Loading...
Logo TinLit
Read Story - Di Bawah Langit yang Sama dengan Jalan yang Berbeda
MENU
About Us  

"Pokoknya kalau kena marah, Kakak yang tanggung jawab!" aku berlari meninggalkannya dan menyelinap di sela-sela motor yang ada di parkiran. Kami baru sampai sekolah lagi pukul 10.00. Sudah ganti jam pelajaran dan otomatis aku juga telat untuk mengikuti pelajaran sejarah. Pak Tanto memang guru yang menyenangkan tapi bukan berarti beliau pengertian. Pelajarannya enak untuk dimengerti namun disiplinnya paling galak. 
Aku menenangkan nafasku sebelum mengetuk pintu kelas. Aku baru saja mengangkat tanganku ketika suara Pak Tanto mengagetkanku, "Kamu dari mana Kin?" 
"Akh Bapak! Saya kaget!" aku mengelus dadaku pelan.
"Dari mana?"
"Tadi nganter kakak kelas buat beliin baju seragam Pak. Saya yang ngerusakkin," kataku jujur.
"Kan di BK ada ganti, Kin?" Pak Tanto masih penasaran saja nih. Kan jadi tambah telat pelajaran nanti.
"Nggak muat Pak, kakak kelasnya segede Hulk!" 
"Kok baru jam segini balik Kin?" Pak Tanto masih juga belum selesai bertanya, aku mulai panik.
"Nunggu tokonya buka dulu Pak! Aduh Pak, saya mau masuk kelas ini, nanti tambah telat lagi. Bapak nih pertanyaannya banyak!" aku akhirnya protes juga.
"Ye, suka-suka Bapak kan Kin, ini kan kelas Bapak!" Pak Tanto mendahuluiku membuka pintu kelas.
"Eh! Iya ya!" Pak Tanto hanya tertawa mendapati otakku yang sedikit selip karena panik. Aku mengekorinya kemudian berlari ke arah tempat duduk. Aku menghempaskan tubuhku pelan dan menghela nafas panjang.
"Kok lo lama sekali sih?"
"Nunggu tokonya buka Giani."
"Terus sambil nunggu kalian ngapain?" Giani masih terus memepetku dengan pertanyaanya. Ih anak ini keterlaluan keponya.
"Kenapa kalian tidak cerita di depan saja menggantikan Bapak di sini? Giani? Kinkin?" tiba-tiba saja teman-temanku tertawa mendengar sebutan untukku. Kinkin? Aduh Pak saya nggak ngefans tu sama Tintin!
"Maaf, Pak!" teriak kami berbarengan. Aku menyenggol bahu Giani, menyuruhnya untuk bersabar. Namun dasar temenku yang satu ini terlalu gatal hingga dia menuliskan banyak sekali pertanyaan di belakang buku catatannya. Aku mendengus pelan dan tegas berucap, "nanti!"
Tapi siapa yang tahu kalau kata 'nanti' itu entah sampai kapan akan terjawab.
Saat bel istirahat berbunyi dan begitu Pak Tanto pergi meningglkan kelas, segerombolan anak kelas dua belas sudah menungguku di depan kelas. Ya, mereka mencariku, tepatnya ingin tau tentang diriku. Salah seorang temanku sedang berbicara dengan mereka dan tidak lama kemudian dia menghampiriku.
"Lo di cari tuh!" aku hanya mengangguk dan mengucapkan terima kasih padanya.
"Jangan bilang gue bakal kena bully, Gin," aku berbisik pada Giani sebelum beranjak untuk menjawab panggilan kakak kelas yang mayoritas cewek itu. Ada sekitar tujuh orang dan tiga di antaranya laki-laki. Mereka bertiga hanya berdiri di barisan paling belakang bak pengawal ratu kerajaan. Aku mengernyitkan dahi, drama apa ini? Klise sekali. Masak iya jaman sekarang masih ada perundungan model kayak gini?
"Lo adiknya Setya?" tanya Hera, itu yang aku lihat di bedge namanya dan sialnya, dia adalah cewek resek tadi pagi. Tapi kenapa yang ditanyain bukan Kak Bian melainkan Kak Setya?
"Iya, ada apa Kak?" tanyaku, berusaha berfikiran sepositif mungkin.
"Gue cuma pengen tau aja kok, seberapa hebatnya adik Setya itu!" dia melihatku dari atas sampai bawah. Bukannya tadi pagi sudah lihat ya? 
Ehm, sepertinya hidupku pun tidak akan tenang. 
