Loading...
Logo TinLit
Read Story - Cinta di Sepertiga Malam Terakhir
MENU
About Us  

'Percayalah... Jika kau berikan harapanmu sepenuhnya hanya kepada Allah, niscaya kau tak akan pernah merasakan pedihnya sebuah kekecewaan.'

***

Hidup ini singkat, ada hari kemarin sebagai masa lalu, hari ini yang kita jalani untuk merubah masa depan, dan hari esok yang kita tidak tau masih bisa sampai kesana atau malah terlebih dulu meninggalkan dunia ini.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan, dan tahun berganti tahun. Hingga, tanpa sadar usia kita telah semakin bertambah. Yang tadinya remaja kini kan beranjak dewasa, dan fase ini akan dialami setiap orang.

Mulai dari ulangan harian, ujian semester, hingga ujian kelulusan, semuanya telah dilakukan. Farah yang seharusnya menempuh pendidikan empat tahun di pesantren, kini dengan kemampuannya membuat pihak pesantren bisa meluluskannya seperti santri seumurannya dalam jangka waktu tiga tahun.

Gadis yang kini usianya baru genap 17 tahun, tapi pemikirannya tak boleh diremehkan. Farah mondar-mandir didalam kamar sambil meremas-remas kedua tangannya, ia tampak gelisah.

"Ngapain, sih?" Cut yang sepertinya kesal melihat tingkah Farah, berkomentar.

"Aku takut, Cut!" kata Farah. Namun langkahnya masih tidak berhenti, gadis itu masih saja mondar-mandir.

"Kenapa mesti takut? Farah cuma harus jumpa dengan Pak Kyai lima belas menit lagi, kan?" Ily ikut berkomentar.

"Iyaa itu dia, apa jangan-jangan aku ga lulus ya? Atau aku ada masalah selama disini? Atau nilai ujian aku ga memuaskan? Atau--"

"Atau, atau, atau, temui saja Pak Kyai baru lepas tu kamu tau Pak Kyai nak cakap apa!" Ily menyela perkataan Farah.

Cut dan Ily hanya geleng-geleng kepala saja melihat Farah yang hampir 30 menit cuma mondar-mandir ga jelas didalam kamar. Sejak diberi tau bahwa Farah harus menemui Pak Kyai sebentar lagi, membuat gadis itu berubah menjadi sangat gelisah, begitu banyak argumen negatif yang muncul dibenaknya.

"Farah, udah jamnya tuh! Sana ke kantor jumpai Pak Kyai!" Cut memberi tau sambil menahan tawanya saat melihat wajah Farah yang semakin ketakutan.

Farah mematung, matanya membulat saat melihat jam di dinding kamar. Ia menarik nafas panjang lalu menghembuskannya perlahan, itu yang dilakukannya berulang-ulang. Farah langsung keluar kamar untuk menemui Pak Kyai.

Sementara didalam kamar, Cut dan Ily melepaskan tawa mereka yang sejak tadi tertahan. Dan Haura, entah dimana gadis itu, dia lebih sering berada di luar kamar belakangan ini.

Tepat didepan pintu yang masih tertutup, Farah membaca berbagai macam doa berharap Pak Kyai tidak memberikan kabar buruk untuknya. Setelah membaca basmalah, Farah mengetuk pintu itu lalu membukanya perlahan.

"Assalamu'alaikum," lirihnya.

"Wa'alaikumussalam." Terdengar jawaban dari dalam. Tapi salam tersebut dijawab lebih dari satu orang.

"Duduk dulu disini, Nak." Pak Kyai tersenyum lalu lanjut dengan kesibukannya bersama beberapa berkas dimejanya.

Bang Putra yang menemani kakeknya itu kembali fokus pada buku Tauhid yang ia baca. Farah semakin gugup berada didalam sana sekarang. Tak lama, suara ketukan pintu terdengar, pintu itu terbuka dengan ucapan salam dari seorang pria.

Mereka yang berada didalam menjawab salamnya bersamaan. Ternyata Abhi yang masuk ke ruangan itu, Pak Kyai memintanya duduk disebelah Farah, jaraknya hanya setengah meter. Kenapa Abhi dipanggil juga?

"Kita tunggu orang tua kalian dulu, ya," ujar Pak Kyai. Ternyata Pak Kyai sudah meminta orang tua mereka untuk datang ke pesantren hari ini.

