"Gue kagak bermaksud gangguin adik lo!" jawab Ardian.
"Terus lo ngapain ke sini?" tanya Falko. Claudia menatap dua pemuda itu dengan bergantian.
"Gue cuma mau minta maaf sama Claudia!" Ardian berusaha menjelaskan.
"Dia tidak butuh kata maaf lo! Pergi lo!" usir Falko.
"Lo tidak berhak ngusir gue, kelas ini bukan milik lo!" desak Ardian menaikkan nada bicara.
"Gue nggak bakal ngusir lo kalau lo nggak gangguin adik gue!" bentak Falko melempar tatapan horor pada Ardian. Pemuda itu berusaha membela adik kesayangannya.
"Kan udah gue bilang kalau gue nggak ada maksud gangguin adik lo!" jelas Ardian.
"Sudah.. Cukup!" Suara keras Claudia keluar dari mulutnya. Mengalihkan atensi dua pemuda yang terlibat perdebatan itu. "Kalau mau bertengkar jangan di sini! Gue risih, pergi sana!"
"Pergi sana lo!" Lagi-lagi Falko mengusir Ardian.
"Lo yang harusnya pergi!" Falko melayangkan bogeman di wajah Ardian hingga membuatnya kesakitan. Wajahnya pun tampak lebam.
"Lo nggak berhak ikut campur urusan gue sama Claudia!" ucap Ardian semakin menaikkan emosi Falko.
"Dia adik gue. Lo kagak usah banyak bicara, sekarang juga gue minta lo pergi dari sini!" Falko menatap Ardian sembari menunjuk luar.
"Gue nggak mau pergi!" tolak Ardian.
"Kalau kalian nggak ada yang mau pergi, biar gue aja yang pergi dari sini!" Claudia keluar kelas meninggalkan Falko, Ardian dan kedua temannya.
"Claudia.. Tunggu!" Ardian mengejar Claudia ke depan kelas. Tangan kanannya meraih pundak gadis itu. "Clau.. Tunggu Clau!"
"Lepasin!" Claudia menjauhkan diri dari Ardian. Pemuda itu terus mengejar Claudia. Tubuhnya terjungkal kala mendapat tendangan hebat di punggung.
"Auuu." ringis Ardian menekan punggungnya yang sakit. Hal itu menjadi pusat perhatian para siswa/siswi yang melihatnya. Ardian mencoba berdiri sembari membalikkan badan. Netranya menangkap Falko yang berdiri tegap di hadapannya.
"Jangan gangguin Claudia!" pinta Falko penuh emosi. Dialah yang telah menendang punggung Ardian. Di sela itu, keberadaan Claudia tak lagi terlihat. Gadis itu berlari jauh dari kerumunan di sana.
"Awas lo!" ucap Ardian menatap tajam Falko seraya pergi.
_o0o_
Bruuuk...
Claudia jatuh tersandung kaki seorang gadis yang sengaja ingin menjatuhkannya. Ia langsung berdiri mendapati Aline tengah menatapnya sinis. "Apa maksud lo?" tanya Claudia.
"Ekhem.. Gapapa. Gue cuma mau nanya sama lo, puas lo bisa rebut Ardian dari gue?" Aline berjalan mengelilingi Claudia lalu menunjuk wajahnya.
"Gue nggak rebut Ardian dari lo. Dia juga bukan siapa-siapa gue!" jawab Claudia.
"Alah.. Ngaku aja deh. Dia itu mutusin gue gara-gara lo! Sebenarnya gue nggak ikhlas menerima keputusan itu, tapi daripada gue sama dia disakitin terus ya gue lepasin aja!" ungkap Aline.
"Sorry, nggak menerima curhatan lo!" tegas Claudia sinis.
"Dasar cewek murahan!" cerca Aline menampar pipi Claudia. Yang ditampar somtak tak terima dan melakukan hal yang sama.
"Lo mau cari masalah sama gue?" tanya Claudia dengan mata melotot.
"Lo yang mau cari masalah!l sama gue!" tuduh Aline.
"Lo mau cari masalah sama gue?" Kedatangan Falko menghentikan adu mulut 2 gadis itu.
"Siapa lo? Mau ikut campur urusan gue, lo dateng mau ngebelain dia?" tanya Aline.
"Gue Kakaknya. Jadi gue berhak ngurus urusan dia!" jawab Falko.
