobrol aja,” perintah Alsa memotong obrolan Ovi dan Kiki yang sedang merencanakan taktik untuk mencari perhatian kakak pembinanya.

“Emangnya yang lain ga bisa bantuin apa? Kan tugas kita udah selesai. Peralatan yang harus disiapkan juga udah beres. Apa lagi?” tanya Kiki sewot.

“Ki, ini ada yang tetap harus kita kerjakan bareng-bareng untuk persiapan pentas seni dari kelas kita. Kamu kan ga kebagian tampil di panggung, ya setidaknya bantu-bantu untuk buat hiasan atau apalah. Jangan ngobrol aja,” jawab Alsa yang mulai kesal.

“Lho itu kan tanggung jawab kamu yang terpilih jadi ketua kelompok dan koordinator acara pensi. Kenapa jadi kita yang repot?” komentar Ovi membela Kiki. “Makanya kalau mau deketin Kak Rasya pakai cara yang lain dong. Bukan cari muka, terus malah jadi banyak kerjaannya.” Ovi memang terkenal pintar berkata-kata, tapi kali ini Alsa benar-benar dibuat kesal dengan ucapannya. Akhirnya, Indira mencoba menenangkan teman dekatnya itu supaya tidak terjadi adu mulut yang lebih sengit. Lalu dia meminta bantuan teman yang lain untuk membuat ornamen-ornamen pendukung yang akan dipakai saat pentas seni nanti.

Saat hari Persami tiba, seluruh siswa kelas IX bersiap di lapangan sekolah dengan segala perlengkapan mereka. Alsa pun berkali-kali mengingatkan teman kelompoknya agar tidak ada barang-barang yang tertinggal. Belum lagi ia harus berkoordinasi dengan Rasya terkait perlengkapan untuk pentas seni. Beruntung Alsa sekelompok dengan Indira yang rela membantu untuk memastikan kelompoknya siap sehingga Alsa tidak begitu kerepotan dengan tugas-tugasnya.

Siswa-siswi SMP Cakrawala Ilmu berangkat ke lokasi Persami dengan penuh antusias dan kegembiraan. Mereka bersorak-sorai meneriakkan yel-yel ataupun bertepuk Pramuka dengan semangat. Perjalanan ke lokasi di kaki gunung tidak terasa jenuh ataupun melelahkan. Beberapa siswa membicarakan strategi untuk menyelesaikan misi-misi yang akan dilalui saat kegiatan dari pos ke pos, ada juga yang mendiskusikan tentang malam keakraban, pentas seni, dan sebagainya.

“Kak Rasya, nanti tenda kakak-kakak pembina itu dekat sama tenda-tenda kita ga?” Ovi mulai iseng bertanya.

“Hm… Yang jelas masih di satu lokasi. Memang kenapa?” Rasya balik bertanya.

“Yaa kalau nanti ada masalah jadi kita ga jauh-jauh cari pertolongan.”

“Kalian kan punya ketua kelompok. Kalau ada apa-apa bisa minta bantuan ketua kelompok dulu. Baru jika lebih darurat nanti melapor ke pembina,” Rasya menjelaskan dengan tegas dan berwibawa. Sebenarnya dia tahu bahwa Ovi hanya ingin ngobrol basa-basi saja, tapi dia harus tetap bersikap ramah dan bijak.

Sesampainya di lokasi, seluruh peserta Persami langsung berbaris dalam kelompok dan segera mendirikan tenda. Beberapa memasang gapura, mempersiapkan dapur umum, memasang umbul-umbul penanda regu, hingga memberikan pertolongan pertama pada peserta yang sedang kurang sehat. Begitu tenda-tenda sudah tegak berdiri, seluruh peserta menyantap makan siang yang telah dipersiapkan oleh tim dapur umum. Setelah makan siang, siswa-siswi melakukan shalat berjama’ah yang dibagi menjadi tiga gelombang. Mereka bersujud dan berdzikir di alam terbuka diiringi gemericik air sungai dan embusan semilir angin dari kaki gunung. Kondisi di lokasi Persami membuat mata-mata lelah ingin terpejam.