Mendengar itu, Farah semakin takut kalau-kalau ada masalahnya yang diceritakan Pak Kyai kepada orang tuanya. Rasanya gadis itu ingin segera pergi dari sana. Sementara Abhi dan Bang Putra terlihat lebih santai dari Farah, apa gadis ini saja yang terlalu berlebihan mengambil kesimpulan?

Beberapa menit kemudian, orang tua Farah dan Abhi datang secara bersamaan. Setelah banyak kata pembuka yang diucapkan, sepertinya kini Pak Kyai akan berbicara serius. Tampak dari raut wajahnya yang berubah.

"Silahkan langsung dibaca saja apa yang ada didalam sini, Pak, Bu." Pak Kyai menyodorkan dua amplop coklat diatas mejanya.

Jantung Farah berdetak kencang seolah mau melompat keluar. Apa itu surat pernyataan bahwa ia akan dikeluarkan dari pesantren? Atau surat yang akan menghalanginya untuk segera lulus dari pesantren itu? Banyak dugaan yang saat ini muncul dibenak Farah.

Dengan sigap Ummi langsung membuka amplop itu dan membacanya bersama abi yang duduk disebelahnya. Orang tua Abhi pun melakukan hal yang sama.

"Alhamdulillah! MaasyaaAllah!" Mata Ummi berkaca-kaca. Ummi memeluk Farah yang duduk disampingnya erat, seolah tak ingin melepaskan pelukannya.

"Ummi?! Ada apa?!" tanya Farah yang bingung dengan perlakuan Sang Ummi. Ummi melepas pelukannya perlahan sembari mengusap air matanya.

Tampak ibunya Abhi pun memeluk putranya dengan wajah terharu. Apa ada kabar bahagia untuk keduanya? Farah semakin tidak mengerti dengan situasi ini. Mereka itu menangis bahagia atau sedih?

"Farah dan Abhi, kalian merupakan salah seorang santri yang berhasil mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan di Universitas Al-azhar, Cairo, Mesir." Perkataan Pak Kyai membuat tubuh Farah terasa lemas, bolehkah ia pingsan sekarang? Ini seperti mimpi!

Mata Farah kini membulat sempurna, mulutnya pun sedikit menganga menatap Pak Kyai, berharap ini bukan prank.

"Saya? Ah maksudnya kami, ke Mesir berdua, Pak Kyai?" tanya Abhi seolah masih tak percaya.

Pak Kyai menggeleng pelan, "Kalian akan pergi bertiga, bersama cucu saya, Putra." Bang Putra menoleh kearah mereka, mengangguk dan tersenyum ramah.

"Ta-tapi kenapa?" lirih Farah.

"Kenapa apanya?" tanya Bang Putra.

"Kenapa saya? Lulus dengan nilai mumtaz (sempurna) saja itu sudah cukup bagi saya, apa pantas saya mendapat beasiswa ini?" Sepertinya Farah merasa bahwa ini terlalu berlebihan untuknya.

"Dengar, Nak. Semenjak kamu berada disini, nilai kamu selalu bagus, malah semakin lama semakin bagus. Rata-rata ustadz dan ustadzah setuju dengan keputusan ini, ini sudah jalan-Nya, terima saja," jelas Pak Kyai.

"Baik, Pak Kyai." Farah menunduk.

Setelah membahas mengenai beasiswa itu, mereka dipersilahkan untuk meninggalkan ruangan, menyisakan Pak Kyai dan Bang Putra didalamnya.

Ummi Farah dan ibunya Abhi tampak asyik bercerita, begitupun dengan Abi Farah dan ayahnya Abhi. Sementara Abhi dan Farah, jangankan bercerita, bertegur sapa saja tidak mereka lakukan.

"Abhi, Ayah sama Ibu pulang dulu ya kasihan adikmu Alin ditinggal sendirian di rumah."

"Iya, Ummi sama Abi juga mau pulang." Ummi menimpali.

Abhi mengangguk, "Fii amanillah." Abhi mencium punggung tangan kedua orang tuanya.

Farah pun ikut menyalami orang tuanya lalu orang tua Abhi. Begitupun Abhi yang melakukan hal yang sama pada orang tua Farah.

"Disana nanti kalian harus saling jaga, ya." Ibunya Abhi tersenyum kearah keduanya.

Abhi dan Farah saling tatap. Mereka mengerti maksud dari perkataan ibunya Abhi barusan. Tak ingin persoalan itu menjadi panjang, Abhi dan Farah segera mengantar kedua orang tuanya ke parkiran.

