Loading...
Logo TinLit
Read Story - Di Bawah Langit yang Sama dengan Jalan yang Berbeda
MENU
About Us  

"Oh God!" aku berteriak diikuti oleh beberapa orang yang juga menjadi saksi peristiwa pagi itu. Aku berlari menghampirinya. Aku sempat melirik badge di tangan kirinya, sial dia kakak kelas duabelas. Aku menelan ludahku, "Kakak nggak papa?"
"Yang  jelas, gue basah!" dia memperhatikan seragamnya yang sekarang berwarna merah karena terkena tumpahan minuman bersoda. Dia baru saja membuka tutup botol minumnya saat bola itu tiba-tiba mengacaukan paginya.
"Kok pagi-pagi minum soda sih! Nggak baik tauk! Makannya..." aku menggigit bibir bawahku, menyadari kesalahanku.
"Kok malah jadi elo yang ngomel, gue korbannya nih di sini", ia menyodorkan minumnya kepadaku, "daripada elo, perbuatan baik lo pagi-pagi udah mencelakakan orang lain."
“Kyaaaa!” terdengar teriakan lain dari pinggir lapangan. Aku menoleh dan melihat seseorang tengah berlari menghampiri kami berdua, “elo kenapa? Kenapa sampai berdarah-darah seperti ini!”
Tanpa sadar aku memutar bola mataku mendengar kelebayan orang itu. Jelas-jelas itu bukan darah! Bagaimana bisa dia lulus pelajaran IPA dan naik sampai kelas dua belas kalau nggak bisa bedain mana darah dan bukan!
“Heh! Lo nggak ada otak atau gimana sih!” tiba-tiba saja dia mendorong bahuku. Aku heran bukan main. Siapa sih cewek resek ini?
“Lo kalau nggak tau apa-apa mending diem deh. Gue pusing dengernya!” korbanku mencoba menyudahi kekhawatiran tak beralasan dari cewek itu. lagi-lagi tanpa aku sadari aku mengangguk mengiyakan. Dia orang ketiga yang tidak seharusnya ikut campur.
“Jelas-jelas dia yang salah! Kok jadi marah ke gue! Gue kan ngawatirin elo! Anak kecil kayak gini kalau nggak dikasih pelajaran nanti ngelunjak!” aku hanya bisa mengernyitkan dahi mendengar ocehannya.
“Sejak kapan mata pelajaran gue nambah sama guru macam lo?” Aku meruntuki mulutku sendiri yang kelepasan bicara.
“Apa lo bilang!”
“Hmp!” si korban jelas-jelas menahan tawanya mendengar komentarku.
"Ra..." Giani menyentil bahuku pelan, "gimana?" ia melirik ke arah dua orang dihadapanku ini dengan khawatir,
Aku hanya menggeleng pelan dan menatap laki-laki yang kini justru sibuk mengibas-ibaskan seragamnya sambil mengabaikan kami semua.
"Maafkan aku, Kak!" setelah aku menunggunya cukup lama, aku akhirnya menyela ketika bel masuk sudah berbunyi.
“Maaf lo bilang? Lo nggak ngelihat dia kayak gitu?” si cewek masih saja menjadi jubir si korban.
"Lo mending balik ke kelas gih!” usir si korban. Aku menahan tawaku melihat perubahan muka si cewek itu. Dia pergi meninggalkan kami dengan muka masam. Aku cuma heran kenapa dia ikut campur. Apa mungkin dia kekasihnya?
“...dan elo, temani gue ke BK saat ini juga!" tanpa menunggu jawabanku, si korban mendahuluiku berjalan ke arah ruang BK. Aku gelagapan dan cepat-cepat memberikan bola basket ke Giani. "Lo tunggu di kelas aja, biar gue yang tanggung jawab!"
"Tapi Ra..."
"Nggak papa, bilang sama Pak Kholis kalau gue di ruang BK!" aku berlari dan mengikuti si korban tepat tiga langkah di belakangnya. Aku menunduk saat kami melewati lorong kelas dua belas. Jujur ini adalah lorong yang jarang sekali digunakan anak-anak kelas sepuluh atau kelas sebelas. Aku gugup saat beberapa kakak kelas sempat menyapa laki-laki itu. Ikut penasaran.
"Bian! Ada apa denganmu!" Bu Tata langsung saja berteriak melihat anak didiknya masuk dengan kondisi seperti itu. Ingat, bajunya yang putih itu sudah berwarna merah, karena minuman soda itu.
"Ini salah saya, Bu!" aku langsung mengaku saat Bu Tata beralih menatapku.
