Read More >>"> Dear N (10. Adira Thalita) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Dear N
MENU
About Us  

  Gadis itu terbangun di sebuah ruangan bernuansa pink yang pada dinding-dindingnya terpasang poster dan foto idol kesukaannya. Memang benar ini adalah kamarnya namun kali ini ada hal yang membedakan kamar itu dari biasanya, yaitu terdapat selang infus dan oksigen yang terpasang di tubuhnya. Adira terlihat mengerjapkan matanya beberapa kali untuk mengumpulkan seluruh kesadarannya.

  "Mama." Panggilnya pada seorang wanita paruh baya yang sedang duduk di sofa.

  Mendengar itu Sinta segera menghampiri putrinya, "Iya, kenapa? Kamu butuh sesuatu?."

  "Mama kenapa aku di sini?." Tanya Adira. "Harusnya aku masih ada di tempat camping kan"

  Sinta terlihat menghela napas, "Jangan keras kepala Adira. Dari awal mama udah bilang kan kalo tubuh kamu ngga sekuat kak Daniel, tubuh kamu itu lemah, di tambah kamu juga ngga tahan sama hawa dingin." Adira terdiam. "Kamu tau seberapa paniknya mama waktu tau kamu hilang di hutan dan hampir aja mati. Apa lagi orang-orang di sana gak ada yang paham sama sekali tentang kondisi kamu."

  "Maaf, karena aku udah bikin mama khawatir." Kata Adira pelan.

  Sinta mengusap rambut Adira lembut, "Tolong jangan di ulangi lagi ya, kamu sendiri yang bilang kalo cuma kamu yang tau tentang tubuhmu, jadi harusnya kamu tau kan kemampuan tubuhmu? Jangan terlalu di paksa ya."

  Adira tersenyum tipis, "Iya ma."

  Mama Adira balik tersenyum, "Istirahat ya, mama mau hubungi dokter dulu." Katanya. Setelah itu Sinta terlihat berjalan keluar dari kamar Adira.

  Sepergian mamanya dari sana, Adira menatap kosong ke arah luar jendela, kemudian terdengar helaan napas dari gadis itu. Sejak kecil ia selalu di larang  melakukan hal yang dia inginkan. Bukan tanpa sebab orang tuanya melakukan itu. Karena tubuh Adira yang lemah lantaran ia memiliki gangguan pada paru-parunya membuat kedua orang tuanya ekstra protectif padanya. Padahal sedari kecil gadis itu sangat ingin hidup seperti anak lainnya yang bisa melakukan apapun yang mereka mau tanpa memikirkan resiko-resiko yang mungkin akan terjadi. Sejujurnya Adira lelah, namun ia tidak ingin mati. Karena masih banyak mimpi yang harus ia gapai. Selain itu, ia selalu percaya bahwa suatu hari nanti akan ada sebuah bintang yang akan membawanya terbang untuk melihat indahnya dunia.

  "Ra." Panggilan seseorang membuyarkan lamunan Adira.

  Gadis itu menoleh pada sang empu, "Kak Daniel?." Ujarnya. Daniel terlihat mengukir senyum.

  "Kak Daniel udah pulang?." Tanya Adira.

  "Iya, Udah dari tadi." Jawab Daniel.

  "Oh gitu."

  "Gimana kondisi lo?." Tanya Daniel.

  "Seperti yang kakak lihat." Jawab Adira seadanya.

  "Ya udah banyakin istirahat." Kata Daniel

  Adira diam sejenak, "Kak Daniel, Maaf ya." Katanya.

  Daniel mengernyit, "Maaf buat apa?."

  "Karena aku ikut Camping. Harusnya dari awal aku ngga maksa ikut, Kak Daniel sama yang lain jadi kesusahan gara-gara aku." Ujar Adira.

  "Kata siapa kita kesusahan gara-gara lo?." Tanya Daniel.

