Loading...
Logo TinLit
Read Story - Cinta di Sepertiga Malam Terakhir
MENU
About Us  

'Aku tak ingin menjadi awan gelap ditengah cerahnya langit. Biarkan aku pergi, menyendiri, untuk mengistirahatkan hatiku yang tengah rapuh saat ini.'

***

"Farah!"

Farah berbalik, melihat seseorang yang memanggilnya. "Akbar?"

Pria itu berhenti di hadapannya, dia mengernyit. "Siapa Akbar?"

Farah mengerjapkan matanya, ia merapal istighfar saat melihat Abhi yang ternyata memanggilnya. Kenapa mulutnya bisa menyebut nama Akbar? Apa Farah merindukan Akbar? Atau... masih ada perasaan padanya? Ah, mungkin hanya efek baru bangun tidur.

"Eh, bukan siapa-siapa." Farah tersenyum canggung.

"Kamu dipanggil ke kantor, ayo!" Abhi berbalik dan mendahuluinya.

"Tapi aku harus naruh ini di kamar dulu!" Suara Farah membuat pria itu berbalik.

Abhi melihat sebuah tas yang dibawa Farah. "Letakkan saja disitu, kalau hilang bukan tanggungjawab saya." Abhi melanjutkan langkahnya menuju kantor.

Farah melongo mendengar penuturan Abhi barusan. Ia berdecak kesal. Farah melangkah ragu mengikuti jejak pria itu, baru kembali saja sudah dipanggil ke kantor lagi.

Sesampainya disebuah ruangan mereka langsung masuk kedalam, tampak sudah ramai disana.

"Silahkan duduk, Nak." Pak Kyai mempersilahkan.

Kini mereka berdua duduk berhadapan dengan Pak Kyai bersama beberapa pengajar yang juga berada di ruangan itu.

Farah sedikit bingung kenapa bisa ada Pak Kyai disana, padahal untuk menemuinya saja terkadang harus mengatur jadwal dulu, karena memang Pak Kyai sering keluar kota untuk sekedar mengisi pengajian atau apa pun itu. Wajah Pak Kyai kini tampak bahagia.

"Langsung saja, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada para Ustadz dan Ustadzah yang sudah membantu pesantren ini keluar dari masalah yang ada." Pak Kyai tersenyum ramah pada para Ustadz dan Ustadzah.

Pandangan Pak Kyai teralih pada Farah dan Abhi, "Saya juga mengucapkan terimakasih kepada kalian karena sudah membantu para Ustadz dan Ustadzah dalam masalah ini."

Farah menoleh pada pria dikursi sebelahnya. Abhi yang sadar dengan sorot mata Farah kini ikut menoleh padanya, tatapan mereka bertemu. Namun Abhi langsung mengalihkan pandangannya ke Pak Kyai lalu mengangguk dan tersenyum.

Farah mengarahkan pandangannya ke depan, "Kalau saya boleh tau siapa saja nama donatur yang telah menolong pesantren ini, Pak Kyai?"

Pak Kyai menyebutkan beberapa donatur, lalu, "Terakhir donatur dari Farah, Nida Armida dan Aisyah Humairah. Sekali lagi terimakasih ya, Nak. Kalian sudah membantu pesantren besar ini agar tetap berdiri." Pak Kyai menutup berkas-berkas yang tadi dia baca.

'Aisyah Humairah? Siapa?' batin Farah.

Setelah sedikit membicarakan beberapa agenda pesantren kedepannya, kini mereka dipersilahkan untuk meninggalkan ruangan. Farah yang lebih dulu keluar, menunggu Abhi diluar ruangan.

"Abhi," panggilnya.

Pria yang baru keluar itu menutup pintu ruangan, pandangannya terarah pada Farah. "Iya," jawabnya singkat.

"Tadi aku ga denger kalau kamu bantu cari donatur untuk pesantren ini, terus kamu bantu apa?" Farah menanyakan pertanyaan yang sejak tadi berada dibenaknya.

"Nanti kamu juga tau," katanya. Sepertinya sifat cuek Abhi tidak kunjung hilang bahkan lebih mendominan.

"Tapi aku pengen taunya sekarang."

"Ga sekarang, nanti ada waktunya."

"Apa bedanya nanti sama sekarang? Kan sama aja, yang penting aku tau." Farah kekeuh dengan keinginannya.

"Apa untungnya sama kamu kalau kamu tau? Ga ada, kan? Udahlah itu ga penting." Abhi ingin pergi dari sana, namun langkahnya terhenti saat melihat tas yang Farah bawa ia letakkan di luar ruangan.

"Kan udah saya bilang tasnya ditaruh disana aja ga usah dibawa-bawa." Abhi menoleh pada Farah.

"Nanti kalau hilang gimana?"

"Ga bakalan hilang, lagian siapa juga yang mau ngambil tas kamu?" 

"Mau saya bantu bawakan?" Abhi menawarkan.