“Adik-adik, sepuluh menit lagi kita akan bersiap untuk apel pembukaan. Dan selanjutnya, setiap regu bersiap untuk memulai acara,” suara bariton Pak Pandu, guru olahraga terdengar jelas dengan pengeras suara. Membuat Kiki dan Yanu yang hampir terlelap harus memaksakan diri berdiri kembali.

“Aduh, padahal udah mau pules nih,” keluh Kiki.

“Iya nih. Baru aja aku mau rebahan sebentar,” tambah Yanu.

“Beneran langsung bergerak ke hutan nih. Ga pake selonjoran dulu gitu menikmati pemandangan,” kata Ovi

“Ayo, jangan tidur dulu. Acaranya baru akan dimulai. Semangat!” Alsa memberi semangat agar teman-temannya bersiap. “Kalau mau lihat Kak Rasya dari dekat, cepat baris!” perintah Alsa seraya membujuk Ovi yang memang selalu ingin mencari perhatian Rasya. Tanpa ba-bi-bu semua regu berdiri dan berbaris rapi lengkap dengan atribut.

Kegiatan Persami yang pertama adalah lomba berantai dimana tiap regu harus menyelesaikan tantangan secara berantai. Pertama, tantangan menyusun 3 puzzle dan menemukan petunjuk untuk melanjutkan ke tantangan berikut. Di tantangan yang kedua, tiap regu harus menemukan jenis benda yang akan dibuat menjadi sebuah kreasi. Benda-benda ini adalah barang bekas yang dapat didaur ulang, seperti gelas atau botol air kemasan, kardus bekas, plastik kemasan sabun dan deterjen cair, serta kemasan sachet bekas minuman instan. Memang terlihat seperti sampah, tapi mereka harus mengkreasikan barang-barang tersebut menjadi sebuah benda yang lebih bermanfaat atau karya seni yang lain. Jika sudah selesai, mereka harus menyerahkan ke posko Pembina untuk mendapatkan petunjuk ke tantangan berikutnya. Di tantangan ketiga, tiap regu harus membuat sebuah yel-yel yang menarik dengan gerakan yang menampilkan salah satu tarian daerah Indonesia. Mereka hanya diberikan waktu 7 menit dan harus dihapal oleh seluruh regu. Nantinya mereka akan tampilkan di malam harinya setelah santap malam sebelum memulai tantangan mencari jejak.

“Go Cakil… Go Cakil… Go! Go Cakil… Go Cakil… Go!! Yeaaahh!!!” kelompok Alsa menutup yel-yel mereka dengan semangat menyebut akronim nama sekolah – Cakil (Cakrawala Ilmu). Kombinasi tarian Dayak dan Papua yang mereka kreasikan memukau para kakak pembina dan juga guru-guru.

“Yel-yel dan tarian kalian keren. Saya suka,” komentar Rasya diselingi tepuk tangan kakak pembina lain.

“Idenya siapa dulu dong? Ovi gitu lho…” ucap Ovi membanggakan diri. Padahal ide tarian itu dari Alsa dan yel-yel kelompok mereka dibuat oleh Yanu. Tapi Ovi justru mengaku bahwa semua karena dia. Alsa hanya menghela napas panjang. Sabar…sabar…

“Semoga regu kalian jadi juara ya,” ucap Kak Pandu. “Silakan istirahat dan bersiap untuk mencari jejak.”

“Siap Kak!” ucap Alsa dan seluruh anggota regunya.

Tiba-tiba Yanu yang bertubuh agak gemuk menggamit tangan Alsa dan dirasakan basah karena berkeringat. Alsa sediki terkejut dengan kondisi Yanu. Apalagi tantangan selanjtnya membutuhkan kondisi fisik yang lebih bugar dan siap.

“Kamu sakit, Nu?” tanya Alsa khawatir.

“Mm…ga kok. Tapi…itu Al…” Yanu gugup menjawab. “Aku takut kalau jalan di hutan gelap-gelap. Boleh ga kalau aku ga ikut?” pinta Yanu sedikit berbisik.

“Nu, tenang aja kan nanti jalannya bareng. Kita juga bawa senter dan tongkat untuk membantu mencari jejak. Kalau ada apa-apa juga nanti di beberapa titik ada kakak pembina. Tenang ya,” Alsa mencoba menenangkan Yanu agar tak semakin ciut nyalinya.