  "Engga ada, cuman setelah aku pikir-pikir pasti aku nyusahin kalian."

  Daniel berdecak, "Dalam keadaan gini lo masih bisa mikirin orang lain?."

  Adira terdiam.

  "Bukan salah lo, itu kecelakaan. Lo sendiri pasti juga gak mau kan itu terjadi, jadi jangan salahin diri lo sendiri. Justru mereka semua itu khawatir sama lo karena mereka sayang lo ra. So, lebih baik lo istirahat dan berhenti mikirin yang aneh-aneh." Kata laki-laki itu panjang lebar. Adira sempat tertegun karena untuk pertama kalinya ia melihat Daniel mengatakan hal sebijak itu.

  "Tapi kak Daniel, mereka tau kalo aku sakit?"

  "Engga, ngga ada yang tau kalo lo sakit. Mereka ngiranya lo cuma hipotermia." Sahut Daniel.

  Adira menghela napas, "Syukur deh."

  Daniel tersenyum sembari mengusap rambut Adira, "Papa ngirim hadiah buat lo, jadi lo harus sembuh." Katanya.

  "Hadiah? Hadiah apa?." Gadis itu mencoba untuk bangun.

  "Eh?." Daniel terlihat terkejut, lalu ia membantu adiknya untuk duduk.

  "Hadiah apa kak?." Tanya Adira penasaran.

  "Nanti lo tau sendiri." Sahut Daniel

  "Papa bakal pulang ya?." Adira bertanya dengan excited.

  Daniel terdiam sejenak, kemudian ia menggeleng. "Bukan, papa ngirim hadiah buat kado ulang tahun lo."

  Terlihat raut wajah kecewa dari gadis itu. Adira menggenggam tangan kakaknya erat, "Kak Daniel boleh ngga minta papa pulang sebentar aja." Pintanya.

  "Papa kan kerja, Ra." Jawab Daniel

  "Aku tau, tapi–"

  "Kita bukan anak kecil lagi, Ra. Jadi lo harus ngerti kalo papa kerja juga buat kita." Jelas Daniel.

  "Tapi tahun lalu papa juga ngga pulang kak." Balas Adira. "Padahal papa udah janji mau rayain ulang tahun bareng-bareng. Sampai kadang aku ngerasa papa itu ada tapi figurnya ngga pernah ada."

  "Udah, jangan mikir aneh-aneh. Lo masih sakit jadi pikirannya ngelantur. Lagian gue lihat tahun lalu lo kelihatannya seneng-seneng aja ngerayain tanpa papa. Lo kan dapet kado kamera dari papa." Ujar Daniel

  "Bahkan tanpa papa kasih kado kamerapun asalkan ada figur papa di sini, itu lebih dari cukup." Tutur Adira pelan.

  Daniel menghela napas, "Iya, gue tau apa yang lo maksud. Tapi kita juga gak tau kan apa yang papa rasain. Mungkin aja dia lebih menderita karena jauh dari kita, anak-anaknya."

  Adira diam sejenak, "Iya, kak Daniel bener."

  "Nah kan, makanya lo harus minum obat biar cepet sembuh. Gue yakin papa juga bakal sedih kalo lihat lo sakit terus." Ujar Daniel sembari menyodorkan tiga butir obat.

  Adira menatap obat-obat itu dalam diam, "Kak Daniel, kapan ya aku berhenti minum obat-obat ini?."

  "Kalo lo udah sembuh." Jawab Daniel seadanya.

  "Kak Daniel, aku cape" Aku Adira. Daniel tertegun, untuk pertama kalinya Adira mengakui apa yang ia rasakan. Karena selama  ini, yang Daniel tau gadis itu hanya selalu menurut dan menunjukkan senyum seperti tidak terjadi apa-apa.

  "Tapi papa dan mama pasti lebih cape." Lanjut Adira.

  "Omongan lo makin ngelantur." Sahut Daniel.

  "Tapi kenyataannya gitu kan kak."

