Reyno, Ciandra dan Claudia berpencar mencari Falko. Claudia berjalan ke barat sembari memanggil nama sang Kakak. "Kak Falko!"
"Kak.. Falko!"
Gadis itu terus melangkah menatap depan. Tanpa sadar kaki kirinya tak sengaja tersandung kaki seseorang yang membuatnya terhuyung. Beruntung tubuh langsingnya ditangkap oleh orang tersebut sehingga ia tak jatuh. Netranya fokus pada wajah pemuda yang kini menangkap tubuhnya. Dia berkacamata hitam yang tembus pandang. Sepasang matanya menatap Claudia balik. Senyuman menghiasi wajahnya seketika. "Em.. Maaf!" ucap Claudia merasa malu. Ia menjauhkan diri dari pemuda yang tengah melepas kacamatanya itu. Alangkah terkejutnya Claudia kala mengetahui wajah dia yang sangat tidak asing. "K-k-kamu!" Claudia menunjuk ke arahnya.
"Hallo Clau!" balas Ardian.
"Iihh.. Kok kamu bisa di sini sih?" tanya Claudia.
"Aku lagi liburan!" jawab Ardian.
"Hish... Kalau tau Ardian yang menangkap tubuhku, aku akan menghindar sejak awal!" batin Claudia memutar bola mata. "Terima kasih sudah menyelamatkanku!"
"Terima kasih saja tidak cukup, Clau!" jawab Ardian menetapkan kefokusan Claudia padanya.
"Lalu?" Claudia bertanya dengan malas.
"Kamu harus mau menjadi pacarku!" ucap Ardian.
"Astaga, ini apaan? Aku tidak mimpi kan?" batin Claudia terheran. "Maaf, aku tidak cinta kamu!" jujur Claudia.
"Belajarlah mencintaiku seperti yang kini juga mencintaimu!" tutur Ardian menyejajarkan diri dengan Claudia.
"Biarkan aku berpikir dulu!" pinta Claudia menjauh darinya.
"Jawablah sekarang, mau atau tidak?"
"Aku nggak bisa, Ar. Ada yang lebih penting dari ini! Aku pamit ya!" jawab Claudia lalu berlari untuk lanjut mencari sang Kakak.
"Claudia.. Clau!" teriak Ardian menatap Claudia yang semakin jauh. Tak ada yang tahu, di balik pembicaraannya dengan Claudia, ada sepasang mata yang melihat dan mendengar pembicaraan itu.
****
Waktu telah menunjuk pukul 15.43, namun, Claudia tak kunjung menemukan sang Kakak. Ia sangat kelelahan sebab sedari tadi berlarian di bawah teriknya panas matahari yang terus bergeser ke barat. Claudia kebingungan sebab tubuhnya tak kuat lagi untuk berdiri. Yang dapat menyelamatkannya sekarang hanyalah handphone. Namun, benda itu tertinggal di mobil. Alhasil, ia berbaring di tengah banyaknya butiran pasir. Perlahan pandangannya memudar. Pantai Ancol tampak mulai gelap hingga akhirnya tak terlihat. Claudia tak sadarkan diri.
Beruntung, Ardian datang di saat yang tepat. Ia membawa Claudia ke bawah pohon kelapa yang tak jauh dari area pantai.
Ardian menjadikan lututnya sebagai bantal Claudia. Tangannya menepuk-nepuk pipi halus gadis itu. "Clau.. Bangun Clau. Aku di sini!"
"Claudia... Bangun Clau!"
"Claudia."
"Clau!"
Perlahan namun pasti, Claudia membuka mata. Wajah Ardian yang pertama kali memasuki netranya. "Ardian!" panggilnya lemah.
"Iya Clau, aku di sini! Bagaimana kondisi kamu?"
"Kepalaku pusing!" Claudia memijat pelipis. Sikapnya pada Ardian kini sangat berbeda dari biasanya. Ia sangat menyukai Claudia sekarang ini. Cantik dan pendiam. Bukan seperti kemarin yang galak dengannya.
"Minum dulu!" Ardian meraih botol air di samping untuk minum Claudia.
Gluk.. Gluk.. Gluk..
"Terima kasih!"
"Duduklah sekarang!" Ardian mendudukkan Claudia dan menjadikan bahunya sebagai sandaran kepala gadis itu. "Aku telfon Falko sekarang." Ardian meraih handphone dari saku lalu mencari kontak Falko.
"Hallo, ngapain lo telfon gue?" tanya Falko di seberang sana.
"Adik lo ada sama gue. Dia baru sadar dari pingsannya!" ucap Ardian mengejutkan Falko.
"Hah benarkah? Lo di mana sekarang?"
"Gue di bawah pohon kelapa sebelah utara!" jawab Ardian.
"Gue ke sana sekarang!"
Tak berselang lama, Falko dan kedua orang tuanya menemui mereka. "Claudia," panik Ciandra memeluk Claudia yang terkulai lemas.
