“Bu kenapa hari ini kita makan ikan asin lagi bu?” tanya Alika membuka tutup saji di meja makannya. Hanya ada nasi dan ikan asin saja. Alika menoleh ke belakang, mendapati Suminah, ibunya tengah membereskan piring yang baru dicuci. Menyimpan dengan hati-hati satu persatu piring tersebut ke dalam rak piring.
“Maaf nak ibu hanya punya itu , tidak ada yang lain” gumam Suminah lirih mendapati anaknya beberapa hari ini terus bertanya karena hanya makan seadanya. “Jangan bilang ini karena kakak lagi bu, jujur sama Alika” Alika mendesak Suminah agar mau jujur kepadanya dan terus menatap Suminah yang sedari tadi membereskan piring dan beberapa perabot. Untuk beberapa saat ruanagn itu tampak hening tak ada jawaban, Suminah masih berkutat dengan perabot-perabotnya kemudian duduk di samping Alika yang tengah duduk di meja makan menatap intens ke arahnya. Terdapat kilatan-kilatan kemarahan di mata anaknya itu. “Bukan sayang, dengarkan ibu nak bukan karena kakakmu ini adalah kesalahan ibu nak”gumam Suminah tersenyum simpul menangkup wajah anaknya dengan kedua tangannya dan mengusap kepala Alika lembut. “Alika tak boleh berkata seperti itu lagi ya sayang, kakakmu tak salah nak...” , “tapi bu aku mendengar jelas dengan kedua telingaku sendiri kakak selalu memaksa minta uang dari ibu” matanya menatap Suminah nanar, seolah tau apa yang dirasakan anaknya terhadapnya Suminah menjauh menghindari tatapan polos mata anak perempuannya.
“Lebih baik Alika sekarang membungkus semua kerupuk-kerupuk di rumah bu Aminah ya... ibu mau berjaga diwarungnya dulu”. Suminah berlalu meninggalkan anaknya mematung sendirian berkutat dengan segala pikiran yang berkecambuk dibenaknya.
***
Di kediaman bu Aminah inilah Alika dan Suminah mencari rezaki memenuhi semua kebutuhan hidupnya setelah ditinggal pergi oleh sang kepala keluarganya, dan Alika memilih untuk membantu ibunya ketimbang sekolah. Alika bekerja di tempat pembungkusan kerupuk, sedangkan Suminah berjaga di warungnya. Terkadang jika bosan Suminah membantu anaknya membungkus kerupuk-kerupuk tersebut bersama anaknya. Sebenarnya Suminah tak tega membiarkan Alika membungkus kerupuk-kerupuk ittu sendirian namun itulah keinginan Alika yang bersikukuh setelah sebelumnya Suminah menderita ISPA akibat asap dari api damar yang dipakai untuk me-lem plastik kerupuknya. “Bu ini plastiknya, ibu yang masukin kerupuknya ke dalam plastik dan Alika yang lem plastiknya ke api damar ya bu..” gumam Alika sambil mengambil plastik yang berisi kerupuk yang tadi diisi kedalamnya, memerintah seolah-olah Suminah adalah anak kecil yang belum berpengalaman. “iya Alika, pintar sekali Alika mengajari ibumi ini nak” gumama Suminah mengulum senyum melihat apa yang dilakukan anaknya. Beginilah keseharian Alika membungkus kerupuk di pabrik bu Aminah tetangga sebelah, dengan api damar yang menyala di depan matanya untuk membakar ujung plastik supaya bisa merekat seperti lem. Kerupuk pedas yang dibungkusnya sering membuat tangannya panas karena bumbu cabe. Alika terkadang merintih kesakitan disela-sela malamnya karena minyak panas yang menjadi bahan bakar damarnya terkadang menetes mengena jarinya, alhasil panasnya tahan lama bahkan tangannya bisa melepuh saking panasnya. Belum lagi bumbu cabe yang menyiprat ke matanya jika tidak hati-hati dan terburu-buru memasukkan kerupuk pedas ke dalam plastik tersebut membuat dia meringis menutup mata menahan perih di matanya sampai menangis .
