Loading...
Logo TinLit
Read Story - Cinta di Sepertiga Malam Terakhir
MENU
About Us  

"Yakinlah bahwa ada sesuatu menantimu setelah banyak kesabaran yang kamu jalani, yang membuatmu gembira sehingga kamu lupa pedihnya sebuah rasa sakit. Karena saat satu pintu tertutup, yakinlah bahwa masih ada jutaan pintu yang terbuka lebar."

(Umar bin Khattab)

***

Suara tepukan tangan terdengar bergemuruh di lapangan Pesantren Daarul Yunus. Setelah penampilan terakhir dari ekskul pencak silat, menutup acara pada hari ini.

Oh tidak, masih ada satu acara yang ditunggu-tunggu oleh para santri disini tentunya. Nobar, biasanya mereka akan nonton film yang banyak mengandung pelajaran didalamnya.

"Farah, saya haus. Teman kan saya ke dapur sebentar, boleh?" Ily memegang tangan Farah yang duduk disamping kirinya.

"Ga bisa, Ly. Liat nih dah lengket aku di terpal," kata Farah yang sebenarnya malas bangkit dari duduknya.

Ily menoleh kebawah. "Jangan gurau! Tenggorokan saya sudah macam padang pasir nih, kering." Ily memasang wajah memelas.

Farah tertawa kecil, mengangguk. Mereka beranjak dari sana, menuju dapur pesantren. Karena mereka kedapatan duduk di ujung terpal dekat laki-laki, membuat keduanya memilih berjalan diantara kedua terpal itu, tak jarang beberapa pasang mata menatap mereka kagum. Seperti biasanya.

"Mau kemana?" tanya seorang pria yang sudah menghadang mereka.

"Dapur," jawab Ily singkat.

"Ngapain?" Pria itu bertanya lagi.

"Buang air kecil!" Ketus Farah kesal. Tampaknya Farah sedang tidak ingin berhadapan dengan pria itu.

"Udah ah minggir! Kesian Ily nih udah sekarat butuh air!" Farah menarik tangan Ily melewati pria itu.

Abhi mengernyit. Dia berniat untuk mengikuti kedua gadis itu ke dapur. Tapi langkahnya terhenti saat terdengar suara Ustadz Rafli memanggilnya.

Ustadz Rafli memberitahukan suatu hal kepadanya, kemudian memintanya untuk ikut ke kantor sebentar. Abhi mengikuti langkah Ustadz Rafli dari belakang.

Hampir sepuluh menit telah berlalu sejak dia dari kantor dan menunggu didepan dapur akhwat. Kedua gadis yang dimaksudnya belum juga keluar, sampai Abhi sempat berfikir bahwa mereka berdua sedang makan didalam.

"Kok lama?" tanyanya santai.

Kedua gadis yang baru melewatinya beberapa langkah itu berjingkrak kaget, mereka merapal istighfar sambil mengusap dadanya. Spontan mereka berbalik, melihat makhluk apa yang mengagetkan mereka barusan.

"Kamu ini maunya apa, sih?! Hobi banget ngintilin orang!" Kesal Farah.

Abhi berjalan beberapa langkah kehadapan mereka dengan santai.

"Habisnya kalian berdua lama kali di dapur, ngapain? Makan?" Abhi menatap keduanya bergiliran.

"Hei, jangan sembarangan nak cakap! Mana boleh santri makan jam segini! Ini bukan jam makan." Ily menatap Abhi tajam.

Abhi mengucap istighfar tanpa suara karena sudah su'udzon kepada kedua gadis itu, terlihat dari gerakan bibirnya.

"Ikut saya," tutur Abhi dengan raut wajah datar.

Pria itu berlalu dari hadapan mereka. Farah dan Ily saling tatap. Dengan langkah terpaksa keduanya harus mengikuti langkah pria itu.

Abhi membawa mereka memasuki sebuah ruangan, didalamnya sudah ada Ustadzah Nisa, Ustadz Rafli, Cut, dan Haura.

"Ini ada apa?" Bisik Farah pada Abhi yang masih berdiri diambang pintu.

"Masuk saja dulu," titahnya.

Ruangan itu biasanya digunakan untuk rapat para ustadz dan ustadzah, atau pun sebagai ruangan untuk menyidang santri yang bermasalah.

"Baiklah, langsung saja." Ustadz Rafli membuka pembicaraan.

"Cut mengatakan bahwa uangnya yang berjumlah dua ratus lima puluh ribu rupiah, hilang. Uang itu ia letakkan di lemari pakaiannya yang berada didalam kamar. Maksud saya dan Ustadzah Nisa memanggil kalian kesini adalah ingin meminta izin untuk memeriksa kamar kalian." Ustadz Rafli menjelaskan.