"Daa..!" Farah melambaikan tangannya. Kedua mobil itu meninggalkan pekarangan pesantren.

Abhi berbalik, hendak kembali ke asramanya. Farah ikut berjalan dibelakangnya. Tatapan Farah tak lepas dari punggung pria dihadapannya.

"Abhi," panggilnya. Abhi hanya berdehem.

"Selamat, ya," kata Farah mencoba mencairkan suasana.

Abhi menoleh kebelakang sekilas sambil tersenyum tipis, "Selamat juga untuk kamu," balasnya. Langkahnya tidak terhenti sama sekali.

Farah yang tadinya tersenyum lebar, kini senyumannya memudar, menyisakan senyuman tipis diwajahnya.

'Kalau saja kamu tau, aku rindu kedekatan kita yang dulu. Tapi aku sadar, aku bukan siapa-siapa bagimu. Ini hanya sekedar rindu, tidak lebih dari itu!' ujar Farah dalam hati.

♡♡♡

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
ALACE ; life is too bad for us
1058      643     5     
Short Story
Aku tak tahu mengapa semua ini bisa terjadi dan bagaimana bisa terjadi. Namun itu semua memang sudah terjadi
Untitled
507      290     0     
Romance
This story has deleted.
When Magenta Write Their Destiny
6419      1731     0     
Romance
Magenta=Marina, Aini, Gabriella, Erika, dan Benita. 5 gadis cantik dengan kisah cintanya masing-masing. Mereka adalah lima sahabat yang memiliki kisah cinta tak biasa. Marina mencintai ayah angkatnya sendiri. Gabriella, anak sultan yang angkuh itu, nyatanya jatuh ke pelukan sopir bus yang juga kehilangan ketampanannya. Aini dengan sifat dingin dan tomboynya malah jatuh hati pada pria penyintas d...
Edelweiss: The One That Stays
2413      962     1     
Mystery
Seperti mimpi buruk, Aura mendadak dihadapkan dengan kepala sekolah dan seorang detektif bodoh yang menginterogasinya sebagai saksi akan misteri kematian guru baru di sekolah mereka. Apa pasalnya? Gadis itu terekam berada di tempat kejadian perkara persis ketika guru itu tewas. Penyelidikan dimulai. Sesuai pernyataan Aura yang mengatakan adanya saksi baru, Reza Aldebra, mereka mencari keberada...
Foodietophia
538      402     0     
Short Story
Food and Love
Meja Makan dan Piring Kaca
58409      8534     53     
Inspirational
Keluarga adalah mereka yang selalu ada untukmu di saat suka dan duka. Sedarah atau tidak sedarah, serupa atau tidak serupa. Keluarga pasti akan melebur di satu meja makan dalam kehangatan yang disebut kebersamaan.
THE DARK EYES
732      414     9     
Short Story
Mata gelapnya mampu melihat mereka yang tak kasat mata. sampai suatu hari berkat kemampuan mata gelap itu sosok hantu mendatanginya membawa misteri kematian yang menimpa sosok tersebut.
Gray November
3914      1326     16     
Romance
Dorothea dan Marjorie tidak pernah menyangka status 'teman sekadar kenal' saat mereka berada di SMA berubah seratus delapan puluh derajat di masa sekarang. Keduanya kini menjadi pelatih tari di suatu sanggar yang sama. Marjorie, perempuan yang menolak pengakuan sahabatnya di SMA, Joshua, sedangkan Dorothea adalah perempuan yang langsung menerima Joshua sebagai kekasih saat acara kelulusan berlang...
Trying Other People's World
201      169     0     
Romance
Lara punya dendam kesumat sama kakak kelas yang melarangnya gabung OSIS. Ia iri dan ingin merasakan serunya pakai ID card, dapat dispensasi, dan sibuk di luar kelas. Demi membalas semuanya, ia mencoba berbagai hidup milik orang lain—pura-pura ikut ekskul jurnalistik, latihan teater, bahkan sampai gabung jam tambahan olimpiade MIPA. Kebiasan mencoba hidup-hidup orang lain mempertemukannya Ric...
Hati dan Perasaan
1573      992     8     
Short Story
Apakah hati itu?, tempat segenap perasaan mengendap didalamnya? Lantas mengapa kita begitu peduli, walau setiap hari kita mengaku menyakiti hati dan perasaan yang lain?