  "Lebih baik lo minum obat dan setelah itu istirahat." Suruh Daniel. Adira diam.

  "Gue punya sesuatu buat lo." Lanjutnya.

  "Apa?." Tanya Adira.

  "Ada."

  "Ih kak Daniel, apa?"

  "Rahasia."

  "Dih?."

  "Makanya lo minum obat dulu, baru nanti gue kasih tau."

  "Engga mau, harus kasih tau dulu."

  "Tapi janji setelah itu minum obat."

  Adira mengangguk cepat, "Janji." Ujarnya sembari menautkan jari kelingkingnya dengan Daniel.

  Laki-laki itu kemudian mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. "Nih." Katanya sembari menyodorkan sebuah coklat pada Adira.

  "Oh wow? Tumben kak Daniel beli sesuatu buat aku." Ujar Adira tidak percaya.

  "Bukan gue yang beli."

  "Lalu?."

  "Dari Naufal."

  "Hah?!." Adira tidak dapat menyembunyikan perasaan terkejutnya. "Dari kak Naufal?."

  Daniel mengangguk, "Iya, tapi bisa biasa aja ngga? Jangan banyak gerak, gue ngeri lihat selang-selang di tubuh lo."

  Adira terkekeh, "Tenang aja, ngga akan lepas kok."

  "Ya tetep aja gue ngeri."

  "Tapi kak Daniel ngga bohong kan?." Tanya Adira.

  "Apa untungnya gue bohong sama lo?." Daniel balik bertanya.

  "Ya siapa tau kan."

  "Engga Adira."

  "Tapi kak Naufal ada bilang sesuatu ngga?." Adira terlihat berharap.

  Daniel menggeleng, "Dia cuma ngasih coklat itu dan ngga ada bilang apa-apa."

  Gadis itu menunjukkan raut wajah kecewa. "Bahkan ucapan cepet sembuh gitu ngga?."

  "Engga."

  "Emm gitu ya."

  "Udah sih, bukanya dengan Naufal ngasih hadiah ke lo itu udah bagus? Setidaknya proges lo ada kemajuan kan?" Ucap Daniel.

  "Iya sih."

  "Nah ya udah. Sekarang sesuai janji lo, lo harus minum obatnya." Ujar Daniel sembari menyodorkan kembali tiga butir obat pada Adira, dan dengan terpaksa akhirnya di minum oleh gadis itu.

  "Kak Daniel, besok aku udah boleh berangkat sekolah?." Tanya Adira tiba-tiba.

  "Ngga usah ngaco, lo belum sembuh." Daniel tidak habis pikir.

  "Udah sembuh kak Daniel."

  "Belum Adira, sekarang mending lo istirahat." Pinta Daniel.

  "Tapi–"

  "Istirahat." Perintah laki-laki itu.

  "Iya iya." Sahut Adira pasrah.

  Daniel tersenyum sembari mengusap rambut Adira, "Good girl, gue mau tanya mama dulu dokternya kapan datangnya."

  "Hm."

  "Lo harus sembuh." Setelah mengatakan itu Daniel keluar dari kamar Adira.