"Tapi jika memang diantara kalian ada yang mengetahui keberadaan uang itu, alangkah baiknya kalian beritahu kepada kami sekarang. Jika nanti ketahuan salah satu diantara kalian yang mengambil uang itu, maka dia harus menerima konsekuensinya!" Ustadzah Nisa menimpali.

Hening, mungkin mereka memang tidak tau dan tidak mengambil uang itu. Setelah cukup lama, kini mereka semua menuju asrama Fatimah binti Muhammad, dengan kamar mereka berempat sebagai tujuannya.

Abhi ikut sebagai saksi nantinya. Hanya ada Ustadz Rafli dan Ustadzah Nisa, karena mereka berdua memang sudah diminta untuk bekerjasama sebagai pembina sekaligus pengawas asrama Ikhwan dan Akhwat, Ustadz dan Ustadzah yang lain juga sedang mengawasi para santri di lapangan.

Cut membuka pintu kamar mereka. Ketiga gadis itu diminta menunggu dan tidak membantu menggeledah. Hanya Ustadzah Nisa dan Cut yang melakukan itu, sementara Ustadz Rafli menunggu diambang pintu bersama Abhi.

"Cut, ini uang kamu?" Ustadzah Nisa mengeluarkan gulungan uang itu dari bawah baju-baju di lemari Farah.

Cut menghampiri Ustadzah Nisa. "Na'am Ustadzah, ini uang saya!"

"Ternyata di kamar kita ada pencuri, ya!" Haura tersenyum miring.

Farah membulatkan matanya tak percaya. Ustadz Rafli menghampiri Cut dan Ustadzah Nisa. Sementara Abhi yang tadinya bersandar pada dinding kamar spontan menegakkan tubuhnya.

"Ta-tapi saya ga ngambil uang itu, Ustadzah," kata Farah yang tidak mengerti kenapa uang itu bisa ada di lemarinya.

"Udah ketahuan juga masih aja mau ngelak!" Ketus Haura.

"Aku ga nyangka ya sama kamu, Farah. Aku kecewa, aku pikir kamu baik, ternyata ngga!" Cut mengeluarkan uneg-uneg nya.

Ustadz Rafli dan Ustadzah Nisa menggelengkan kepala mereka. Sementara Ilyana hanya mematung disana.

"Afwan Ustadz, Ustadzah. Mungkin ada salah faham disini," tutur Abhi.

Haura menatap Abhi sekilas. "Udah jelas-jelas kita liat sendiri kalau emang Farah pencurinya! Ga usah dibela-bela lagi, deh!" seru Haura.

"Kamu harus dihukum. Saya akan panggil orangtua kamu kesini." Ustadzah Nisa hendak berlalu dari sana.

"Ustadzah, saya mohon jangan panggil orangtua saya. Saya ga salah, Ustadzah. Saya ga ngambil uang Cut!" Farah memegang tangan Ustadzah Nisa yang kini berada dihadapannya.

Cut menghampiri Farah. "Saya ikhlas, Ustadzah. Walau saya kecewa sama Farah, tapi dia tetap teman saya. Saya ga mau urusannya jadi panjang, saya cuma mau Farah dihukum disini, saya punya hukuman buat dia!" Cut menatap Farah tajam.

"Baiklah," ujar Ustadzah Nisa pasrah.

Ustadzah Nisa kemudian keluar dari kamar mereka, disusul Ustadz Rafli, Cut, Ily, Haura, dan Abhi. Meninggalkan gadis itu menangis sendiri didalam kamar.

"Aku salah apa?" lirihnya disela-sela isakan tangis.

Farah mengusap air matanya setelah dipanggil ke lapangan oleh Ustadzah Nisa. Langkahnya terasa lemas, ia tahu apa yang harus ia lakukan di lapangan nanti. Membayangkannya saja rasanya malu sekali.

Abhi menjulurkan sebuah mic padanya. Farah menerimanya, ia tahu Abhi pasti juga kecewa padanya. Farah berjalan kedepan, membelakangi layar putih dibelakangnya yang seharusnya menjadi layar nobar, menghadap para santri Daarul Yunus yang berjumlah ratusan orang.

"Saya..," lirihnya. Suara Farah kini menggema di setiap sudut pesantren.

Farah menghela nafasnya pelan, menahan isakan tangisnya. Berdiri dihadapan banyak orang dan mengakui kesalahan yang tidak dilakukan, rasanya malu sekali. Tapi ia juga tidak bisa lari darisana.

