Ilonna nampak tak takut, perempuan itu malah tersenyum menantang Elea. Sedangkan Kenzie dan Naresh kini menatap Elea dengan sejuta tanya.
"Yaudah ayo," ucap Ilonna lalu naik ke dalam mobil Naresh bersama sang kekasih.
Elea dan Kenzie juga ikut menyusul naik duduk di belakang.
"Jadi hal apa yang mau Lo bicarain El?" tanya Naresh memulai.
"Gue mau bilang ... kalau sebenarnya ... sebenarnya."
"Sebenarnya apa Elea, kok lo jadi gagap gitu sih?" tanya Ilonna dengan tatapan yang mengintimidasi.
Elea jadi tergagap karena tatapan Ilonna. Tatapan ilonna yang sedikit menakutkan itu meruntuhkan keberanian yang telah dia bangun.
Namun, tiba-tiba Kenzie menggenggam tangan Elea. "Lo kenapa sebenarnya? kalau lo mau bilang sesuatu ayo bilang. Jangan takut ... Lo harus berani jujur."
Elea menatap Kenzie. Harus berani jujur? Apa Kenzie nyangka gue mau nembak Naresh? Astaga ini bukan soal perasaan gue Kenzie.
Naresh juga menatap Elea. "Ayo El, sebenarnya lo mau ngomong apa sih."
Karena ucapan Kenzie dan Naresh. Keberanian Elea muncul. Dia akhirnya melayangkan telunjuknya ke arah Ilonna. "Dia!"
"Lo harus tahu Naresh, dia udah selingkuh di belakang lo!" ungkap Elea dalam satu tarikan nafas.
"Apa?" sahut Naresh dan Kenzie bersamaan.
Naresh menatap ke arah Ilonna. "Apa yang dibilang Elea benar? Lo selingkuh di belakang gue?"
Nada bicara Naresh berubah terhadap Ilonna. Pasalnya Naresh paling tak bisa mentoleransi bila seseorang menyelingkuhinya.
"Jawab Ilonna!" seru Naresh.
Ilonna menggeleng. "Sayang aku enggak selingkuh, memang Elea punya bukti kalau aku selingkuh?"
"Lo memang punya bukti kalau gue selingkuh?" Ilonna bertanya pada Elea, dia juga tak segan mengarahkan kukunya yang tajam ke arah Elea, seperti binatang yang ingin mencakar mangsanya.
Kenzie dengan sigap melindungi Elea, menahan tangan Ilonna. "Eh, jangan kasar lo sama Elea!"
"El, lo ada bukti perselingkuhannya?" Kenzie juga meminta bukti atas perkataan Elea.
Elea menggeleng. "Gue tadi enggak bawa ponsel. Jadi gue enggak bisa rekam apapun. Tapi gue lihat pakai mata kepala gue sendiri kalau Ilonna lagi berduaan sama Max."
"Max? Wah lo jago banget ngarang ya. Lo benar-benar pengen ngerusak hubungan gue sama Naresh dengan fitnah gue kayak gini!"
"Gue enggak fitnah, dan lo enggak usah sok memutarbalikkan fakta!" Elea kembali melayangkan telunjuknya ke arah Ilonna.
Ilonna menghempaskan telunjuk Elea, lalu memegang lengan Naresh untuk membujuk Naresh agar mempercayainya. Bahkan perempuan itu juga memasang wajah yang tak bersalah.
"Sayang, aku enggak mungkin selingkuh. Kita kan udah janji mau serius sampai menikah. Kamu enggak usah percaya sama omongan Elea."
Tanpa bicara Naresh menatap Elea dan Ilonna secara bergantian. Terlihat dahi Naresh mengerenyit. Tanda bahwa laki-laki itu tengah berpikir keras.
"Coba kamu pikir Max itu enggak ada ke lokasi syuting hari ini. Kalau kamu enggak percaya kamu bisa cek ke kru yang lain."
"Hmm ... Ilonna benar sih, Max hari ini katanya ijin sakit." Timpal Kenzie.
"Kalian jadi enggak percaya sama gue. Gue beneran lihat Max sama Ilonna tadi di belakang gedung. Bahkan gue tahu kalau sebenarnya Ilonna ini pengen ngejebak lo Resh."
Ilonna menyeringai. "Fitnah apa lagi ini? Otak lo kayaknya terlalu mengkhayati peran antagonis lo ya El, sampai kebawa ke real life, dan lo jadi berani fitnah gue kayak gini."
"Gue enggak fitnah! Lo yang licik tau ga!"
