Hari ini sesuai perjanjian, Adira dan Arion berjalan-jalan didalam mall yang baru saja dibuka beberapa minggu ini. Tidak terlihat adanya raut bahagia dari wajah gadis itu. Ia hanya mengukir seulas senyum kala Arion membuat lelucon ataupun menggodanya. Itu hanya sebagai bentuk Adira menghargai Arion.
"Adira." Panggil Arion.
Adira tersadar, "Iya?."
Arion mengernyit, "Lo ngga dengerin gue ngomong?."
Gadis itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Emm itu... Kak Arion bisa ulangi tadi ngomong apa?.
"Lo mau makan dulu apa langsung pulang?." Tanya Arion.
"Terserah kak Arion."
"Gue nanya lo mau makan atau pulang, ngga ada kata terserah."
"Kak Arion maunya gimana?."
"Makan."
"Ya udah, ayo cari makan."
Arion menggandeng tangan Adira, "Kalo lo ada masalah bisa cerita sama gue."
Gadis itu terdiam.
"Gue ngerti kalo lo belum bisa terbuka sama gue. Tapi setidaknya lo bisa bisa anggap gue sebagai temen lo. Gue bakal selalu siap setiap lo panggil gue kapan pun itu."
Adira tersenyum, "Makasih ya, kak."
"Jadi, ada yang mau lo ceritain ke gue?."
"Ada, tapi bukan sekarang."
"Kenapa?."
"Karena aku mau ke toilet dulu." Kata Adira sembari menunjukkan deretan giginya.
"Mau ditemenin?." Tawar Arion.
Adira membelalak, "Ngga usah, kak Arion cari tempat makan dulu aja" Setelah mengatakan itu ia berjalan pergi untuk menuju ke toilet.
Arion diam-diam tersenyum menatap kepergian Adira. "Hayo ngapain?." Seseorang tiba-tiba saja menepuk pundak Arion.
Laki-laki itu terlihat memutar bola matanya malas, "Lo kenapa selalu ada dimana-mana dah?."
Orang itu terkekeh, "Gue kan Ryan, jadi gue bakal selalu ada di antara kalian."
"Cih, seneng banget sih lo jadi pengganggu." Cibir Arion.
"Of course, gue pengen denger berita terbaru. Jadi gimana perkembangannya?." Tanya Ryan penasaran.
"Ya gitu."
"Gitu gimana?."
"Kepo lo."
"Ck, sia-sia gue ngikutin lo."
"Dih?."
Ryan terkekeh, "Bercanda, ayo gabung sama yang lain."
"Kemana?."
"Disana." Ryan menunjuk ke arah teman-teman yang lainnya.
"Ngapain kalian kesini?." Arion bertanya bingung.
"Ngerayain kemenangannya Naufal." Jawab Ryan.
"Daniel ngga ikut?." Tanya Arion penuh maksud.
"Engga, udah pulang duluan."
Arion ber-oh ria, "Oh gitu."
"Oh iya, Arion. Gue harap lo ngga lupa nyiapin barangnya sesuai perjanjian kita."
Arion mengerutkan kening, "Buat apa? Karena gue yang bakal menang."
"Sesuai kesepakatan kita hari ini adalah hari terakhir tapi lo belum ngelakuin apa-apa" Ujar Ryan
"Tenang aja, lo lupa kalo gue Arion? Mending lo sayang-sayangan dulu sama komputer lo sebelum itu jadi milik gue." Sahut Arion
Ryan mengerutkan kening, "Kenapa lo seyakin itu?."
"Karena pada akhirnya Adira bakal jatuh ke gue gimana pun caranya." Jawab Arion percaya diri.
"Kalo ngga gimana?."
"Engga ada yang bisa nolak gue, Ryan. Semua cewek pada akhirnya bakal tergila-gila sama gue." Sahut Arion
"Tapi mungkin Adira bisa."
"Iya, tapi dia ngga punya pilihan lain selain gue karena Naufal udah nolak dia mentah-mentah."
"Masa sih lo bakal kalah sama Naufal." Sindir Ryan
"Lo pikir gue bakal biarin itu terjadi? Gue pastiin Adira bakal berada dalam genggaman gue." Ujar Arion penuh percaya diri.
"Gue ngga tau Adira bakal sekecewa apa kalo tau lo jadiin dia bahan taruhan."
"Taruhan?." Kedua orang itu sontak menatap ke arah sang empu. "Taruhan apa?." Adira kembali bertanya
Arion mendekati gadis itu, "Lo salah denger. Kita cuma bercanda, iyakan Ryan?."
Ryan menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "I-iya."
Adira menatapnya datar, "Aku denger semuanya kalian taruhan apa?."
"Engga ada." Jawab Arion.
"Kak Ryan, tolong jawab. Kalian taruhan apa?." Pinta Adira
Ryan terlihat gelagapan, "Itu–"
"Apa?."
"Arion sama gue taruhan kalo Arion berhasil deketin lo, gue bakal kasih dia komputer gue. Sebaliknya kalo Arion kalah Play Station-nya bakal jadi milik gue." Jelas Ryan.
"Kenapa?." Adira bertanya pada Arion.
"Gue bisa jelasin." Ujar Arion
"Selama ini pasti kalian berdua diem-diem ngetawain aku karena jadi boneka kalian?."
"Engga, bukan gitu." Sahut Arion
"Iya! aku kira kak Arion bener-bener peduli sama aku, tapi ternyata semuanya palsu ya?." Adira tertawa getir, "Aku sebodoh itu ya dimata kalian? sampe dengan mudah bisa kalian bohongi ."
"Lo salah paham."