Seperti yang sudah-sudah. Ini alasan terbesar aku menolak untuk sekolah di sekolah Kak Setya. Dari sekolah dasar sampai saat ini, aku satu alamater dengan kakakku. Waktu kami ada di sekolah dasar, kebersamaan itu memang menyenangkan. Tapi semenjak aku masuk SMP yang sama dengan kakakku, aku mulai dilanda hormon pubertas yang menyebalkan. Tidak bisa dipungkiri kami selalu dibading-bandingkan namun yang lebih menyebalkan adalah sikap protektif yang dimiliki Kak Setya. Kakakku satu itu menjadikanku sebagai tameng hidup abadinya. Dia selalu membanggakanku dan menyebut-nyebutku hingga dia juga terkenal dengan jomlo yang terkena sister complex. Dua kombinasi yang sulit untuk ditembus pertahanannya. 
"Oh, iya boleh kenalan kok, Kak. Saya suka memiliki banyak teman."
"Teman?" Hera menaikkan sebelah alisnya. Oh, bukan pertanda baik. Apa dia salah satu orang yang pernah ditolak oleh Kak Setya?
"Mungkin, kalau tidak keberatan?" aku menaikkan pundakku sambil nyengir.
"Lo kira gue ke sini cuma mau temenan sama elo?” dia kembali menatapku dari atas ke bawah, “elo nggak sesuai ekspektasi gue, lo B aja." keluhnya.
“B? Oke fine! It’s okay to think like that!” jawabku asal. Gue juga sekolah di sini bukan untuk memenuhi ekspektasinya itu. 
“Biasa aja kalau ngomong!” bentak teman satunya.
“Maaf, tapi sebenarnya apa yang ingin kakak sampaikan. Mau A, B, atau C bagi saya itu tidak penting karena itu tidak akan mengubah fakta kalau saya adalah adik Setya. Harapan anda mungkin tinggi tapi apa urusan saya? Toh dia kakak saya," aku hanya berbicara fakta dan ingin mengakhiri pembicaraan tidak penting ini secepat mungkin.
Giani yang tanpa aku sadari berdiri di samping pintu menarik bajuku pelan. Mengingatkanku untuk menjaga emosiku.
"Lo..." Hera mengela nafas, "setidaknya lo mirip dalam satu hal. Sama-sama berengsek mulut dan kelakuannya!" Hera kemudian berbalik dan berjalan meninggalkan kelasku. Sebelum dia menjauh aku sempat berteriak.
"What..." aku hendak berteriak memakinya namun Giani menghentikanku. 
"Kinara!" Giani sampai memukul bahuku.
“Aw! Sakit tau! Enak aja mereka mau melampiaskan kekesalan mereka ke gue? Mereka pikir gue samsak apa!” aku mengelus bahuku yang terasa panas. Dulu waktu SMP aku diam saja jika menghadapi kejadian seperti ini. Tapi semenjak masuk SMA, hormon puberku tidak membiarkanku untuk mengalah begitu saja. Perubahan partikel dalam diriku membuatku mengenal dan paham artinya harga diri melebihi kadar umum anak-anak lainnya. Aku akui, jiwaku lebih bebas dan meledak-ledak.
 "Biar bagaimanapun juga dia lebih tua darimu dan ingat! Dia kakak kelas kita yang gila hormat. Lo nggak mau kan suruh hormat sama dia!" peringatan Giani ini sedikit ambigu.
"Lo sebenarnya niat memperingatkan gue atau ikutan jelekin dia sih! Ambigu amat!" aku ikut protes.
"Dia dulu yang ngejar-ngejar Setya," aku menoleh saat mendengar suara Kak Ical.
"Kak Icaaallll!" aku sudah siap-siap berlari ke arahnya saat tangannya memegang kepalaku untuk memberikan jarak antara kami berdua. Sebenarnya kami sudah lama kenal karena Kak Ical cukup dekat dengan Kak Setya sehingga tidak hanya satu atau dua kali Kak Ical ke rumah. Kak Ical ini termasuk salah satu tamengku saat dijahili oleh Kak Setya.
"Jangan deket-deket kalau di sekolah. Malu-maluin!" dia mendorong kepalaku hingga aku terdorong dua langkah kebelakang untuk menyeimbangkan tubuhku.
"Ih jangan jual mahal!" aku berjalan mendekatinya dan mengamit lengan kirinya.
"Lama-lama gue muntah liat kalian berdua." Giani berjalan untuk mendahului kami ke kantin.
"Jangan cemburu lah Gin," Kak Ical sempat menarik lengan Giani dan menaruhnya di lengan kanannya, "ah kalau gini kan gue ngerasa punya dua dayang."
"Enak aja!" kami sontak menarik tangan kami dari lengan Kak Ical.
"Gue penasaran deh kak, emang Kak Setya itu gimana sih?" tanya Giani kemudian.
