Read More >>"> THE CHOICE: PUTRA FAJAR & TERATAI (FOLDER 1) (Prolog) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - THE CHOICE: PUTRA FAJAR & TERATAI (FOLDER 1)
MENU
About Us  

Aku tidak tahu bagaimana awal dari rentetan peristiwa yang akan kau baca saat ini. Yang aku tahu hanyalah sudah menjadi tugasku berada di dalamnya. Sebagai homo fictus, aku adalah salah satu tokohnya. Bercerita bukanlah bakatku. Tetapi mau tidak mau, aku harus menceritakannya kepadamu.

Jadi, apakah kau akan memilihku?

o0o

Suara kepala direktur agensi menggelegar menyuruh para kru untuk istiharat selama sepuluh menit. Begitu cahaya blitz tak lagi menghujaniku, kuhempaskan punggung pada sandaran kursi rias di depan cermin. Dengan cekatan, Joanna, penata rambut kesayanganku, mendekat dan memperbaiki tata letak rambutku yang telah dibentuk blow out, sesekali membenarkan letak tropical dress yang baru saja diluncurkan direktur Adingga dan mengambilku sebagai model promosi. Vivian, penata rias utama semua model di agensi kami, membungkuk di depanku untuk membersihkan adanya keringat walau sekecil upil dan membenarkan riasan di wajah.

Selalu kupejamkan mata ketika tangan Vivian berusaha menebalkan lagi wajahku yang sudah setebal tumpukan kaus kaki Kenzo, kakak lelakiku yang digadang-gadang Papa untuk menjadi penerus perusahaannya. Karena masih mengurus skripsinya di Jerman, Kenzo masih belum bisa leluasa keliling dunia, apalagi ke rumah. Beberapa waktu jika aku luang, sering kukunjungi apartemennya di sana. Semuanya berantakan. Potongan-potongan snack yang mengotori karpet, kaleng-kaleng soda, botol wine, dan yang paling membuatku murka adalah keadaan kamarnya yang seperti kandang sapi. Di mana pernah kutemukan setumpuk kaus kaki busuk yang belum sempat ia kirim ke penatu. Aku benci kotor dan Kenzo selalu masa bodoh. Itulah perbedaan kami.

Namun semarah apa pun diriku, pada akhirnya tanganku sendiri yang membereskan kekacauan di sana. Aku tidak bisa duduk diam sedangkan di sekitarku berantakan. Yang kulakukan setelahnya adalah melampiaskan kekesalanku pada Kenzo setelah ia pulang dari kuliahnya. Menjambak-jambak rambutnya sampai mampus dan mengomel tanpa henti. Meskipun begitu, kami berdua selalu berakhir di depan televisi dengan kepalaku berada di atas pangkuan Kenzo.

Kehidupanku sebagai putri Austin Gerald Sujatmoko dan selebriti yang merangkap pula menjadi seorang model untuk berbagai agensi tidak seindah dalam pikiran semua orang. Tak bisa kujelaskan satu per satu. Namun ada banyak hal sederhana yang tidak bisa kulakukan sebagai seseorang yang memiliki nama besar, bahkan hal sepele yang dianggap semua orang adalah normal.

“…elin. Zeline!” Kubuka mata dan wajah Vivian yang muncul di hadapanku. Membuyarkan berbagai macam pikiran yang berkecamuk dalam otakku. Kuangkat alis sebagai pertanyaan. Mata Vivian melirik ke arah para kru yang mulai berdiri dari kursi istirahat mereka. Baru saat itu kudengar suara direktur yang menggelegar lagi.

Back to work, guys. Come’n.”

Kudesahkan napas kesal, “Sialan. Baru aja duduk udah disuruh senyum-senyum lagi.” Lantas bangkit dari kursi dan meninggalkan Vivian yang memprotes umpatanku baru saja.

