Sepulang sekolah, Claudia sibuk di dapur. Berkutat dengan kegiatannya membuat cilok. Tangannya tampak lihai membentuk bulatan-bulatan kecil dari adonan tepung. Ia mengikuti urutan membuat cilok seperti di youtube.
Tak butuh waktu lama, bulatan-bulatan tepung itu telah memenuhi panci yang berisi air mendidih. Sembari menunggu matang, Claudia menuangkan saos pedas dan cairan sambal kacang ke botol. Seusai itu, ia mengisi satu botol kosong dengan kecap lalu menutup kedua botol tersebut.
Claudia beralih membuka panci guna memeriksa tekstur cilok dengan garpu yang digenggamnya. Merasa berhasil dan matang, Claudia mematikan kompor lalu memindahkan butiran-butiran cilok beserta botol sambal dan kecap ke wadah besar yang kemudian ditutup. Claudia membawa wadah itu ke meja tamu. Diliriknya jam dinding yang menunjuk pukul 15.46. Gadis itu baru sadar bahwa dirinya belum mandi dan segera melakukannya sebelum berjualan.
******
"Cilok... Cilok... Ciloknya, silakan dibeli.. Cilok.. Cilok!" teriak Claudia sembari berjalan di area komplek.
"Dek, mau ciloknya dong!" ucap seorang wanita muda yang baru saja ke luar dari rumah.
"Owh, iya, boleh!" Claudia mendekatinya, lalu membuka wadah cilok yang tertutup. "Mau berapa Kak?" tanya Claudia menyiapkan plastik terbuka.
"Sepuluh ribu aja dek!" jawabnya. Claudia lekas memindahkan 30 butir cilok ke plastik di tangan kirinya. "Mau pedas atau manis?"
"Yang pedas pol, ya, dek!"
"Owh iya Kak!" Claudia menuangkan banyak saos pada cilok di plastik itu. "Ini Kak!" Disodorkannya seplastik kecil makanan itu pada sang wanita.
"Terima kasih, dek!" ucapnya memberi selembar uang sepuluh ribu.
"Sama-sama Kak!" Claudia menutup wadah kembali lalu berjalan sembari berteriak, "cilok... Cilok." Begitulah teriakannya guna menarik pembeli.
******
Malam hari kembali hadir. Membawa indurasmi yang menggantikan sang mentari. Menyinari jalanan bersama cahaya lampu yang terpasang. Di tengah itu, Claudia berjalan pulang sembari membawa wadah kosong. Ia berhasil berjualan hari ini. Dagangannya telah habis hingga membuat hatinya lega.
Tak berselang lama, Claudia masuk ke rumah kontrakannya lalu mengunci pintu. Ia mendudukkan diri di kursi tamu guna menghitung pendapatannya hari ini. Banyak lembaran uang kertas dengan berbagai macam warna di hadapannya. Tangan kanannya meraih selembar uang berwarna biru lalu disatukan dengan uang warna lain. "Seratus dua puluh ribu, syukurlah. Lumayan!" ucap Claudia. Ia bersyukur dengan hari ini. Meskipun, pendapatannya tak terlalu banyak. Namun, cukup untuk makan. Lantas, bagaimana dengan pembayaran SPP? Claudia memikirnya sembari bersantai di kamar. "Uangku ada lima ratus dua puluh ribu, bagaimana kalau aku lunasin SPP besok? Kalau iya, berarti sisa dua puluh ribu buat makan sehari aja nggak cukup. Dan aku tidak akan bisa jualan lagi, karena modalku habis nanti! Arrghh... Gimana ya?" batin Claudia mengacak rambutnya frustasi. "Apa aku nggak usah jualan aja, ya? Kalau iya, aku dapat duit dari mana, coba?"
Di saat itu, Claudia merasakan susahnya hidup sendiri. Claudia merasakan sebuah perjuangan hidup guna memenuhi kebutuhan sendiri. Lagi, ia menjadikan kondisi sekarang sebagai pengalaman yang akan membuatnya bersyukur kala bisa mendapatkan kebahagiaan kembali.
******
Pukul 06.38 , Claudia telah berada di ruang guru dengan wali kelasnya. Gadis itu akan melunasi SPP hari ini. "Ini Bu, uang SPP saya bulan lalu!" Claudia menyodorkan 5 lembar uang merah muda yang diterima wanita di hadapannya.