“Tapi… Aku ga ikut aja deh. Daripada nanti ngrepotin kamu,” Yanu membujuk Alsa dengan wajah memelas. Alhasil Ovi mendengar ucapannya dan mulai mengejeknya.

What? Ga ikut? Kenapa? Takut gelap? Masa badan segede gini takut sama gelap,” Ovi dengan santai mengejek Yanu yang sebenarnya memang fobia kegelapan. Menambah Yanu semakin berkeringat dan gemetar padahal mencari jejak pun belum dimulai. Alsa memahami kondisi Yanu dan sepertinya tidak bisa dipaksakan. Akhirnya ia mencoba berdiskusi dengan Rasya untuk meminta pertimbangan.

“Oh, begitu kondisinya. Kalau kamu tunggu di tenda bukannya nanti malah sendirian. Gimana?” Rasya memberi pilihan lain.

“Apa ada kakak pembina lain yang jaga di sini?” Yanu mulai cemas.

“Ada Kak Naufal dan Kak Dito yang standby tapi di tenda kesehatan dekat dapur umum.”

“Hm… Yaudah deh, aku ikut aja. Tapi ga jauh kan?” Yanu mulai mengalah.

“Ga kok. Tenang aja, paling jaraknya hanya 800 meter. Nanti finish-nya juga di sini.”

“Hm… Baik, Kak,” jawab Yanu ragu-ragu.

“Yang penting, kalian harus tetap bersama, jangan sampai terpisah. Oh iya jangan lupa senternya harus menyala terus,” Rasya mengingatkan. “Alsa, kalau ada apa-apa, di pos 2 juga ada pembina yang lain ya.”

“Baik, Kak.” Alsa mengangguk paham dan yakin kalau regunya akan kembali dengan keadaan baik-baik saja. Lalu Alsa dan teman-teman memulai untuk mencari jejak ke hutan kecil dekat area tenda mereka. Dengan berbekal tiga buah senter, peta petunjuk arah, tongkat, dan dompet P3K kecil, mereka memulai memasuki hutan. Selama menyusuri jalan setapak, Yanu tak pernah melepas genggamannya dari tangan Alsa, hingga akhirnya Arum menawarkan bantuan untuk menggandengnya. Alsa menepuk bahu Yanu perlahan untuk menenangkan.

“Yaelah Yanu. Masa udah berenam gini masih aja ketakutan,” celoteh Kiki.

“Pramuka tuh ya begini, banyak tantangannya. Harus berani gelap-gelapan, harus rela makan seadanya, harus tahan ga mandi,” Ovi tambah memojokkan. Yanu semakin was-was. Tiba-tiba terdengar suara gemerisik di balik dedaunan dari samping kiri mereka.

“Aduuuhhh… Ada apa tuh?” Yanu gemetar hampir lemas.

“Tenang, tenang. Coba aku lihat dulu. Mungkin cuma angin atau hewan kecil,” Alsa menyorotkan senter ke arah suara. Namun tak ditemui apapun, dan ia memerintahkan untuk tetap berjalan menyusuri jalan setapak sesuai dengan peta. Tak lama kemudian mereka sampai di Pos 1, lalu mereka mengambil kantong kecil yang bertuliskan nama regu mereka – Anggrek. Tertulis petunjuk di sana:

Temukan penolong kalian dengan mengatakan:

‘You have to be authentic, to be true, and believe in your heart’ – Howard Schultz.

 

Ovi dan Alsa memang pandai dalam Bahasa Inggris sehingga mereka dengan mudah menghapal kalimat tersebut. Tetapi, Arum, Kiki dan Yanu agak terhambat. Arum dan Kiki yang mulai mengantuk, sedangkan Yanu masih gemetar karena ketakutan dalam suasana gelap. Indira tetap semangat mengingat susunan kalimatnya. Sambil berjalan ke Pos 2, mereka komat-kamit menghapal kalimat petunjuk. Hanya berjarak 200 meter, mereka sampai di Pos 2. Lalu mereka menyebutkan identitas regu dan bersama-sama mengatakan kalimat petunjuk.

That’s good. I’m your guidance,” ucap Reza yang ternyata menjadi pemandu mereka untuk memberikan petunjuk di Pos 3. “Petunjuk selanjutnya adalah kotak, berwarna merah, berlubang, wadah penyimpanan, masa depan, dan kebahagiaan. Silakan kalian temukan benda tersebut di antara semak-semak yang berjarak 100 meter dari sini.”