"Salah paham apa? Aku yakin kalo aja aku berhasil masuk perangkap kalian pasti setelah itu kak Rion juga buang aku. Aku emang terlalu bodoh karena gampang percaya sama sembarang orang." Ujar Adira menohok
Arion mengernyit, "Sembarang orang? Kata lo kita teman kan?."
"Itu kemarin, sekarang aku ngga mau!." Adira hendak pergi tapi Arion menahan tangannya.
"Gue ngga akan biarin lo pergi sebelum lo dengerin penjelasan gue." Arion menarik tangan Adira kasar.
"Kak Arion apaan sih." Adira berusaha melepaskan tangannya.
"Arion, lo mau bawa Adira kemana?." Teriak Ryan.
"Jangan ikut campur kalo lo ngga mau dalam masalah." Peringat Arion. Seketika itu nyali Ryan menciut.
"Kak, aku mau pulang." Pinta Adira.
"Silahkan berontak, Karena ngga akan ada orang yang bisa bantu lo, Daniel juga ngga ada di sini." laki-laki itu terkekeh. "Percuma lo lihatin Naufal kayak gitu. Bahkan sampai bola matamu lepas pun Naufal ngga akan peduli."
"Mau kak Arion apa sih?." Tanya Adira.
"Lo."
Adira mengernyit, "Aku?."
Mereka berhenti didepan parkiran, "Iya lo, awalnya gue deketin lo emang karena taruhan konyol sama Ryan. Tapi semakin gue deket sama lo, semakin gue paham tentang lo dan tanpa sadar gue suka sama lo. Bahkan sekarang gue udah ngga peduli lagi sama taruhan itu. I like you, Adira. I like you so much." Aku Arion.
Adira menatapnya bingung.
"Sekali aja coba lihat gue sebagai laki-laki." Pinta Arion.
"Tapi kak Arion tau kan?." Adira menunduk, "Aku suka kak Naufal." Gumamnya.
"Naufal Naufal terus, Naufal ngga suka lo!." Bentak Arion
Adira tersentak, "Kak Arion." Cicitnya.
"Gue muak denger lo nyebut nama Naufal terus." Teriak Arion geram.
"Tapi aku–"
"Sampe kapan lo bakal ngejar Naufal terus Adira?." Arion tak habis pikir.
Adira diam.
"Lo bakal terus ngejar dia kayak orang gila? Hah!"
Adira menggeleng cepat, "Engga."
Arion menarik napas, "Lo tuh sadar ngga sih? Dimata Naufal lo itu cuma benalu pengganggu. Kenapa juga lo harus cape-cape ngorbanin hati sama pikiran lo cuma buat orang yang gak pernah sekalipun mandang lo? Buka pikiran lo. Naufal akan selalu mandang lo remeh, dan selamanya ngga akan pernah ngehargai lo."
Gadis itu melepaskan tangan Arion, ia menatap Arion dengan ekspresi yang tidak berubah. "Aku mau pulang." Katanya.
"Biar gue anter." Tawar Arion.
"Engga perlu." Sahut Adira.
Arion memegang tangan Adira, "Ada satu hal yang harus lo tau tentang gue, gue ngga suka penolakan."
"Kak Arion, aku bisa pulang sendiri." Arion terus berjalan tanpa mendengarkan ucapan Adira.
"Kak Arion! Aku bilang aku bisa pulang sendiri, kak Arion ngerti ngga sih!."
"Kalo ngga gimana?."
"Kak Arion kenapa sih? Gila ya?
"Iya! Karena lo."
"Tapi aku ngga suka kak Arion."
Langkah Arion terhenti, "Emang gue pernah tanya lo suka gue atau ngga? Gue ngga peduli pendapat lo karena yang terpenting gue akan selalu dapetin apapun yang gue mau gimanapun caranya." Sorot mata Arion tak selembut sebelumnya.
Adira diam-diam meremas ujung bajunya, "Biarin aku pulang." Katanya lagi.
"Coba aja kalo bisa." Arion berjalan mendekati Adira. "Gue bakal buat lo lupa sama Naufal dan cuma inget sama gue." Gadis itu perlahan mundur saat Arion semakin mendekat. Tak ada seseorangpun yang bisa ia mintai tolong. Karena hari yang mulai gelap jadi tak banyak orang yang berlalu lalang.
Tiba-tiba seseorang berdiri dihadapan Adira membuat semua kekhawatirannya seketika itu menghilang, "Gue yang bakal nganter dia pulang." Katanya sembari menarik tangan Adira.
Adira tertegun, "Kak Naufal?."
Arion berdecak, "Ck, lo lagi lo lagi."
"Lo ngga pernah berubah ya? Masih aja suka mainin perempuan." Naufal tersenyum remeh.
"Kenapa? Perempuan diciptain kan emang buat dimainin" Adira menatap Arion tak percaya. Ia seperti melihat sosok Arion yang berbeda dari biasanya.
"Pikiran lo terlalu pendek." Sarkas Naufal.
"Gue gak mau ribut, fal. Jadi lebih baik lo pergi." Pinta Arion.
"Kalo gue ngga mau?."
Arion mengerutkan kening, "Kenapa tiba-tiba lo jadi peduli gini? Bukannya kemaren lo nolak dia?."
"Gue nolak dia tapi bukan berarti gue bakal biarin lo mainin dia."
"Cih."
"Jangan mentang-mentang ngga ada Daniel lo bisa seenaknya kayak gini."
"Bukan urusan lo. Ayo, Adira." Arion hendak meraih tangan Adira, namun gadis itu bersembunyi dibelakang Naufal.
"See? Gak semua perempuan mau lo mainin." Setelah mengatakan itu Naufal mengajak Adira menuju parkiran motornya. Menghiraukan Arion yang terus mengumpat dibelakang sana.