Aku harus kuat, ini demi ibu. Kalau bukan untuk ibu siapa lagi?. Alika bergumam menguatkan hatinya sendiri. “Ibu gak papa bu kerja jaga warung saja biar Alika yang bereskan membungkus kerupuk ini, Alika gak mau ibu kenapa-napa. Alika janji bu gak bakalan ngecewain ibu, Alika akan berusaha sekuat tenaga, Alika kan kuat bu sudah biasa seperti ini” sebuah senyum terukir diwajah mungil Alika menampakkan bahwa dirinya berusaha tegar dan sabar menghadapi semua cobaan dan rintangan hidup ini. Tapi jauh di lubuk hatinya yang paling dalam dirinya rapuh menangisi semua kepedihan dan kesakitan didalam kelelahan yang bercampur aduk.
Suminah meninggalkan Alika yang tengah sibuk membungkus kerupuk dan kembali berjaga warung majikannya. Suminah berjalan dengan gontai menandakan bahwa dirinya sudah tua renta. Sering sakit pinggang menderanya membuat dirinya sedikit kesulitan berjalan. Alika yang melihatnya merasa iba, bagaimanapun ibunya memang sudah tua bahkan berjalan pun terlihat kesusahan. Untung saja bu Aminah baik memberikan pekerjaan yang tidak terlalu berat yang tadinya membungkus kerupuk bersama Alika menjadi penjaga warung kecil yang tidak beresiko seperti membungkus kerupuk.
Alika sering diam-diam memandangi wajah Suminah dikala tidur merenungkan betapa pahitnya kehidupan mereka setelah ditinggal mati sang ayah , ditambah lagi kakak perempuannya selalu meminta uang dengan alasan untuk modal bekerja atau kebutuhan pekerjaan. Alika membatin, tidak mungkin kakaknya itu sering diberikan uang sementara sampai akhir bulan kakaknya tidak pernah bercerita gaji atau upah hasil bekerjanya, yang ada kakaknya selalu pergi bersama kekasihnya menghabiskan waktu bersama. Yeah... begitulah yang Alika tau tanpa bercerita kepada ibunya bagaimana kelakuan kakanya itu karena Alika tau jika sampai ibunya mengetahui hal ini ibunya akan sangat sedih mengingat uang dari hasil bekerja dirinya dan Suminah seolah habis tak berbekas.
***
Mungkin ibu masih punya uang sisa kemarin. Bagaimana jika aku memintanya kembali? Ucap Serina pelan kepada seseorang yang tengah ditelponnya di seberang sana , siapapun yang mendengar secara dekat pasti bisa mendengar dengan jelas ucapannya. Tak lama setelah itu Serina menutup teleponnya. Serina tengah duduk di kursi ruang tamu memikirkan rangkaian kata yang tepat untuk berbicara kepada ibunya. Matanya menerawang keluar jendela menghalau semua pemikirannya saat ini.
“Buat apa kak? Bukankah kemarin ibu sudah memberikan uang kepada kakak?” Alika menampakkan diri di dekat pintu kamarnya. Bersandar di ujung lubang pintu kayu itu sambil melipat tangannya di depan dada. Matanya menatap intens kepada Serina yang membelakanginya penuh dengan tandatanya.