"Owh jadi kamu Kakaknya cewek murahan itu! Bil--" Tamparan hebat yang dilayangkan Falko memotong ucapan Aline tersebut. Gadis itu meringis kesakitan.
"Lo jangan kasar sama cewek bisa nggak sih? Mentang-mentang jadi laki kasar amat sama cewek!" Aline membela diri sendiri.
"Makanya lo jangan cari masalah!" jawab Falko. "Tadi lo bilang adik gue murahan? Intropeksi diri lo kayak apa!"
"Ya, gue cantik!" jawab Aline dengan percaya diri. Falko ingin mual mendengarnya.
"Cantik doang tapi mulutnya kayak sungut udang, kalau berbicara suka menusuk hati!" hardik Falko.
"Hei, ingat ya! Gue nggak pernah suka, cinta apalagi ngerebut Ardian dari lo. Dia sendiri yang gatel sama gue!" jelas Claudia.
"Gue nggak percaya!" Aline memutar bola mata.
"Udah ya, gue males berurusan sama iblis kayak lo. Kalau lo nggak ikhlas putus sama Ardian, balikan aja sono, toh dia juga masih hidup dan waras," tutur Claudia.
"Mana bisa gue balikan? Kan ada lo!"
"Malah nanya. Ya terserah lo mau balikan dengan cara apapun bukan urusan gue!" jawab Claudia lalu pergi.
"Dasar bego lo!" Falko menjitak kening Aline seraya menyusul Claudia yang kini menyendiri di taman
"Adik, kamu nggak papa?" tanya Falko.
"Enggak kok!" jawab Claudia duduk di bangku taman. Ia menempelkan siku di paha sebagai penyangga tangannya yang menumpu dagu. Tatapannya lurus ke depan, kejadian tadi terputar di benaknya. Membuat gadis itu terus berpikir dengan tatapan kosong.
"Claudia!" panggil Falko menyadarkan sang adik dari lamunan. Claudia menatap Falko yang duduk bersamanya. "Nggak usah terlalu dipikir!" tutur Falko seolah mengetahui pikiran Claudia.
"Aku capek menghadapi masalah ini!" ungkap Claudia yang rambutnya tergerakkan oleh angin. Asrinya taman SMP 05 Ganaspati itu memang tak diragukan lagi. Tanaman bunga yang mengelilingi air mancur di tengah disertai pepohonan di tepi membuat taman itu sangat asri. Siapapun yang di sana akan mendapatkan udara segar untuk sejenak menenangkan jiwa.
"Bikin santai saja, di sini ada Kakak yang akan membantumu!" Falko memeluk bahu sang adik.
"Kamu lihat air mancur itu!" Falko menunjuk air mancur di tengah taman. Claudia pun memandang objek itu. "Di pinggirnya ada bunga-bunga yang cantik banget kayak kamu! Dan kamu harus jadi seperti air, ia tetap mengalir meski banyak rintangan yang dilaluinya. Jadi, kamu harus terus semangat untuk melangkah, mengejar apa yang kamu impikan meski banyak rintangan. Jangan putus asa!" nasihat Falko menenangkan gadis berseragam putih gengan jas biru itu. Gadis itu menyudutkan bibir.
"Kakak. Terima kasih banyak ya, Kak Falko udah selalu ada di sampingmu, jadi Kakakku, temanku, best you pokoknya segalanya buat aku!" ucap Claudia mengelus-elus punggung tangan Falko yang digenggamnya.
"Sama-sama."
"Claudiaaaaaa..." panggil Ardian memberi isyarat Claudia untuk menghampirinya. Hal itu diketahui oleh sang Kakak yang sontak beranjak dari bangku.
"Woi... Cowok bego, pergi sana! Ngapain lo ke sini?" teriak Falko. Jika boleh jujur, Ardian merasa dengki dengan Falko yang selalu ada bersama Claudia. Teringin ia bertukar posisi dengan Falko untuk bisa bersama Claudia. Namun, itu angan semata. Falko dan dia adalah dua insan yang berbeda, takdirnya pun tak sama. Falko ditakdirkan menjadi Kakak Claudia sedangkan Ardian tidak. Pemudia itu menatap sendu adik kakak yang kini duduk di bangku. "Ayo kita pergi, biar kamu nggak digangguin Ardian!" Falko berdiri menarik tangan sang adik lalu membawanya pergi. Ardian mengetahui hal itu. Namun, ia tetap diam di tempat lantaran merasa tak sanggup lagi mendapatkan gadis itu.