"Jangan nanya, gue ogah kalau lo juga seneng sama Kak Setya!" aku mengingatkan.
"Ya idaman semua cewek. Tampan, mapan, cerdas, gampang juga bergaul. Tapi susah sekali didekatin. Ini nih, masalahnya ini!" Kak Ical menunjuk-nunjukan jarinya padaku. Aku dengan siaga menangkapnya dan langsung menggigitnya, "Akh!"
"Elo ya! Udah gede kenapa nggak jinak-jinak sih!" Kak Ical mengusap tangannya sambil melanjutkan dongengnya, "Kak Setya selalu membandingkan apa pun dengan adiknya. Dikit-dikit Nara, Nara dan Nara. Kalau lo nggak percaya, lo bisa nanya Nara berapa kali dia nanyain kabar kalau lagi nggak barengan. Pokoknya dia the worst lah di sini reputasinya kalau masalah cewek."
“Terus cewek tadi, Kak Hera, dia diapain sama Kak Setya?” biasanya aku tidak pernah tertarik dengan kehidupan Kak Setya di sekolah. Namun, sepertinya kali ini lain. Aku harus tau detailnya agar aku bisa menghadapi gelanggang permainan ini dengan selamat. Firasatku sudah tidak enak sejak melihatnya tadi pagi. Aku mengira dia menyukai Kak Bian hingga dia tidak menyukai keberadaanku di sisinya. Jika dia juga memiliki sejarah dengan Kak Setya, tentu akan ada aliran dendam yang pada akhirnya akan sampai juga padaku ke depannya.
"Lo harus hati-hati Ra, " bukannya memberitahuku Kak Ical justru memperingatkanku.
"Kenapa?"
"Lo bakalan jadi sasaran. Baik karena penasaran atau karena iri. Apalagi elo tadi pagi pergi sama anaknya yang punya yayasan. Lo bakal jadi artis dadakan!" Kak Ical memegang kedua bahuku dengan ekspresi serius. Dia menunjukan simpati yang berlebihan.
"What!" aku hampir saja tersedak, “kebanyakan ntn ftv nih! Ngaco aja, mana ada sampai kayak gitu!”
“Iya sih. Kalau orangnya elo sih kayaknya nggak papa. Elo kan sama kayak Kak Setya. Otot kawat balung wesi nggak punya hati.”
“Ye, mana ada Gatotkaca secantik gue!” aku mengibaskan rambut pendekku saat disamakan dengan tokoh pewayangan itu.
“Helo, ini bukan saatnya bahas Gatotkaca! Tadi gue nggak salah dengerkan? Orang yang dicelakakan Nara tadi pagi anaknya yang punya yayasan!?” Giani melotot pada kami berdua. 
"Nggak usah sekaget itu, dia bukan yang paling kaya di sini!" timpal Kak Ical tidak peduli.
"Ah duit jajan gue sebulan!" aku jadi ingat struk belanjaanku tadi pagi. Aku lalu menaruh kepalaku di atas meja dengan penuh penyesalan.
"Lo kenapa? Kok tiba-tiba pindah topik ke duit jajan?" tanya Kak Ical penasaran.
"Gue dengan gagahnya beliin dia baju paling mahal dan pakai nyombong lagi! And what the hell! Dia uangnya lebih banyak dari gue! Kan guenya yang rugi! Akh ini azab sesungguhnya di dunia nyata!" aku kembali mengerang dan membuat dua orang di hadapanku ini menggelangkan kepala pasrah. Mereka benar-benar tidak mengerti jalan pikiranku.
“Eh, ini gimana sih ceritanya! Kok bahasanya nggak jelas gini!” Giani kesal
Aku hanya terkekeh melihat kejengkelan Giani. Pertama, aku tidak terlalu tertarik dengan sejarah cerita Kak Setya dan Hera. Kedua, aku juga tidak peduli jika Hera yang menyukai Kak Bian itu tidak menyukaiku karena acara tadi pagi. Aku tidak ingin membebani pikiranku dengan dua hal yang bukan menjadi urusanku. 
Setidaknya untuk saat ini.

Next

How do you feel about this chapter?

0 1 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Cinta Tiga Meter
739      460     0     
Romance
Fika sudah jengah! Dia lelah dengan berbagai sikap tidak adil CEO kantor yang terus membela adik kandungnya dibanding bekerja dengan benar. Di tengah kemelut pekerjaan, leadernya malah memutuskan resign. Kini dirinya menjadi leader baru yang bertugas membimbing cowok baru dengan kegantengan bak artis ibu kota. Ketika tuntutan menikah mulai dilayangkan, dan si anak baru menyambut setiap langkah...