"Ada baju ganti, Bu?" tanyanya sambil duduk di salah satu kursi BK. Aku melongo mendengar pertanyaan kakak kelas yang bernama Bian itu. Dia pikir ini rumahnya yang ada baju ganti serep?
"Sebentar..." jawaban Bu Tata membuatku melongo. Bu Tata kini mulai sibuk membuka lemari di pojokan ruangan. Ruang BK ini ternyata menyimpan baju cadangan untuk siswanya. Baju-baju itu berasal dari sumbangan kakak angkatan yang sudah lulus. Ini untuk menganggulangi kejadian seperti ini, "ada apa sih ini?"
"Tadi gadis kecil ini bermain basket dan bolanya mengenai minuman saya, Bu. Saya terpaksa mandi darah," jelasnya.
"Hush ngawur aja kamu!" Bu Tata sudah kembali dan membawa dua buah baju, "ini yang paling gede, kamu coba dulu di sana. Kamu, duduk sini, siapa namamu? Ibu belum apa kelas sepuluh."
"Kinara Bu, Kinara Sali Baswara." aku duduk di kursi yang disediakan untuk anak-anak saat bimbingan konseling.
"Saudaranya Setya?" aku hanya mengangguk pelan menjawab pertanyaan Bu Tata. Kak Setya dulu juga sekolah di sini dan baru lulus dua tahun lalu. Jadi wajar kalau guru-guru masih ingat padanya. Apalagi Kak Setya sempat menjadi ketua OSIS di sini.
"Lo adiknya Kak Setya?" yang terkejut justru laki-laki yang sedang mengganti bajunya. Dia langsung membuka tirai yang awalnya menutupi dirinya. Aku sontak tertawa melihatnya.
"Oh, kekecilan!" Bu Tata menepuk dahinya, baju itu terlalu pendek untuk bisa di masukkan ke celananya. Membuatnya sangat ketat di tubuh kakak kelas yang bisa dikatakan tinggi itu.
"Yang ini panjangnya oke Bu, tapi bahunya nggak muat!" dia melepas bajunya dengan asal, membuatku mengalihkan pandangan. Walau dia memakai kaos tanpa lengan tetap saja membuatku tak berani menatapnya.
"Ya udah kamu beli yang baru aja, ibu bikinkan surat izin keluar Bian." Bu Tata kembali ke tempat duduknya dan mulai menuliskan surat izin untuk siswanya.
"Dia juga Bu, dia yang harus beliin saya baju!" Bu Tata menilikku dari balik kaca matanya. Saat aku mengangguk pasrah, Bu Tata mengiyakan permintaan itu.
"Ke kelas gue dulu gih, ambillin jaket sama tas gue!" aku melongo  tak percaya.
"A..a..a..ku kak? Ta..tapi kan kelas du..duabelas..." dengan bodohnya aku tergagap. Membayangkan masuk ke kelas dua belas saja membuatku mulas serasa uji nyali.
"Lo nggak lihat gue telanjang gini?"
"Bian..." Bu Tata menegurnya, "nih, Kinara. Kamu sekalian berikan ini ke kelas Bian lalu ke kelasmu juga. Biar Bian tunggu di sini." aku tambah melongo tak percaya. Bukannya membelaku, beliau justru menyetujui ide laki-laki itu. Aku sudah tidak bisa mengelak lagi. Aku berdiri dan dengan langkah gontai aku meninggalkan ruang BK.
"Nama gue Fabian Galih!" teriaknya sebelum aku keluar ruangan.
“Iya gue juga tau!” jawabku sambil menunjuk surat izin miliknya.
“Eh?” dia sedikit terkejut ketika mendengarku mengomel. Bodo amatlah. Itu tidak penting, yang sekarang penting adalah  aku harus mempersiapkan diri memotong urat maluku di kelas dua belas. Aku berkali-kali menelan ludah sambil menggaruk-garuk kepalaku tak berdaya.
Oh God, please help me!

NEXT!

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
DI ANTARA DOEA HATI
1516      767     1     
Romance
Setelah peristiwa penembakan yang menewaskan Sang mantan kekasih, membuat Kanaya Larasati diliputi kecemasan. Bayang-bayang masa lalu terus menghantuinya. "Siapapun yang akan menjadi pasanganmu akan berakgir tragis," ucap seorang cenayang. Hal tersebut membuat sahabat kecilnya Reyhan, seorang perwira tinggi Angkatan Darat begitu mengkhawatirkannya. Dia berencana untuk menikahi gadis itu. Disaa...