Farah yang paham untuk apa tawaran Abhi itu langsung menolak mentah-mentah, ia sedikit kesal dengan pria itu saat ini.

"Baiklah," Abhi berjalan santai menjauh darinya.

Farah semakin kesal dengan sikap Abhi yang sangat sulit ditebak seperti itu. Ia mendengus kesal setelah Abhi pergi dari sana. Farah menenteng tasnya menuju asrama.

"Ahlan wa Sahlan, Farah!!" Cut langsung menyambutnya dengan pelukan hangat saat Farah baru memasuki kamar.

Farah membalas pelukan Cut singkat. Kedua mata indah gadis itu memonitor sekelilingnya, tidak ada yang berubah, kondisi kamarnya masih sama seperti saat ia meninggalkannya.

"Ily belum balik?" tanya Farah saat melihat tempat tidur disebelahnya yang tampak tak berpenghuni.

"Belum, mungkin beberapa hari lagi," jawab Cut dengan senyuman manis diwajahnya.

Kini pandangan Farah teralih ke tempat tidur Haura, "Haura, kemana?" tanyanya.

"Kenapa nyariin aku?"

Suara itu membuat Farah dan Cut menoleh kebelakang, Haura memasuki kamar dan duduk di tempat tidurnya.

"Kamu senang sekarang? Aku sengaja nyabut tuntutan dan minta keluargaku untuk ga jadi donatur lagi di pesantren ini. Semua itu karna Abhi, seharusnya kamu berterimakasih sama dia." Haura tersenyum miring.

Farah mengerutkan dahinya, "Apa yang udah Abhi lakukan?"

"Kamu bakalan tau sendiri nanti. Yang jelas aku tegaskan sama kamu jangan pernah deketin Abhi lagi! Dia milikku dan akan tetap begitu, paham?" Haura menatap Farah tajam.

"Kita ga tau rencana Allah kedepannya, kita liat aja nanti." Farah melangkah menuju tempat tidurnya. Ia membereskan barang-barang bawaannya.

Haura hanya menatap Farah sinis, sementara Cut kembali melanjutkan hafalannya. Kamar yang seharusnya diisi lima orang kini terasa sunyi jika hanya tiga orang didalamnya, ditambah lagi keceriaan di kamar mereka tidak semenarik penghuni kamar yang lain, yang jelas lebih solid daripada mereka.

"Assalamu'alaikum."

Mereka menoleh pada wanita seumuran yang berdiri diambang pintu, "Wa'alaikumussalam," jawab ketiganya bersamaan.

"AfwanUkhty Azhikra Faradhiba wa Ukhty Cut Maryam diminta Ustadzah Nisa untuk segera ke perpustakaan sekarang."

"Na'am, syukron."

Wanita itu mengangguk, "Assalamu'alaikum." Dia berlalu dari sana.

"Wa'alaikumussalam."

"Yuk, Farah." Cut segera turun dari ranjangnya.

Farah mengangguk, lalu keduanya keluar dari kamar meninggalkan Haura seorang diri disana. Entah sedang apa gadis itu, semoga saja dia tidak berulah lagi.

"Farah, aku bisa ramal masa depan kamu, mau liat ga?"

Perkataan Cut tak digubris sama sekali oleh Farah. Mereka masih melangkah beriringan menuju perpustakaan. Tampaknya Farah sedang melamun, memikirkan siapa wanita yang namanya disebut Pak Kyai tadi.

"Farah?" Cut memiringkan kepalanya menatap Farah yang berjalan dengan tatapan kosong.

"Farah!" Cut sedikit mengguncang tubuh Farah.

"Astaghfirullah, kenapa Cut?!" Farah kaget, ekspresinya sangat lucu saat ini.

"Kamu ngelamunin apa sih?" tanya Cut penasaran.

"Bukan apa-apa." Farah tersenyum tipis.

Mereka melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.

"Farah tadi aku mau nunjukin masa depan kamuuu, mau liat ga?" Cut mengulang pertanyaannya.

Farah mengernyit, "Emang bisa? Mana coba aku mau liat," pinta Farah.

Cut tersenyum aneh, "Tuh, coba liat kesana ada masa depan kamu." Cut menunjuk kearah tempat duduk didepan kelas Ikhwan.

Farah menyipitkan matanya, mulutnya menganga seketika. "Astaghfirullah kamu kok jahat banget sih!" katanya kesal dan sepertinya tak setuju dengan ramalan Cut.

Cut mengernyit, "Jahat darimananya?" tanyanya tak mengerti.

"Lah itu, masa kamu bilang kalau Ustadz Rafli masa depanku?" Farah mengerucutkan bibirnya.

Cut terdiam, matanya kembali terarah pada tokoh yang ditunjuknya tadi, sedetik kemudian Cut tertawa cukup keras. Farah menatap Cut bingung.

"Kenapa ketawa?" tanya Farah masih dengan nada sedikit kesal.

"Maksud aku bukan Ustadz Rafli," Cut menjeda ucapannya, "Itu tuh yang lagi setor hafalan ke Ustadz Rafli!"