“Siap, Kak!” jawab Alsa dan teman-teman. Lalu mereka berjalan perlahan sambil memikirkan benda apa itu sebenarnya. “Kira-kira benda itu apa ya?”

“Hmm… Pasti dompet. Kotak, bisa dipake untuk menyimpan uang, bahagia kalau uangnya banyak,” jawab Ovi sambil nyengir-nyengir.

“Bisa jadi. Tapi kalau dompet kan bukan kotak aja, bisa bentuk bulat, segitiga” ucap Indira memberikan alternatif jawaban.

“Aduu…h!” Tiba-tiba Kiki yang berjalan agak mendekati semak di sebelah kiri tersandung dan hampir terjatuh ke depan.

“Kiki… Kamu ga apa-apa?” Alsa langsung menghampiri dan diikuti dengan Ovi.

“Aduuh, kayaknya aku keseleo deh,” jawabnya sambil memegang kaki kanannya.

Alsa tiba-tiba teringat dengan pembicaraan Ovi dan Kiki sewaktu di kelas tentang rencananya mencari perhatian Rasya. Dia mencoba melihat kaki Kiki yang keseleo.

“Aduuuuhhh! Sakiit!” Kiki menjerit kesakitan. Namun Alsa mencoba untuk menyentuhnya sekali lagi untuk memastikan. Kiki semakin berteriak kesakitan dan Ovi mulai menyalahkan perbuatan Alsa.

“Udah tau dia tadi jatuh kesandung malah dipencet-pencet lagi kakinya. Gimana sih?”

“Aku kan coba memastikan aja, Vi. Siapa tau dia lagi menjalankan rencananya untuk cari perhatian kakak pembina,” ucap Alsa datar.

“Alsa, ini beneran sakit! Aku ga pura-pura,” Kiki memelas.

“Iya nih. Ketua regu bukannya menolong malah bikin tambah parah. Keterlaluan banget sih kamu!” Ovi mulai ikut bersungut-sungut.

“Oke. Maaf deh, maaf. Ya sudah, sekarang kamu masih bisa jalan ga? Kalau bisa, kita jalan pelan-pelan aja sambil cari benda itu.” Alsa mencoba memberikan solusi. “Atau kalian mau istirahat dulu di sini?” Ia pun memberikan alternatif solusi.

Setelah pertimbangan dari semua anggota regu, akhirnya Alsa dan teman-teman memutuskan istirahat sebentar. Mereka duduk melingkar dan menepi di jalur yang mereka lewati. Sambil meneguk air untuk penghilang dahaga, Alsa tetap waspada jika ada hewan yang mendekati. Lalu ia melihat sebuah benda yang sedikit bersinar kemerahan dari balik semak-semak. Alsa tergoda untuk menghampirinya, namun Indira mencegahnya.

“Sebentar ya, aku mau cek dulu. Siapa tau itu benda yang sesuai dengan petunjuk dari Kak Reza,” ucap Alsa meyakinkan teman-temannya.

“Ga usah sok penasaran deh, Al. Kiki tuh masih kesakitan. Yanu juga udah mulai pucat tuh nahan takut daritadi,” Ovi pun mencegah Alsa untuk mendekati benda bersinar kemerahan itu. Namun rasa penasaran Alsa begitu besar.

“Udah, kalian tenang aja. Tunggu sebentar di sini. Aku mau cek dulu. Kalau ternyata benda itu bukan seperti petunjuk yang diberikan, aku langsung ke sini lagi. Aku juga ga akan membiarkan kalian di sini lama-lama,” Alsa mencoba meyakinkan teman-temannya.

“Terserah deh. Nanti kalau ada apa-apa jangan salahin kita semua ya. Kamu kan ketua regu, jadi harus tanggung jawab sendiri atas perbuatan kamu,” tukas Ovi. Alsa memberikan jempol kanannya mengisyarakat siap untuk bertanggung jawab.

Lalu Alsa melangkah perlahan mendekati benda tersebut dengan senter kecil di tangan kirinya. Setelah mendekat, Alsa melihat sebuah kotak berwarna marun yang berhiaskan ornamen unik di kedelapan sudutnya. Alsa berjongkok yang mencoba menyentuh kotak marun tersebut. Ia memperhatikannya dan melihat ada rongga kecil di salahsatu sisi kotak tersebut, seperti celah untuk membukanya.