"Bagaimana bisa begini?" tanya Falko. Ardian menceritakan semuanya. Sontak saja Falko merasa bersalah. Karena dia, Claudia harus berjalan-jalan mencarinya hingga kecapekan.
"Terima kasih sudah menolong Claudia," ucap Reyno.
"Sama-sama Om!" Keluarga Ardhitalko berpamitan pada Ardian. Kini, Claudia berada dalam tangan Reyno yang membopongnya masuk mobil. Mereka membawa Claudia ke rumah sakit.
"Bagaimana kondisi anak saya, dok?" tanya Reyno menemui sang dokter yang baru saja memeriksa putrinya.
"Anak Bapak hanya kecapekan dan butuh istirahat, saya akan kasih resep obat untuk menambah energinya agar tidak lemas!" jawab dokter cantik di hadapan Reyno.
"Oh iya, Terima kasih, Dok!" Dokter pun mengangguk lalu pergi.
****
Setiba di rumah, Ciandra memberi makanan sang putri. Malam ini, Claudia mendapat perlakuan manja oleh keluarga kecilnya, termasuk sang Mama. Wanita itu lihai menyendok makanan ke mulut Claudia hingga habis. "Pintarnya anak Mama! Cepat sembuh ya!" ucap Ciandra menatap mangkok yang kosong. Sebab Claudia telah menghabiskan makanan dari Ciandra. Gadis itu lanjut meminum obat.
"Iya Ma, terima kasih!" jawab Claudia sembari mencium kening Ciandra. Ciandra memeluk tubuh langsingnya. Hangat, itulah yang dirasakan Claudia ketika berada di pelukan Ciandra. Wanita itu begitu menyayanginya dan membuatnya nyaman. Rasa cinta dan sayang Claudia untuk Ciandra sangat besar melebihi apapun di dunia ini. Gadis itu bersyukur dapat memiliki sosok Mama yang cantik nan baik dan keluarga kecil yang harmonis. Sungguh, itulah kebahagiaan yang tak dapat dibeli dengan apapun. Sebab, kebahagiaan yang paling indah ialah kebahagiaan keluarga.
"Lekaslah tidur! Kalau besok badan kamu terasa sudah baik, kamu boleh sekolah, tapi kalau kurang baik, jangan memaksa ya!" nasihat Ciandra diangguki Claudia dengan senyum manisnya. Istri Reyno Andika Ardhitalko itu pun keluar dari kamar sang putri. Claudia mulai memejamkan mata hingga tertidur.
*****
Tepat pukul 05.00, Claudia bangun tidur. Ia memoletkan badan lalu berdiri. Merasa badannya normal kembali, Claudia segera membersihkan diri untuk bersiap sekolah. Ciandra dan Reyno tidak membantah keinginan sang putri yang ingin sekolah hari ini.
Di sekolah, Claudia bertemu dengan Kelly dan Drena. Mereka kembali bertukar cerita seperti biasa. "Woi kalian tahu nggak, kemarin aku dapat pesan dari teman Kakaknya Claudia yang gemuk itu, siapa sih nama dia? Aku lupa?" ucap gadis berkacamata yang tak lain adalah Drena. Ia berusaha mengingat nama Kio yang tak masuk di pikirannya.
"Kio," jawab Kelly.
"Nah itu!"
"Dia ngirim pesan apa aja? Ada tanda-tanda cintanya nggak?" tanya Claudia.
"Dia cuma minta kenalan!" jawab Drena.
Claudia memutat bola mata. "Elah. Kenalan kok online sih... Hahaha!" cibir Claudia.
"Gtw tuh, si dia. Eh, siapa sih namanya tadi?" Drena melupakan nama Kio. Ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Kio!" jawab Kelly.
"Ya, pokoknya itulah, sulit banget dah!" ungkap Drena.
"Sulit darimananya, cuma tiga huruf doang! K I O, Kio!" Claudia mengeja nama Kio.
"Hem iyalah!" jawab Drena.
"Hay kamu! Keterlaluan banget sih!" Seorang cewek berambut pendek menunjuk wajah Claudia. Ia memasuki kelas 7G tiba-tiba dan mengalihkan atensi tiga gadis di sana.
"Kamu siapa? Dan kenapa menunjuk saya?" tanya Claudia tak paham.
"Nggak usah pura-pura lupa!" sahutnya memukul meja di hadapan Claudia.
"Lah, emang gue kagak tau apa alasan lo seperti itu sama gue. Gue aja kagak kenal ame lo! Mending sekarang lo jelasin lo siapa dan kenapa ke sini!" jelas Claudia berdiri. Bingung, itulah yang dirasakan Claudia. Ia tak kenal dan merasa tidak pernah bersalah dengannya. Namun, mengapa dia mendatangi Claudia seolah-olah Claudia bersalah?