"Woi... Yang kuat dong jangan pingsan mulu'," omel Ino yang duduk di tepi ranjang. Claudia hanya diam sembari menatap Ino. "Mau makan nggak?" Gadis berhidung mancung itu mengangguk. "Duduk.. duduk!" Claudia menyandarkan tubuh di tembok. Ino memberi sebungkus nasi goreng untuknya. Claudia pun segera melahap hingga habis.
Tak berselang lama, Claudia membersihkan diri. Ia berjalan ke cermin di kamar guna merapikan penampilan. Ditatapnya pantulan cermin yang menampakkan ia berpakaian dress yang dibawa dari rumah dengan rambut lurus tergerai. Cantik, itulah Claudia. Gadis itu tersenyum singkat mendapati penampilannya tersebut.
Disisi lain, hati gadis itu terasa sakit dan berat untuk tetap di sana. Ia ingin pulang secepatnya, namun tak tahu caranya. Hidup dengan orang asing tidaklah mudah. Apalagi jika penculik seperti Ino dan asistennya itu. Sungguh, menakutkan. Claudia merasakannya. Dia sangat takut. Terlebih pikiran-pikiran negatif yang selalu ada di benaknya membuat ia ingin kabur. Namun, tak bisa. Sebab belakang rumah itu adalah hutan belantara dengan berbagai binatang buas dan di depan rumah terjaga ketat oleh Firan dan Arman. Itulah yang menyulitkan Claudia untuk pergi dari rumah itu.
******
Pagi hari tiba, SMP 05 Ganaspati kembali di penuhi para siswa/siswi. Namun, tidak dengan Claudia yang kini sendiri di kamar rumah minimalis.
_o0o_
"Dren, kamu tau alasan Claudia nggak masuk sekolah?" tanya Kelly mengunyah bakso di kantin.
"Enggak. Keterangan dia A, sebab tidak ada surat izin!" jawab Drena.
"Ke mana dia? Tidak semestinya dia begini!" pikir Kelly.
"Coba tanya Falko!" saran Drena seraya memasukkan mie ke mulut.
"Iihh.. Gengsi!" jawab Kelly menyendok kuah bakso. Dua insan itu merasa kekurangan hari ini. Sebab teman dekatnya tak masuk sekolah.
"Habis ini kamu sendiri gapapa kan?" tanya Drena mengunyah makanannya.
"Mau ke mana lo?" tanya Kelly menaikkan nada suara.
"Biasa, nyenengin ayank!" jawab Drena.
"Iya deh si paling punya ayank!" sindir Kelly. Mereka menghabiskan makanan dan segera membayarnya sebelum pergi.
Drena berjalan ke taman sekolah. Ia duduk di bangku tengah sembari menunggu sang kekasih. Pandangannya beredar ke pepohonan dan banyak tanaman yang mengelilingi taman itu. Tenang dan nyaman itulah yang dirasakan Drena di sana. Banyak oksigen dan angin segar yang memasuki tubuhnya. Namun, tanpa diduga, pandangan Drena yang sedari tadi cerah, kini berubah gelap. Sangat gelap bak tertutup sesuatu. Drena merasa ada tangan yang menempel di matanya. "Aaaaaa tolong, ini gelap," teriak Drena. Tidak ada jawaban dari siapapun. "Kamu siapa sih? Pakai nutup-nutupin mataku segala. Mau apa sih?" Drena mengeluarkan banyak pertanyaan. Perlahan namun pasti, tangan itu menjauh dari mata Drena. Gadis itu membuka mata.
"Bwaaaaaa!" Kio mengejutkan Drena dengan menampakkan diri di hadapannya tiba-tiba.
Drena menarik tangan Kio. "Aaaa.... Sayaaang. Ngagetin aja!" ucap Drena. Sang pemuda pun duduk dengannya.
"Udah nunggu lama ya?" tanya Kio menatap sang kekasih.
"Lumayan sih," jawab Drena. Mereka tak lepas dari adegan saling pandang.
"Maaf ya sayang, aku tadi masih ada urusan sama Falko!"
"Urusan apa, Say?" Drena bertanya penasaran.
"Cuma cerita-cerita aja!"
"Cerita apa?"
"Tentang Claudia pergi dari rumah semalam!" jawab Kio membelalakkan mata Drena.
"Apa Say? Kamu jangan bohong ya!" sentak Drena tak percaya.
"Aku nggak bohong, Sayang!" jawab Kio lembut.
"Bagaimana bisa itu terjadi?" tanya Drena. Kio menceritakan kembali cerita Falko. Drena menundukkan pandangan sembari menepuk jidat. "Aih.. Ada-ada saja!"
"Hem... Iya kan. Kasihan Falko katanya kesepian tanpa Claudia!"
"Em.. Terus, dia kabur ke mana?" tanya Drena.
