"Kalian berdua sebenarnya ributin apa sih? Naresh jawab Papah!"
Naresh hanya menunduk dan tak menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Jung Sejin ayah kandungnya. Kini mata sang ayah pun beralih kepada Kenzie. "Kenzie kamu saja yang jelaskan, sebenarnya ada apa ini?"
"Jadi begini Pah, sebenarnya Naresh pergi dengan Elea kemarin, tetapi ternyata Naresh malah membiarkan Elea pergi begitu saja dan dia memilih bersama Shaera ... Papah tahu kan kalau Om Ian kemarin begitu panik mencari Elea."
Jung Sejin mengangguk, lalu kembali menatap Naresh. "Sebenarnya mau kamu tuh apa sih, Resh? Kamu terus menerus Gonta ganti pasangan enggak jelas! Apa kamu mau mengikuti jejak ibumu?"
Naresh mendongak saat sang ayah menyinggung ibunya, dan tak diduga dia berani menyahut dengan suara yang lantang. "Cukup! Papa enggak berhak ngatain Mama! Bagaimana pun Mama itu ibu kandung Naresh!"
"Naresh!" Jung Sejin mengangkat tangannya ke udara. Tangannya begitu bergetar karena sebisa mungkin dia menahan diri untuk tak menampar Naresh.
"Ayo tampar Naresh Pah! Tampar aja!"
Kenzie merasa tak bisa tinggal diam. Dia mencoba menengahi keduanya karena bagaimana pun Kenzie tak suka melihat keduanya bertengkar. Dia tak ingin kondisi ibunya yang sedang sakit akan semakin drop karena pertengkaran ini. "Naresh, Papah aku mohon tenang. Jangan bertengkar lagi, aku tak mau Mamah mendengar pertengkaran ini."
Naresh menepis tangan Kenzie. "Ini semua tuh salah lo Ken!"
Kenzie melongo tak mengerti. "Gue salah apa Resh?"
"Lo harusnya jujur suka sama Elea. Bukan jadi pengecut yang terus menerus menyembunyikan perasaan!"
"Lo harusnya enggak maksain gue buat jadian sama Elea! Yang hati gue suka tuh cuma Shaera!"
"Lo pengecut!" umpat Naresh.
Kenzie mencoba tak terpancing emosi walaupun sesungguhnya tangannya udah mengepal dan hendak meninju Naresh. Kenzie mencoba meredam semua emosi, dan memilih berbalik pergi.
"Kenzie kamu mau ke mana?" tanya Jung Sejin.
"Aku mau cari Elea Pah. Aku khawatir sama dia."
Kenzie melangkah menuju garasi, lalu menaiki motor besarnya untuk mulai memecah jalanan yang masih gelap gulita. Dia tak tahu akan kemana yang pasti dia akan menyusuri semua tempat yang mungkin didatangi Elea.
Hingga diperjalanan tak sengaja dia berpapasan dengan mobil milik Max, dan dia melihat Elea ada di dalam mobil tersebut.
"Itu Elea!"
Kenzie pun mengikuti mobil Max dan mencegatnya hingga mobil itu terhenti mendadak. Telat sedikit saja Max menekan rem mungkin Kenzie sudah tertabrak.
Max dan Elea turun dari mobil secara bersamaan. Tanpa menunggu Kenzie langsung menghambur ke arah Elea dan memeluk Elea dengan segenap hatinya. "El, gue khawatir sama lo. Lo enggak apa-apa kan?"
Kenzie mengecek setiap inci tubuh Elea lalu menatap Max. "Lo enggak apa-apain Elea kan?"
"Kenzie! Max tuh udah nolongin gue! Kalau enggak ada dia mungkin gue udah ada di rumah sakit!" Elea membela Max, dan nada bicaranya terhadap Kenzie terdengar begitu marah.
"El, lo marah sama gue?"
Elea tak menjawab dan memundurkan tubuhnya dari Kenzie.
"Lo marah sama gue? Apa ini gara-gara Naresh?" tanya Kenzie lagi.
"Jangan sebut nama dia lagi di hadapan gue Ken! Gue benci sama Naresh!" Elea menjawab diiringi isakan kecil.
Kenzie tak tega melihat Elea bersedih. Dia berusaha menyeka air mata Elea. Namun, tiba-tiba Max mendekat dan merangkul Elea di hadapannya.
"Lo lebih baik pergi Ken! Gue akan antar Elea ke rumahnya."
Kenzie menggeleng. "Gue tetangga sekaligus sahabatnya jadi gue yang akan antar Elea pulang!"
"Gue yang akan antar dia Kenzie!" seru Max bersikukuh.
"Gue!" Kenzie juga berteriak tak mau kalah, dan dia mulai menarik salah satu lengan Elea.
Max juga tetap menahan Elea, hingga aksi saling tarik menarik pun terjadi.
"Kalian ini apa-apaan lepas ... awww ...." Elea kembali terlihat kesakitan hingga Kenzie memilih melepaskan Elea dan membiarkannya dalam dekapan Max.
"El, kepala lo sakit lagi?" tanya Max yang nampak begitu khawatir.
Elea mengangguk. "Gue mau pulang Max, tolong anterin gue."
