We'll just keep trying to find a way out
In another life, another time
Maybe we'll be alright.
—Arash Buana ft. Anya Taroreh, We'll Be Okay For Today
• • •
"SUARA Mami kok serak?"
"Iya Mami kurang enak badan, di sini lagi musim pancaroba, jadi Mami harus ekstra jaga kesehatan. Paling tanda-tanda mau flu."
"Jangan sampai lupa makan ya Mami, minum air putih yang banyak, obatnya juga diminum."
"Iya, iya, dari kapan anak Mami jadi bawel begini. Bawelnya sampai ngalahin bawelnya Mami."
"Maaf Zoe nggak bisa ada di sisi Mami."
"Haduh, Zoe, dengerin Mami ya Sayang, di sini Mami baik-baik aja. Ada Tante Mira, Om Roy, si kembar Saddam dan Shafa. Di sini Mami nggak sendirian, Sayang."
"Tapi ... Zoe kangen, Mami."
"Tabiat kamu yang satu ini, Mami pasti nggak salah tebak, kamu lagi ada masalah di kampus? Ada tugas yang nggak kamu kerjain, Sayang? Ada dosen yang killer?"
Ada helaan napas panjang, Zoe menatap langit-langit kamar. Zoe hampir lupa bahwa Mami memiliki radar yang kuat. "Kemarin ada tugas yang deadline-nya dimajuin, dosennya juga killer, kalau nggak ngerjain tugas yang satu itu maka nggak boleh ikut UAS. Jadi Zoe nggak sempat telepon Mami."
"Tapi semuanya udah baik-baik aja, Sayang?"
"Udah, Mi," jeda Zoe beberapa detik. Walau sebetulnya tidak benar baik-baik saja karena ada campur tangan Adit. Lelaki itu bahkan rela menunggu sampai terlelap dengan alibi sekalian menunggu Sephia agar bisa pulang bersama. Zoe tidak tahu jalan pikiran Adit, tapi lelaki itu selalu membagi pengertian pada Zoe. "Dibantu Adit," lanjut Zoe.
"Adit siapa?"
"Pokoknya ceritanya panjang, tapi intinya Adit itu kakaknya Sephia. Adit bilang panggil aja Adit, padahal umur dia lebih tua empat tahun dari Zoe."
"Syukur kalau begitu, di sana banyak yang peduli sama Zoe, Mami jadi lega di sini. Kalau suatu waktu nggak ada Mami di sisi Zoe, ada orang yang lebih peduli sama Zoe di sana, Mami jadi nggak terlalu khawatir."
"Mami ngomong apa, sih? Nggak boleh ngomong gitu, sekarang mending Mami istirahat biar nggak mikir macem-macem."
"Mami tutup teleponnya ya Sayang, jangan lupa jaga kesehatan."
"Iya, Mami."
Zoe mengubah posisinya menjadi duduk bersila di atas ranjang yang sangat empuk. Di sekitarnya masih berceceran kuas dan cat lukis. Di sudut kamarnya juga terdapat beberapa kanvas, ada yang kosong dan ada yang sudah ia lukis. Layar laptop di meja belajarnya masih menyala, menampilkan lukisan-lukisan yang akan Zoe jadikan inspirasi. Di samping laptop ada beberapa buku terkait seni. Ujian Akhir Semester akan diadakan dua hari lagi, Zoe harus mempersiapkannya dengan baik. Berusaha keras untuk bisa mempertahankan IPK agar tetap memenuhi syarat IPK beasiswa yang dia ambil.
Sore ini lumayan senggang bagi Zoe, tentu saja akan Zoe manfaatkan untuk menelepon pacarnya. Zoe menekan tanda panggilan di room chat-nya dengan Alfred. Dering pertama masih belum ada jawaban, dering kedua juga sama. Sampai akhirnya di dering ketiga, sapaan Alfred dengan background tawa Hugo menguar seantero kamar Zoe.
"Zoe!"
Satu dari beberapa hal yang Zoe suka dari Alfred, lelaki itu selalu menyerukan nama Zoe seperti bocah. Bahkan Zoe pernah membayangkan wajah Alfred keluar dari kardus dan menyerukan namanya dengan semangat. Sangat menggemaskan, seperti Popo.
"Kamu lagi latihan ya buat festival musik?"
"Ah, suaraku nggak kedengaran, ya? Terlalu berisik di sini."
Zoe mengulum bibir. "Aku ganggu ya? Apa teleponnya mau nanti lagi aja?"
Suara berisik yang sedari tadi menjadi background suara Alfred sedikit menghilang, Zoe yakin Alfred pasti memilih tempat yang lebih jauh. "Kenapa baru hubungin aku sekarang? Bahkan kemarin aja kamu nggak angkat teleponku, jangankan untuk menjawab telepon, chat-ku aja nggak kamu balas."
"Gini, aku minta maaf. Kemarin ada tugas yang deadline-nya dimajuin. Jangankan kamu, aku juga nggak angkat telepon Mami, Al."
"Bareng Adit?"
Tubuh Zoe merosot ke ujung ranjang secara perlahan. Popo yang semula sibuk dengan mainannya, tiba-tiba langsung menghampiri Zoe dan menempatkan tubuh pada pangkuan Zoe. Perempuan itu mengelus kepala Popo, mengambil jeda untuk memikirkan jawaban secara hati-hati.
"Adit sempat datang, itu pun ada perlu sama Sephia. Sikap kamu kayak gini bikin aku semakin ... bersalah. Al, jangan kayak gini."
"Aku khawatir Zoe."
"Lalu tetangga baru di seberang rumahmu gimana? Sedikit pun kamu nggak pernah cerita ke aku."
Zoe tahu tentang Letta yang kini menjadi tetangga baru di seberang rumah Alfred semenjak dua hari yang lalu dari kiriman Instagram akun Letta. Awalnya Zoe takut salah menduga, tapi ternyata benar bahwa foto rumah yang di-upload Letta itu sama persis seperti rumah yang berada di seberang rumah Alfred.
"Bukannya aku nggak mau cerita ke kamu Zoe, karena aku pikir itu bukan sesuatu yang perlu aku ceritain."
"Nggak perlu diceritain? Apa kamu tau seberapa khawatir aku sekarang? Seberapa takut aku untuk kemungkinan-kemungkinan buruk yang nggak pernah kita pikirin, Al. Yang khawatir bukan cuma kamu aja di sana, di sini aku juga sama. Padahal kita cuma butuh percaya dan bicara."
"Tapi itu nggak mudah, iya 'kan? Saat aku ada waktu senggang, di sana kamu nggak. Saat kamu ada waktu senggang, di sini aku nggak. Aku minta ma—"
"Aku tau, kita nggak lebih dari sekedar aplikasi pengingat."
"Zoe, kita bicara besok lagi aja, ya? Jangan lupa makan malam."
Dan Alfred berhasil melakukan tugasnya dengan sangat baik, mengingatkan Zoe agar perempuan itu tidak melewatkan makan malam.