***

Aku tidak tahu bagaimana awal dari rentetan peristiwa yang akan kau baca saat ini. Yang aku tahu hanyalah sudah menjadi tugasku berada di dalamnya. Sebagai homo fictus, aku adalah salah satu tokohnya. Aku pandai mendongeng untuk anak-anak. Tetapi tidak pernah memiliki tugas menceritakan sendiri bagianku. Bagaimanapun juga, mau tidak mau, aku harus menceritakannya kepadamu.

Jadi, apakah kau akan memilihku?

o0o

Setelah dari rumah dan memberi makan anjing pemilik lima belas tambak berisi ikan peliharaannya yang dirantai di belakang rumahku, aku berlari kecil mencari pohon besar tempatku biasa berteduh. Jaraknya sekitar dua puluh langkah dari rumah. Kupandangi sekitar sebelum merebahkan tubuh di bawah bayangan pohon. Kupejamkan mata merasakan udara panas yang memasuki musim hujan. Terdengar suara rencengan kaleng yang dirangkai sepanjang sawah digerakkan. Memang seperti itu, terkadang hanya dengan orang-orangan sawah saja tidak mempan.

Bangkit duduk, kuperhatikan keadaan desa yang selalu sepi di siang hari. Diam-diam kurindukan masa kecilku di desa yang selalu ramai suara anak-anak siang ataupun malam. Diam-diam pula aku bersyukur karena masa kecilku kuhabiskan bukan pada era ini, era di mana anak berusia tiga tahun sudah diperkenalkan dengan gadget. Sehingga mainan mereka bukan lagi layang-layang, bukan lagi kelereng, bukan lagi masak-masakan dengan pasir dan kerikil sebagai medianya, tidak lagi bermain petak umpet sepanjang siang hingga malam. Aku bersyukur menyadari betapa berharganya semua itu dan sempat merasakan sensasinya.

Kutolehkan kepala menatap Pak Yadi yang tengah berjalan sambil menenteng dua kantung plastik hitam besar di masing-masing genggamannya. “Itu apa toh, Pak?” tanyaku basa basi.

Beliau berhenti sejenak, mengangkatnya sedikit, “Oh, ini? Ayam-ayam sama bebek-bebekku mati. Ndak kuat pergantian musim. Cuma sisa dua di kandang. Wis, tak mbuwak iki dhisik.[1]” jelasnya, lantas kuanggukkan kepala sebagai jawaban.

Memang sudah kudengar dari desa sebelah barat, banyak hewan ternak yang mati karena tidak tahan pergantian musim. Dari musim kemarau ke musim hujan. Termasuk yang paling banyak dipelihara oleh penduduk desa adalah ayam. Ayam-ayam mereka mati satu per satu. Hanya yang beruntung memiliki sisa hewan ternak yang bertahan melawan kematian. Pak Yadi salah satunya. Belasan ekor ayam dan bebek ia pelihara. Namun yang tersisa hanyalah dua bebeknya saja. Aku sendiri tak pernah memelihara hewan-hewan itu kecuali kucing selama eksistensiku di dunia ini, sehingga aku tak pernah memahami berapa kerugian yang mereka alami ketika ternak-ternak mereka mati.

Lima belas tahun lalu ketika aku masih bocah berusia lima tahun, keluarga kecilku pindah ke desa sebelah barat karena nenek buyutku di Surabaya telah meninggal. Karena rumah Mbah Putri dan Kakek yang kecil tak mungkin muat menampung kami berempat, kami pindah ke Sidoarjo. Kabupaten terdekat dari Surabaya dan juga mudah dijangkau jika ingin pulang kampung. Kami pindah ke rumah mantan suami Mbah Putri yang masih memiliki hubungan darah dengan Ibuku di desa barat. Karena perilakunya yang kurang senonoh pada adikku, Kumala, kami pindah lagi di desa sebelah. Jaraknya tidak cukup jauh.

