"Maaf.. " lirih Claudia berjongkok menghadap Aline.
"Aaauuuuuuu... Saaaakiiittttttt.. Tolllooooong!" Aline terus berteriak sembari meringis kesakitan. Teriakannya menuai perhatian siswa/siswi di sana dan Bu Lika yang langsung menghampirinya. "Ada apa ini?" tanya Bu Lika seraya menelpon PMR SMP 05 Ganaspati yang langsung datang. Dua orang membawa tandu dan dua orang lainnya mengangkat Aline ke benda itu. Mereka membawa Aline ke ruang UKS untuk memberikan pengobatan. Claudia yang bersalah pun segera menyusul Aline guna memastikan kondisi gadis itu baik-baik saja.
Claudia memasuki ruang UKS. Netranya menangkap 1 kamar yang tertutup rapat oleh korden. Ia menduga bahwa Aline ada di dalam dan sedang diobati. "Auuu.. Panas... Sakiiittt!" teriak Aline menyeruak ke seluruh ruangan.
"Sabar ya Mbak! Sabar!" tutur seorang anggota PMR yang membersihkan luka di kaki Aline. Aline berusaha menahan rasa sakitnya dengan menghela napas berkali-kali.
Tak lama kemudian, empat anggota PMR itu keluar kamar sembari membuka korden. Claudia yang duduk di kursi pun menatap perban di kaki Aline yang tampak dari luar kamar. Segeralah Ia menghampiri gadis itu. "Aline. Aku minta maaf," ucap Claudia menduduki tepi brankar Aline. Aline mendorong tubuh gadis itu. Beruntung, Claudia tak jatuh sebab ia mampu mengendalikan tubuhnya untuk langsung berdiri.
"Pergi kamu! Aku nggak butuh kamu di sini!" bentaknya yang masih terbaring dengan perban di kaki.
"Aku ke sini cuma mau minta maaf. Kamu mau maafin aku kan?"
"Aku nggak butuh maaf darimu. Aku hanya butuh kepergianmu yang jauh dari hidupku. Kalau perlu, mati sekalian!" cerca Aline menusuk hati Claudia yang berusaha mengontrol emosi.
"Plis. Kamu jangan begitu Lin, maafin aku ya!"
"Pakai ngemis segala lagi. Heh! Kamu itu harusnya tau diri. Mundur sono, jangan deket-deket aku, aku jijik sama orang kayak kamu. Murahan, gatel sama cowok orang!" Aline mengeluarkan ucapan pedasnya.
"Nggak usah bawa-bawa masa lalu!" sahut Claudia menatap tajam gadis dihadapannya itu.
"Mana ada masa lalu, itu masa baru, bukan masa lalu!" tegas Aline. "Kamu itu keterlaluan banget sih! Udah ngehancurin hubunganku, sekarang bikin aku kayak gini. Punya dendam apa sih kamu, sama aku?" tanya Aline.
"Harusnya aku yang tanya sama kamu, apa maksud kamu nuduh aku yang enggak-enggak?" Claudia bertanya balik.
"Aku ngomong kenyataan!" timpal Aline.
"Kenyataannya aku tidak tahu hubungan kamu dengan Ardian dan aku tidak ada niat buat menghancurkan hubungan kalian! Untuk kaki kamu yang seperti itu, oke aku mengakui kesalahanku, aku yang salah." jelas Claudia.
"Terserah kamu mau bilang apa aja. Yang pasti, aku akan tetap membenci kamu!" gerutu Aline tegas. Teringin ia menghabiskan gadis dihadapannya itu. Andai sekarang tubuhnya tak ada yang terluka, Aline akan bangkit untuk menyiksa Claudia. Namun itu angan semata yang tak sesuai fakta.
"Sejujurnya, aku tidak ingin ada masalah diantara kita. Aku ingin rukun sama kamu, Aline. Tapi, aku tau itu tidak mungkin. Kamu masih membenciku kan? Aku tau itu. Dan aku hanya bisa diam sambil mengikuti alur permainanmu. Aline yang cantik, ku tunggu episode permainan kamu selanjutnya!" Claudia tersenyum miring. Ucapannya memang benar. Di lubuk hati terdalamnya ada keinginan untuk rukun dengan Aline, namun tidak dengan hati terluarnya.
Ia lanjut berjalan menuju kelas 9A guna menghampiri Falko. Namun, pemuda itu tidak ada di sana. Claudia terus mencarinya ke tempat-tempat yang biasa dia kunjungi.
