'Bagiku ia adalah sesuatu yang datang secara tiba-tiba, hingga aku terkejut dan hampir tak bisa menjawab.'
✓kutipan dari sebuah buku✓
***
Hari demi hari berlalu, meninggalkan banyak kenangan yang tak terlupakan di masa lalu. Waktu yang tak bisa diputar ulang, membuat kita sadar bahwa waktu yang ada saat ini tak boleh disia-siakan begitu saja. Setidaknya ada perubahan, ataupun kemajuan.
Langit tampak biru dengan awan putih yang cukup tebal, membuat matahari malu untuk menunjukkan sinarnya. Beberapa hari yang lalu para santri sudah melaksanakan ujian, Farah yang menjadi juara kelas membuat tambah iri santriwati yang lainnya.
Kenapa begitu cepat? Karena hidup ini terlalu singkat jika dihabiskan untuk menceritakan secara detail. Juga masih ada masa depan yang menanti disana. Ingin melihat masa depan? Atau masih mau meratapi masa lalu? Pilihan ada di tanganmu!
"Kamu ga pulang?"
Farah menoleh pada gadis yang duduk disebelahnya, "Liburnya ga terlalu lama, lagian aku pengen ngerasain gimana rasanya ngabisin waktu libur disini." Farah tersenyum.
"Bagus deh kamu nemenin aku disini, soalnya keluarga aku udah ke Sabang beberapa minggu lalu, jadi mereka ga mungkin jemput aku. Parah banget kan liburan ga ngajak-ngajak aku!" Cut yang terlihat sedikit kesal.
Farah tertawa kecil melihat ekspresi wajah Cut yang sepertinya kesal. Benar, kini mereka hanya berdua didalam kamar. Ilyana yang sepertinya sedang bersenang-senang di negara tetangga, sementara Haura yang memilih liburan di kampung halamannya di Bandung.
Ekspresi wajah Farah seketika berubah saat mengingat hari itu. Masih ada rasa senang saat ia mendapat peringkat pertama di kelas, sekaligus rasa tak enak hati pada Haura karena Farah telah merebut kedudukannya sebagai juara kelas.
"Kamu masih mikirin soal Haura, ya?" tanya Cut yang sepertinya paham dengan apa yang sedang dipikirkan Farah saat ini.
Farah menatap Cut sekilas, "Pasti dia makin ga suka samaku," lirihnya.
"Kalau kamu ikuti apa maunya orang-orang, kamu ga bakalan bisa. Kemauan dan kata-kata orang itu ga ada habisnya kalau dituruti terus. Lagian kamu pantes kok dapet juara, akhir-akhir ini Haura juga menurun nilai akademik dan yang lainnya, mungkin itu karena dia terlalu sibuk iri ke kamu sampai-sampai dia lupa sama dirinya sendiri!" jelas Cut berusaha memberi pemahaman pada Farah.
"Iya sih," gumam Farah.
"Udah ah, yuk ke perpus. Ada buku bagus yang belum kamu baca, cerita tentang zaman Nabi yang aku jamin buat mata kamu ga bisa lepas dari buku itu, mantap pokoknya ga ngebosenin!"
Farah yang memang suka membaca buku itu seketika matanya berbinar, semoga apa yang dikatakan Cut tentang buku itu sesuai dengan ekspektasinya. Mereka melangkah keluar asrama, menuju perpustakaan.
Suasana pesantren yang tidak terlalu ramai dari biasanya, kebanyakan para santri pulang untuk menikmati liburan. Sementara yang tidak ingin pulang juga diperbolehkan untuk tetap di pesantren, menghabiskan waktu di pesantren selama liburan adalah hal yang baru bagi Farah.
Kedua gadis itu memasuki perpustakaan yang tidak terlalu ramai, hanya ada beberapa santri didalamnya. Cut langsung menuju ke sebuah rak buku dipojokan, mengambil dua buah buku yang sama.
"Nih!" Cut memberikan satu buku itu pada Farah.
