Thuling...
Saatnya Istirahat.
Claudia, Kelly dan Drena bergegas keluar kelas usai suara itu memasuki gendang telinganya. Mereka memesan nasi bakar dan es mangga kesukaan Kelly. "Claudia!" Ketiga gadis itu memengok bersama.
"Kak Falko! Ada apa?" jawab Claudia mendapati Falko menghampirinya.
"Sepulang sekolah nanti, kita pulang bersama ya, ayo kembali ke rumah!" ajak Falko.
"Maaf Kak aku tidak bisa!" tolak Claudia menormalkan posisi duduk.
"Mengapa?" Falko duduk di samping sang adik.
"Aku takut sama Papa!" jawab Claudia menatap meja yang datar.
"Memangnya kamu tinggal di mana sekarang?" tanya Falko.
"Di kontrakan."
"Alamatnya?"
"Jalan perkutut nomor 18." jawab Claudia diangguki Falko.
"Oke. Tunggu, kedatangan kami di kontrakanmu!" Falko berdiri lalu berjalan meninggalkan kantin.
"Permisi Mbak, ini pesanannya!" ucap Bu Lika membawa baki berisi tiga porsi nasi bakar dan tiga gelas es mangga lalu memindahkannya ke meja.
"Terima kasih Bu!" ucap Kelly diangguki Bu Lika yang langsung pergi.
Claudia membuka nasi bakar yang terbungkus daun pisang. Aroma harum khas makanan itu memasuki indra penciumannya. Ia tak sabar untuk menyantap makanan yang menggiurkan itu.
*******
Beberapa jam kemudian, Claudia telah berada di kontrakan. Ia telah usai membersihkan diri dan kini tengah sibuk menata penampilan di meja rias. Ditatapnya pantulan diri di cermin yang menampakkan wajah glowingnya. Bibir tipis berwarna pink, hidung mancung dan mata yang cukup tipis membuat siapapun terpaku akan kecantikannya. Claudia tersenyum mendapati penampilan diri sendiri. Rambut tergerai dengan bandana di atas dahi yang mampu menutup anak rambut yang berdiri kala tersapu angin.
Thok...
Thok...
Thok...
Suara ketukan pintu mengalihkan atensi Claudia yang langsung keluar kamar. Ditekannya knop pintu yang kemudian terbuka. Menampilkan seorang pemuda yang mengenakan sweater biru motif kotak dan celana panjang disertai sepatu sneakers. "Mas Afgan, silakan masuk!" ucap Claudia dengan sudut bibir terangkat dan menampakkan gigi rapinya. Afgan pun menduduki kursi tamu diikuti Claudia. Gadis itu memanggil 'Mas Afgan' lantaran tak tahu usianya dan pemuda itu tampan lebih tua.
"Ayo keluar!" ajak Afgan.
"Kemana?" tanya Claudia.
"Jalan-jalan!" jawab Afgan disetujui Claudia. Pemuda itu datang di waktu yang tepat. Sebab Claudia tak berjualan cilok hari ini lantaran kehabisan bahan dan tak sempat belanja. Jadi, bisa keluar dengannya.
Gadis itu masuk kamar guna mengambil tas selempang merahnya. "Ayo Mas!" Claudia menutup pintu kamar lalu keluar diikuti Afgan. Tangan kanannya memasukkan kunci di pintu luar lalu memutarnya. Dimasukkannya kunci tersebut ke tas yang terpasang di lengan.
Afgan membawa Claudia ke taman pertemuan mereka kemarin. "Kamu mau beli apa?" tanya Afgan. Claudia mengedarkan pandangan. Netranya menangkap penjual es krim di tepi taman.
"Aku mau itu!" jawab Claudia menunjuk objek tersebut.
"Oke, ayo beli!" Afgan berjalan mengekori Claudia menuju penjual es krim. "Bang, mau es krim!"
"Oh iya, berapa dek?" tanya sang penjual.
"Mau berapa kamu? Pilih aja sendiri nanti aku bayarin!" Mata Claudia berbinar menatap seretan es krim stik dengan berbagai rasa.
"Aku mau yang strawberry satu!" Claudia menunjuk kemasan es krim rasa tersebut. Sang penjual pun melayaninya.
"Lima ribu dek!" Afgan mengambil selembar uang berwarna dari dompet lalu diberikannya pada penjual es krim itu. "Terima kasih!"
Claudia dan Afgan segera duduk di bangku taman dekat air mancur. Gadis itu membuka kemasan es krim lalu memegang stiknya. Dijilatnya cairan beku berwarna pink itu dengan penuh kenikmatan. "Mau?" tanya Claudia mengulurkan es krim pada Afgan.
"Sedikit aja!"
"Aaaaaaa.... " Claudia memasukkannya ke mulut Afgan yang langsung menyesapnya.
"Enak?" tanya Claudia dengan mata berbinar.