Beberapa tahun kami habiskan untuk berpindah-pindah tempat dan kontrakan baru. Hingga kini, keluargaku mampu mendirikan rumah minimalis di area yang baru ditempati rumah-rumah beberapa tahun terakhir. Dekat sawah dan masih sepi. Satu tahun yang lalu Ayahku memutuskan mencari pekerjaan di Jakarta. Mencari peruntungan bersama kawannya di sana. Sejak aku kecil, Ayah bekerja di perusahaan yang memproduksi sepatu. Namun karena memang sifat manusia kebanyakan membuang yang lama demi yang baru, Ayah dipecat dari pekerjaannya. Sebagai informasi saja, pabrik dengan gaji lumayan besar di sini cukup sulit dijangkau kecuali kau memiliki orang dalam untuk mempermudahmu. Tidak selalu banyak pabrik berarti semakin mudah mencari pekerjaan, apalagi ijazah Ayah hanyalah SMP. Lalu, empat bulan yang lalu kudapati pesan mengerikan yang mengatakan bahwa Ayahku tewas bunuh diri.

Bahkan sampai saat ini, aku belum tahu waktu itu ia bekerja sebagai apa di Jakarta. Aku hanya berpikir bahwa ia depresi karena terlalu banyak beban di pundaknya sehingga ia memilih bunuh diri di kota orang. Melepaskan tanggung jawabnya karena sudah tidak tahan lagi. Tahun-tahun berikutnya, aku menyalahkan diriku sendiri atas kematian Ayahku. Aku seorang lelaki, semestinya aku bisa cukup diandalkan untuk keluargaku.

“Mas, sepi nih, gak ada kerjaan di rumah.” Suara seseorang yang tiba-tiba duduk di sampingku membuyarkan lamunan. Namanya Ian, bocah yang baru menduduki kursi SMA. Ian menekuk lutut, wajahnya tertekuk seperti lipatan kaus tipisku yang berantakan di dalam lemari.

“Apaan?”

“Lagi mikir, enaknya kerja apaan ya buat bantu Ibu? Mana sekolah bayarnya mahal juga.” Kepalanya tertunduk, tangannya bermain pasir. Bocah ini adalah korban zonasi. Ian anak pindahan sepertiku yang jarak tempat tinggalnya dari dua SMA Negeri terdekat dari sini belum mencukupi. Karena letak desa kami berada di tengah-tengah jarak maksimalnya. Sangat mustahil jika hanya berpegang pada lokasi, apalagi nilainya. Sehingga terpaksa ia masuk ke sekolah swasta terdekat. Tetapi semakin ke sini, beban yang ia pikul semakin berat. “Padahal dulu berharap masuk negeri biar ndak ngerepotin Ibu, loh,” ujarnya lagi. Ia menengadah menatapku, “apa aku kurang pinter ya, Mas?”

Senyuman kuulas sebagai jawaban, kutepuk-tepuk pelan kepalanya, “Enggak kok. Nggak ada anak yang terlahir bodoh. Cuma, pemerintah lagi ndagel aja.”

Aku sendiri, setelah lulus sekolah masih memilih diam di tempat. Mandek tengah jalan. Aku masih tidak berani merantau, mengingat kembali bagaimana tubuh Ayah yang pulang dengan luka bekas tembakan di bagian kepala. Juga aku khawatir dengan Ibu dan Kumala jika aku merantau jauh. Kendati Ibu akan bilang tak apa, aku tahu ia tak baik-baik saja. Maka dari itu, aku menghasilkan uang dari puisi dan cerpen yang kukirimkan kepada media cetak. Karena honornya tak cukup untuk membantu Ibu, maka aku menjual beberapa lukisan dan sketsa. Dibandingkan dengan tulisan, lukisan memang menghasilkan lebih banyak uang.

“Mas Radi! Disuruh Ibu beresin kamarmu!” suara Kumala dari kejauhan terdengar memanggil. Seketika aku ingat kalau kamarku sama sekali belum kubersihkan. Berpamitan pada Ian dan menyuruhnya untuk menunggu sebentar, aku beranjak berdiri dan berlari ke rumah.

