"Claudia..... Clau!" Merasa dipanggil, sang pemilik nama yang hendak ke kelas pun, menghentikan langakahnya untuk menoleh. Netranya menangkap seorang pemuda dengan jas yang menutup seragam sekolahnya. Dua insan itu baru saja tiba di sekolah. Tentu saja Claudia berangkat sekolah sendiri dengan transportasi umum. Ardian yang berjalan usai memarkir motor itu tak sengaja mendapati gadis itu sendiri dan membuatnya ingin menyapa. Claudia yang mengetahui Si Pemanggil hanya abai. Tatapannya kembali lurus ke depan sembari berjalan ke kelas. "Clau.. Clau, berhenti dulu Clau! Aku mau bicara sama kamu!" Ardian memosisikan diri di hadapan Claudia guna menghentikan langkahnya.
"Apa sih? Ganggu aja, sok akrab!" kesal Claudia enggak menatap pemuda itu. Ia bergeser menjauhi Ardian dan kembali berjalan.
"Clau.. Plis... Clau, kasih aku waktu sebentar untuk berbicara sama kamu!" rengek Ardian mengikuti langkah sang gadis.
"Hush.. Pergi kamu, aku mau ke kelas!" usir Claudia. Meskipun, Ia tahu bahwa Ardian tak memiliki pujaan hati. Namun, Ia tetap benci dengan pemuda itu. Pemuda yang telah menurunkan harga dirinya. Ardian berputus asa merayu gadis itu yang seolah tak mengenal dan tak membutuhkannya. Sebab dia memilih masuk kelas daripada berbicara dengannya.
"Semalas itukah, kamu sama aku Clau?" Ardian menatap punggun Claudia yang semakin menjauh dan menghilang di koridor. Pemuda itu berbalik badan lalu pergi.
_o0o_
Di kelas 7G, Claudia menduduki bangkunya yang berada di depan. Ia berbicara sembari menatap Kelly dan Kio di belakangnya. Tentu saja dengan alasan hendak bercerita. Menceritakan pertemuannya dengan Ardian. "Astaga parah, kamu Clau. Masa' dia minta waktu sedikit aja sama kamu, nggak kamu turutin, sih?" cibir Kelly.
"Aku udah malas sama dia!" jawab Claudia.
"Kalau saran aku sih, mending kamu temui dia dulu, biarkan dia bicara sama kamu dan dengarkan!" saran Drena.
"Orang aku malas!" jawab Claudia memutar bola mata.
"Rasa malas itu harus dilawan ya, Clau!" nasihat Kelly.
"Nggak.. Nggak bisa." elak Claudia.
********
Beberapa waktu kemudian, waktu istirahat tiba. Para siswa/siswi SMP 05 Ganaspati berhamburan keluar kelas. Mereka mulai mengisi waktu istirahat dengan aktivitas masing-masing. Ada yang bermain bola di lapangan, berduaan di kantin seperti Drena dan Kio, dan berjalan-jalan mengelilingi area sekolah seperti Kelly dan Claudia yang kini melewati koridor. "Kita mau ke mana ini?" tanya Claudia.
"Enggak tahu!" jawab Kelly.
Mereka tetap berjalan santai.
"Lah, kok nggak tahu sih!"
"Ya udah kita jalan-jalan aja!" jawab Kelly.
"Kalau gitu ke taman aja deh, dapat oksigen banyak!" usul Claudia di setujui Kelly.
Di taman, Kelly dan Claudia mengambil duduk di antara rerumputan hijau. Claudia mengedarkan pandangan ke seluruh sudut taman itu. Asri, itulah keadaannya. Segar, itulah udaranya. Pantas saja, jika taman sekolah SMP 05 Ganaspati menjadi tempat favorite para siswa/siswi. Di sana sangat teduh dan tak lepas dari segarnya angin.
Claudia dan Kelly sama-sama berdiam diri. Tak ada yang membuka suara satupun. Hening, itulah suasananya. Claudia sengaja diam lantaran ia tengah bergelut dengan pikirannya yang dipenuhi pertanyaan. Di jam pelajaran tadi, wali kelas mengumumkan bagi selurub siswa/siswi yang belum membayar SPP bulan kemarin harus segera melunasinya sebesae 500 ribu, maksimal minggu depan. Sedangkan tabungan Claudia tersisa 400 ribu. Hanya cukup untuk makan dan membayar transportasi umum selama seminggu. Lantas, bagaimana cara Claudia melunasi SPP sebesar 500 ribu itu dalam waktu seminggu? Ia akan berjualan cilok nanti. Namun, apakah hasil jualannya dapat mencapai jumlah uang SPP dalam seminggu? Sontak gadis itu dilanda kebingungan. Claudia tak berani meminta pada orang tuanya lantaran masih takut dengan sang Papa yang hingga kini belum memaafkannya.