"Elea ...." Kenzie berucap pelan. Dia tak percaya Elea lebih memilih pergi bersama Max.
"Elea!" Kenzie terus memanggil Elea, tetapi perempuan itu malah memilih acuh dan masuk ke dalam mobil milik Max.
"Gue yang akan antar Elea! Lebih baik lo pulang Ken dan enggak usah cemasin soal Elea lagi!" ucap Max sebelum naik ke mobilnya.
Tangan Kenzie kembali mengepal saat melihat mobil Max menjauh. Hingga setelah semakin jauh dia menggeram seraya memukul udara di sekitarnya.
"Sial! Naresh yang salah tapi kenapa gue yang lo benci El!"
"Kenapa lo tega sama gue Elea!"
"Gu-gue sayang sama lo Elea ... tolong anggap gue sekali aja." Kenzie mengucapkan semua isi hatinya dengan lirih dan menjatuhkan diri ke tanah. Dia terus berteriak melampiaskan semua perasaannya di tengah kesunyian fajar yang belum menyingsing.
.....
Apa gue udah keterlaluan ya sama Kenzie?
Elea melirik ke arah spion dan dia bisa melihat Kenzie bersimpuh di tanah. Dia terus mengamati sosok Kenzie hingga hilang dari pandangannya. Saat sosok itu menghilang Elea merasa begitu menyesal dan entah kenapa batinnya juga ikut terasa sakit hingga ia tak kuasa menahan air matanya.
Maxim mengulurkan tangannya ke arah kepala Elea, lalu dia memegang pucuk kepala Elea. "Lo kenapa nangis lagi? Kepala lo masih sakit?"
"Enggak kok Max, sakit di kepala gue udah berkurang."
"Lo nangis mikirin Kenzie apa Naresh?"
Elea tak menjawab apa pun karena mengingat kedua orang tersebut hanya membuat tangisannya tak bisa berhenti. Dia belum tahu pasti kenapa hatinya seperti ini. Tapi yang jelas hatinya betul-betul terasa sakit.
Max menghela nafasnya. "Lo sadar sih kalau Kenzie tuh suka sama lo."
Apa? Elea langsung menoleh ke arah Max yang tengah menatapnya.
"Jadi lo selama ini enggak sadar, El?"
Elea menggeleng. "Enggak mungkin! Kenzie tuh sukanya sama orang lain. Gue sama Kenzie tuh cuma sebatas sahabatan Max."
Max tertawa lalu mengalihkan tatapannya ke jalan. "Bener ya jatuh cinta itu bikin orang buta. Saking cintanya lo sama Naresh. Lo sampe enggak menyadari kalau di dekat lo ada laki-laki yang begitu menyayangi lo dengan tulus."
Elea tak mau berkomentar apa-apa. Dia memilih bungkam tetapi sebenarnya pikirannya langsung mencerna semua yang terjadi antara dirimya dan Kenzie. Dia mengingat semua perlakuan Kenzie terhadapnya.
Apa benar Kenzie suka sama gue?
Enggak mungkin, Kenzie enggak mungkin suka sama gue. Semua yang dia lakukan pasti hanya sekedar perhatian sebagai sahabat.
.......
Max memberhentikan mobilnya tepat di depan kediaman Elea. Lalu Elea pun bersiap untuk turun. Sebelum turun Elea menoleh ke arah Max untuk mengucapkan terima kasih.
"Thanks ya Max, udah nolongin gue kemarin."
"Sama-sama El. Lebih baik lo periksa kondisi kepala lo. Gue takut ada sesuatu yang bahaya."
"Ok Max."
Elea hendak turun, tetapi tiba-tiba Max menahannya. "Tunggu El."
"Ada apa Max?"
Max mendekatkan wajahnya ke wajah Elea, lalu dia menatap kedua mata Elea dengan sungguh-sungguh membuat Elea kembali waspada. "Max lo mau apa?"
"Tenang aja El, gue cuma mau bilang sesuatu sama lo."
"Apa?"
"Jangan buang air mata lo buat laki-laki yang sama sekali enggak mikirin lo. Lo berhak bahagia, dan terbebas dari semua perasaan yang begitu menyiksa itu."
Max menyeka sedikit air mata yang ada di ujung kelopak mata Elea, lalu dia tersenyum. "Lo harus bahagia dan sehat biar bisa balik syuting lagi ok."
Elea hanya mengangguk, entah kenapa dia merasa tersentuh dengan kata-kata yang diucapkan Max. Semua kata dan perlakuan Max membuat penilaiannya terhadap laki-laki itu berubah.
"Gu-gue turun ya ... sekali lagi terima kasih buat bantuan lo."
"Sama-sama Elea."
Max melambaikan tangan dan terus mengamati Elea yang masuk ke kediamannya. Lalu dia memegang dadanya yang sedari tadi bergemuruh tak beraturan. Selama ini dia belum pernah merasakan debaran seperti ini saat bersama Ilonna. Dia benar-benar sudah jatuh hati kepada Elea.
"Elea mungkin selama ini di hidup lo hanya ada Naresh dan Kenzie, tetapi mulai sekarang gue akan turut serta mewarnai hidup lo. Gue akan bikin hati lo luluh."