Ayam jantan berkokok merdu. Memanggil sang mentari yang masih malu-malu. Membangunkan para insan yang akan melakukan aktivitas. Seperti Claudia yang baru saja keluar dari alam mimpinya. Ia segera menjauh dari ranjang menarik pintu lemari yang tertutup. Diraihnya seragam lalu menutup kembali pintu lemari. Claudia melangkah keluar untuk bersiap-siap sekolah. Begitupun, dengan Falko yang kini tengah sibuk merapikan penampilannya usai mandi. Mulai dari menyisir rambut, memakai krim wajah dan menyemprotkan parfum ke seragam sekolahnya. Begitulah kesibukan Falko setiap pagi saat hari sekolah.
Tak berselang lama, Claudia berjalan ke ruang makan dengan penampilan yang rapi dan wangi. "Selamat pagi, Ma, Pa, Kak Falko!" sapa Claudia tersenyum sembari menunduk.
"Selamat pagi juga!" jawab Reyno dan Falko serempak.
"Pagi anak Mama yang cantik!" imbuh Ciandra. Mereka lebih dulu berada di ruang makan untuk segera sarapan.
Beberapa menu hidangan yang dimasak Bi Inah tersaji menggiurkan di meja makan. Seperti, ayam bakar madu, sop ayam, ayam goreng, sambal tomat dan lalapan.
Ciandra mulai mengambilkan makanan untuknya dan sang suami. Tangan Claudia memegang sendok untuk memindahkan sop ayam ke piringnya. Falko telah berhadapan dengan ayam bakar madu dan siap menyantap. Setelah semua siap, Reyno memimpin berdo'a dan segera makan.
Usai makan, Claudia meraih tas sekolahnya seraya mengenakan sepatu. Ia bersalaman dengan Reyno dan Ciandra sebelum masuk mobil. Supir pribadi keluarga Ardhitalko pun melajukan mobil meninggalkan pekarangan rumah putih itu guna mengantar Claudia dan Falko ke sekolah.
Setiba di sana, keduanya berjalan ke kelas masing-masing. "Esssseeeeeelamat pageeeee... kawin-kawinku!" sapa Falko dengan bahasanya sendiri.
"Eh... Udah dateng lo, ternyata!" respon Kio mengulurkan telapak tangan. Falko menyatukan telapak tangannya dengan milik Kio.
Plak...
"Wiihh.. Semalem ada yang habis kencan nih, bagaimana perasaannya, Mas?" Falko membuka obrolan.
"Seneng banget gue bisa kencan sama cewek idaman gue. Cewek gue tuh gemesin banget. Gue cinta banget sama dia!" ungkap Kio. Pemuda gemuk itu menyudutkan bibir kala mengingat kebersamaannya dengan Drena.
"Wih... Mana kencannya di pasar raya pula. Keren amat lo, pasti punya duit banyak ye kan?" Falko melirik Kio sembari menyipitkan matanya sebelah.
"Iya sukur duit gue banyak!" jawab Kio.
"Dapet duit dari mana lo?" tanya Falko.
"Mau tau lo?" Kio bertanya balik.
"Iya."
"Nanti sepulang sekolah, lo ikut gue!" pinta Kio.
"Ke mana?"
"Ada deh. Lihat aja nanti!" jawab Kio.
"Hem.. Iye."
_o0o_
Di waktu istirahat, taman sekolah terisi oleh tiga gadis yang tengah bersantai menikmati angin segar. "Kelly.. Kelly, kamu tau nggak?" tanya Claudia.
"Tau apa? Kamu kan belum ngasih tau, jelas nggak taulah!"
Claudia melirik Drena yang duduk di sampingnya. "Tuh, Si Drena kemarin habis kencan sama Kio!"
Kelly membuka mulut. "Benarkah?"
"Iya. Tanya aja sama dia!" jawab Claudia.
"Beneran Na?" Kelly menatap Drena. Ketiga gadis itu duduk bersama di bangku taman.
"Ha? Apaan? Kalian habis ngomongin aku?" Drena tersadar dari lamunannya.
"Elah.. Iya tadi. Masa' nggak dengar sih? Kebanyakan ngalamun mikirin Kio!" hardik Kelly.
"Mana ada. Orang gue lagi bernapas!" elak Drena.
"Iya aku tau kau lagi bernapas kalau kau nggak bernapas jadi serem malahan! Pasti kamu bernapas sambil mikirin Kio kan?" jawab Kelly lanjut bertanya.
"Nggak."
"Alah bohong!" timpal Kelly.
"Serah kau deh, percaya atau nggak!" jawab Drena.