"Saya, Azhikra Faradhiba. Mengaku, bahwa saya telah mencuri uang milik teman sekamar saya," Mata Farah berkaca-kaca. Bahkan tulisan dikertas yang diberikan Ustadzah tadi tidak bisa dibacanya.

Air matanya turun, memecah bendungan yang telah dibuatnya. Farah kembali membacakan tulisan diatas kertas itu, yang jelas itu memalukannya.

Abhi memalingkan wajahnya, tak ingin menatap Farah yang terisak didepan. Pria itu memejamkan matanya. Hatinya tak percaya jika benar Farah pelakunya, tapi bukti telah ditemukan dan dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi.

Terdengar ramai sorakan men-judge Farah. Bahkan hampir semua dari mereka menyobek selembar kertas dibuku yang mereka bawa, meremasnya kemudian dilemparkan ke arah Farah. Seharusnya kertas itu mereka gunakan untuk menulis amanat dari film yang sedang mereka tonton. Sekarang, film itu harus dijeda oleh pengakuan memalukan Farah.

Air mata Farah kini sudah tidak terkontrol, ia menangis dan terisak didepan sana. Rasanya ia ingin menghilang saja dari bumi ini daripada harus dipermalukan seperti itu.

Alasan mengapa Farah harus membacakan pengakuan itu didepan umum, agar para santri yang lain berfikir berulang kali jika ingin melakukan kesalahan jika tidak ingin malu seperti itu.

Farah segera pergi darisana setelah ia selesai membaca kertas itu. Gadis itu mengusap air matanya yang sejak tadi tidak berhenti menetes.

Jika sebelumnya para santri mengenal Farah karena cantik, pintar, dan baik, sekarang citranya sudah rusak di pesantren itu. Melabelinya dengan cap buruk, padahal ini bukan ulahnya.

"Ayo ikut Ustadzah," titah Ustadzah Nisa setelah Farah berada dihadapannya.

Farah mengikuti langkah Ustadzah Nisa dihadapannya. Gadis itu berusaha mengontrol dirinya. Hingga tibalah mereka didepan tiang bendera yang berada di lingkungan tempat para santri belajar.

"Kamu tau apa yang harus kamu lakukan?" tanya Ustadzah Nisa.

Farah mengangguk. Ustadzah Nisa meninggalkan Farah sendiri disana. Farah mendongak, bersikap hormat kepada bendera merah putih yang berada diujung tiang.

Acara hari ini telah selesai, semua santri telah kembali ke asramanya masing-masing. Tak lama terdengar suara azan Zuhur berkumandang. Para santri segera menuju masjid.

Farah masih pada posisinya, dibawah  matahari yang begitu terik hari ini. Kebetulan Farah sedang datang bulan, membuatnya tidak bisa pergi dari sana, padahal tampaknya dia sudah lelah sekali.

Selang beberapa saat, tiba-tiba tetesan air turun dari langit. Padahal matahari masih bersinar terik. Farah bersikap acuh, dia tetap bersikap tegak dan hormat pada bendera. Hampir setengah jam telah berlalu, dengan Farah yang masih pada posisinya dibawah hujan dan panas.

"Farah, udah nanti lagi. Ini hujan!" Pekik seseorang dari belakangnya.

Farah menoleh kebelakang. Tampak Abhi berdiri di koridor dengan baju koko, sarung dan peci hitam dikepalanya, pria itu menatapnya.

"Gapapa, ujannya paling cuma bentar!"

"Ini hujan panas, nanti kamu sakit!"

"Biarin!" 

Abhi yang baru selesai sholat itu langsung membawakannya payung. Farah yang merasa air hujan kini tidak mengenainya menatap keatas, tampak payung yang dipegang Abhi melindunginya dari panas dan hujan.

"Kamu ngapain?" tanyanya. Farah melihat tangan Abhi yang satunya sedikit mengangkat sarung yang dikenakannya.

"Biar kamu ga sakit."

"Aku gapapa, udah sana! Nanti kalau ada yang liat gimana? Bisa salah paham lagi ribet nanti." Farah mendorong gagang payung yang dipegang Abhi.

"Ya gapapa, siapa tau nanti kalau salah paham terus hukumannya kamu disuruh nikah samaku!" Abhi tertawa.

"Hah?!" Farah menatap pria itu tak percaya.

"Bercandaaa!" Suara tawa Abhi mereda.

"Serius juga gapapa," kata Farah ngasal.

"Emang mau?"

"Ya maulah," jawab Farah tanpa menoleh pada pria disampingnya.

"Sekarang?"

"Jangan bercanda!"