  Sepergian laki-laki itu dari kamarnya, Adira tidak henti-hentinya menatap coklat yang diberikan Daniel sembari mengukir senyum. "Kak Naufal." Gumamnya pelan.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Violet, Gadis yang Ingin Mati
3294      1282     0     
Romance
Violet cuma remaja biasa yang ingin menikmati hidupnya dengan normal. Namun, dunianya mulai runtuh saat orang tuanya bercerai dan orang-orang di sekolah mulai menindasnya. Violet merasa sendirian dan kesepian. Rasanya, dia ingin mati saja.
ALTHEA
68      51     0     
Romance
Ini adalah kisah seorang perempuan riang yang memiliki perasaan lebih ke manusia es batu, manusia cuek yang telah menyukai seorang perempuan lain di sekolahnya. Walaupun ia tahu bahwa laki laki itu bukan menyukai dirinya, tetap saja ia tak akan kunjung lelah untuk mendapatkan perhatian dan hati laki laki itu. Akankah ia berhasil mendapatkan yang dia mau? "Dasar jamet, bales chat nya si...
Aku Menunggu Kamu
102      91     0     
Romance
sebuah kisah cinta yang terpisahkan oleh jarak dan kabar , walaupun tanpa saling kabar, ceweknya selalu mendo'akan cowoknya dimana pun dia berada, dan akhirnya mereka berjumpa dengan terpisah masing-masing
Rumah (Sudah Terbit / Open PO)
2178      982     3     
Inspirational
Ini bukan kisah roman picisan yang berawal dari benci menjadi cinta. Bukan pula kisah geng motor dan antek-anteknya. Ini hanya kisah tentang Surya bersaudara yang tertatih dalam hidupnya. Tentang janji yang diingkari. Penantian yang tak berarti. Persaudaraan yang tak pernah mati. Dan mimpi-mimpi yang dipaksa gugur demi mimpi yang lebih pasti. Ini tentang mereka.
FIREWORKS
356      250     1     
Fan Fiction
Semua orang pasti memiliki kisah sedih dan bahagia tersendiri yang membentuk sejarah kehidupan setiap orang. Sama halnya seperti Suhyon. Suhyon adalah seorang remaja berusia 12 tahun yang terlahir dari keluarga yang kurang bahagia. Orang tuanya selalu saja bertengkar. Mamanya hanya menyayangi kedua adiknya semata-mata karena Suhyon merupakan anak adopsi. Berbeda dengan papanya, ...
RIUH RENJANA
313      237     0     
Romance
Berisiknya Rindu membuat tidak tenang. Jarak ada hanya agar kita tau bahwa rindu itu nyata. Mari bertemu kembali untuk membayar hari-hari lalu yang penuh Renjana. "Riuhnya Renjana membuat Bumantara menyetujui" "Mari berjanji abadi" "Amerta?"eh
Niscala
289      180     14     
Short Story
Namanya Hasita. Bayi yang mirna lahirkan Bulan Mei lalu. Hasita artinya tertawa, Mirna ingin ia tumbuh menjadi anak yang bahagia meskipun tidak memiliki orang tua yang lengkap. Terima kasih, bu! Sudah memberi kekuatan mirna untuk menjadi seorang ibu. Dan maaf, karena belum bisa menjadi siswa dan anak kebanggaan ibu.
Of Girls and Glory
2533      1201     1     
Inspirational
Pada tahun keempatnya di Aqiela Ru'ya, untuk pertama kalinya, Annika harus berbeda kamar dengan Kiara, sahabatnya. Awalnya Annika masih percaya bahwa persahabatan mereka akan tetap utuh seperti biasanya. Namun, Kiara sungguh berubah! Mulai dari lebih banyak bermain dengan klub eksklusif sekolah hingga janji-janji yang tidak ditepati. Annika diam-diam menyusun sebuah rencana untuk mempertahank...
The Black Heart
841      440     0     
Action
Cinta? Omong kosong! Rosita. Hatinya telah menghitam karena tragedi di masa kecil. Rasa empati menguap lalu lenyap ditelan kegelapan. Hobinya menulis. Tapi bukan sekadar menulis. Dia terobsesi dengan true story. Menciptakan karakter dan alur cerita di kehidupan nyata.
Tulus Paling Serius
1491      631     0     
Romance
Kisah ini tentang seorang pria bernama Arsya yang dengan tulus menunggu cintanya terbalaskan. Kisah tentang Arsya yang ingin menghabiskan waktu dengan hanya satu orang wanita, walau wanita itu terus berpaling dan membencinya. Lantas akankah lamanya penantian Arsya berbuah manis atau kah penantiannya hanya akan menjadi waktu yang banyak terbuang dan sia-sia?