Premium
MARIA
8899      2599     1     
Inspirational
Maria Oktaviana, seorang fangirl akut di dunia per K-Popan. Dia adalah tipe orang yang tidak suka terlalu banyak bicara, jadi dia hanya menghabiskan waktunya sebagian besar di kamar untuk menonton para idolanya. Karena termotivasi dia ingin bercita-cita menjadi seorang idola di Korea Selatan. Hingga suatu ketika, dia bertemu dengan seorang laki-laki bernama Lee Seo Jun atau bisa dipanggil Jun...
Premium
Aksara yang Tak Mampu Bersuara
21001      2258     0     
Romance
Ini aku. Aku yang selalu bersembunyi dibalik untaian kata indah yang menggambarkan dirimu. Aku yang diam-diam menatapmu dari kejauhan dalam keheningan. Apakah suatu saat nanti kau akan menyadari keberadaanku dan membaca semua tulisanku untukmu?
DAMAGE
4046      1470     2     
Fan Fiction
Kisah mereka berawal dari rasa penasaran Selgi akan tatapan sendu Sean. Ketidakpuasan takdir terhadap pertemuan singkat itu membuat keduanya terlibat dalam rangkaian cerita selanjutnya. Segalanya pun berjalan secara natural seiring kedekatan yang kian erat. Sean, sang aktor terkenal berperan sangat baik untuk bisa menunjukkan kehidupannya yang tanpa celah. Namun, siapa sangka, di balik ...
The Sunset is Beautiful Isn't It?
2392      778     11     
Romance
Anindya: Jangan menyukai bunga yang sudah layu. Dia tidak akan tumbuh saat kamu rawat dan bawa pulang. Angkasa: Sayangnya saya suka bunga layu, meski bunga itu kering saya akan menjaganya. —//— Tau google maps? Dia menunjukkan banyak jalan alternatif untuk sampai ke tujuan. Kadang kita diarahkan pada jalan kecil tak ramai penduduk karena itu lebih cepat...
The Maze Of Madness
6055      2171     1     
Fantasy
Nora tak banyak tahu tentang sihir. Ia hidup dalam ketenangan dan perjalanan normal sebagai seorang gadis dari keluarga bangsawan di kota kecilnya, hingga pada suatu malam ibunya terbunuh oleh kekuatan sihir, begitupun ayahnya bertahun-tahun kemudian. Dan tetap saja, ia masih tidak tahu banyak tentang sihir. Terlalu banyak yang terjadi dalam hidupnya hingga pada saat semua kejadian itu merubah...
Premium
Titik Kembali
6640      2212     16     
Romance
Demi membantu sebuah keluarga menutupi aib mereka, Bella Sita Hanivia merelakan dirinya menjadi pengantin dari seseorang lelaki yang tidak begitu dikenalnya. Sementara itu, Rama Permana mencoba menerima takdirnya menikahi gadis asing itu. Mereka berjanji akan saling berpisah sampai kekasih dari Rama ditemukan. Akankah mereka berpisah tanpa ada rasa? Apakah sebenarnya alasan Bella rela menghabi...
To the Bone
221      200     1     
Romance
Di tepi pantai resort Jawel palace Christian mengenakan kemeja putih yang tak di kancing dan celana pendek seperti yang iya kenakan setiap harinya “Aku minta maaf tak dapat lagi membawa mu ke tempat- tempat indah yang ka sukai Sekarang kamu kesepian, dan aku benci itu Sekarang kamu bisa berlari menuju tempat indah itu tanpa aku Atau kamu bisa mencari seseorang pengganti ku. Walaupun tida...
AUNTUMN GARDENIA
169      146     1     
Romance
Tahun ini, dia tidak datang lagi. Apa yang sedang dia lakukan? Apa yang sedang dia pikirkan? Apakah dia sedang kesulitan? Sweater hangat berwarna coklat muda bermotif rusa putih yang Eliza Vjeshte kenakan tidak mampu menahan dinginnya sore hari ini. Dengan tampang putus asa ia mengeluarkan kamera polaroid yang ada di dalam tasnya, kemudian menaiki jembatan Triste di atas kolam ikan berukura...
Ketos pilihan
898      623     0     
Romance
Pemilihan ketua osis adalah hal yang biasa dan wajar dilakukan setiap satu tahun sekali. Yang tidak wajar adalah ketika Aura berada diantara dua calon ketua osis yang beresiko menghancurkan hatinya karena rahasia dibaliknya. Ini kisah Aura, Alden dan Cena yang mencalonkan ketua osis. Namun, hanya satu pemenangnya. Siapa dia?