"Saya serius."

♡♡♡

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 1 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Memeluk Bul(a)n
22847      3915     28     
Fantasy
Bintangku meredup lalu terjatuh, aku ingin mengejarnya, tapi apa daya? Tubuhku terlanjur menyatu dengan gelapnya langit malam. Aku mencintai bintangku, dan aku juga mencintai makhluk bumi yang lahir bertepatan dengan hari dimana bintangku terjatuh. Karna aku yakin, di dalam tubuhnya terdapat jiwa sang bintang yang setia menemaniku selama ribuan tahun-sampai akhirnya ia meredup dan terjatuh.
DEUCE
680      385     0     
Short Story
\"Cinta dan rasa sakit itu saling mengikuti,\" itu adalah kutipan kalimat yang selalu kuingat dari sebuah novel best seller yang pernah kubaca. Dan benar adanya jika kebahagiaan dan kesakitan itu berjalan selaras sesuai dengan porsinya..
TWINS STORY
1332      717     1     
Romance
Di sebuah mansion yang sangat mewah tinggallah 2 orang perempuan.Mereka kembar tapi kayak nggak kembar Kakaknya fenimim,girly,cewek kue banget sedangkan adiknya tomboynya pake banget.Sangat berbeda bukan? Mereka adalah si kembar dari keluarga terkaya nomor 2 di kota Jakarta yaitu Raina dan Raina. Ini adalah kisah mereka berdua.Kisah tentang perjalanan hidup yang penuh tantangan kisah tentang ci...
Novel Andre Jatmiko
9708      2120     3     
Romance
Nita Anggraini seorang siswi XII ingin menjadi seorang penulis terkenal. Suatu hari dia menulis novel tentang masa lalu yang menceritakan kisahnya dengan Andre Jatmiko. Saat dia sedang asik menulis, seorang pembaca online bernama Miko1998, mereka berbalas pesan yang berakhir dengan sebuah tantangan ala Loro Jonggrang dari Nita untuk Miko, tantangan yang berakhir dengan kekalahan Nita. Sesudah ...
Hanya Untukku Seorang
1078      581     1     
Fan Fiction
Dong Hae - Han Ji bin “Coba saja kalo kau berani pergi dariku… you are mine…. Cintaku… hanya untukku seorang…,” Hyun soo - Siwon “I always love you… you are mine… hanya untukku seorang...”
My Noona
6149      1501     2     
Romance
Ini bukan cinta segitiga atau bahkan segi empat. Ini adalah garis linear. Kina memendam perasaan pada Gio, sahabat masa kecilnya. Sayangnya, Gio tergila-gila pada Freya, tetangga apartemennya yang 5 tahun lebih tua. Freya sendiri tak bisa melepaskan dirinya dari Brandon, pengacara mapan yang sudah 7 tahun dia pacariwalaupun Brandon sebenarnya tidak pernah menganggap Freya lebih dari kucing peliha...
Ghea
480      317     1     
Action
Ini tentang Ghea, Ghea dengan segala kerapuhannya, Ghea dengan harapan hidupnya, dengan dendam yang masih berkobar di dalam dadanya. Ghea memantapkan niatnya untuk mencari tahu, siapa saja yang terlibat dalam pembunuhan ibunya. Penyamaran pun di lakukan, sikap dan nama palsu di gunakan, demi keamanan dia dan beserta rekan nya. Saat misi mereka hampir berhasil, siapa sangka musuh lamany...
Who are You?
1418      638     9     
Science Fiction
Menjadi mahasiswa di Fakultas Kesehatan? Terdengar keren, tapi bagaimana jadinya jika tiba-tiba tanpa proses, pengetahuan, dan pengalaman, orang awam menangani kasus-kasus medis?
Smitten With You
13454      2335     10     
Romance
He loved her in discreet… But she’s tired of deceit… They have been best friends since grade school, and never parted ways ever since. Everything appears A-OK from the outside, the two are contended and secure with each other. But it is not as apparent in truth; all is not okay-At least for the boy. He’s been obscuring a hefty secret. But, she’s all but secrets with him.
RUANGKASA
46      42     0     
Romance
Hujan mengantarkan ku padanya, seseorang dengan rambut cepak, mata cekung yang disamarkan oleh bingkai kacamata hitam, hidung mancung dengan rona kemerahan, dingin membuatnya berkali-kali memencet hidung menimbulkan rona kemerahan yang manis. Tahi lalat di atas bibir, dengan senyum tipis yang menambah karismanya semakin tajam. "Bisa tidak jadi anak jangan bandel, kalo hujan neduh bukan- ma...