“Alsa! Ada apa di situ? Jangan lama-lama,” panggilan Indira yang tiba-tiba mengejutkan hampir membuat Alsa melonjak.

“Eh, ga kok. Iya sebentar, aku balik,” jawab Alsa.

Setelah Alsa kembali, ia mengajak teman-temannya untuk melajutkan perjalanan dan mencari benda sesuai petunjuk Reza. Namun di hatinya masih tersimpan rasa penasaran terhadap kotak marun unik yang ia lihat tadi. Ia ingin sekali mengambil dan membawanya, tapi ia sedikit ragu karena lokasi itu bukanlah lokasi tempat untuk menemukan ‘benda’ yang mereka cari. Pos 3 masih berjarak 50 meter lagi dan dijaga oleh kakak pembina. Alsa tetap memendam rasa penasaran. “Nanti aku akan cerita ke teman-teman kalau sudah sampai di tenda,” gumamnya.

Begitu sampai di Pos 3, regu Alsa diperlihatkan beberapa benda di atas tikar oleh Rasya. Ada bunga mawar merah plastik, gayung merah, gelas merah, pulpen merah, bendera merah, celengan merah, dan masih ada beberapa benda yang semuanya berwarna dominan merah. Mereka harus mengambil satu benda sesuai dengan petunjuk yang diberikan di Pos 2. Alsa mengambil sebuah celengan berwarna merah.

“Apa kamu yakin?” tanya Rasya.

“Iya, saya dan teman-teman sudah berdiskusi. Kami yakin bahwa benda tersebut adalah celengan kotak merah ini,” jawab Alsa lugas.

“Bagus. Silakan kalian bawa benda ini dan serahkan di posko tenda nanti ke Kak Pandu.”

“Siap, Kak,” jawab regu Anggrek kompak.

Regu Anggrek begitu sumringah karena benda yang diserahkan ke posko tenda adalah benda yang sesuai dengan petunjuk. Alsa dan teman-teman akhirnya beristirahat dengan meluruskan kaki-kaki mereka. Sambil menunggu regu yang lain datang, Kiki dibawa ke posko kesehatan untuk diobati oleh Bu Rosi Pembina PMR di sekolah mereka yang ikut pada Persami kali ini. Yanu sendiri sudah terlihat lebih tenang. Mereka duduk melingkar di dekat api unggun. Beberapa teman lain beristirahat dan saling berbagi cerita. Ada juga yang bernyanyi diiringi petikan gitar oleh kakak Pembina yang lain. Kegiatan malam itu begitu melelahkan namun sangat berkesan bagi seluruh peserta Persami.

“Akhirnya selesai juga dan ternyata aku bisa ikut mencari jejak sampai selesai,” ucap Yanu sambil bersandar di tas ranselnya. “Terima kasih ya, kalian udah buat aku tetap semangat untuk ikut gelap-gelapan di hutan.”

“Iya Yanu, sama-sama. Kita kan satu kelompok jadi harus kompak,” Arum mulai buka suara meskipun sebenarnya dia mengantuk.

“Ini semua karena Alsa. Dia bener-benar ketua regu yang top!” Indira ikut menimpali.

“Ah, ga juga. Kalian yang hebat karena kalian solid dan memang semangat untuk keberhasilan regu kita. Aku kan cuma bertugas untuk jalan duluan dan pegang peta,” ucap Alsa merendah. Sebenarnya ia masih mengkhawatirkan kondisi Kiki. Tadinya ia mau menemani ke posko kesehatan namun Ovi yang memaksa untuk menemani Kiki di sana. Sambil menyelam minum air, sambil mengantar teman sekalian cari perhatian Rasya.

Di saat waktunya tidur, Alsa masih menyimpan penasaran tentang kotak marun yang ia temui di semak-semak. Hal itu membuatnya susah memejamkan mata seolah ingin kembali ke sana dan mengambilnya. Ia ingin menceritakan pada Indira tapi ia melihat sahabatnya itu sudah terlelap karena kelelahan. Ia lalu berbalik arah melihat Arum dan dilihatnya Arum juga sudah terlelap dan mungkin sudah bermimpi indah.