"Kakak!" panggil Claudia mendapati Falko duduk di bangku pojok halaman sekolah. Gadis itu menghampiri sang Kakak untuk menceritakan kejadian tadi.
"Aduuhh... Clau... Kenapa kamu bikin ulah sih?" tanya Falko menepuk jidat.
"Itu semua gara-gara Ardian, Kak! Kalau Ardian nggak ngejar aku, aku pun nggak akan nabrak Aline sampai kayak gitu!" jawab Claudia. Falko menggeleng-geleng mendengar cerita sang adik.
"Aku nggak mau nambah masalah ya, nih kamu kasih ke Aline anggep aja sebagai permintaan maaf kamu!" Ardian menyodorkan sepuluh lembar uang merah muda pada sang adik. Claudia menerima itu lalu pergi.
"Permisi, Aline apa kamu masih di sana?" tanya Claudia berjalan memasuki UKS.
"Apaan panggil-panggil gue?" jawab Aline malas. Ia tahu bahwa Claudia yang memanggilnya. Gadis itu masuk kamar yang ditempati Aline.
"Nih buat lo. Anggap aja, ini adalah uang sebagai permintaan maaf gue ke lo!" ucap Claudia menyodorkan uang dari Falko tadi.
Aline memalingkan wajah. "Sorry, gue nggak butuh itu!" jawabnya sinis.
Claudia memasukkan uangnya ke saku. Ia menggeleng sembari memijat kening. "Gue nggak tau mau minta maaf dengan cara apa supaya lo bisa maafin gue. Gue bingung sama lo, Lin. Benar-benar bingung!" ungkap Claudia.
"Gue mau lo pindah dari sekolah ini biar bisa jauh dari Ardian!" jawab Aline.
"Owh.. Jadi lo gamon sama cowok itu?" tanya Claudia melirik sinis Aline.
"Iya. Gue udah coba lupain dia dan berusaha buat ikhlas, tapi tetap aja nggak bisa. Gue kangen masa-masa gue bersama Ardian sebelum dia kenal lo! Dia baik banget, selalu perhatian dan sayang sama gue. Tapi sejak kenal lo, perhatiannya mulai berkurang sampai tega duain cinta gue sama lo!" jelas Aline.
"Sorry, gue nggak butuh curahan hati lo. Gue nggak mau pindah dari sekolah ini karena sekolah ini menjadi favorite gue. Jadi lo nggak bisa maksa!" timpal Claudia.
"Kenapa sih, lo bisa hadir di tengah-tengah kita? Gara-gara lo harapan gue hancur. Lo bener-bener perusak. Lo bener-bener cewek murahan! Pergi sana!" Sembari berbaring, Aline mendorong tubuh Claudia yang masih dekat dengannya. Claudia memundurkan badan sebelum tersentuh tangan Aline.
"Gue ke sini ada niat baik, tapi kenapa lo malah caci maki gue?" tanya Claudia.
"Karena gue benci sama kehadiran lo!" ungkap Aline tegas. Gadis itu sangat benci dengan Claudia sebab ia menganggap Claudia adalah gadis penghancur kebahagiaan dan harapannya.
"Kalau gitu gue pergi!" pamit Claudia sembari berjalan meninggalkan Aline. Aline mengukir senyum smirk di bibirnya.
Claudia menghampiri Falko di taman guna mengembalikan uang pemberiannya. "Dia nggak mau nerima, Kak!" Falko menerima uang itu.
"Tapi, dia udah maafin lo kan?" tanya Falko. Claudia menggeleng. Pemuda itu mengangkat sudut bibir kirinya sembari memasang wajah malas. "Em.. Sepertinya dia ada rencana lain untukmu, Clau. Kamu harus Hati-hati dan waspada sama cewek itu!" ucap Falko.
"Iya Kak!" Claudia menjawab seraya pergi.
"Aku tidak akan membiarkan orang menyakitimu Clau, aku menyayangimu lebih dari apapun," batin Falko menatap punggung sang adik yang semakin menjauh.
_o0o_
"Kelly, Drena!" panggil Claudia yang kini berasa di kelas 7G. Para pemilik nama tersebut pun menengok. "Aku ada cerita nih!"
"Apa?" tanya Kelly. Claudia menceritakan insiden tadi pada kedua temannya itu.