"Ini bukunya?" tanya Farah.
"Iya, yuk duduk disana aja," titah Cut.
Farah hanya mengikuti langkah kaki Cut yang mengajaknya untuk duduk lesehan dipojok kanan. Tempat favorit keduanya saat berada di perpustakaan pesantren. Alasannya karena tidak akan terganggu orang yang berlalu-lalang.
Mereka duduk bersebelahan. Farah memperhatikan cover buku yang ia letakkan diatas meja dihadapannya, 'Perjalanan Sang Baginda Nabi' judul yang tertera disana. Farah melihat gadis disebelahnya yang sudah asyik membaca.
"Bukannya kamu udah baca buku ini?" Farah menatap Cut.
Cut mengalihkan pandangannya pada Farah, "Iya, tapi ceritanya ga ngebosenin kalau dibaca berulang-ulang." Cut menunjukkan deretan giginya yang rapih.
Gadis itu kembali fokus pada buku yang ia baca. Begitupun dengan Farah yang ikut membaca buku itu dan mulai terbawa alur cerita yang dibacanya. Perpustakaan yang hening membuat keduanya semakin terbawa suasana didalam cerita.
Buku dengan tebal ±700 halaman, membuat kedua gadis itu hampir menghabiskan waktu satu harian didalam perpustakaan. Jam menunjukkan pukul 12:15 WIB, itu berarti sudah hampir lima jam mereka disana.
"Farah, udahan dulu yuk dah mau Zuhur, nih!"
"Tanggung, Cut," jawab Farah tanpa menoleh ke arah Cut sedikitpun. Matanya masih tak lepas dari buku itu.
"Tanggung apanya? Masih ada ratusan halaman lagi kamu bilang tanggung?" Cut mengernyit.
Farah tertawa kecil, ia menutup buku itu setelah mengingat halaman terakhir yang ia baca. Keduanya segera mengembalikan buku itu ke rak. Sengaja mereka tidak meminjam buku itu, karena mereka harus menghafal dan keduanya tidak mau hafalan mereka terganggu karena sibuk membaca buku.
"Ngambil mukenah dulu di asrama," kata Farah.
Cut mengangguk, kedua gadis itu segera menuju asrama. Langkah Farah terhenti saat mendengar suara mengaji dari arah masjid. Cut yang menyadari hal itu menoleh kebelakang.
"Farah, kenapa?" tanya Cut.
Pandangan Farah yang tadinya tersorot ke masjid kini teralih pada Cut, "Itu suara siapa?" tanyanya.
Cut sepertinya sedang mendengarkan suara orang mengaji yang terdengar asing ditelinga mereka, tidak mungkin itu suara dari kaset yang diputar.
Farah melangkah mendekati Cut, "Siapa yang punya suara 11 12 sama Abhi?" tanyanya.
Benar saja, suara yang mereka dengar saat ini begitu merdu. Yaa meskipun tetap lebih merdu suara Abhi jika melantunkan ayat-ayat Al-Qur'an. Mengingat Abhi sedang tidak ada di pesantren, dan itu bukan rekaman suaranya.
Pasalnya, setau mereka tidak ada santri yang memiliki suara seperti itu ketika mengaji, telinga keduanya hapal betul siapa saja dan bagaimana suaranya ketika mengaji di masjid. Apa ada santri baru?
"Ngambil mukenah dulu, yuk. Baru nanti kita liat siapa itu." Cut sedikit berlari meninggalkan Farah disana. Sepertinya Cut sangat penasaran dengan orang itu. Farah ikut menyusul Cut.
Saat keduanya sudah sampai di depan masjid dengan mukenah ditangannya, suara azan Zuhur berkumandang. Farah mematung diposisinya begitu mendengar suara azan itu.
"Ayo cepet masuk, Farah!" kata Cut saat melihat Farah yang hanya diam saja.