“Al, kamu belum tidur?” tiba-tiba terdengar suara Indira dari belakang. Alsa langsung membalikkan badan. “Ada apa?”

“Lho, kamu juga belum tidur?” Alsa balik bertanya. Indira hanya menggeleng. “Ra, ingat ga waktu aku coba mendekati cahaya kemerahan yang samar dari balik semak-semak?” Alsa tak sanggup menahan untuk tidak bercerita pada Indira.

“Iya, memangnya ada apa?” tanya Indira mulai penasaran.

“Tadi itu sebenarnya aku menemukan kotak berwarna marun. Kira-kira sebesar ini,” Alsa berbisik-bisik sambil memperagakan dengan tangannya. “Kotaknya unik. Ada hiasan ornamen di sudut-sudutnya. Trus, ada celah kecil untuk membukanya. Aku penasaran banget, tapi karena kupikir itu bukan di Pos 3 jadi aku ragu untuk mengambilnya.” Indira tidak merespon apa-apa karena ia paham pasti Alsa masih ingin melanjutkan pencariannya.

“Trus?”

“Kamu mau ga, besok pagi kita ke tempat itu lagi dan kita ambil kotak marun itu?” pinta Alsa pada Indira dengan tatapan penuh harap.

“Besok pagi?”

“Iya, kan besok kita ada olahraga pagi. Setelah itu, kita ke hutan sebentar,” usul Alsa.

“Tapi kan itu lokasinya jauh,” ucap Indira sambil mengernyitkan keningnya.

“Kita bawa peta yang tadi. Jadi, kita jalannya mulai dari garis finish terus ke arah Pos 3. Seingat aku itu ga jauh kok dari sana,” Alsa memberi tahu strateginya.

“Hm… lihat besok pagi ya. Kalau acaranya padat kan kita ga bisa kemana-mana selain di sini,” ucap Indira yang sebenarnya mulai ragu.

“Oke. Tapi kamu mau kan temenin aku ke sana? Iya, iya?” Alsa sedikit memaksa.

“Hm… Tapi nanti izin dulu sama Kak Rasya. Kalau nanti ada apa-apa, gimana?”

“Tenang aja, Ra. Itu ga jauh kok. Lagipula kalau sudah pagi sepertinya hutannya ga begitu gelap. Aku akan bawa ransel ini, kan ga terlalu besar,” ucap Alsa meyakinkan Indira. “Ya sudah sekarang tidur dulu. Besok kamu jangan jauh-jauh dari aku ya.”

Anggukan kepala Indira adalah jawaban yang melegakan untuk Alsa. Tak lama Alsa memejamkan mata dan terlelap. Mungkin di dalam mimpinya ia sudah berjalan kembali memasuki hutan dan mengambil kotak marun tersebut. Terlihat seutas senyum mengembang ketika ia masih terlelap.

Sebuah kotak bersinar kemerahan masih teronggok di antara rerumputan di balik semak-semak. Seolah menunggu seseorang yang meminangnya. Malam kian berlalu, tiba-tiba kotak itu sedikit bergetar dan berubah warna menjadi biru muda yang anggun. Seiring bias sinar fajar pagi yang mengintip dari balik dedaunan, kotak itu tetap terlihat berkilau di antara rerumputan basah. Bagi siapa pun yang terpesona pasti akan mendekatinya.