"Tidak ada yang tahu!" jawab Kio.
"Aaaaaaaaa... Aku rindu Claudia. Aku pengen ketemu dia.. Huaaaa!" isak Drena mencuri perhatian Kio yang langsung memeluk bahunya. Gadis itu membiarkan air matanya menetes di balik kacamata.
"Eh.. Sayang, kamu jangan nangis dong. Hishh!" Pemuda itu mengelus-elus puncak kepala sang kekasih.
"Aku pengen ketemu Claudia... Hiks. Aku takut kalau dia kenapa-napa nanti temanku kurang satu... Huaaaa... Claudia aku merindukanmu!" Drena terus terisak.
"Ussstt... Ussstt... Ussstt... Ussttt! Sudah, jangan nangis. Do'akan yang terbaik buat dia!" Kio menenangkan Drena. Gadis gemuk itu melepas kacamata guna mengusap sisa air mata. Usai dirasa kering, ia mengenakan kembali.
"Aku akan mendo'akannya yang terbaik. Semoga Claudia baik-baik saja dimanapun dia berada, dan semoga tidak ada orang yang menculik Claudia!"
"Aamiin." Kio mengucapkan kedua tangan di wajah.
"Makasih ya sayang. Kamu sudah selalu ada untuk aku. Selalu bikin aku bahagia. Bahkan, kamu rela bekerja hanya demi aku. Aku sangat mencintaimu!" Drena tersenyum sembari memainkan pipi Kio.
"Sama-sama sayang!" jawab Kio tersenyum sipit.
_o0o_
Pukul 14.40, rumah Ardhitalko terisi oleh Ciandra yang tengah berbaring di sofa keluarga. Sejak ditinggal Claudia, Ia tidak bekerja lantaran kesehatan yang menurun. Tubuhnya sangat lemas dan tidak nafsu makan. Pikirannya terus tertuju pada gadis itu. Ia sangat merindukan Claudia dan ingin kembali bersama. Ciandra telah mengirim banyak pesan untuk sang putri, namun tidak ada respon sekalipun. Wanita itu sangat sedih harus menerima keadaan ini. Keadaan yang memisahkannya dengan Claudia. Teringin ia menangis, meluapkan segala kepedihan yang tersimpan. Namun, ia ingin terlihat kuat menghadapi ujian ini sehingga sering membuatnya menahan air mata dan rasa sesak di dada.
"Permisi Bu, ini saya buatkan teh hangat untuk Ibu!" ucap Bi Inah dengan segelas teh hangat yang Ia letakkan di meja.
"Terima kasih Bi! Hak...ching
....." jawab Ciandra diikuti bersin.
"Uhuk... Uhuk...."
"Uhuk.. Uhuk... Uhuk.. Uhuk.. Uhuk!" Ciandra batuk tanpa henti. Tangannya meraih cangkir teh hangat yang belum diminum. "Gluk.. Gluk.. Gluk!" Tenggorokannya terasa hangat dan nyaman. Batuknya pun berhenti.
"Aku pulang!" ucap Falko seraya masuk rumah. Ia mendapati sang Mama yang terbaring lemas di sofa. "Mama. Mama kenapa?" cemas Falko langsung berlari mendekati Ciandra.
"Nggakpapa. Cuma meriang!" jawab Ciandra.
"Wajah Mama pucat sekali. Mau ke dokter sekarang Ma? Aku telfon pak supir!" Falko merasa cemas dengan kondisi sang Mama yang tak biasa begini.
"Tidak usah Nak. Mama hanya butuh istirahat, nanti juga sembuh," jawab Ciandra lemah dengan mata tertutup.
"Ya sudah, Mama tidur aja!" saran Falko. Ciandra hanya diam. Pemuda itu segera berganti pakaian rumah seraya bermain handphone.
Falko
Claudia
Adikku
Bagaimana kabarmu?
Apa kamu baik-
baik saja?
Semoga saja iya!
15.00
Falko
Jangan lama-
lama ya, perginya!
Aku dan Mama sudah
merindukanmu.
Segera kembali ya, Dek!
15.02
Falko
Aku sayang kamu!
I love you adikku!
15.02
Falko mematikan handphone-nya kembali. "Claudia, kamu ke mana sih? Aku rindu kamu Clau. Aku rindu semua ucapan kamu!" batin Falko yang kini sendiri di kamar. Kebersamaannya dengan Claudia terputar di benaknya.
"Kakak. Terima kasih banyak ya, Kak Falko udah selalu ada di sampingmu, jadi Kakakku, temanku, best you pokoknya segalanya buat aku!"
"Kakak dari mana aja, jam segini baru pulang?"
"Ishhh.. Kak Falko ngeselin!"
"Aku rindu semuanya tentangmu, Claudia!" batin Falko dengan mata berkaca-kaca.