"Kayaknya aku kenal sama suara azan ini," kata Farah. Ia tampak sedang mengingat-ingat dimana ia pernah mendengar suara azan seperti itu, yang jelas itu bukan suara azan di TV.
Tanpa menunggu lama, Farah dan Cut masuk kedalam masjid. Namun tetap tak terlihat siapa pria didepan sana karena ada pembatas, namun mereka dapat melihat baju yang dikenakan pria itu. Mereka bergegas mengambil wudhu dan sholat Zuhur berjamaah dengan santri juga pengajar yang tersisa di pesantren.
Selesai sholat, para santri melanjutkan hafalan Al-Qur'an mereka, ada yang menghafal di dalam masjid, di teras masjid, juga di asrama ataupun tempat-tempat lainnya. Dikarenakan kegiatan belajar mengajar sudah ditiadakan karena libur, membuat para santri di pesantren sedikit merasa bebas.
Setelah menghafal dikira telah cukup, Farah dan Cut bergegas menuju perpustakaan lagi untuk melanjutkan membaca buku yang sempat terhenti tadi.
"Loh kok cuma satu? Satu lagi mana?" tanya Farah saat tak menemukan buku yang ia letakkan disebelah buku yang dibaca Cut tadi.
"Ga tau, coba cari disana," kata Cut yang ikut membantu mencari buku itu.
Melihat kedua gadis cantik itu sedang sibuk mondar-mandir hampir berulang kali mengelilingi perpustakaan untuk mencari buku itu, tiba-tiba seorang pria yang sepertinya lebih tua dari mereka menghampiri Cut.
"Nyari ini?" tanya pria itu sembari menunjukkan buku ditangannya. Buku yang sama seperti yang sedang dipegang Cut saat ini.
"Nah, iya!" Cut antusias menyambar buku itu dari tangan pria yang tak dikenalnya.
"Dapet, Cut?" tanya Farah yang baru kembali setelah lelah mencari disetiap rak buku.
Cut menunjukkan buku ditangannya, buku yang baru diberikan pria itu. Farah langsung mengambil buku itu, senyumannya mengembang.
"Dapet dimana?" tanya Farah penasaran.
"Ini," Cut menunjuk pria dihadapannya.
Farah yang sejak tadi tak menyadari ada orang lain disana langsung menoleh pada pria yang tampak berfikir itu.
"Loh?" Tunjuk Farah.
"Inikan.." Pria itu memejamkan matanya berusaha mengingat siapa gadis cantik dihadapannya.
"Bang... Bang Putra, ya?!" Farah tersenyum.
Pria yang dipanggil Bang Putra itu menatap Farah lekat, "Farah, kan?" Pria itu ikut tersenyum.
"Iyaa, masih inget, Bang?" tanya Farah ramah.
"Masihlah, kan Abang yang waktu itu masuk ke kelas kamu waktu matsamah!" Senyuman tak lepas dari wajah Bang Putra.
Cut yang tak paham hanya garuk-garuk kepala saja melihat keduanya berdialog.
"Eh ntar-ntar, Abang yang tadi azan di masjid, kan?" Kini Cut ikut berdialog.
Kedua gadis itu melihat penampilan pria dihadapan mereka, pria dengan jubah putih, orang yang azan saat mereka lihat di masjid tadi. Tanda, karena jarang ada santri yang memakai jubah disana.
Bang Putra tersenyum, "Iya, kenapa?"
"Pantes aja aku kayak kenal suaranya, sekarang aku inget Abang pernah azan di sekolah dulu!" Akhirnya Farah mengingat pria pemilik suara itu.
"Abang kok bisa disini? Ga lanjut kuliah?" tanya Farah penasaran.
Bang Putra menggeleng, "Abang mondok dulu disini, baru nanti kuliahnya pengen di Mesir," kata Bang Putra.
"Loh, apa boleh?" tanya Cut.
"Kenapa ga boleh? Abang kan cucunya yang punya pesantren ini."
"Cucu Pak Kyai?!" tanya Farah dan Cut bersamaan.
♡♡♡