*****
Suara bel sekolah memasuki gendang telinga Claudia. Menyadarkannya yang hanyut dalam lamunan. Ia pun berdiri lalu mengajak Kelly kembali ke kelas.
Selang beberapa jam, Claudia dan teman-temannya pulang sekolah. Gadis itu tak langsung ke kontrakan, melainkan duduk di halte guna menunggu bus. Ia melirik jam tangan yang menunjuk pukul 14.35. Sudah 5 menit Claudia di sana, namun tak ada bus satupun yang lewat. "Adik!" panggil Falko berjalan ke arah Claudia yang hanya menoleh. "Kamu pulang sama siapa?"
"Sendiri!" jawab Claudia menatap sang Kakak.
"Naik apa?"
"Bus!"
"Ayo pulang ke rumah aja, dek!" ajak Falko. Claudia menggeleng. "Kamu nggak rindu mama sama papa?"
"Rindu sih, tapi aku takut kalau ke rumah, terus ketemu Papa yang mungkin belum maafin aku, akan marah! Nanti Mama sama Kakak ikut kena dong!" jawab Claudia.
"Iya juga sih. Tapi kamu udah maafin Papa kan?"
"Udah aku maafin sejak lama."
"Ya sudah ayo pulang aja!" ajak Falko menarik tangan Claudia.
"Lepasin, kak!" pinta Claudia berdiri menatap lurus jalan raya yang panjang. Netranya menangkap bus kuning yang berjalan mendekati halte. Gadis itu pun mengeluarkan tangan dari cekalan Falko guna memberhentikan bus lalu naik.
Falko pun bertanya-tanya tentang tempat tinggal gadis itu dan keluarganya sekarang. "Apakah dia sudah punya keluarga baru? "
Claudia tiba di kontrakan pukul 15.00. Ia segera berganti pakaian rumah lalu ke dapur dengan niat ingin membuat cilok. Tangannya meraih pintu kulkas yang kemudian dibukanya. "Astaga, aku lupa belanja. Berarti hari ini, aku belum bisa jualan dong.. Aaaaaaahhhh!" batin Claudia memeluk jidat seraya menutup pintu kulkas kembali. Gadis itu berjalan ke ruang tamu dan menduduki kursi. "Apakah ada pekerjaan untukku selain berjualan?" tanya Claudia dalam hati. Gadis itu masih merasa kebingungan untuk melunasi SPP-nya. Awalnya, ia berencana akan berjualan cilok hari ini. Namun, lupa berbelanja sehingga tak ada bahan untuk membuat itu. Claudia merasa bersalah dengan diri sendiri. Ia memasang ekspresi murung di wajah cantiknya. Hidupnya tak lagi bahagia seperti ketika masih bersama keluarga kecilnya. Hidup serba kecukupan tanpa kekurangan suatu apapun. Namun, sekarang berbeda 180°. Ia merasa kekurangan dan harus berjuang sendiri guna memenuhi kebutuhannya.
Claudia menatap lurus pada langit rumah dengan genteng yang saling berkaitan menghalangi cahaya masuk. Sehingga Claudia tak kepanasan kala di dalam rumah. "Aaaaaaaaaaaa.... Kenapa aku bisa lupa sih?" Teringin Ia menjerit sekarang. Meluapkan emosi pada diri sendiri. Menyesali kelupaan yang membuat inisiatifnya tertunda.
Gadis itu tak ingin larut dalam emosi, ia berdiri guna segera membersihkan diri.
Selepas itu, Claudia pergi ke toko terdekat guna berbelanja. Ia membeli telur, tepung sagu dan terigu, cabe, bawang merah dan putih, saos, kecap dan lain-lain. Usai membayar belanjaan, Claudia berjalan pulang. Ia meletakkan belanjaan itu di kulkas lalu ke kamar. Dilihatnya kembali vidio yang menampilkan cara membuat cilok.