"Oke, lunas!" jawabnya sembari menulis bukti pembayaran SPP Claudia.
"Terima kasih Bu, permisi!" ucap Claudia berjalan keluar. Beban pikirannya berkurang seketika. Gadis itu menghela napas lega. Ia lekas masuk kelas guna menemui kedua temannya.
_o0o_
"Mas, aku rindu Claudia," ungkap Ciandra berbaring di sofa.
"Claudia lagi, Claudia lagi... Dia udah nggak di sini, nggak usah rindu!" tegas Reyno berdiri menghadap sang istri. Ia mengambil cuti bekerja lantaran ingin menghabiskan waktu berdua dengan sang istri.
"Mas, dia itu anak kita. Anak yang kita rawat dari bayi. Kenapa sekarang kamu tega membiarkan dia sendiri tanpa tahu kehidupan dia sekarang?" desak Ciandra.
"Arrghh.. Terserah kamu mau bilang apa!" gerutu Reyno berbalik badan lalu meninggalkan Ciandra di sofa. Wanita itu tak diam saja, melainkan langsung berdiri dan mengejar sang suami yang menaiki anak tangga.
"Aku mohon Mas, maafkan dia. Izinkan dia kembali ke rumah ini!" pinta Ciandra mengenggam tangan Reyno. Pria itu berhenti melangkah. Sepasang matanya lurus menatap mata Ciandra.
"Aku nggak akan maafin dia sebelum figura kenanganku kembali utuh!" Reyno melepaskan tangan dari genggaman sang istri. Pria itu lebih sayang figura peninggalan orang tuanya daripada Claudia sehingga sulit memaafkan gadis yang memecahkan figuranya.
"Figura kamu udah kembali utuh kok!" jawab Ciandra.
"Mana buktinya?" Tangan Reyno menengadah dengan tegasnya.
"Lekas, ikut aku!" Ciandra mengajak Reyno ke kamar. Dibukanya laci nakas di pojok kamar yang menampakkan figura kaca berisi foto pria itu dengan kedua orang tuanya. "Lihat ini!" Ciandra mengeluarkan benda tersebut.
"Waaahh.. Ini beneran figura yang dulu, kan?" tanya Reyno tak percaya. Ia memegang figuranya tak percaya. Ciandra mengangguk. Reyno menatap titik merah di setiap sudut yang menjadi ciri khas benda tersebut. "Bagaimana bisa utuh kembali?"
"Sengaja aku bawa ke tukang servis barang yang bisa menyatukan figura pecah itu kembali. Toh kemarin, pecahannya hanya 3 bagian, jadi tidak sulit untuk menyatukannya kembali!" jawab Ciandra. Ia merasa usahanya untuk bolak-balik ke tukang servis barang beberapa hari lalu, tak sia-sia.
"Waaahh.. Terima kasih sayang!" ucap Reyno membawa Ciandra dalam pelukannya.
"Aku saranin buat kamu, figura ini kamu pasang di dinding kamar kita aja, biar lebih aman!" saran Ciandra disetujui Reyno yang langsung memasang figuranya di dinding kamar itu.
"Waaahh... Bagus, Sayang!" ucap Reyno menatap benda tersebut. Ciandra membalas dengan senyuman. Reyno merasa lega sebab harapannya telah terwujud. Meski awalnya tak menyangka. Namun, karena kepandaian Ciandra, semua jadi bisa.
"Kembalikan Claudia ke rumah ini, ya, Mas!" pinta wanita itu menempel pada Reyno.
"Iya." jawab sang pria dengan tulus. Ciandra berdiri normal sembari menghela napas lega. Harapannya untuk kembali bersama sang putri akan segera terwujud. Itulah yang membuatnya merasa sedikit lega. Sudut bibirnya terangkat menyimbolkan kebahagiaan yang tak diungkapkannya dengan kata.
"Terima kasih Mas!" ucap Ciandra.
"Di mana dia sekarang? Aku akan segera membawanya ke sini!"
"Aku akan segera mencari tahu keberadaannya! Kamu tunggu ya!" jawab Ciandra diangguki suaminya.
"Iya." Reyno mengusap puncak kepala sang istri. Ciandra tak sabar akan segera berjumpa Claudia. Tak sabar akan memeluk putri kesayangannya itu. Ia telah bosan berada di rumah tanpa Claudia yang selalu membuatnya bahagia. Ia merasa kesepian. Namun, rasa sepinya akan terobati sebentar lagi.