"Kali ini dia mau kencan dengan siapa lagi?"
Elea, mengintip dari balik jendela rumahnya ke arah sebuah mobil Ferrari Lamborghini warna merah yang terparkir di pekarangan tetangganya. Dia baru saja melihat sang pemilik kendaraan yang bernama Naresh naik dengan penampilan yang sudah rapi maksimal. Tak lupa sebuket bunga mawar berwarna merah muda dibawa di tangan laki-laki bermata sipit itu.
"Gue harus ngikutin dia lagi. Gue harus nyadarin kalau kelakuannya tuh salah."
Elea bergegas beranjak dari tempatnya berdiri, meraih tas selempang kecilnya, lalu berlari ke luar kamar, menuruni tangga. Seraya menuruni tangga dari lantai tiga Elea menghubungi seseorang.
"Ken, siapin motor lo. Anak itu berulah lagi. Sepertinya dia tuh gak kapok masuk ke halaman lambe turah kemarin."
Setelah mendapat jawaban dari seseorang bernama Kenzie. Elea pun mematikan sambungan telpon, lalu memasukkan ponselnya ke tas selempang kecil miliknya.
Dia hampir saja lupa berpamitan jika sang ibu tak memanggilnya. "Elea Almahyra! Mau kemana kamu?"
Elea menghentikan langkahnya, lalu berbalik seraya memamerkan giginya yang rapi. "Eh, Mama. Belum tidur Ma?"
Ibu Elea yang bernama Venita itu memicingkan matanya tajam, lalu melipat tangannya di depan dada. "Harusnya Mama yang tanya sama kamu. Kenapa belum tidur? Besok kamu kan harus syuting Elea!"
Elea menggaruk tengkuknya. "Mau keluar sebentar ada urusan urgent."
"Urusan urgent apa?"
Belum sempat menjawab, Elea mendengar suara klakson dari kendaraan di luar rumahnya.
Elea buru-buru mencium tangan sang Mama. "Nanti El, jelaskan Ma. Mama tenang aja sebelum jam 12 sudah sampai rumah kok."
"Elea! Elea Almahyra!"
Elea menghiraukan teriakan Ibu Venita yang begitu kencang seperti stereo. Dia gegas naik ke atas sebuah sepeda motor ninja berwarna hitam yang ditunggangi seorang laki-laki berjaket kulit hitam, yang tak lain adalah Kenzie.
"Pegangan gue mau ngebut! kita kayaknya udah ketinggalan jauh dari Naresh."
Elea pun melingkarkan tangannya di pinggang Kenzie tanpa rasa sungkan. Karena dia sudah menganggap Kenzie seperti saudaranya sendiri saking lamanya mereka sudah mengenal.
Kenzie melajukan motornya memecah jalanan. Dia memang sudah hafal kemana tujuan Naresh kali ini. Laki-laki itu pasti pergi ke restoran bintang lima jika ingin berkencan dengan seorang perempuan.
"By the way, mau sampai kapan sih kita terlibat urusan kencannya Naresh?" tanya Kenzie sedikit berteriak menyaingi suara motornya.
Elea menghembuskan nafasnya dengan kencang. Dirinya juga tak tahu harus sampai kapan menjaga Naresh yang selalu bersikap seenaknya, dan berkencan dengan perempuan yang berbeda setiap minggu. Elea hanya tak mau Naresh dicap sebagai laki-laki playboy, dan pamor keartisannya tercemar.
"Mungkin sampai Shaera balik. Gue yakin saat Shaera balik Naresh enggak akan berulah lagi."
"Seyakin itu lo, El?"
"Tentu gue yakin. Setahu gue Naresh tuh cinta sama Shaera setengah mati." Saat mengucapkan kalimat tersebut Elea menundukkan wajahnya. Ada sesuatu yang terasa pilu di hatinya, tetapi dia memilih mengabaikan rasa pilu tersebut.
Setelah menempuh beberapa kilometer. Akhirnya keduanya sampai di depan sebuah restoran bintang lima. Kenzie menunjuk ke arah mobil Naresh yang terparkir rapi.
"Bocah itu kenapa sih selalu bawa perempuan kencan ke tempat yang sama," ucap Kenzie.
"Udahlah ayo kita masuk, kita samperin tuh anak!"