Farah kembali melihat kearah yang dimaksud, matanya menyipit dan berkedip beberapa kali memastikan ia tidak salah lihat.

"Gimana? Iya, kan?" goda Cut dengan ekspresi anehnya.

"Kita liat aja nanti!" Farah mempercepat langkahnya meninggalkan Cut dibelakang.

"Loh-loh, Farah. Kamu ga bisa lari dari takdirmu!" Cut tertawa kecil. Gadis itu sedikit berlari menyusul Farah.

♡♡♡

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Unending Love (End)
17248      2567     9     
Fantasy
Berawal dari hutang-hutang ayahnya, Elena Taylor dipaksa bekerja sebagai wanita penghibur. Disanalah ia bertemua makhluk buas yang seharusnya ada sebagai fantasi semata. Tanpa disangka makhluk buas itu menyelematkan Elena dari tempat terkutuk. Ia hanya melepaskan Elena kemudian ia tangkap kembali agar masuk dalam kehidupan makhluk buas tersebut. Lalu bagaimana kehidupan Elena di dalam dunia tanpa...
Teman Hidup
6815      2479     1     
Romance
Dhisti harus bersaing dengan saudara tirinya, Laras, untuk mendapatkan hati Damian, si pemilik kafe A Latte. Dhisti tahu kesempatannya sangat kecil apalagi Damian sangat mencintai Laras. Dhisti tidak menyerah karena ia selalu bertemu Damian di kafe. Dhisti percaya kalau cinta yang menjadi miliknya tidak akan ke mana. Seiring waktu berjalan, rasa cinta Damian bertambah besar pada Laras walau wan...
Flying Without Wings
1028      548     1     
Inspirational
Pengalaman hidup yang membuatku tersadar bahwa hidup bukanlah hanya sekedar kata berjuang. Hidup bukan hanya sekedar perjuangan seperti kata orang-orang pada umumnya. Itu jelas bukan hanya sekedar perjuangan.
The Diary : You Are My Activist
14896      2530     4     
Romance
Kisah tentang kehidupan cintaku bersama seorang aktivis kampus..
Ludere Pluvia
1262      699     0     
Romance
Salwa Nabila, seorang gadis muslim yang selalu berdoa untuk tidak berjodoh dengan seseorang yang paham agama. Ketakutannya akan dipoligami adalah penyebabnya. Apakah doanya mampu menghancurkan takdir yang sudah lama tertulis di lauhul mahfudz? Apakah Jayden Estu Alexius, seorang pria yang tak mengenal apapun mengenai agamanya adalah jawaban dari doa-doanya? Bagaimanakah perjalanan kisah ...
Letter hopes
1137      626     1     
Romance
Karena satu-satunya hal yang bisa dilaukan Ana untuk tetap bertahan adalah dengan berharap, meskipun ia pun tak pernah tau hingga kapan harapan itu bisa menahannya untuk tetap dapat bertahan.
WALK AMONG THE DARK
816      454     8     
Short Story
Lidya mungkin terlihat seperti gadis remaja biasa. Berangkat ke sekolah dan pulang ketika senja adalah kegiatannya sehari-hari. Namun ternyata, sebuah pekerjaan kelam menantinya ketika malam tiba. Ialah salah satu pelaku dari kasus menghilangnya para anak yatim di kota X. Sembari menahan rasa sakit dan perasaan berdosa, ia mulai tenggelam ke dalam kegelapan, menunggu sebuah cahaya datang untuk me...
Matchmaker's Scenario
1348      711     0     
Romance
Bagi Naraya, sekarang sudah bukan zamannya menjodohkan idola lewat cerita fiksi penggemar. Gadis itu ingin sepasang idolanya benar-benar jatuh cinta dan pacaran di dunia nyata. Ia berniat mewujudkan keinginan itu dengan cara ... menjadi penulis skenario drama. Tatkala ia terpilih menjadi penulis skenario drama musim panas, ia bekerja dengan membawa misi terselubungnya. Selanjutnya, berhasilkah...
Hematidrosis
400      269     3     
Short Story
Obat yang telah lama aku temukan kini harus aku jauhi, setidaknya aku pernah merasakan jika ada obat lain selain resep dari pihak medis--Igo. Kini aku merasakan bahwa dunia dan segala isinya tak pernah berpihak pada alur hidupku.
Ilona : My Spotted Skin
625      439     3     
Romance
Kecantikan menjadi satu-satunya hal yang bisa Ilona banggakan. Tapi, wajah cantik dan kulit mulusnya hancur karena psoriasis. Penyakit autoimun itu membuat tubuh dan wajahnya dipenuhi sisik putih yang gatal dan menjijikkan. Dalam waktu singkat, hidup Ilona kacau. Karirnya sebagai artis berantakan. Orang-orang yang dia cintai menjauh. Jumlah pembencinya meningkat tajam. Lalu, apa lagi yang h...