"Terus kau mikirin apa?" Kini Claudia yang bertanya.
"Mikirin pacarku lah!" Tangan Kelly terangkat untuk menyatakan kening Drena.
"Iya benerkan, lagi mikirin Kio, pacar kamu kan cuma Kio doang!" ucap Kelly.
"Ada lagi."
"Ha? Siapa?" tanya Claudia penasaran.
"Kim Taehyung... Hahahaha!" jawab Drena tertawa.
"Cih... Haluuuuuuu!" cibir Kelly memutar bola mata.
"Hem."
"Semalam, kamu beneran kencan sama Kio?" Kelly bertanya ulang.
"Iya, di pasar raya," jujur Drena.
Kelly bertepuk tangan. "Wiiihh.. Temanku keren banget nih, masih SMP udah berani keluar malem sama cowok ke pasar raya pula, pasti habis ditraktir ya kan? Pasti duit cowoknya banyak ya kan?"
"Kayak tau aja kamu, kalau aku ditraktir sama pacarku!" jawab Drena.
"Kamu ditraktir apa aja?" tanya Kelly. Claudia hanya memandangi dua gadis itu tanpa berkomentar.
"Aku nggak bisa nyebutin satu-satu. Pokoknya apapun yang aku minta pasti dibeliin sama dia!" jawab Drena.
"Wawww... Enak banget!" puji Kelly.
"Iya dong, makanya cari pacar sana! Biar bisa kayak aku, hehehehe!" jawab Drena menyudutkan bibir.
"Aku nasih ngincer gebetanku!"
"Siapa hayo?" Kini Claudia yang bertanya.
"Ish.. Masa' nggak tau sih?" Kelly bertanya balik.
"Ha? Jangan-jangan gebetan kamu itu Kakak aku?" tanya Claudia. Kelly menganggukkan kepala dengan dagu bertumpu pada tangan.
"Heeeeeyyy.. Kenapa kamu bisa jatuh cinta sama Kakak gue sih?"
Kelly menormalkan posisi duduk. "Aku kan udah pernah bilang alasan aku jatuh cinta sama Kakak kamu!" jawabnya.
Claudia menepuk jidat kala mengingat alasan Kelly beberapa waktu lalu yang membuatnya menyukai Falko. "Aih.. Aku nggak habis pikir!" batinnya. Ia merasa bahwa sang Kakak hanya berpenampilan biasa saja. Namun, bagaimana bisa Kelly jatuh hati pada pemuda itu? Ah. Itulah definisi pikiran dan perasaan setiap orang yang berbeda.
"Claudia!" Merasa dipanggil, yang punya nama pun menengok ke sumber suara. Netranya menangkap seorang pemuda tinggi yang berseragam sekolah tengah berdiri menatapnya. Claudia memutat bola mata. Ia enggak menatap sang pemuda.
Tanpa diketahui, pemuda itu berjalan mendekati Claudia lalu menepuk bahu sang gadis dari belakang. Claudia menengoknya. Ia sontak beranjak dari duduk sembari melempar tatapan horor. "Kamu kenapa ke sini sih? Jauhin aku!" Claudia memundurkan badan. Menjauh dari Ardian yang berdiri di belakang bangku. Kelly dan Drena memosisikan diri di belakang Claudia.
"Aku tidak akan menjauhi kamu, Clau. Aku cinta kamu, aku ingin nemilikimu!" ungkap Ardian.
"Aku tidak peduli dengan semua omongan kamu. Sekarang, pergilah dari sini dan lupakan aku!" jawab Claudia dengan permintaan.
Ardian berjalan ke hadapan gadis itu. Kedua tangannya terangkat guna memasukkan tangan Claudia dalam genggamannya. Namun, Claudia berhasil menarik tangannya dari Ardian. Tatapan horor tetap tertuju pada pemuda itu. "Kalau kamu tidak mau menjauhiku, biarkan aku yang menjauhimu!" Claudia berbalik badan lalu pergi. Ardian berlari mengejarnya. Kelakuan pemuda itu diketahui oleh Claudia dan membuatnya semakin menjauhkan diri dari Ardian. Tanpa sengaja ia memasuki kantin yang cukup ramai. Kepalanya menoleh ke belakang dengan terus berlari.
Prang...
"Auuuuuuu," jerit seorang gadis berambut pendek dengan kaki berdarah akibat tertimpa mangkok bakso yang semula dibawanya. Tak hanya itu, kuah bakso panas di dalamnya pun tumpah mengenai kaki berdarahnya. Hal itu sontak membuat gadis itu merasa sakit dan panas yang menyatu di kaki.