 

[1] Sudah, kubuang ini dulu.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
1 Kisah 4 Cinta 2 Dunia
22807      2766     3     
Romance
Fina adalah seorang wanita yang masih berstatus Mahasiswi di sebuah perguruan tinggi. Ia adalah wanita yang selalu ceria. Beberapa tahun yang lalu ia mempunyai seorang kekasih yang bernama Raihan namun mereka harus berpisah bukan karena adanya orang ketiga namun karena maut yang memisahkan. Sementara itu sorang pria yang bernama Firman juga harus merasakan hal yang sama, ia kehilangan seoarang is...
Just Another Hunch
424      284     3     
Romance
When a man had a car accident, it\'s not only his life shattered, but also the life of the ones surrounding him.
Love You, Om Ganteng
15563      3677     5     
Romance
"Mau dua bulan atau dua tahun, saya tidak akan suka sama kamu." "Kalau suka, gimana?" "Ya berarti saya sudah gila." "Deal. Siap-siap gila berarti."
Dia yang Terlewatkan
343      228     1     
Short Story
Ini tentang dia dan rasanya yang terlewat begitu saja. Tentang masa lalunya. Dan, dia adalah Haura.
Nope!!!
1296      571     3     
Science Fiction
Apa yang akan kau temukan? Dunia yang hancur dengan banyak kebohongan di depan matamu. Kalau kau mau menolongku, datanglah dan bantu aku menyelesaikan semuanya. -Ra-
Si 'Pemain' Basket
3340      960     1     
Romance
Sejak pertama bertemu, Marvin sudah menyukai Dira yang ternyata adalah adik kelasnya. Perempuan mungil itu kemudian terus didekati oleh Marvin yang dia kenal sebagai 'playboy' di sekolahnya. Karena alasan itu, Dira mencoba untuk menjauhi Marvin. Namun sayang, kedua adik kembarnya malah membuat perempuan itu semakin dekat dengan Marvin. Apakah Marvin dapat memiliki Dira walau perempuan itu tau ...
Good Art of Playing Feeling
347      259     1     
Short Story
Perkenalan York, seorang ahli farmasi Universitas Johns Hopskins, dengan Darren, seorang calon pewaris perusahaan internasional berbasis di Hongkong, membuka sebuah kisah cinta baru. Tanpa sepengetahuan Darren, York mempunyai sebuah ikrar setia yang diucapkan di depan mendiang ayahnya ketika masih hidup, yang akan menyeret Darren ke dalam nasib buruk. Bagaimana seharusnya mereka menjalin cinta...
Asmara Mahawira (Volume 1): Putri yang Terbuang
5389      995     1     
Romance
A novel from Momoy Tuanku Mahawira, orang yang sangat dingin dan cuek. Padahal, aku ini pelayannya yang sangat setia. Tuanku itu orang yang sangat gemar memanah, termasuk juga memanah hatiku. Di suatu malam, Tuan Mahawira datang ke kamarku ketika mataku sedikit lagi terpejam. "Temani aku tidur malam ini," bisiknya di telingaku. Aku terkejut bukan main. Kenapa Tuan Mahawira meng...
If Only
328      205     9     
Short Story
Radit dan Kyra sudah menjalin hubungan selama lima tahun. Hingga suatu hari mereka bertengkar hebat dan berpisah, hanya karena sebuah salah paham yang disebabkan oleh pihak ketiga, yang ingin menghancurkan hubungan mereka. Masih adakah waktu bagi mereka untuk memperbaiki semuanya? Atau semua sudah terlambat dan hanya bisa bermimpi, "seandainya waktu dapat diputar kembali".
Bait of love
1971      953     2     
Romance
Lelaki itu berandalan. Perempuan itu umpan. Kata siapa?. \"Jangan ngacoh Kamu, semabuknya saya kemaren, mana mungkin saya perkosa Kamu.\" \"Ya terserah Bapak! Percaya atau nggak. Saya cuma bilang. Toh Saya sudah tahu sifat asli Bapak. Bos kok nggak ada tanggung jawabnya sama sekali.\"