Serina tersentak kaget mendapati adiknya dibelakang menatapnya tajam. Serina menatapnya jengah, adik perempuannya ini selalu ikut campur urusannya dengan ibu, seolah-olah dia itu anak ibunya yang paling tua “dengar Alika untuk ukuran kakak yang masih terbilang permulaan dalam bekerja kakak harus membayar sewaan kost di sana, mana mungkin uang yang kemarin cukup untuk kakak, anak kecil jangan sok ngatur deh, sok dewasa banget ” Serina sudah habis kesabaran. Suaranya terdengar lebih naik satu oktaf dari biasanya. Alika menghampiri Serina duduk di kursi seberangnya santai seolah tak terpengaruh kemarahan Serina. “Setelah kakak berulang kali menghabiskan uang ibu yang ujung ujungnya kakak sendiri dipecat karena kakak sering membuat masalah di tempat kerja kakak, apakah kakak masih sampai hati meminta uang begitu saja kepada ibu, hah?” Alika membentak Serina yang tengah membuang muka dengan senyumnya yang menyeringai. “Kakak janji ini terakhir kalinya kakak minta uang sama ibu, Andi menjanjikan kakak sebuah pekerjaan yang bagus Alika” tatap Serina penuh kelicikan, berharap adiknya kali ini tidak menentangnya. Meskipun tidak akan juga membantunya. “Sekarang kak Andi yang mana lagi kak? Setelah kakak percaya begitu saja dengan segala rayuan bohongnya? Kali ini kesabaranku sudah habis kak membiarkan kakak bertingkah semau kakak, lebih baik kakak cari kerja yang benar kak, bantu ibu dan keluarga ini ..” Alika menatap kakak di depannya ini tajam, merasa kecewa dengan segala perilakunya selama ini. “ baiklah tapi kakak perlu modal dan tetap saja ucapannmu tak akan menghalangi kakak meminta uang pada ibu, lebih baik kamu pergi saja daripada mengganggu kakak disini”. Serina berlalu meninggalkan Alika di ruang tamu sendiri. Alika terpancing emosi matanya menatap tajam mengikuti arah kepergian Serina. Menggertakkan gigi dan mengepalkan tangannya sampai buku-buku jarinya memutih, dia sangat merasa kesal dan kecewa.
***
Suminah sudah sangat jengah mendapat perlakuan dari anak sulungnya yang selalu saja meminta uang tak ada habisnya. Namun dirinya tetap saja berhasil menyembunyikan raut mukanya. Alika tau ibunya itu sudah sangat jengah menghadapi sikap kakaknya itu, namun tetap saja Suminah selalu sabar dan tetap memberikan uangnya kepada Serina.
Selepas setelah bertengkar dengan Alika, Serina kembali meminta uang pada Suminah di pagi buta seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa sebelumnya. Dan sebalnya lagi Serina tetap mendapatkan uang sebelum berangkat yang konon katanya untuk “bekerja”. Alika sering melihat bahkan setiap kali uang itu diberikan kepada Serina, Suminah selalu memberikannya di kamar Suminah sendiri dan memelankan suaranya entah supaya apa , mungkin supaya Alika tak mengetahuinya. “Ini uang untukmu Serina, sebenarnya ibu sudh sangat jengah dengan semua kelakuanmu namun seorang ibu tetaplah seorang ibu yang selalu memberikan pintu maaf seluas laut. Carilah kerja yang benar nak, dan ibu mohon jangan ulangi lagi kelakuan kamu seperti ini. Ibu harap kamu kembali sudah mendapatkan pekerjaan yang memadai dan jangan kembali sebelum itu nak, ibu harap kamu mengerti dan bisa mengambil pelajaran” lirih Suminah pelan setengah berbisik. Namun tetap saja Alika maish dapat mendengar perkataan Suminah di balik pintu kamar Suminah.
Alika yang mendengarnya sudah terbiasa dengan semua ini. Namun kali ini ucapan Suminah terdapat sedikit penekanan untuk jangan kembali sebelum mendapatkan pekerjaan yang layak meskipun ungkapannya hanay secara tersirat. Tapi intuk orang dewasa pasti bisa mengenali maksud perkataannya. Ada rasa senang di hati Alika mendengar ibunya sedikit tegas, namun dia tidak tau apa yang akan dilakukan Serina setelahnya mengingat betapa keras kepala kakak satu-satunya itu. Dalam keheningan Alika sedikit menarik bibir sebelah kirinya ke atas, tersenyum kecut jika dipikir ulang kelakuan apa yang akan di lakukan kakaknya nanti, dia sendiri tidak tau apakah akan kembali setelah mendapatkan pekerjaan seperti yang Suminah harapkan ataukah akan kembali meminta uang dengan dalih bekerja?.
Kemudian Alika berusaha menepis jauh-jauh prasangka buruk itu dan mencoba menerima semua dan melihat perkembangannya nanti.
Namun untuk sekarang tetap saja keadaan Alika idak berubah hanya seorang anak berusia 12 tahun yang bekerja membungkus beratus-ratus kerupuk dengan api di depan matanya.