Kala Badai Menerpa
1456      687     1     
Romance
Azzura Arraya Bagaswara, gadis kelahiran Bandung yang mencari tujuan dirinya untuk tetap hidup di dunia ini. Masalah-masalah ia hadapi sendiri dan selalu ia sembunyikan dari orang-orang. Hingga pada akhirnya, masa lalunya kembali lagi untuknya. Akankah Reza dapat membuat Raya menjadi seseorang yang terbuka begitu juga sebaliknya?
The Skylarked Fate
7231      2130     0     
Fantasy
Gilbert tidak pernah menerima takdir yang diberikan Eros padanya. Bagaimanapun usaha Patricia, Gilbert tidak pernah bisa membalas perasaannya. Seperti itu terus pada reinkarnasi ketujuh. Namun, sebuah fakta meluluhlantakkan perasaan Gilbert. Pada akhirnya, ia diberi kesempatan baru untuk berusaha memperbaiki hubungannya dengan Patricia.
KELANA [Kenzie - Elea - Naresh]
5518      1930     0     
Fan Fiction
Kenzie, Elea, Naresh, tiga sahabat yang ditakdirkan menjadi seorang bintang. Elea begitu mengagumi Naresh secara diam-diam, hingga dia amat sangat peduli terhadap Naresh. Naresh yang belakangan ini sering masuk lambe turah karena dicap sebagai playboy. Bukan tanpa sebab Naresh begitu, laki-laki itu memiliki alasan dibalik kelakuannya. Dibantu dengan Kenzie, Elea berusaha sekuat tenaga menyadarka...
Cinta dalam Impian
139      111     1     
Romance
Setelah ditinggal oleh kedua orang tuanya, seorang gadis dan abangnya merantau untuk menjauh dari memori masa lalu. Sang gadis yang mempunyai keinginan kuat untuk meraih impian. Voska belajar dengan rajin, tetapi dengan berjalannya waktu, gadis itu berpisah dengan san abang. Apa yag terjadi dengan mereka? Mampukah mereka menyelesaikan masalahnya atau berakhir menjauh?
Miracle of Marble Box
3240      1390     2     
Fantasy
Sebuah kotak ajaib yang berkilau ditemukan di antara rerumputan dan semak-semak. Alsa, Indira dan Ovi harus menyelesaikan misi yang muncul dari kotak tersebut jika mereka ingin salah satu temannya kembali. Mereka harus mengalahkan ego masing-masing dan menggunakan keahlian yang dimiliki untuk mencari jawaban dari petunjuk yang diberikan oleh kotak ajaib. Setiap tantangan membawa mereka ke nega...
Tanpa Kamu, Aku Bisa Apa?
127      100     0     
Romance
Tidak ada yang pernah tahu bahwa pertemuan Anne dan Izyan hari itu adalah hal yang terbaik bagi kehidupan mereka berdua. Anne tak pernah menyangka bahwa ia akan bersama dengan seorang manager band indie dan merubah kehidupannya yang selalu menyendiri menjadi penuh warna. Sebuah rumah sederhana milik Anne menjadi saksi tangis dan canda mereka untuk merintis 'Karya Tuhan' hingga sukses mendunia. ...
Acropolis Athens
5504      2062     5     
Romance
Adelar Devano Harchie Kepribadian berubah setelah Ia mengetahui alasan mendiang Ibunya meninggal. Menjadi Prefeksionis untuk mengendalikan traumanya. Disisi lain, Aram Mahasiswi pindahan dari Melbourne yang lamban laun terkoneksi dengan Adelar. Banyak alasan untuk tidak bersama Aram, namun Adelar terus mencoba hingga keduanya dihadapkan dengan kenyataan yang ada.
Premium
Aksara yang Tak Mampu Bersuara
20271      1983     0     
Romance
Ini aku. Aku yang selalu bersembunyi dibalik untaian kata indah yang menggambarkan dirimu. Aku yang diam-diam menatapmu dari kejauhan dalam keheningan. Apakah suatu saat nanti kau akan menyadari keberadaanku dan membaca semua tulisanku untukmu?
Under The Moonlight
2278      1112     2     
Romance
Ini kisah tentang Yul dan Hyori. Dua sahabat yang tak terpisahkan. Dua sahabat yang selalu berbagi mimpi dan tawa. Hingga keduanya tak sadar ‘ada perasaan lain’ yang tumbuh diantara mereka. Hingga keduanya lupa dengan ungkapan ‘there is no real friendship between girl and boy’ Akankah keduanya mampu melewati batas sahabat yang selama ini membelenggu keduanya? Bagaimana bisa aku m...