Elea kembali menunjuk Ilonna, dan Ilonna balas ingin mencakar Elea. Ilonna terus mengarahkan jemarinya hingga dia berhasil menarik sebagian rambut Elea yang berwarna kecokelatan.
"Sakit Ilonna!" pekik Elea.
Elea tak mau kalah, dia menelusupkan tangannya ke sela rambut Ilonna, lalu balas menjambaknya.
Sontak Ilonna pun menjerit kesakitan. "Aaaaaaaaa ... sakit gila! Lepas!"
Kedua perempuan itu saling tarik menarik rambut dari tempat duduk masing-masing, membuat kondisi dalam mobil itu ricuh dan sedikit bergoyang. Tentu saja Kenzie tak tinggal diam. Dia berusaha menghentikan aksi keduanya.
"Udah ilonna! Lepasin Elea!" seru Kenzie.
"El, udah El!"
Sementara Naresh hanya berdiam diri mengamati kelakuan sahabat juga kekasihnya. Tangan Naresh mengepal menahan emosi hingga akhirnya dia tak tahan saat melihat Elea tergores kuku Ilonna yang tajam. Naresh pun berteriak dengan suara baritonnya. "Berhenti! Berhenti kalian berdua!"
Teriakan Naresh berhasil menghentikan aksi saling menjambak yang dilakukan oleh Elea dan Ilonna.
Naresh menarik tangan Ilonna dengan kasar, dan juga menatap Elea dengan tatapan yang tak kalah menakutkan. "Kelakuan kalian ini benar-benar seperti anak kecil tahu enggak!"
"Ih, sakit sayang."
"Aku begini tuh karena dia udah fitnah aku sayang," ucap Ilonna masih berusaha membela diri.
"Gue enggak fitnah! Itu semua nyata Resh!"
"Cukup!" teriak Naresh. "Gue enggak mau denger ucapan kalian. Gue bakal telepon Max sekarang. Kalau dia memang ada di sekitar sini berarti omongan Elea memang benar."
"Lo memang selingkuh dari gue!" tekan Naresh seraya menatap Ilonna.
"Sayang aku-"
Naresh mengangkat telapak tangannya. "Stop! Dengerin gue dulu. Sebaliknya kalau Max memang ada di apartemennya berarti omongan Ilonna yang benar, dan Elea yang udah bohong."
"Ayo telepon aja, gue yakin Max masih ada di sekitar sini atau dijalan," sahut Elea begitu yakin.
Naresh pun mengeluarkan ponselnya lalu menghubungi Max melalui video call.
Bunyi nada sambung yang terdengar membuat hati Elea cemas dan gelisah. Namun dia berusaha tenang, dia yakin Max masih dalam perjalanan. Setahu Elea apartmen Max cukup jauh dari tempatnya berada kini.
Dia pasti masih di jalan. Aku yakin Max masih dalam perjalanan.
Dia pasti enggak angkat karena takut ketahuan. Pikir Elea dalam batinnya.
Namun, ternyata pemikiran Elea salah. Di detik-detik terakhir Max menerima panggilan tersebut. Lalu yang semakin membuat dia tak bisa berkata-kata. Laki-laki itu nampak terbaring tak berdaya di atas ranjang.
"Halo, Resh ada apa nelpon gue?" Dari suaranya yang serak terdengar meyakinkan kalau Max memang benar-benar sedang sakit.
Suaranya sekarang kok serak begitu? Tadi pas gue lihat dia baik-baik aja.
Naresh sontak menghadiahi Elea dengan tatapan yang mematikan. Dia lalu kembali menatap layar handphonenya. "Halo Max, gue cuma mau tahu kabar lo aja. Lo lagi dimana?"
Terlihat Max memutar layar handphonenya agar teman-temannya bisa melihat ke sekeliling tempat dia berada. "Gue di apartemen. Gue lagi sedikit agak flu, jadi gue enggak datang dulu buat syuting. Gue enggak mau kalian semua ketularan flu."
Kok bisa sih? Yang tadi aku lihat itu jelas-jelas Max. Kok bisa sekarang dia udah nyampe di apartemennya. Elea terus bertanya-tanya dalam hati
"Ya udah Bro, cepet sembuh ya. Gue cuma mau ngecek keadaan lo doang kok."
"Ok Resh, thanks udah khawatir."
"Sama-sama, gue matiin ya. Bye," ucap Naresh lalu mematikan sambungan video call tersebut.
Ilonna langsung merangkul Naresh. "Udah jelas kan siapa yang bohong."
Sementara Elea tak bisa berkata apapun lagi. Dia tak tahu lagi bagaimana cara untuk membuat Naresh percaya padanya.