Kenzie mengikuti langkah Elea. Jika bukan Elea yang meminta, Kenzie tentu ogah harus pergi di malam hari. Laki-laki berambut coklat itu tentu lebih memilih untuk beristirahat di kamarnya, karena besok hari dia harus menjalani pemotretan iklan.
Beberapa orang di restoran itu tersenyum ramah kepada Kenzie dan Elea. Tentu saja semua pasti mengenal ketiganya karena mereka bertiga sedang naik daun dalam dunia keartisan.
Seorang pegawai restoran yang bertugas menyambut menghampiri Elea, dan menyapa dengan ramah. "Selamat malam Nona Elea. Apa Nona mau pesan ruang VIP?"
"Malam." Elea menggeleng dengan senyum yang ramah. "Saya mau menemui Naresh, dia ada di ruang VIP kah?"
"Oh, Tuan Naresh dia ada di rooftop cafe."
"Ok, baiklah, terima kasih untuk infonya."
Elea berjalan kembali beriringan dengan Kenzie. Dia berbisik kepada Kenzie. "Dia bahkan milih berkencan di ruang terbuka. Dia kayaknya ingin ngasih tahu semua dunia kalau dia seorang playboy sejati."
"Jangan ngedumel mulu El, nanti cantik lo hilang."
"Iya, ntar lo ingetin gue biar enggak ngedumel di depan Naresh."
Keduanya menaiki tangga menuju rooftop, dan benar saja ternyata di salah satu meja Naresh sudah duduk seorang diri.
"Dia sendirian tenyata," ucap Kenzie.
"Enggak mungkin, paling ceweknya belum datang."
Kenzie menarik tangan Elea, menuntunnya dengan pelan untuk menemui Naresh.
Seketika wajah Naresh berubah masam ketika melihat kedua sahabatnya datang. "Kalian lagi!"
Naresh menyadarkan punggungnya ke kursi, lalu menghembuskan nafas berulang kali. "Kalau mau makan cari tempat lain. Gue udah ada janji sama pacar gue."
Elea tak menurut dia menarik Kenzie untuk duduk di kursi yang ada di sekeliling Naresh.
"Udah gue bilang, gue ada kencan. Kalian tuh budeg?" Tekan Naresh, sedikit memelankan suaranya agar pengunjung lain tak mendengar ucapannya.
Elea menggeleng. "Naresh, sadar woy! Apa enggak cukup berita tempo hari tentang lo dan Raisa di lambe turah. Gue yakin perempuan yang lo temuin sekarang bukan Raisa."
Naresh mengangguk. "Memang bukan, gue sama Raisa udah putus kemarin."
Kenzie menggeleng-gelengkan kepalanya, sementara Elea mencebikkan bibirnya. "Astaga! Siapa lagi sekarang? Dalam sebulan ini udah berapa kali lo berkencan. Angel, Sesil, Mona, Ratu, Pinkan, Retno, Dewi, terus kemarin Raisa."
"Siapa lagi sekarang?" Elea sungguh geram dan ingin berteriak sekencang mungkin.
Naresh menatap Elea dengan tatapannya yang tajam. "Apa gue harus ngasih tahu lo, El? Lo memang sahabat gue, tapi please stop ikut campur urusan pribadi gue! Gue ini bukan anak kecil lagi El!"
Kenzie tak suka dengan ucapan Naresh terhadap Elea. Laki-laki yang lebih tua setahun dari Naresh dan Elea itu mulai bersuara.
"Jaga bicara lo Resh, seharusnya lo tuh bersyukur punya sahabat sepeduli Elea! Dia tuh enggak mau karir yang lo bangun hancur karena diri lo yang enggak bisa menerima kepergian Shaera."
"Cukup Ken! Enggak usah lo sebut nama pengkhianat itu di hadapan gue!" Naresh melayangkan telunjuknya ke arah Kenzie.
Lalu disaat bersamaan seseorang perempuan berambut bergelombang muncul. Dia terlihat kaget karena Naresh menunggunya tak seorang diri.
"Loh, kamu ternyata enggak sendirian sayang?"
Elea menoleh ke arah perempuan yang memanggil Naresh dengan sebutan sayang. Elea membelalakkan matanya tak percaya melihat teman kencan Naresh kali ini.
"Ilonna," ucap Elea.