Afgan melepas es krim dari mulut. "Enak banget, apalagi minumnya bareng kamu... Aahh, mantap!" jawab Afgan menatap manik mata Claudia yang juga menatapnya balik.
Gadis itu pun tersenyum lebar hingga tampak gigi putih nan rapinya. "Ahahahahahaha... Bisa aja kamu!" Claudia tertawa kecil.
"Bisalah. Apa sih yang nggak bisa buat kamu?" Afgan tampak menikmati momen kebersamaannya dengan Claudia. Atensi gadis itu beralih kala handphone-nya berdering di tas. Segeralah ia mengambil. Tertera nama 'Mama Ciandra' di layar yang kini menelponnya. Jempol Claudia menggeser ikon hijau di sana lalu menempelkan benda pipih itu di telinga.
"Hallo Ma!" panggil Claudia.
"Hai anakku. Kamu di mana sekarang?" tanya Ciandra di seberang sana.
"Aku lagi di luar Ma, ada apa?"
"Lekas kembali ke kontrakanmu sekarang, ya!" pinta Ciandra.
"Owh. Iya Ma!" Claudia menekan ikon merah di layar lalu memasukkan kembali handphone-nya di tas. "Mas Afgan, aku harus segera pulang ke kontrakan, bagaimana dong?" Claudia mengerucutkan bibir bak anak kecil yang merengek.
"Ya sudah, ayo aku antar kamu!" jawab Afgan dengan tulus.
Claudia tersenyum lebar. "Waahhh.. Oke, Terima kasih banyak, Mas Afgantara!" ucap Claudia.
"Sama-sama." Afgan menggenggam tangan kiri Claudia dan membawanya ke tempat parkir guna mencari motornya. Mereka pun berboncengan dengan motor itu.
Tak berselang lama, dua insan itu tiba di depan kontrakan Claudia. Netra gadis itu menangkap mobil hitam yang tak asing baginya lalu mengarahkan bola mata ke teras. Tampak, Ciandra, Reyno dan Falko berdiri di sana menghadap rumah minimalis itu. Claudia segera turun sembari memberikan helm pada Afgan. "Terima kasih Mas Afgan, kamu harus segera pulang ya, ini sudah mau malam!" ucap Claudia. Ia tak meminta Afgan masuk ke kontrakannya lantaran di sana ada keluarga kecilnya yang ia duga akan mengajak pulang. Claudia tak ingin Afgan mendengar pembicaraannya dengan mereka.
"Mama, Papa, Kakak!" panggil Claudia membuat tiga insan itu menengok.
"Claudia, anakku!" Ciandra langsung berhamburan memeluk sang putri. "Nak, maafin Mama ya, hiks.. hiks..
hikss.. hiks!" isak Ciandra mengeratkan pelukan. Claudia merasa sangat nyaman dan tak ingin lepas. Kerinduannya terhadap sang Mama selama ini seolah terbayarkan. "Mama rindu kamu nak! Hiks.. Hiks.. Hiks.. Hiks." Ciandra mengusap-usap punggung Claudia.
"Aku juga rindu Mama!" jawab Claudia menahan air mata. Ia tak ingin terlihat lemah di hadapan mereka sehingga tak membiarkan air matanya luruh.
Ciandra melepas pelukan lalu mengusap air matanya. "Bagaimana kondisi kamu sekarang? Kamu tidak apa-apa kan? Kamu baik-baik saja kan, sayangnya Mama?" Ciandra bertanya sembari memegang bahu sang putri.
"Aku baik-baik saja Ma!" jawab Claudia berlanjut, "kita masuk dulu yuk!" Gadis itu membuka pintu kontrakan dan berjalan masuk. Ia memersilakan keluarga kecilnya itu untuk duduk.
"Claudia, anak Papa yang cantik! Maafkan kesalahan Papa sama kamu, ya nak!" ucap Reyno menunduk sembari menggenggam tangan Claudia yang duduk di hadapannya.
"Aku udah maafin Papa kok! Lagian kan, aku juga salah! Maafin aku juga ya Pa, Ma, Kak!"
"Kita udah maafin kamu kok, Dek!" jawab Falko.
"Sekarang, kamu beresin barang-barang kamu, kita kembali ke rumah ya!" pinta Reyno diangguki Claudia yang langsung masuk kamar.
Gadis itu keluar kamar dengan membawa tas besar. Dikuncinya pintu kamar dan lanjut keluar dengan keluarga kecilnya tanpa lupa mengunci pintu luar juga. "Aku harus mengembalikan kunci ini ke pemilik kontrakan dulu. Mama, Papa dan Kakak tunggu sini ya!" Mereka mengangguk. Claudia segera menemui Klaita di rumahnya guna mengembalikan pintu. Gadis itu kembali menemui keluarga kecilnya usai sedikit mengobrol dengan Klaita. Empat insan itu pun masuk mobil yang lekas melaju menuju rumah Ardhitalko.