"Gue minta Kenzie, sama Ilonna keluar. Gue mau bicara berdua sama Elea." Naresh memberi instruksi.
"Gue mau tetap di sini. Gue mau temani Elea," ucap Kenzie.
"Gue bilang keluar!"
"Ken, udah lo keluar aja. Gue enggak apa-apa kok."
"Tapi El ...."
"Udah gue enggak apa-apa," ucap Elea meyakinkan Kenzie. Dia tak mau Kenzie dan Naresh terlibat adu mulut lagi.
Kenzie dan Ilonna pun akhirnya keluar meninggalkan Elea berdua dengan Naresh.
Naresh menatap Elea tanpa bicara apapun. Mereka berdua saling terdiam untuk beberapa menit. Hingga akhirnya Naresh mulai bersuara.
"Gue kecewa sama lo!"
Kata-kata pembuka itu cukup menghujam perasaan Elea. "Resh, gue enggak bohong Resh. Ilonna itu beneran selingkuh."
"Cukup El! Lo yang enggak usah bohong lagi. Buktinya udah jelas Max ada di apartemennya sekarang. Lo pikir Max punya pintu ajaib yang buat dia bisa pindah tempat dalam waktu sekejap."
"Ya gue juga enggak ngerti gimana caranya Max tiba-tiba ada di apartemennya. Tetapi jelas banget tadi tuh dia ada ...."
"Cukup!" seru Naresh dengan nada tinggi
"Cukup El, gue tahu lo enggak suka sama semua perempuan yang dekat sama gue! Apa lo enggak sadar semua hubungan gue kandas tuh karena lo!"
"Apa? Jadi lo nyalahin gue Resh!"
"Iya gue nyalahin lo! Gue jadi playboy gini karena lo. Hubungan gue enggak pernah ada yang bertahan lama itu karena lo! Karena lo selalu ngintilin gue kemana-mana dan bikin semua perempuan itu enggak nyaman!" ungkap Naresh.
"Tetapi sekarang gue udah enggak bisa mentolerir sikap lo lagi. Lo udah fitnah Ilonna dan itu udah sangat diluar batas. Gue minta mulai sekarang lo enggak usah ikut campur masalah asmara gue!"
Elea mematung, air matanya tumpah secara perlahan. Hatinya begitu sakit mendengar semua isi hati Naresh yang meledak-ledak. Dia tak menyangka bahwa selama ini Naresh menganggap dirinya lah yang salah.
Jadi Naresh dicap menjadi seorang playboy karena ulah gue sendiri. Naresh gonta-ganti pasangan karena gue ....
Seperti boneka rusak Elea terus mengulang kalimat itu dalam hatinya. Sementara Naresh tak bergeming sama sekali dengan tetesan kesedihan dari mata Elea.
"Udah enggak usah nangis! Tangisan lo itu enggak akan bikin gue iba kali ini. Lo harus sadar diri El!"
Elea mengangguk, lalu mencoba menyeka air matanya. "Oke fine gue enggak akan pernah ikut campur lagi urusan cinta lo Resh. Sorry kalau ternyata gara-gara gue semua hubungan lo kandas. Mulai detik ini gu-gue akan berhenti ganggu hidup lo Resh."
Setelah mengucapkan kalimat tersebut Elea pun membuka pintu lalu keluar dari mobil Naresh dengan setengah berlari. Saat keluar ternyata Kenzie masih menunggu di luar mobil Naresh. Dia menyadari Elea menangis
Kenzie pun menyusul langkah Elea yang menuju ke belakang gedung. Sesampainya di tempat sepi Kenzie langsung menahan langkah Elea.
"El, tunggu!"
"Lepas Ken, gue pengen sendiri," pinta Elea terisak.
"Enggak! Gue enggak akan ninggalin Lo. Sebenarnya lo kenapa? Lo diapain sama Naresh?"
Elea menatap Kenzie dengan mata yang berkaca-kaca. "Naresh ... Naresh ...."
Elea tak sanggup mengatakan semuanya kepada Kenzie. Elea hanya bisa menundukkan wajahnya sambil terus terisak.
Kenzie tak sanggup melihat Elea sehancur itu. Kedua tangan Kenzie bergerak begitu saja. Dia merengkuh Elea ke dalam dekapannya yang hangat. Dia membelai lembut kepala Elea dengan penuh kasih sayang.
"Udah lo jangan nangis. Enggak ada gunanya lo menangisi Naresh. Ada gue disini El, dan gue percaya sama semua ucapan lo El."