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Rumah (Sudah Terbit / Open PO)
2599      1084     3     
Inspirational
Ini bukan kisah roman picisan yang berawal dari benci menjadi cinta. Bukan pula kisah geng motor dan antek-anteknya. Ini hanya kisah tentang Surya bersaudara yang tertatih dalam hidupnya. Tentang janji yang diingkari. Penantian yang tak berarti. Persaudaraan yang tak pernah mati. Dan mimpi-mimpi yang dipaksa gugur demi mimpi yang lebih pasti. Ini tentang mereka.
Lebih dari Cinta Rahwana kepada Sinta
1232      790     0     
Romance
Pernahkan mendengarkan kisah Ramayana? Jika pernah mendengarnya, cerita ini hampir memiliki kisah yang sama dengan romansa dua sejoli ini. Namun, bukan cerita Rama dan Sinta yang akan diceritakan. Namun keagungan cinta Rahwana kepada Sinta yang akan diulas dalam cerita ini. Betapa agung dan hormatnya Rahwana, raksasa yang merajai Alengka dengan segala kemewahan dan kekuasaannya yang luas. Raksas...
Premium
SHADOW
4355      1448     0     
Fantasy
Setelah ditinggalkan kekasihnya, Rena sempat mencoba bunuh diri, tapi aksinya tersebut langsung digagalkan oleh Stevan. Seorang bayangan yang merupakan makhluk misterius. Ia punya misi penting untuk membahagiakan Rena. Satu-satunya misi supaya ia tidak ikut lenyap menjadi debu.
Asoy Geboy
4207      1279     1     
Inspirational
Namanya Geboy, motonya Asoy, tapi hidupnya? Mlehoy! Nggak lengkap rasanya kalau Boy belum dibandingkan dengan Randu, sepupu sekaligus musuh bebuyutannya dari kecil. Setiap hari, ada saja kelebihan cowok itu yang dibicarakan papanya di meja makan. Satu-satunya hal yang bisa Boy banggakan adalah kedudukannya sebagai Ketua Geng Senter. Tapi, siapa sangka? Lomba Kompetensi Siswa yang menjadi p...
Acropolis Athens
4017      1700     5     
Romance
Adelar Devano Harchie Kepribadian berubah setelah Ia mengetahui alasan mendiang Ibunya meninggal. Menjadi Prefeksionis untuk mengendalikan traumanya. Disisi lain, Aram Mahasiswi pindahan dari Melbourne yang lamban laun terkoneksi dengan Adelar. Banyak alasan untuk tidak bersama Aram, namun Adelar terus mencoba hingga keduanya dihadapkan dengan kenyataan yang ada.
Seharap
5318      2195     0     
Inspirational
Tisha tidak pernah menyangka, keberaniannya menyanggupi tantangan dari sang kakak untuk mendekati seorang pengunjung setia perpustakaan akan menyeretnya pada sebuah hubungan yang meresahkan. Segala kepasifan dan keteraturan Tisha terusik. Dia yang terbiasa menyendiri dalam sepi harus terlibat berbagai aktivitas sosial yang selama ini sangat dihindari. Akankah Tisha bisa melepaskan diri dan ...
Kanvas Putih
119      104     0     
Humor
Namaku adalah Hasywa Engkak, yang berarti pengisi kehampaan dan burung hitam kecil. Nama yang memang sangat cocok untuk kehidupanku, hampa dan kecil. Kehidupanku sangat hampa, kosong seperti tidak ada isinya. Meskipun masa depanku terlihat sangat tertata, aku tidak merasakannya. Aku tidak bahagia. Wajahku tersenyum, tetapi hatiku tidak. Aku hidup dalam kebohongan. Berbohong untuk bertahan...
Of Girls and Glory
3013      1358     1     
Inspirational
Pada tahun keempatnya di Aqiela Ru'ya, untuk pertama kalinya, Annika harus berbeda kamar dengan Kiara, sahabatnya. Awalnya Annika masih percaya bahwa persahabatan mereka akan tetap utuh seperti biasanya. Namun, Kiara sungguh berubah! Mulai dari lebih banyak bermain dengan klub eksklusif sekolah hingga janji-janji yang tidak ditepati. Annika diam-diam menyusun sebuah rencana untuk mempertahank...
DAMAGE
2725      994     2     
Fan Fiction
Kisah mereka berawal dari rasa penasaran Selgi akan tatapan sendu Sean. Ketidakpuasan takdir terhadap pertemuan singkat itu membuat keduanya terlibat dalam rangkaian cerita selanjutnya. Segalanya pun berjalan secara natural seiring kedekatan yang kian erat. Sean, sang aktor terkenal berperan sangat baik untuk bisa menunjukkan kehidupannya yang tanpa celah. Namun, siapa sangka, di balik ...
RIUH RENJANA
361      277     0     
Romance
Berisiknya Rindu membuat tidak tenang. Jarak ada hanya agar kita tau bahwa rindu itu nyata. Mari bertemu kembali untuk membayar hari-hari lalu yang penuh Renjana. "Riuhnya Renjana membuat Bumantara menyetujui" "Mari berjanji abadi" "Amerta?"eh